Pendidikan Pancasila
BAB 1-7
NIM: 1906131
Kelas: PBSI A
2019
BAB 1 (PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA)
Esensi
Komentar
Dalam sistem pendidikan harus ada sebuah landasan yang mampu mengarahkan
bagaimana pendidikan itu berjalan, karena sifat dari pendidikan adalah normatif dan
komprehensif , sehingga pada hakikatnya pendidikan butuh sebuah esensi yang mampu
mempertanggungjawabkan ekstensi dari pendidikan itu sendiri.
Esensi
Komentar
Pancasila lahir dari para pemikir yang mempunyai tujuan yang sama yaitu sebagai
salah satu upaya memerdekakan Bangsa Indonesia, kendati demikian setiap pemikir
memiliki latar belakang, adat dan budaya, agama, dan pribadi yang berbeda-beda
sehingga dalam pembentukannya pancasila harus mampu menunggangi setiap
kemajemukan tersebut. Sehingga dalam penerapannya pancasila juga harus mampu
menyatukan setiap proses kegiatan berbangsa dan bernegara.
Esensi
Sebagaimana dipahami bahwa Pancasila secara legal formal telah diterima dan
ditetapkan menjadi dasar dan ideologi negara Indonesia sejak 18 Agustus 1945.
Penerimaan Pancasila sebagai dasar negara merupakan milik bersama akan
memudahkan semua stakeholder bangsa dalam membangun negara berdasar prinsip-
prinsip konstitusional.
Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum
Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis).
Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai
dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara,
para pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat
tersebut adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena
masyarakat senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan
zaman dan dinamika masyarakat (Kaelan, 2000: 198--199)
Komentar
Pada bagian ini, akan di pahami hakikat/esensi Pancasila sebagai ideologi negara
memiliki tiga dimensi sebagai berikut:
Komentar
Sistem pancasila sangatlah dibenarkan dan cocok dengan pandangan hidup atau
cara masyarakat Indonesia bermasyarakat sehingga dalam suatu kasus masyarakat
berpikir atau ingin mengetahui sesuatu sangatlah dianjurkan untuk berideologi pada
pancasila. Pancasila tidak bersifat keras atau kaku, semua ideologi yang digunakan
untuk meraih suatu cita-cita dapan ditampung oleh pancasila asalkan hal tersebut tidak
melenceng dari nilai fundamental dari pancasila.
Esensi
Pertama; hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap makhluk
hidup, termasuk warga negara harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan,
kemandirian) di satu pihak, dan berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya,
kebebasan selalu dihadapkan pada tanggung jawab, dan tanggung jawab tertinggi
adalah kepada Sang Pencipta.
Kedua; hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3
monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial),
kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan) (Notonagoro).
Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif,
legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara
kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara
atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama
warga negara (Notonagoro dalam Kaelan, 2013: 402).
Komentar
Hakikat dan ekstensi dari manusia masih saja ada perdebatan dikalangan para filsuf
sehingga disini hadirlah sebuah aliran filsafat yang menjadi landasan filosofis bangsa
Indonesia yaitu Pancasila. Apakah Pancasila sudah benar-benar mendasar dan mampu
memuaskan akan semua pertanyaan filsuf?. Pancasila bukanlah sebuah dasar dan hal
yang paling mendasar dalam hal filsafat, tapi Pancasila mampu menampung setiap
aliran-aliran dari ilmu filsafat dengan lima dasar saktinya.
Filsafat pancasila seperti apa?. Filsafat Pancasila mengacu pada ketuhanan, yang
mana pancasila yakin bahwa setia yang berada dibumi bahkan alam semesta ini
terbentuk dari pencipta yaitu tuhan, begitupun dengan akal yang diyakini diberi juga
oleh tuhan.
BAB 6 (BAGAIMANA PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA?)
Estetika
Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara
harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap
prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip tersebut memiliki
kekuatan (force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.
Kedua, hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan
manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan
actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang
mengandung implikasi moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan
beradab sehingga menjamin tata pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang
bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
Ketiga, hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai
warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau
kelompok. Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas
sosial akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat
memecah belah bangsa.
Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata
(deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih
menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu
sendiri.
Komentar
Etika, tentu kita mempelajari akan baik dan buruk dari suatu sikap, sikap yang
bagaimana?. Pancasila mampu mereferensikan pertanyaan tersebut, sikap yang
berdasar dari Pancasila adalah etika yang seharusnya dipakai oleh setiap warga negara
indonesia, sikap yang berlandas dari lima dasar Pancasila,dan mengimplentasikannya
kedalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga di masa depan terwujud suatu situasi
yang damai dan tentram.
BAB 7 (MENGAPA PANCASILA MENJADI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU?)
Esensi
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa manusia
hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan menentukan
kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah manusia
diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk membuat kerusakan
di bumi. Tuntunan sikap pada kode etik ilmiah dan keinsinyuran, seperti: menjunjung
tinggi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat; berperilaku terhormat,
bertanggung jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan
kemanfaatan professional, dan lain-lain, adalah suatu manifestasi perbuatan untuk
kebaikan tersebut. Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik yang dimiliki
dengan baik sesuai dengan tuntunan sikap tersebut berarti menyukuri anugrah Tuhan
(Wahyudi, 2006: 61--62).
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik bersifat
universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia. Asas
kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan terhadap manusia harus
sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti kecukupan
materi, bersosialisasi, eksistensinya dihargai, mengeluarkan pendapat, berperan nyata
dalam lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi (Wahyudi, 2006:
65). Hakikat kodrat manusia yang bersifat mono-pluralis, sebagaimana dikemukakan
Notonagoro, yaitu terdiri atas jiwa dan raga (susunan kodrat), makhluk individu dan
sosial (sifat kodrat), dan makhluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat) memerlukan
keseimbangan agar dapat menyempurnakan kualitas kemanusiaannya.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan arahan agar
selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa
Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu
mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjamin
kesejahteraan karyawan (Wahyudi, 2006: 69). Selama ini, pengelolaan industri lebih
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga
cenderung mengabaikan kesejahteraan karyawan dan kelestarian lingkungan. Situasi
timpang ini disebabkan oleh pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan
perusahaan. Pada akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi protes yang justru
merugikan pihak perusahaan itu sendiri.
Komentar
Ilmu dan teknologi bersifat bebas, begitupun dengan perkembangannya. Maka dari
itu, butuh sebuah dasar dari perkembangan iptek agar kedepannya nanti mampu
beradaptasi dan masuk kedalam sebuah peradapan, dasar dari perkembangan iptek
bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang mana Pancasila harus dijadikan sebagai nilai
dasar dari pengembangan ilmu dan teknologi agar hasil dari perkembangan iptek
tersebut mampu dan sesuai dengan cara hidup masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Admoredjo, Sudjito bin. 2009. “Negara Hukum dalam Perspektif Pancasila”. Makalah dalam
Kongres Pancasila di UGM Yogyakarta, 30 --31 Mei s.d. 1 Juni 2009.
Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.). 1995, Risalah Sidang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 --22 Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Bahm, Archie. 1984. Axiology: The Science of Values. New Mexico: Albuquerque.
Bakker, Anton. 1992. Ontologi: Metafisika Umum. Yogyakarta: Kanisius. Bakry, Noor Ms. 2010.
Pendidikan Pancasila. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Branson, M. S. 1998. The Role of Civic
Education, A Fortcoming education policy
Darmodiharjo, Darjidkk. 1991. Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan Yuridis
Konstitusional. Surabaya: Usaha Nasional.
Darmodihardjo, D. 1978. Orientasi Singkat Pancasila. Jakarta: PT. Gita Karya. Delors, J. et al. 1996.
Learning the Treasure Within, Education for the 21th
Magee, Bryan. 2008. The Story of Philosophy. Penerjemah: Marcus Widodo, Hardono Hadi.
Yogyakarta: Kanisius.
Mahfud, M D. 2009. “Pancasila Hasil Karya dan Milik Bersama”, Makalah pada Kongres Pancasila
di UGM tanggal 30 Mei 2009.
Magnis-Suseno, Franz. 2011. “Nilai-nilai Pancasila sebagai Orientasi Pembudayaan Kehidupan
Berkonstitusi” dalam Implementasi Nilai- nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas
Indonesia, Kerjasama Mahkamah Konstitusi RI dengan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2--3
Mei 2013.
Martodihardjo, Susanto, dkk. 1993, Bahan Penataran Pedoaman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila. Jakarta: BP-7 Pusat.
Muzayin. 1992. Ideologi Pancasila (Bimbingan ke Arah Penghayatan dan Pengamalan bagi
Remaja). Jakarta: Golden Terayon Press.
Nugroho, Tarli. tt. Ekonomi Pancasila: Refleksi Setelah Tiga Dekade. Tanpa kota dan penerbit.
Oetojo Oesman dan Alfian (Eds). 1991. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: BP-7 Pusat,.
Ohmae, Kenichi. 1995. The End of the Nation-State: the Rise of Regional Economies. New York:
Simon and Schuster Inc.
Pabottinggi, Mochtar, 2006, “Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik”, dalam Simposium dan
Sarasehan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, 14--15
Agustus 2006, Kerjasama Universitas Gadjah Mada, KAGAMA, LIPI, dan LEMHANNAS. Yogyakarta.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009--2014.(2013). Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Ristek (Ed.). 2009, Sains dan Teknologi: Berbagi Ide untuk Menjawab Tantangan dan Kebutuhan.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.