Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Epidemiologi Penyakit Tidak Menular: Kanker Serviks


Diajukan sebagai salah satu tugas pada Mata Kuliah
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (EPTM)

Oleh :
Kelompok 7

Dwi Handayani 113219004


Raden Ryta Herdianty 113219014
Ajeng Surtikasari 113219017
Puspa Pertiwi 113219019
Dinda Puspita Arif 113219032
Ayudya Christania 113219045

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (S1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan suatu penyakit keganasan pada leher rahim atau
serviks uteri. Sekitar 90% atau 270.000 kematian akibat kanker serviks pada tahun
2015 terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tingkat kematian yang
tinggi dari kanker serviks secara global dapat dikurangi melalui pendekatan
komprehensif yang mencakup pencegahan, diagnosis dini, screening yang efektif dan
program pengobatan (WHO, 2016). Daerah dengan angka kematian kurang dari 2 per
100.000 di Asia Barat, Eropa Barat dan Australia/Selandia Baru sedangkan negara
dengan angka kematian lebih dari 20 per 100.000 yaitu Melanesia (20,6), Afrika
Tengah (22,2) dan Afrika Timur (27,6) (Globocan, 2012). Berdasarkan data WHO, di
Indonesia kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker payudara.
Didapatkan kasus baru kanker serviks sekitar 20.928 dan kematian akibat kanker
serviks dengan persentase 10,3% (WHO, 2014).
Jumlah penderita kanker leher rahim di Indonesia sekitar 200 ribu setiap
tahunnya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara. Walaupun
penyakit ini merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian,
kesadaran untuk memeriksakan diri dirasakan sangat rendah, hal tersebut tidak
terlepas dari kurangnya pengetahuan mengenai kanker ini. Indikasinya lebih dari 70
% penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada kondisi lanjut.(Depkes, 2007).
Sementara data dari Sistem Informasi Rumah Sakit menyatakan, dalam kurun waktu
2004 sampai dengan 2007 kanker leher rahim menempati urutan kedua (16 per
100.000) setelah kanker payudara (26 per 100.000), dari 10 jenis kanker yang diidap
oleh perempuan (Global Burden of Cancer,2010).
Penyebab utama dari kanker serviks yakni infeksi HPV (Human
Papillomavirus) yang berada di dalam tubuh manusia. Diketahui bahwa DNA HPV
dapat ditemukan pada 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia (Pradipta &
Sungkar, 2007). Kejadian kanker serviks dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
faktor sosio demografi yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktivitas
seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seksual, pasangan
seksual yang berganti-ganti, pasangan seksual yang tidak disirkumsisi, paritas, kurang
menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat penyakit kelamin, riwayat keluarga
penderita kanker serviks, trauma kronis pada serviks, penggunaan pembalut dan
pantyliner, dietilstilbestrol (DES) serta penggunaan kontrasepsi oral. Adapun faktor-
faktor tersebut ada yang bisa dimodifikasi dan faktor yang tidak bisa dimodifikasi
(Kemenkes, 2015).
Melakukan hubungan seksual di usia muda merupakan salah satu risiko
terjadinya kanker serviks, terutama di bawah usia 17 tahun. Semakin muda usia
pertama kali berhubungan seks, semakin besar risiko daerah reproduksi
terkontaminasi virus (Mhaske, dkk, 2011). Berdasarkan penelitian Wulandari (2016),
wanita yang melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia <20 tahun berisiko
terkena kanker serviks (p value 0,022; nilai OR= 2,319). Namun hasil berbeda dari
penelitian Rachmawati (2014), menunjukkan bahwa usia pertama kali berhubungan
seksual tidak memiliki hubungan dengan kejadian kanker leher rahim (p value 0,178;
OR= 0,409).
Obesitas mempengaruhi kejadian kanker serviks karena kelebihan jaringan
adiposit 20 menimbulkan efek negatif pada fungsi sistem imun dan melemahkan
kemampuan sistem pertahanan sel penjamu sehingga memudahkan virus HPV untuk
menginfeksi (Poorolajal, 2015). Berdasarkan hasil penelitian Nugrahaningtyas (2014),
menunjukkan bahwa obesitas tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
kejadian kanker serviks (p value 0,999; nilai OR= 1).
Data Riset Kesehatan Dasar (2013), estimasi jumlah kasus kanker serviks di
Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga yaitu sebanyak 15.635 kasus. Data pada
bulan Juni 2014 di Poli Obstetri dan Ginekologi(Obgyn) RSUP Hasan Sadikin
Bandung melayani pasien dengan diagnosa kanker serviks sebanyak 437 orang,
Suspect Tumor Ganas Ovarium (STGO) sebanyak 211 orang, kanker ovarium
sebanyak 88 orang, kanker endometrium sebanyak 32 orang, dan kanker vagina
sebanyak 5 orang. Dari data diatas terlihat bahwa pasien dengan dengan kanker
serviks merupakan pasien terbanyak di Poli Obstetri dan Ginekologi (Obgyn).
Kebanyakan dari pasien tersebut berada pada stadium II dan III dan berada pada usia
diatas 45 tahun dengan pendidikan terakhir sekolah dasar (Kasdi, 2015).
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya
dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan
oleh pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks,
terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap
pihak yang terlibat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.

B. Ciri- ciri Kanker Serviks


Meskipun penyakit kanker serviks seringkali sulit untuk dikenali sejak dini,
namun kita perlu mengetahui beberapa ciri-ciri kanker serviks secara umum agar
dapat diwaspadai. Berikut ciri-ciri kanker serviks yang perlu Anda ketahui:
a) Pendarahan vagina yang tidak normal
Ketika wanita mengalami kanker serviks, gejala yang biasanya muncul
adalah perdarahan yang tidak normal pada vagina. Perdarahan ini dapat
terjadi lebih banyak atau pun lebih sedikit dari menstruasi biasanya, dapat
terjadi di antara periode menstruasi, atau pada wanita yang sudah menopause.
Pendarahan vagina juga dapat terjadi saat berhubungan seksual.
b) Mengalami keputihan yang tidak biasa
Ciri-ciri kanker serviks lainnya adalah keputihan yang tidak normal.
Lendir pada keputihan akan mengalami perubahan warna, memiliki aroma
yang tidak sedap atau bau, serta terjadi perubahan tekstur dan konsistensi
cairan vagina. Keputihan yang tidak biasa ini juga bisa disebabkan oleh
penyakit lain, karena itu sebaiknya konsultasikan ke dokter untuk
memastikan penyebabnya.
c) Rasa nyeri saat berhubungan intim
Kanker serviks yang sudah memasuki stadium lanjut, akan
memunculkan tanda yang lebih beragam. Salah satunya adalah nyeri panggul
saat berhubungan intim. Rasa nyeri yang timbul membuat Anda merasa tidak
nyaman sewaktu berhubungan intim. Segera periksakan diri ke dokter jika
Anda mengalami nyeri panggul saat berhubungan intim, untuk memastikan
apakah kondisi ini tanda penyakit kanker serviks atau akibat penyakit lain,
seperti endometriosis atau fibroid.
d) Frekuensi buang air kecil meningkat
Para wanita nampaknya harus berhati-hati jika merasakan sakit ketika
buang air kecil dan tidak bisa menahan keinginan untuk ke kamar kecil,
karena bisa jadi ini merupakan ciri-ciri kanker serviks. Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh sel kanker yang tumbuh mengelilingi leher rahim, lalu
menyebar hingga ke kandung kemih. Namun gejala ini juga bisa muncul
akibat infeksi saluran kemih (ISK), sehingga Anda perlu ke dokter untuk
memastikannya.
e) Mudah lelah
Ciri lain yang akan muncul apabila Anda menderita kanker serviks
adalah mudah lelah. Kondisi ini terjadi akibat perdarahan yang tidak normal
pada vagina, sehingga lama kelamaan tubuh mengalami kekurangan sel darah
merah (anemia), yang membuat tubuh menjadi cepat lelah. Rasa lelah
biasanya akan berlangsung setiap saat dan tidak hilang meskipun Anda telah
beristirahat cukup.
f) Pembengkakan di salah satu tungkai
Ketika kanker serviks memasuki stadium lanjut, biasanya akan
menimbulkan berbagai komplikasi. Salah satunya adalah pembengkakan
pada tungkai. Kondisi ini dapat terjadi ketika sel kanker menekan pembuluh
darah di panggul, sehingga menghambat sirkulasi ke tungkai. Akibatnya,
terjadi penimbunan cairan yang membuat tungkai menjadi bengkak.
g) Kehilangan nafsu makan
Wanita yang terkena kanker serviks akan mengalami penurunan atau
bahkan kehilangan nafsu makan. Hal ini dikarenakan penyebaran sel kanker
yang membuat tubuh sulit menerima asupan makanan. Selain itu, penurunan
berat badan drastis yang tidak diketahui penyebabnya, juga perlu dicurigai
sebagai gejala kanker.
h) Mengalami sembelit
Jika kanker serviks telah menyebar hingga ke usus besar, akan
berpotensi menyebabkan konstipasi atau sembelit. Kondisi ini dapat terjadi
saat kanker serviks sudah memasuki stadium lanjut.
i) Bercak darah di urine (hematuria)
Jika sedang berkemih dan melihat urine bercampur darah, segera
konsultasikan ke dokter. Bisa jadi itu merupakan salah satu tanda Anda
terkena kanker serviks.
j) Keluar feses dari vagina
Kanker serviks dapat juga memengaruhi fungsi vagina. Saat sudah
memasuki stadium lanjut, kanker servis dapat menimbulkan kebocoran urine
atau keluarnya tinja dari vagina. Hal ini bisa terjadi akibat terbentuknya
fistula antara vagina dan saluran kemih, atau fistula ani antara vagina dan
anus, sehingga urine dan fases dapat melewati vagina.

Berbagai ciri-ciri kanker serviks di atas bisa juga disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lain pada tubuh Anda. Bagi wanita yang sudah aktif berhubungan seksual,
disarankan melakukan pap smear setidaknya tiga sampai lima tahun sekali, atau ikuti
anjuran dokter.
C. Perjalanan Penyakit Kanker Serviks

Kanker insitu pada serviks adalah keadaan dimana sel-sel neoplastik terjadi
pada seluruh lapisan epitel disebut displasia .displasia merupakan Neoplasia
Cerviks intraepithelial (CNI ).CNI terbagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I
ringan, tingkat II sedang, tingkat III berat.tidak ada gejala spesifik untuk kanker
serviks perdarahan merupakan satu-satunya gejala yang nyata.tetapi gejala ini
hanya ditemukan pada tahap lanjut. Sedang untuk tahap awal tidak.
CNI biasanya terjadi disambungan epitel skuamosa dengan epitel kolumnar
dan mukosa endoserviks.keadaan ini tidak dapat diketahui dengan cara panggul
rutin, pap smear dilaksanakan untuk mendeteksi perubahan. Neoplastik hasil
apusan abnormal dilanjutkan dengan biopsy untuk memperoleh jaringan guna
memperoleh jaringan guna pemeriksaan sitologik. Sedang alat biopsy yang
digunakan dalam biopsy kolposkop fungsinya mengarahkan tindakan biopsy
dengan mengambil sample, biopsy kerucut juga harus dilakukan.
Stadium dini CNI dapat diangkat seluruhnya dengan biopsy kerucut atau
dibersihkan dengan laser kanker atau bedah beku. Atau biasa juga dengan
histerektomi bila klien merencanakan untuk tidak punya anak. Kanker invasive
dapat meluas sampai ke jaringan ikat, pembuluh limfe dan vena. Vagina
ligamentum kardinale. Endometrium penanganan yang dapat dilaksanakan yaitu
radioterapi atau histerektum radiakl dengan mengangkat uterus atu ovarium jika
terkena kelenjar limfe aorta diperlukan kemoterapi. (Price, Sylvia A,
2006 ).

D. Faktor Resiko Kanker Serviks


Penyakit kanker serviks terjadi akibat adanya interaksi antara agent (non
living agent) dengan host (dalam hal ini manusia) dan environment/lingkungan
sekitar (source and vehicle of agent), yang disebutkan sebagai berikut:
a. Agent (faktor virus)
Virus dengan spesifikasi tertentu, ko-infeksi tipe HPV lain dan varian
HPV. Hingga saat ini telah diidentifikasi sekitar 60 jenis HPV, diantaranya
23 jenis yang menimbulkan infeksi alat genita eksterna lelaki maupun wanita
yaitu tipe H. HPV menginfeksi 70% orang dewasa yang aktif secara seksual.
b. Host
Hormon endogen, faktor genetika dan faktor lain yang berkaitan
dengan respon imun. Faktor genetik atau riwayat keluarga menjadi salah satu
faktor yang menentukan tingginya potensi terkena kanker serviks. Ibu, dan
saudara perempuan termasuk dalam kategori tersebut. Setidaknya risiko
meningkat dua kali lipat di bandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat
keluarga. Hal ini dikarenakan biasanya dalam riwayat keluarga terdapat
sistem imun yang sama, daya tahan tubuh serta faktor terinfeksi yang sama.
Gen merupakan informasi genetika yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Artinya, perempuan yang memiliki riwayat keluarga
dengan kanker lebih berisiko terkena kanker termasuk kanker serviks
dibanding dengan perempuan yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan
kanker.
c. Environment
Hendrik L. Blum dalam teorinya mengatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi derajat kesehatan seseorang adalah lingkungan.
Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas
kesehatan dan keturunan. Lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar
manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
Lingkungan sosial yang baik akan dapat menjadikan derajat kesehatan
seseorang juga baik. Begitupun sebaliknya, ketika lingkungan sosial buruk
maka derajat kesehatan manusia pun akan buruk. Salah satunya ditandai
dengan terserangnya penyakit seperti kanker serviks dikarenakan faktor-
faktor lain seperti merokok, personal hygiene yang buruk serta
penyimpangan perilaku dimana hal-hal tersebut diawali dengan lingkungan
sosial yang buruk. Sosial Ekonomi dan Tingkat Pengetahuan menjadi salah
satu faktor penyebab resiko terkena kanker serviks. Setidaknya penelitian
yang dilakukan di Inggris menyebutkan bahwa 1% dari berbagai kasus
kanker ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear,
yang menyebabkan lambat ditangani sehingga telah berdampak serius. Selain
itu pengetahuan mengenai prosedur pencegahan kanker serviks serta cara
deteksi dini mengenai seluk beluknya menjadi penyebab tersendiri
banyaknya kematian akibat baru diketahui setelah mencapai stadium lanjut.
Social ekonomi dan tingkat pengetahuan yang rendah akan mengakibatkan
dampak-dampak seperti berikut:
1) Multiparitas
Risiko terjadinya kanker serviks semakin tinggi pada wanita
dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu
pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang
sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi
untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang
ibumelahirkan,makaakan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan
di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
2) Nutrisi
Dari beberapa penelitian ditemukan ternyata kekurangan asam
folat, vitamin C, vitamin E dan beta carotin dihubungkan dengan
peningkatan resiko kanker serviks.
3) Imunosupresi
Ketika seorang wanita terkena infeksi dari virus HPV, maka ia
tidak akan secara otomatis terkena kanker serviks ketika ia memiliki
sistem imun yang kuat. Namun sebaliknya, sistem imun yang lemah
akan memudahkan wanita terkena virus HPV.
4) Personal hygiene
Personal hygiene yang tidak baik serta penggunaan pembalut
yang tidak berkualitas serta mengandung bahan pemutih (dioksin)
yang dapat menguap apabila berekasi dengan darah menstruasi dapat
berakibat penghambatan sirkulasi udara pada daerah kewanitaan.
Penggunaan pantyliner sehari-hari juga dapat memperngaruhi
kelembaban serta merangsang tumbuhnya bakteri pathogen yang dapat
memicu kanker serviks.
Menurut Sukaca (2009), penggunaan antiseptik yang terlalu
sering dapat menyebabkan iritasi pada vagina yang dapat memicu
kanker serviks, selain itu iritasi ini akan merangsang terjadinya
perubahan sel yang menyebabkan kanker.
Menurut penelitian Indrawati dan Fitriyani (2012), personal
hygiene yang kurang baik memiliki risko untuk terkena kanker serviks
19,386 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki
personal hygiene yang baik.
Menurut Elistiawaty (2006), wanita yang mengalami keputihan
memiliki jumlah yang sangat besar di Indonesia. Sebanyak 75%
wanita Indonesia pasti mengalami keputihan minimal satu kali dalam
hidupnya. Keputihan biasa dianggap sepele, padahal keputihan bisa
menjadi sangat fatal bila terlambat ditangani, keputihan juga dapat
menjadi gejala awal dari ca serviks yang bisa berujung pada kematian
(Indriyani, 2012).
Kanker serviks dapat disebabkan oleh HPV yang berasal dari
toilet umum ketika virus HPV ada pada tangan seorang wanita lalu
menyentuh daerah genital sehingga virus ini dapat berpindah dan
menginfeksi serviks. Seorang penderita kanker ini juga dapat
memindahkan virus HPV melalui closet (Wulandari, 2010).
5) Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena
kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-
zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogeninfeksi virus. Nikotin, mempermudah semua
selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik
pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak
diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi
yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.
6) Pernikahan dini
Menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianggap terlalu muda
untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher
rahim10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia
lebih dari 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang
wanita benar-benar matang.
Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi
atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang
terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel
mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi,
seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling
rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan
kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel
mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar
termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-
sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu
berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya
rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati,sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
7) Bergonta-ganti pasangan
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus
ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah
menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali dan menjadi kanker.
8) Pergaulan bebas
Pergaulan bebas yang dijalani seorang wanita dapat
mengakibatkan beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko
terkena penyakit kanker serviks seperti begonta-ganti pasangan atau
juga pernikahan dini, dimana dua poin tersebut memang sudah terbukti
berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks pada wanita.
9) IMS (Infeksi Menular Seksual)
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual
berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai
penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang
mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher
rahim.
10) Infeksi HPV (Human Papilloma Virus)
Penyebab kanker serviks paling utama adalah infeksi dari virus
HPV. HPV merupakan virus yang menjadi penyebab utama terjadinya
kanker serviks yang mematikan di dunia, tercatat lebih dari 99 %
kasus kanker serviks terjadi setelah terinfeksi virus HPV / Human
Papilloma Virus ((NHS, Cervical cancer – Causes, diakses 12
Desember 2019)). HPV sebenarnya adalah kumpulan dari berbagai
virus, bukan virus tunggal setidaknya jenisnya terdiri dari lebih 100
jenis virus.
a. HPV 16
b. HPV 18
c. HPV 31
d. HPV 33
e. HPV 45
Jika di tarik lagi, penyebab kanker serviks yang paling umum
terjadi adalah virus HPV 16 dan HPV 18, setidaknya ditemukan di 2/3
kasus kanker serviks. Virus HPV tipe lainnya mungkin dapat
menyebabkan infeksi pada kulit kelamin seperti tumbuhnya kutil,
namun ini tidak berbahaya bagi manusia.
11) Usia > 35 tahun
Pada usia tersebut wanita mempunyai risiko tinggi terhadap
kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin
meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko
kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap
karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat
usia.
12) Kerusakan sel epitel jaringan serviks
Kanker Serviks merupakan tumor ganas yang mengenai
lapisan permukaan leher rahim yang disebut sel epitel skuamosa. Sel
epitel skuamosa ini terletak antara rahim dan liang senggama. Tumor
ganas yang terjadi disebabkan karena adanya penggandaan sel akibat
berubahnya sifat sel menjadi sel yang tidak normal. Sifat dari sel ganas
ini yaitu dapat menyebar atau metastasis ke bagian tubuh yang lain
melalui pembuluh darah maupun getah bening sehingga merusak
fungsi jaringan (Yatim, 2005).

E. Penyebab Kanker Serviks


Kanker serviks terjadi ketika sel-sel yang sehat mengalami perubahan atau
mutasi genetik. Mutasi genetik ini mengubah sel yang normal menjadi abnormal,
kemudian berkembang secara tidak terkendali dan membentuk sel kanker. Walau
demikian, hingga saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan perubahan pada
gen tersebut.
Sel kanker yang tidak ditangani, akan menyebar ke jaringan di sekitarnya.
Penyebaran terjadi melalui sistem limfatik, yaitu aliran getah bening yang
berfungsi menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi. Bila sudah mencapai
sistem limfatik, sel kanker dapat menyebar ke berbagai organ tubuh, misalnya
tulang. Proses ini disebut dengan metastasis.
Meskipun belum diketahui apa penyebab pasti kanker serviks, ada beberapa
faktor yang meningkatkan risiko kanker ini. Faktor utamanya adalah kelompok
virus yang disebut HPV (human papilloma virus) yang menginfeksi leher rahim.
Selain daerah kelamin, HPV juga dapat menginfeksi kulit dan membran mukosa
di anus, mulut, serta tenggorokan.
HPV pada serviks menular melalui hubungan seksual dan penularan ini
semakin berisiko bila memiliki lebih dari satu partner seksual, hubungan seks
pada usia dini, individu dengan kekebalan tubuh lemah (misalnya pada pasien
HIV/AIDS), serta penderita infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, dan
sifilis.
Pada banyak kasus, infeksi HPV sembuh dengan sendirinya. Tetapi pada
sebagian wanita, infeksi HPV memicu perubahan abnormal pada sel di rahim.
Perubahan abnormal ini disebut cervical intraepitheal neoplasia (CIN), yaitu suatu
kondisi pra-kanker yang akan berkembang menjadi kanker bila tidak segera
ditangani. Namun demikian, diketahui hanya 5% infeksi HPV yang berkembang
menjadi CIN dalam kurun waktu 3 tahun. Sedangkan perkembangan dari CIN
menjadi kanker serviks dapat terjadi dalam 5 hingga 30 tahun.
Penelitian menunjukkan, lebih dari 99% kasus kanker serviks terkait dengan
HPV. Meskipun demikian, tidak semua HPV menyebabkan kanker serviks. Dari
100 lebih tipe virus HPV, hanya 15 di antaranya yang terkait dengan kanker
serviks, terutama HPV 16 dan HPV 18.

F. Stadium Kanker Serviks


Tahap atau stadium digunakan untuk menjelaskan tingkat penyebaran kanker.
Semakin tinggi stadium kanker, maka semakin luas penyebarannya. Berikut ini
adalah stadium kanker serviks berdasarkan penyebarannya:
 Stadium 1
Sel kanker tumbuh di permukaan leher rahim, tetapi belum menyebar ke luar
rahim.
• Stadium 2
Kanker sudah menyebar ke rahim, namun belum menyebar hingga ke bagian
bawah vagina atau dinding panggul. • Terdapat kemungkinan kanker sudah
menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum menyerang organ
di sekitarnya. • Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.
 Stadium 3
Kanker sudah menyebar ke bagian bawah vagina, serta menekan saluran
kemih dan menyebabkan hidronefrosis. • Terdapat kemungkinan kanker sudah
menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum menyerang organ
di sekitarnya.
• Stadium 4
Kanker telah menyebar ke organ lain, seperti kandung kemih, hati, paru-paru,
usus, atau tulang.
Penelitian mengungkapkan bahwa angka harapan hidup pada penderita kanker
serviks tergantung stadium yang dialami. Meskipun demikian, angka harapan
hidup hanya hitungan persentase penderita yang masih hidup, lima tahun setelah
didiagnosis menderita kanker serviks.
Sebagai contoh, angka harapan hidup 80% berarti 80 dari 100 penderita bertahan
hidup 5 tahun setelah terdiagnosis kanker serviks. Perlu diketahui, banyak
penderita yang hidup lebih dari 5 tahun setelah didiagnosis kanker serviks.
Berikut adalah angka harapan hidup pada penderita kanker serviks berdasarkan
stadium yang dialami:
• Stadium 1 – 80-93%
• Stadium 2 – 58-63%
• Stadium 3 – 32-35%
• Stadium 4 – 1
G. Strategi Pengendalian dan Pencegahan Kanker Serviks
1. Pengendalian
WHO memberikan beberapa rekomendasi dalam pengendalian kanker serviks,
diantaranya:
a) Penyuluhan kesehatan (health education) dilakukan sebagai bagian
integral dari upaya pengendalian kanker serviks.
b) Program Screening Sitologi yang dilakukan berskala besar, jika tenaga
dan fasilitas memadai.
c) Target screening mulai diberikan pada wanita usia 30 tahun keatas,
termasuk remaja jika tergolong resiko tinggi. Usia terbaik untuk
screening pertama adalah 35 – 45 tahun.
d) Untuk wanita usia lebih dari 50 tahun dianjurkan screening setiap 5
tahun.
e) Wanita kelompok usia 25 – 49 tahun memerlukan screening interval 3
tahun.
f) Screening tahunan tidak dianjurkan untuk wanita usia lebih dari 65 tahun
jika hasil pap smear sebelumnya negatif.

Program pengendalian kanker serviks nasional meliputi empat komponen


utama, yaitu:
a) Pencegahan primer
b) Deteksi dini
c) Diagnosis dan pengobatan
d) Pelayanan paliatif untuk kanker lanjut

2. Pencegahan
Kegiatan deteksi dini kanker leher rahim dilakukan dengan metode Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan pengobatan segera dengan Krioterapi
untuk IVA positif (lesi pra kanker leher rahim positif). Pemeriksaan IVA
bertujuan untuk menemukan lesi pra kanker leher rahim, sebelum menjadi
kanker. Penggunaan metode IVA beberapa keuntungan antara lain:
a) Program IVA merupakan pemeriksaan yang sederhana, mudah, cepat,
dan hasil dapat diketahui langsung
b) Tidak memerlukan sarana laboratorium dan hasilnya segera dapat
langsung didapatkan
c) Dapat dilaksanakan di Puskesmas bahkan mobil keliling, yang dilakukan
oleh dokter umum dan bidan
d) Jika dilakukan dengan kunjungan tunggal (single visit approach), IVA
dan krioterapi akan meminimalisasi klien yang hilang (loss) sehingga
menjadi lebih efektif,
e) Cakupan deteksi dini dengan IVA minimal 80% selama lima tahun akan
menurunkan insidens kanker leher rahim secara signifikan (WHO, 2006),
f) Sensitifitas IVA sebesar 77% (range antara 56 - 94%) dan spesifisitas
86% (antara 74 - 94%) (WHO, 2006),
g) Skrining kanker leher rahim dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat
menurunkan kasus kanker leher rahim 83,6%
h) Mencegah terjadinya infeksi HPV, dengan melakukan vaksinasi. Vaksin
HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam melawan
kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Dari berbagai
penelitian disimpulkan bahwa hanya 3 golongan HPV yang berhubungan
dengan kanker serviks yaitu:
1. HPV resiko rendah : HVP 6 dan 11.
2. HPV resiko sedang : HPV 33, 35, 39, 40, 43, 45, 51, 56, dan 58.
3. HPV resiko tinggi : HPV 16, 10 dan 31.
i) Melakukan pemeriksaan Pap Smear secara teratur.
Pap Smear adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap sel – sel yang
diperoleh dari apusan serviks. Contoh sel serviks yang diperoleh dengan
bantuan sebuah spatula yang terbuat dari kayu atau plastik (yang
dioleskan di bagian luar serviks) dan sebuah sikat kecil yang dimasukan
ke dalam saluran servikal. Sel – sel serviks lalu dioleskan pada kaca
obyek lalu diberi pengawet dan dikirimkan ke laboratorium untuk
diperiksa. 24 jam sebelum melakukan Pap Smear, sebaiknya tidak
melakukan pencucian atau pembilasan vagina, tidak melakukan
hubungan seksual, tidak berendam dan tidak menggunakan tampon. Pap
Smear sangat efektif dalam mendeteksi perubahan prakanker pada
serviks. Jika hasil Pap Smear menunjukkan displasia atau serviks tampak
abnormal, biasanya dilakukan kolposkopi dan biopsi.
Anjuran melakukan Pap Smear secara teratur:
1. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun.
2. Setiap tahun untuk wanita yang berganti – ganti pasangan seksual
atau pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin.
3. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
4. Setiap 2 – 3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3
kali Pap Smear berturut – turut menunjukkan hasil negatif atau
untuk wanita yang telah menjalani histerektomi bukan karena
kanker.
5. Sesering mungkin jika hasil Pap Smear menunjukkan abnormal.
6. Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker dan
kanker serviks.

Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya:


a) Anak perempuan yang berusia di bawah 18 tahun tidak melakukan
hubungan seksual.
b) Tidak berganti – ganti pasangan.
c) Berhenti merokok
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks


merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum. Ciri-ciri terjadinyanya
kanker serviks yaitu Pendarahan vagina yang tidak normal, mengalami keputihan
yang tidak biasa, rasa nyeri saat berhubungan intim, frekuensi buang air kecil
meningkat, mudah lelah, pembengkakan di salah satu tungkai, kehilangan nafsu
makan, mengalami sembelit, bercak darah di urine (hematuria), keluar urine atau
fases dari vagina. Kanker insitu pada serviks adalah keadaan dimana sel-sel
neoplastik terjadi pada seluruh lapisan epitel disebut displasia .displasia merupakan
neoplasia serviks intraepithelial (CNI ).CNI terbagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat
I ringan, tingkat II sedang, tingkat III berat.
Penyakit kanker serviks terjadi akibat adanya interaksi antara agent (non
living agent) dengan host (dalam hal ini manusia) dan environment/lingkungan
sekitar (source and vehicle of agent). Faktor utama terjadinya kanker serviks adalah
kelompok virus yang disebut HPV (human papilloma virus) yang menginfeksi leher
rahim. Stadium kanker serviks menurut FIGO yaitu dari stadium 0 sampai IV B.
Pengendalian penyakit kanker serviks yaitu melalui Penyuluhan kesehatan dan
Screening Sitologi. Pencegahannya bisa melalui IVA test, Mencegah terjadinya
infeksi HPV dan papsmear.

B. Saran
Untuk pencegahan kanker serviks diharapkan untuk melakukan deteksi dini, dan
apabila timbul gejala-gejala maka segera menindak lanjuti, agar kanker serviks dapat
diatasi cepat oleh petugas kesehatan. Selain itu diharapkan untuk membiasakan diri
dengan pola hidup sehat dan bersih dan menghindari faktor-faktor resiko pemicu
kanker serviks. Lebih memanfaatkan jika ada progrsm screening gratis mengenai
pemeriksaan Kanker Serviks.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas Yogyakarta : Nuha


Medika

Elistiawaty. 2006. 75% Wanita RI Alami Keputihan.


http://www.detiknews.com/ index.php/detik.[diakses pada 12 Desember 2019]

Faisal Yatim. 2005. Penyakit Kandungan , Myoma, Kanker rahim/leher Rahim


danIndung Telur,Kista, Serta Gangguan Lainnya. Jakarta : Pustaka Populer Obor

Indrawati, T., Fitriyani, H. 2012. Hubungan Personal Hygiene Organ Genital


dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUP Dr. Kariyadi Kota Semarang.
Dinamika Kebidanan. 2(1). [diakses pada 12 Desember 2019]

Indriyani, R., Indriyawati, Y., Pratiwi, IGD. 2012. Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Keputihan pada Siswi MA Al-Hikmah Aeng Deke Bluto.Jurnal
kesehatan Wiraraja Medika. http:// Nessia Rachma D dan M.Atoillah Isfandiari,
Perbandingan Risiko Ca Serviks Ber… 91 ejournal.wiraraja.ac.id/index.php/FIK/
article/download/44/25. [diakses pada 12 Desember 2019]

Kasdi, Y. (2015). Efektivitas Acceptance Commitment Therapy Terhadap


Peningkatan Quality Of Life Pasien Kanker Serviks. (Tesis). Universitas
Padjajaran, Jatinangor.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Teknis Pengendalian Kanker


Payudara & Kanker Leher Rahim. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular Direktorat Jenderal PP & PL.

_________________________(2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).


Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI.

_______________________. (2015). Panduan Program Nasional Gerakan


Pencegahan Dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dan Kanker Payudara.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal PP
& PL.
Pradipta, B., & Sungkar, S. (2007). The Use of Human Papilloma Virus Vaccine
to Prevent Cervical Cancer. Journal of the Indonesian Medical Association :
Majalah Kedokteran Indonesia.

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.

Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Servik (Leher Rahim).
Yogyakarta: Genius Printika

Sumber : https://www.alodokter.com/ini-ciri-ciri-kanker-serviks-yang-perlu-anda-
waspadai [diakses pada 13 Desember 2019]

Anda mungkin juga menyukai