Oleh :
Kelompok 7
Kanker serviks merupakan suatu penyakit keganasan pada leher rahim atau
serviks uteri. Sekitar 90% atau 270.000 kematian akibat kanker serviks pada tahun
2015 terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tingkat kematian yang
tinggi dari kanker serviks secara global dapat dikurangi melalui pendekatan
komprehensif yang mencakup pencegahan, diagnosis dini, screening yang efektif dan
program pengobatan (WHO, 2016). Daerah dengan angka kematian kurang dari 2 per
100.000 di Asia Barat, Eropa Barat dan Australia/Selandia Baru sedangkan negara
dengan angka kematian lebih dari 20 per 100.000 yaitu Melanesia (20,6), Afrika
Tengah (22,2) dan Afrika Timur (27,6) (Globocan, 2012). Berdasarkan data WHO, di
Indonesia kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker payudara.
Didapatkan kasus baru kanker serviks sekitar 20.928 dan kematian akibat kanker
serviks dengan persentase 10,3% (WHO, 2014).
Jumlah penderita kanker leher rahim di Indonesia sekitar 200 ribu setiap
tahunnya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara. Walaupun
penyakit ini merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian,
kesadaran untuk memeriksakan diri dirasakan sangat rendah, hal tersebut tidak
terlepas dari kurangnya pengetahuan mengenai kanker ini. Indikasinya lebih dari 70
% penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada kondisi lanjut.(Depkes, 2007).
Sementara data dari Sistem Informasi Rumah Sakit menyatakan, dalam kurun waktu
2004 sampai dengan 2007 kanker leher rahim menempati urutan kedua (16 per
100.000) setelah kanker payudara (26 per 100.000), dari 10 jenis kanker yang diidap
oleh perempuan (Global Burden of Cancer,2010).
Penyebab utama dari kanker serviks yakni infeksi HPV (Human
Papillomavirus) yang berada di dalam tubuh manusia. Diketahui bahwa DNA HPV
dapat ditemukan pada 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia (Pradipta &
Sungkar, 2007). Kejadian kanker serviks dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
faktor sosio demografi yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktivitas
seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seksual, pasangan
seksual yang berganti-ganti, pasangan seksual yang tidak disirkumsisi, paritas, kurang
menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat penyakit kelamin, riwayat keluarga
penderita kanker serviks, trauma kronis pada serviks, penggunaan pembalut dan
pantyliner, dietilstilbestrol (DES) serta penggunaan kontrasepsi oral. Adapun faktor-
faktor tersebut ada yang bisa dimodifikasi dan faktor yang tidak bisa dimodifikasi
(Kemenkes, 2015).
Melakukan hubungan seksual di usia muda merupakan salah satu risiko
terjadinya kanker serviks, terutama di bawah usia 17 tahun. Semakin muda usia
pertama kali berhubungan seks, semakin besar risiko daerah reproduksi
terkontaminasi virus (Mhaske, dkk, 2011). Berdasarkan penelitian Wulandari (2016),
wanita yang melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia <20 tahun berisiko
terkena kanker serviks (p value 0,022; nilai OR= 2,319). Namun hasil berbeda dari
penelitian Rachmawati (2014), menunjukkan bahwa usia pertama kali berhubungan
seksual tidak memiliki hubungan dengan kejadian kanker leher rahim (p value 0,178;
OR= 0,409).
Obesitas mempengaruhi kejadian kanker serviks karena kelebihan jaringan
adiposit 20 menimbulkan efek negatif pada fungsi sistem imun dan melemahkan
kemampuan sistem pertahanan sel penjamu sehingga memudahkan virus HPV untuk
menginfeksi (Poorolajal, 2015). Berdasarkan hasil penelitian Nugrahaningtyas (2014),
menunjukkan bahwa obesitas tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
kejadian kanker serviks (p value 0,999; nilai OR= 1).
Data Riset Kesehatan Dasar (2013), estimasi jumlah kasus kanker serviks di
Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga yaitu sebanyak 15.635 kasus. Data pada
bulan Juni 2014 di Poli Obstetri dan Ginekologi(Obgyn) RSUP Hasan Sadikin
Bandung melayani pasien dengan diagnosa kanker serviks sebanyak 437 orang,
Suspect Tumor Ganas Ovarium (STGO) sebanyak 211 orang, kanker ovarium
sebanyak 88 orang, kanker endometrium sebanyak 32 orang, dan kanker vagina
sebanyak 5 orang. Dari data diatas terlihat bahwa pasien dengan dengan kanker
serviks merupakan pasien terbanyak di Poli Obstetri dan Ginekologi (Obgyn).
Kebanyakan dari pasien tersebut berada pada stadium II dan III dan berada pada usia
diatas 45 tahun dengan pendidikan terakhir sekolah dasar (Kasdi, 2015).
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya
dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan
oleh pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks,
terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap
pihak yang terlibat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.
Berbagai ciri-ciri kanker serviks di atas bisa juga disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lain pada tubuh Anda. Bagi wanita yang sudah aktif berhubungan seksual,
disarankan melakukan pap smear setidaknya tiga sampai lima tahun sekali, atau ikuti
anjuran dokter.
C. Perjalanan Penyakit Kanker Serviks
Kanker insitu pada serviks adalah keadaan dimana sel-sel neoplastik terjadi
pada seluruh lapisan epitel disebut displasia .displasia merupakan Neoplasia
Cerviks intraepithelial (CNI ).CNI terbagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I
ringan, tingkat II sedang, tingkat III berat.tidak ada gejala spesifik untuk kanker
serviks perdarahan merupakan satu-satunya gejala yang nyata.tetapi gejala ini
hanya ditemukan pada tahap lanjut. Sedang untuk tahap awal tidak.
CNI biasanya terjadi disambungan epitel skuamosa dengan epitel kolumnar
dan mukosa endoserviks.keadaan ini tidak dapat diketahui dengan cara panggul
rutin, pap smear dilaksanakan untuk mendeteksi perubahan. Neoplastik hasil
apusan abnormal dilanjutkan dengan biopsy untuk memperoleh jaringan guna
memperoleh jaringan guna pemeriksaan sitologik. Sedang alat biopsy yang
digunakan dalam biopsy kolposkop fungsinya mengarahkan tindakan biopsy
dengan mengambil sample, biopsy kerucut juga harus dilakukan.
Stadium dini CNI dapat diangkat seluruhnya dengan biopsy kerucut atau
dibersihkan dengan laser kanker atau bedah beku. Atau biasa juga dengan
histerektomi bila klien merencanakan untuk tidak punya anak. Kanker invasive
dapat meluas sampai ke jaringan ikat, pembuluh limfe dan vena. Vagina
ligamentum kardinale. Endometrium penanganan yang dapat dilaksanakan yaitu
radioterapi atau histerektum radiakl dengan mengangkat uterus atu ovarium jika
terkena kelenjar limfe aorta diperlukan kemoterapi. (Price, Sylvia A,
2006 ).
2. Pencegahan
Kegiatan deteksi dini kanker leher rahim dilakukan dengan metode Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan pengobatan segera dengan Krioterapi
untuk IVA positif (lesi pra kanker leher rahim positif). Pemeriksaan IVA
bertujuan untuk menemukan lesi pra kanker leher rahim, sebelum menjadi
kanker. Penggunaan metode IVA beberapa keuntungan antara lain:
a) Program IVA merupakan pemeriksaan yang sederhana, mudah, cepat,
dan hasil dapat diketahui langsung
b) Tidak memerlukan sarana laboratorium dan hasilnya segera dapat
langsung didapatkan
c) Dapat dilaksanakan di Puskesmas bahkan mobil keliling, yang dilakukan
oleh dokter umum dan bidan
d) Jika dilakukan dengan kunjungan tunggal (single visit approach), IVA
dan krioterapi akan meminimalisasi klien yang hilang (loss) sehingga
menjadi lebih efektif,
e) Cakupan deteksi dini dengan IVA minimal 80% selama lima tahun akan
menurunkan insidens kanker leher rahim secara signifikan (WHO, 2006),
f) Sensitifitas IVA sebesar 77% (range antara 56 - 94%) dan spesifisitas
86% (antara 74 - 94%) (WHO, 2006),
g) Skrining kanker leher rahim dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat
menurunkan kasus kanker leher rahim 83,6%
h) Mencegah terjadinya infeksi HPV, dengan melakukan vaksinasi. Vaksin
HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam melawan
kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Dari berbagai
penelitian disimpulkan bahwa hanya 3 golongan HPV yang berhubungan
dengan kanker serviks yaitu:
1. HPV resiko rendah : HVP 6 dan 11.
2. HPV resiko sedang : HPV 33, 35, 39, 40, 43, 45, 51, 56, dan 58.
3. HPV resiko tinggi : HPV 16, 10 dan 31.
i) Melakukan pemeriksaan Pap Smear secara teratur.
Pap Smear adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap sel – sel yang
diperoleh dari apusan serviks. Contoh sel serviks yang diperoleh dengan
bantuan sebuah spatula yang terbuat dari kayu atau plastik (yang
dioleskan di bagian luar serviks) dan sebuah sikat kecil yang dimasukan
ke dalam saluran servikal. Sel – sel serviks lalu dioleskan pada kaca
obyek lalu diberi pengawet dan dikirimkan ke laboratorium untuk
diperiksa. 24 jam sebelum melakukan Pap Smear, sebaiknya tidak
melakukan pencucian atau pembilasan vagina, tidak melakukan
hubungan seksual, tidak berendam dan tidak menggunakan tampon. Pap
Smear sangat efektif dalam mendeteksi perubahan prakanker pada
serviks. Jika hasil Pap Smear menunjukkan displasia atau serviks tampak
abnormal, biasanya dilakukan kolposkopi dan biopsi.
Anjuran melakukan Pap Smear secara teratur:
1. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun.
2. Setiap tahun untuk wanita yang berganti – ganti pasangan seksual
atau pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin.
3. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
4. Setiap 2 – 3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3
kali Pap Smear berturut – turut menunjukkan hasil negatif atau
untuk wanita yang telah menjalani histerektomi bukan karena
kanker.
5. Sesering mungkin jika hasil Pap Smear menunjukkan abnormal.
6. Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker dan
kanker serviks.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Untuk pencegahan kanker serviks diharapkan untuk melakukan deteksi dini, dan
apabila timbul gejala-gejala maka segera menindak lanjuti, agar kanker serviks dapat
diatasi cepat oleh petugas kesehatan. Selain itu diharapkan untuk membiasakan diri
dengan pola hidup sehat dan bersih dan menghindari faktor-faktor resiko pemicu
kanker serviks. Lebih memanfaatkan jika ada progrsm screening gratis mengenai
pemeriksaan Kanker Serviks.
DAFTAR PUSTAKA
Indriyani, R., Indriyawati, Y., Pratiwi, IGD. 2012. Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Keputihan pada Siswi MA Al-Hikmah Aeng Deke Bluto.Jurnal
kesehatan Wiraraja Medika. http:// Nessia Rachma D dan M.Atoillah Isfandiari,
Perbandingan Risiko Ca Serviks Ber… 91 ejournal.wiraraja.ac.id/index.php/FIK/
article/download/44/25. [diakses pada 12 Desember 2019]
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Servik (Leher Rahim).
Yogyakarta: Genius Printika
Sumber : https://www.alodokter.com/ini-ciri-ciri-kanker-serviks-yang-perlu-anda-
waspadai [diakses pada 13 Desember 2019]