Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan kita
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Agama, adapun tema makalah ini
adalah “Ruang Lingkup Ajaran Islam Aqidah ”. Dalam membuat makalah ini, dengan keterbatasan ilmu
pengetahuan yang kami miliki, kami berusaha mencari sumber data dari buku cetak dan beberapa artikel dari
internet. Serta kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami.
Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami berharap adanya masukan yang membangun, sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT membimbing kita semua dalam
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam pada hakikatnya adalah seperangkat aturan atau undang-undang Allah yang terdapat dalam
kitab Allah dan Sunnah Rasul-rasul-Nya yang meliputi perintah perintah dan larangan larangan serta
petunjuk-petunjuk, dan disamping Rasul juga member kabar gembira bagi orang yang berbuat kebaikan dan
kabar pertakut (naziran) bagi orang-orang yang durhaka, untuk dijadikan pedoman hidup dan kehidupan
umat manusia guna terwujudnya kenahagiaan hidup dunia dan kehidupan di akhirat.
Secara umum aturan-aturan tersebut meliputi tiga hal pokok, yaitu aqidah, syari’ah, dan akhlak.
Sebagian ahli ada yang membaginya ke dalam dua hal saja,yaitu aqidah dan syari’ah, dengan memasukkan
Sebagaimana agama-agama pada umumnya yang memiliki system kepercayaan dan keyakinan kepada
Tuhan, Islam mengandung system keyakinan yang mendasari aktivitas pemeluknya yang disebut aqidah.
Aqidah Islam berisikan ajaran tentang apa saja yang mesti di percayai, diyakini dan diimani oleh setiap orang
Islam. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan keimanan kepada Tuhan, maka aqidah
Seorang manusia disebut muslim manakala dengan penuh kesadaran dan ketulusan bersedia terikat
dengan system kepercayaan Islam. Karena itu aqidah merupakan ikatan dan simpul dasar Islam yang
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Aqidah
Aqidah berasal dari kata “aqada-ya’qidu-‘aqdan” yang berarti simpul, ikatan, dan
perjanjian yang kokoh dan kuat (Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Depag. RI,
keyakinan. Kaitan antara ‘aqdan dengan ‘aqidatan adalah bahwa keyakinan itu
tersimpul dan tertambat dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung
perjanjian. Makna ‘aqidah secara etimologis ini akan lebih jelas apabila dikaitkan
sebagai berikut :
“” Aqaid (bentuk jamak dari ‘aqidah) adalah beberapa masalah yang wajib diyakini
“’Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam
hati, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.1
1
Rustam, Rusyja (2010). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Padang: Universitas Andalas. hlm.168
Jadi, pengertian aqidah secara istilah (terminologi) yaitu perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu
kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan
apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya yang
tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat
keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang
Iman, yaitu: sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan
dan diamalkan dengan anggota tubuh.
Fiqh Akbar, artinya: fiqh besar. Istilah ini muncul berdasarkan
Pemahaman bahwa tafaqquh fiddin yang diperintahkan Allah dalam surat At -
Taubah ayat 122, bukan hanya masalah fiqih, tentu dan lebih utama masalah
aqidah.
Dikatakah fiqh akbar, adalah untuk membedakannya dengan fiqh dalam masalah
hukum.
Menurut Hasan Al-Bana ruang lingkup pembahasan aqidah meliputi hal-hal sebagai
berikut:
ilah (Tuhan), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan-
4. Sam’yah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
melalui sam’i, yakni dalil naqli berupa al-Qur’an dan as-Sunnah, seperti alam
2
Rustam, Rusyja (2010). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Padang: Universitas Andalas. hlm.170-171
3. Bukti-bukti Wujud Tuhan
Periksalah alam cakrawala yang ada diatas kita, yang didalamnya itu terdapat matahari,
bulan, bintang, dan sebagainya. Demikian pula alam yang berbentuk bumi ini dengan
segala sesuatu yang ada di dalamnya baik yang berupa manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan dan benda padat, juga perihal adanya hubungan yang erat dengan
perimbangan yang pelik yang merapikan susunan diantara alam-alam yang beraneka
ragam itu serta yang menguatkan keadaannya masing-masing itu, semuanya tidak lain
kecuali merupakan tanda dan bukti perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan adanya
Dzat itu juga membuktikan keesaanNya dan hanya Dia sajalah yang Maha Kuasa untuk
menciptakannya.
Kiranya tidak terlukis sama sekali dalam akal fikiran siapapun bahwa benda-benda
tersebut terjadi tanpa ada yang mengadakan atau menjadikan, sebagaimana juga halnya
tidak mungkin terlukiskan bahwa sesuatu buatan itu tidak ada yang membuatnya. Oleh
sebab itu, manakala sudah tetap bahwa penciptaan alam semesta ini memang karena
adanya kesengajaan, maka tetap pula lah perihal adanya Tuhan (Allah) sebagai Dzat
Maha Pengatur yang bijaksana, Maha Mulia dan Tinggi yakni dari jalan yang sama-
“Apakah dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha Pencipta
langit dan bumi?” (S. Ibrahim:10).
“Sesungguhnya Rabb kalian semua adalah Allah yg telah menciptakan langit & bumi
dalam masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy. Dia menutupkan malam
pd siang yg mengikutinya dgn cepat, & diciptakannya pula matahari, bulan & bintang-
bintang (masing-masing) tunduk pd perintah-Nya, Ingatlah menciptakan & memerintah
itu hanyalah hak Allah, Maha suci Allah Rabb semesta alam .” (Al Qur’an Surat: Al
A`raaf:;54)
Alam semesta atau jagad raya dengan segala sesuatu yang ada didalamnya yang
nampak sangat teratur kokoh, indah, sempurna, rapi dan seluruhnya sebagai ciptaan
baru, bukannya itu saja yang dapat digunakan sebagai saksi tentang adanya Tuhan
(Allah) yang maha mendirikan langit dan bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang
dapat digunakan untuk itu dan bahkan dapat lebih meresapkan. Saksi yang lainnya itu
adalah berupa perasaan-perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan
akan adanya Allah SWT. Perasaan ini adalah sebagai pembawaan sejak manusia itu
dilahirkan dan oleh sebab itu dapat disebut sebagai perasaan fitrah. Fitrah adalah
keaselian yang diatasnya itulah Allah menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula
diibaratkan dengan kata lain sebagai gharizah diniah atau pembawaan keagamaan.
Ghazirah dianiah adalah satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah antara
makhluk Tuhan yang disebut manusia dan yang disebut binatang, sebeb binatang pasti
tidak memikirkannya. Ghazirah keagamaan ini adakalanya tertutup atau hilang, sebagian
atau seluruhnya, dengan adanya sebab yang mendatang, sehingga manusia yang sedang
dihinggapi penyakit ini lalu tidak mengerti sama sekali tentang kewajiban dirinya
terhadap Tuhan. Ia tidak terjaga dari kenyenyakan tidurnya dan tidak dapat dibangunkan
dari kelalaiannya itu, kecuali apabila ada penggerak yang menyebabkan ia jaga dan
bangun. Setelah kebangunannya ini barulah ia akan meneliti penyakit apa yang sedang
dideritanya itu atau bahaya apa yang sedang meliputi tubuhnya dan mengancam
keselamatannya.
“Dan jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka ia pun berdoalah kepada Kami (Allah)
diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya
itu dari padanya, iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah berdoa kepada Kami atas
bahaya yang telah menghinggapinya itu”. (S. Yunus.12).
3. DALIL NAQLI
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya Allah, dan dengan akal
pikiran bisa membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli (al-Quran
dan Sunnah) untuk membimbing manusia untuk mengenal Tuhan yang sebenarnya
(Allah) dengan segala asma dan sifatNya. Sebab fithrah dan akal tidak bisa menjelaskan
1. Allah SWT adalah Al-awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujudNya. Dia
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat”. (As-Syura 42:11).
1. Allah SWT memiliki Al-Asma’ was Shiffaat (nama-nama dan sifat-sifat) yang
disebutkanNya untuk diriNya di dalam Al-Quran serta semua nama dan sifat yang
dituturkan untukNya oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, seperti Ar-
Rahmaan, Ar-Rahiim, Al’Aliim, Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir dan lain-lain.
Firman Allah :
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa
yang telah mereka perbuat.” (Al-A’raf 7:18).
atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga menginginkan pembuktian secara
langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa a.s. sekalipun beliau adalah utusan Allah
pernah memohon kepada Allah agar Dia menampakkan diri kepadanya, seperti
Oleh karena segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nisbi
dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul3
3
Faisal, Yusuf Amir, dkk (1984). Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta:Cv .Kuning Mas.