Anda di halaman 1dari 5

1.

Struktur dan Bentuk Argument Kebijakan


2. Perumusan Masalah Dalam Analisis Kebijakan
Persoalan utama yang hendak dipecahkan oleh seorang analis kebijakan adalah
apa yang disebut sebagai policy problem (masalah kebijakan). Masalah kebijakan
bersumber dari public problem (masalah publik), yaitu masalah-masalah yang muncul di
tengahtengah masyarakat yang mana masyarakat secara sendiri-sendiri (individual) tidak
akan mampu memecahkannya karena adanya fenomena yang disebut sebagai free rider
problem. Fenomena free rider problem ini yang kemudian mendorong munculnya
persoalan publik, yaitu suatu persoalan yang hanya dapat dipecahkan melalui aksi kolektif
yang manifestasinya kemudian disebut sebagai kebijakan publik.
Masalah publik yang sudah masuk dalam agenda pemerintah untuk dipecahkan
kemudian akan berubah menjadi masalah kebijakan, yaitu masalah yang menuntut
pemerintah untuk secara serius mencarikan solusinya. Masalah kebijakan memiliki tiga
bentuk (Dunn, 2003: 221) yaitu: masalah yang sederhana dan terstruktur dengan baik
(well structured), masalah agak sederhana (moderatly structured) dan masalah yang rumit
(ill-structured).
Masalah kebijakan yang paling mudah dipecahkan adalah masalah kebijakan
yang sederhana karena bentuknya sudah terstruktur dengan baik. Masalah yang
demikian memberi ruang kepada analis kebijakan untuk dapat merumuskan opsi-opsi
kebijakan yang dapat diprediksi sejak awal, baik hasil maupun resikonya dengan jelas.
Sementara itu di ujung ekstrim yang lain, masalah kebijakan yang rumit memiliki
karakter yang tidak terstruktur yaitu belum diketahui variabel-variabel yang
menjadi penyebab munculnya masalah tersebut dan kalaupun sudah diketahui
variabel-variabelnya. Analis kebijakan belum mengetahui hubungan sebab dan
akibat antar variabel yang sudah terindentifikasi tersebut. Dengan karakter yang
demikian maka opsi-opsi kebijakan yang dirumuskan oleh analis kebijakan untuk
memecahkan masalah kebijakan yang ill-structured akan menjadi lebih sulit
diprediksi hasilnya dan juga resiko-resikonya.
Tugas seorang analis kebijakan adalah mentransformasikan masalah
kebijakan yang rumit (ill-structured) menjadi masalah kebijakan yang sederhana
(well structured). Untuk dapat melakukan transformasi masalah tersebut, analis
kebijakan menggunakan berbagai teknik perumusan masalah.
Dunn (2003:247) menyebut beberapa teknik yang dapat dipakai seorang
analis kebijakan untuk membantu melakukan penyederhanaan masalah kebijakan
tersebut, yaitu:
a. Analisis pembatasan masalah;
b. Analisis klasifikasi;
c. Analisis hierarkis;
d. Sinektika;
e. Brainstorming;
f. Analisis perspektif berganda;
g. Analisis asumsi;
h. Pemetaan argumentasi.
Semua teknik yang dapat dipakai analis untuk menyederhanakan masalah
kebijakan sebagaimana disebutkan di atas membutuhkan data, baik data yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Berikut contoh penggunaan analisis
klasifikasi untuk membantu merumuskan masalah kebijakan dalam bidang
pengentasan kemiskinan. Tahapan penyederhanaan masalah dapat dilakukan
secara berurutan sebagai berikut, dari kompleks menjadi sederhana:
1) Data statistik yang dikeluarkan oleh BPS pada bulan September 2014
menyebutkan bahwa saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 27,7
juta jiwa (10,96% dari total penduduk Indonesia);
2) Siapa dan dimana orang miskin tersebut berada?. Analis kebijakan dapat
menyederhanakan masalahnya dengan memasukkan variabel tempat tinggal,
misalnya Desa vs Kota;
3) Berdasarakan data yang ada, jumlah penduduk miskin yang tinggal di pedesaan
adalah 17,371,090 jiwa (67% dari total jumlah penduduk miskin di Indonesia),
sementara yang tinggal di perkotaan adalah 10,356,690 jiwa (37% dari total
jumlah penduduk miskin di Indonesia);
4) Jika analisis tersebut dilanjutkan lagi, dengan informasi bahwa 70% penduduk
miskin yang tinggal di pedesaan adalah perempuan, maka masalah kebijakan
yang harus dipecahkan menjadi semakin jelas, yaitu: penduduk miskin
perempuan yang tinggal di pedesaan;
5) Dengan teknik analisis pembatasan masalah sebagaimana digambarkan di atas
maka seorang analis akan dapat merumuskan dengan jelas apa masalah
kebijakan yang harus dipecahkan. Setelah di dapat informasi yang jelas bahwa
masalah yang harus dipecahkan adalah penduduk miskin perempuan yang
tinggal di pedesaan maka analis kebijakan dengan lebih mudah dapat
menguraikan: apa penyebab masalah tersebut muncul (apa variabel-variabel
yang penting), bagaimana hubungan sebab-akibat antar berbagai variabel
tersebut, dan pada akhirnya dengan lebih akurat dapat mengidentifikasi opsi-
opsi kebijakan/program untuk menyelesaikan masalah kebijakan yang sudah
terumuskan dengan jelas.
Mengapa data memiliki peran penting dalam perumusan masalah
kebijakan? Dengan data yang akurat sebagaimana dicontohkan dalam ilustrasi di
atas, para peserta pelatihan menjadi tahu bahwa analis kebijakan akan terhindar
dari apa yang disebut sebagai error the third tipe. Howard Raiffa (dikutip dalam
Dunn, 2003:231) menjelaskan yang dimaksud sebagai kesalahan tipe III sebagai
berikut:
“Salah satu paradigma yang paling populer dalam ... matematika menerangkan
kasus di mana seorang peneliti harus menerima atau menolak apa yang dikenal
sebagai hipotesis nol. Pada pelajaran awal statistik mahasiswa belajar bawa dia
harus terus menerus menyeimbangkan antara membuat kesalahan tipe
pertama (yaitu, menolak hipotesis nol yang benar) dan kesalahan tipe kedua
(yaitu menerima hipotesis nol yang salah) … sementara para praktisi juga
terlalu sering membuat kesalahan tipe ketiga: memecahkan masalah yang
salah”.
3. Pendekatan Peramalan
Evidence yang dihasilkan dari riset kebijakan dapat dimanfaatkan untuk
seluruh aspek dalam proses kebijakan, diantaranya untuk melakukan monitoring,
evaluasi, dan forecasting kebijakan. Kemampuan untuk memprediksikan hasil-
hasil kebijakan (forecasting) perlu dimiliki oleh seorang analis kebijakan.
Forecasting dalam analisis kebijakan merupakan prosedur untuk mendapatkan
informasi faktual mengenai kondisi sosial di masa mendatang menggunakan
informasi yang telah ada.
Forecasting dalam analisis dapat membantu para pengambil keputusan
dalam:
a. menghadapi ketidakpastian dan perubahan dan mengeksplorasi implikasi dari
pilihan-pilihan kebijakan
b. membantu menganalisis pilihan-pilihan kebijakan,
c. memprediksikan apakah kebijakan yang berhasil diterapkan untuk
menyelesaikan masalah tertentu dalam jangka pendek akan berhasil juga
dalam jangka waktu yang lebih lama (long-run).
Forecasting dalam analisis kebijakan tidak dapat meramalkan kejadian di
masa mendatang namun dapat membantu para pengambil keputusan
menghadapi ketidakpastian dan perubahan dan mengeksplorasi implikasi dari
pilihan-pilihan kebijakan. Misalnya dengan menganalisis kecenderungan indikator
ekonomi yang ada, analis dapat mempersiapkan pilihan-pilihan kebijakan yang
mungkin ditempuh jika terdapat kecenderungan kemungkinan terjadinya krisis
finansial.
Upaya memprediksikan kemungkinan hasil kebijakan diperlukan untuk
memprediksikan kemungkinan konsekuensi kebijakan. Forecasting dalam analisis
kebijakan membantu menganalisis pilihan-pilihan kebijakan, memprediksikan
kebijakan. Selain itu juga diperlukan untuk memprediksikan apakah kebijakan
yang berhasil diterapkan untuk menyelesaikan masalah tertentu dalam jangka
pendek akan berhasil juga dalam jangka waktu yang lebih lama (long-run).
Forecasting dapat dilakukan dalam bentuk proyeksi, prediksi, dan pendapat ahli
(conjecture) mengenai kondisi sosial di masa mendatang (Dunn, 2003). Proyeksi
merupakan peramalan yang didasarkan pada ektrapolasi tren saat ini atau tren di
waktu lalu untuk meramalkan kondisi masa depan. Prediksi adalah bentuk
peramalan dengan berdasarkan pada asumsi teori. Prediksi dapat juga digunakan
dengan menggunakan modeling (misal model ekonometrik). Metode conjecture
didasarkan judgement ahli/expert mengenai kondisi sosial masa depan. Misalnya
dengan menggunakan teknik Delphi, brainstorming, atau scenario writing.
Riset kebijakan publik dapat diaplikasikan untuk melakukan forecasting
kebijakan. Metode untuk forecasting kebijakan misalnya dapat dilakukan dengan
metode analisis regresi atau time series. Contoh: Hasil riset mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kemacetan pada musim-musim lebaran atau trend-nya dapat
dilakukan untuk memprediksikan kemungkinan-kemungkinan dan kebijakan yang
perlu dilakukan untuk mengantisipasi kemacetan pada musim lebaran di tahun-
tahun berikutnya.
Dalam evidence based policy penggunaan evidence akan bermanfaat
dalam membuat prediksi untuk menganalisis konsekuensi dari kebijakan yang
ada, konsekuensi dari kebijakan baru, perubahan isi (content) kebijakan, maupun
sikap stakeholder kebijakan terhadap kebijakan yang diusulkan. Namun tentu saja
forecasting kebijakan memiliki keterbatasan, terkait dengan akurasi. Forecasting
bisa saja membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga perlu dipertimbangkan
kemanfaatan prediksi yang dilakukan dengan biaya yang diperlukan dan biaya
atau manfaat dari penggunaan hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai