IDENTITAS KOTA, FENOMENA DAN PERMASALAHANNYA
A m a r
Jurusan Arsitektur FT ‐ Untad
amarakbarali@ymail.com
Abstrak
Perkembangan kota‐kota di Indonesia mempunyai kecenderungan kehilangan identitasnya. Hal ini lebih
disebabkan oleh beberapa fenomena, antara lain:terjadinya peningkatan percepatan perubahan ruang‐
ruang kota secara sistematis dan sangat pragmatis mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan kota;
terjadinya generalisasi dan keseragaman bentuk perkembangan dan visual kota, sehingga kota tersebut
semakin asing bagi masyarakat, terutama dalam mengenali dan menggali potensi jati diri untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya; dan pembangunan kota lebih dititiberatkan pada pertimbangan aspek
fisik dan ekonomi, serta cenderung mengabaikan nilai‐nilai sosial budaya lokal dan historis kota. Untuk
mengantisipasi agar kecenderungan pengungkapan fenomena identitas kota seperti itu tidak berlanjut,
perlu kiranya dipelajari dan ditelusuri identitas suatu kota berdasarkan tatanan dan fungsi kehidupan kota
secara lebih terintegrasi yang di dalamnya merupakan akumulasi dari nilai‐nilai sosio‐kultural warga kota
sebagai ruh dan jati diri kota, serta elemen‐elemen fisik lingkungan sebagai wadahnya.
Keywords : Identitas Kota
PENDAHULUAN dan menyeluruh melalui penelusuran ciri‐ciri,
Ungkapan “tak kenal maka tak sayang” tanda‐tanda atau jati diri, baik elemen fisik
dapat menginspirasikan bahwa sesuatu yang (tangible) maupun psikis (intangible), dengan
tidak dikenal dengan baik maka cenderung senantiasa memperhatikan kondisi faktual
untuk tidak akan memberikan perhatian dan tatanan dan fungsi kehidupan kota, nilai‐nilai
kasih sayang dalam memelihara, merawat historis serta nilai‐nilai lokal setempat sebagai
dan menjaganya. Tanpa mengenalnya, tidak keunikan dan karakteristik tersendiri, tanpa
akan diketahui apa tuntutan dan mengabaikan apresiasi masyarakat dan
kebutuhannya. Untuk mengenal sesuatu lingkungannya.
maka harus diketahui identitasnya terlebih Setiap kota memiliki jati diri atau cirinya
dahulu. Mengenal identitas akan memahami masing‐masing antara masyarakat dan
siapa dan apa kebutuhannya, berapa besar lingkungan (fisik) kotanya. Kebudayaan
dan bagaimana memenuhi kebutuhan masyarakatnyalah yang menjadi jiwa dan
tersebut, serta berusaha menjaga dan karakter kota itu, serta aspek lingkungan
memeliharanya secara baik dan (fisik) akan menjadi raganya. Keduanya
berkesinambungan sesuai ciri‐ciri atau jati diri bagaikan sekeping mata uang dengan dua
yang dimilkinya. sisinya. Apabila karakter sebuah kota kuat,
Demikian pula halnya dengan sebuah kota, maka masyarakat pendatang biasanya akan
untuk dapat memelihara dan memahami lebur dalam jati diri kota yang dituju.
kebutuhan warga dan lingkungannya maka Pengaruh dari luar akan sulit masuk, bahkan
kota tersebut harus dapat dikenal dengan kota akan mempengaruhi daerah sekitarnya.
baik dan menyeluruh (comprehensive), Kemampuan kota mempertahankan karakter
sehingga kebutuhan warga kota dan dan identitasnya, bahkan mempengaruhi
kelestarian lingkungannya dapat dipenuhi dan daerah dan kota sekitarnya disebut memiliki
dipelihara secara berkelanjutan (sustainable). local genius. Oleh karena itu, membangun
Suatu kota dapat dikenal bila identitas kota kota (city) pada dasarnya membangun (jiwa)
tersebut diketahui dan dipahami secara baik masyarakatnya. Apabila jiwa masyarakatnya
rapuh maka kota itu lambat laun akan rapuh
55
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 1 NOMOR 1 September 2009
pula dan demikian pula sebaliknya (Hariyono, sebuah slogan kosong belaka, dimana bahkan
2007). untuk itu tak terdapat partisipasi warga
Perkembangan suatu kota tidak akan kotanya (Abiyoso, 2007).
pernah lepas dari identitasnya, untuk itu Beberapa kota terbesar dunia seperti New
amatlah penting sebagai paradigma kota itu York, Tokyo, Paris, London dapat dikatakan
sendiri. Tentunya jika berkunjung kesuatu telah menikmati hasil ketenaran nama
tempat atau kota pastinya akan mencari apa mereka berkat karakter spesifik yang dimiliki
yang menjadi ciri khas dari tempat yang sebagai identitas kotanya, serta kemampuan
dikunjungi. Kota harus bisa memberikan untuk terus memelihara dan membangunnya.
kenyamanan bagi yang ingin tinggal ataupun Lebih lanjut Julia Winfield‐Pfefferkorn (2005)
yang datang dengan tujuan mencari nafkah dalam studinya The Branding of Cities,
atau sekedar berwisata. Kota harus bisa menyebutkan bahwa keberhasilan kota‐kota
memberikan apa yang dibutuhkan oleh dunia seperti New York, Paris, Rotterdam, dan
warganya (citizen) dan juga dapat San Francisco dalam menjual kotanya
memberikan keramahan bagi siapapun, disebabkan karena mereka memiliki keunikan
termasuk lingkungannya (Dany, 2007). dalam salah sebuah fungsi kehidupan kota,
seperti sejarah, kualitas ruang (termasuk
FENOMENA IDENTITAS KOTA infrastruktur), gaya hidup, dan budaya,
dengan landasan program kerjasama yang
Kota bukanlah lingkungan binaan yang
mantap antar masyarakat dan pemerintah
dibangun dalam waktu singkat, tetapi
kotanya.
dibentuk dalam waktu yang panjang dan
Semua kota mempunyai identitas yang
merupakan akumulasi setiap tahap
berbeda, baik yang positif maupun negatif.
perkembangan sebelumnya. Setiap lapis
Identitas sebuah kota adalah keunikan kondisi
tahapan tersebut merupakan keputusan
dan karakteristik yang membedakannya
banyak pihak dan dipengaruhi oleh berbagai
dengan kota lainnya. Identitas kota adalah
macam faktor (Alvares, 2002). Seperti yang
sebuah konsep yang kuat terhadap
dikatakan oleh Rossi (1982), bahwa kota
penciptaan citra (image) dalam pikiran
adalah bentukan fisik buatan manusia (urban
seseorang yang sebelumnya tidak pernah
artefact) yang kolektif dan dibangun dalam
dipahami (Fasli, 2003).
waktu lama dan melalui prosesnya yang
Identitas kota sebenarnya tidak dapat
mengakar dalam budaya masyarakatnya.
dibangun tetapi terbentuk dengan sendirinya.
Kota‐kota pada dasarnya mampu
Identitas kota terbentuk dari pemahaman dan
menciptakan keunikan atau ciri khas seperti
pemaknaan “image” tentang sesuatu yang
pusat bisnis, budaya, seni, ataupun ilmu
ada atau pernah ada/melekat pada kota atau
pengetahuan dan teknologi (iptek), yang
pengenalan obyek‐obyek fisik (bangunan dan
diolah berdasar karakter atau identitas
elemen fisik lain) maupun obyek non fisik
menonjol yang sejak semula telah dimiliki.
(aktifitas sosial) yang yang terbentuk dari
Banyak kota akhirnya menjadi masyhur,
waktu ke waktu. Aspek historis dan
karena memang memiliki jati diri dan
pengenalan “image” yang diitangkap oleh
identitas khusus yang dimilikinya, yang
warga kota menjadi penting dalam
dibangun dari rangkaian sejarah yang lama,
pemaknaan identitas kota atau citra kawasan
dan bukan karena sekedar akibat merek
(Wikantiyoso, 2006).
tempelan yang asal dilekatkan saja di
belakang nama kota sebagai semacam
56
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 1 NOMOR 1 September 2009
Journals :
1. Abiyoso, Hengky., Seni Menjual Kota dan
Wilayah, http://www.mail‐
archive.com/kebudayaan@yahoogroups.
com/msg00044.html, diakses Juni 2008.
2. Dany, Kota dan Identitas,
http://www.kotakita.net/2007/09/12/ko
ta‐dan‐identitas/, diakses Juni 2008.
3. Wikantiyoso, Respati., Perencanaan dan
Perancangan Kota Malang : Kajian
Historis Kota Malang, Arsitektur Indis,
Sumber :
http://www.mintakat.unmer.ac.id/edisi/
4/4_1.html, 2000, diakses Pebruari 2008.
4. Wikantiyoso,Respati, Citra Kajoetangan
Doeloe dan Sekarang, Sumber :
http://respati.blogspot.com/2006_08_01
_archive.html, 2006, diakses Mei 2008.
5. Wikantiyoso, Respati, Kota‐Kota di
Indonesia Kehilangan Jatidiri, Antara
News, Sumber :
http://www.antaranews.com, 2007,
diakses Juni 2008.
59
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako