Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

STRATEGI BELAJAR DAN MENGAJAR MATEMATIKA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar
Matematika

Dosen Pengampu : Dr. Silvia Sayu, M. Pd

Disusun Oleh :
BELLA MINARNI (F1041171006)
TSAMARA BANAFSAJ (F1041171029)
YULIANI NURMALA SARI (F1041171068)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “”
dengan baik dan tepat waktu. Tujuan dan penulisan makalah ini untuk memenuhi
tugas terstruktur mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika.
Terselesaikannya laporan ini tentu tidak lepas dari bantuan banyak pihak.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. IbuDr. Silvia Sayu, M. Pdselaku dosen pengampu mata kuliah Strategi
Belajar Mengajar Matematikayang telah membantu, mengarahkan, dan
memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses pembuatan makalah ini.
2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun makalah ini.
Meskipun dalam penyusunan makalah ini penulis sudah berusaha sebaik
mungkin, namun kesalahan dan kekurangan pasti selalu ada. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Pontianak, 2 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Kompetansi Guru dalam Mengelola Proses Belajar Mengajar
B. Pengembangan Tujuan Pembelajaran
C. Metode Mengajar

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kompetensi Guru dalam Mengelola Proses Belajar Mengajar


a. Siapa Itu Guru?
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan kepada anak didik di sekolah (Saiful Bahri Djamarah,
2002). Selain memberikan sejumlah ilmu pengetahuan, guru juga
bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar
anak didik memiliki kepribadian yang paripurna. Dengan keilmuan
yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam
mengembangkan potensinya.
Guru disebut juga pendidik dan pengajar, tetapi kita tahu tidak
semua pendidik adalah guru, sebab guru adalah suatu jabatan
professional yang pada hakekatnya memerlukan persyaratan
keterampilan tekhnis dan sikap kepribadian tertentu yang semuanya itu
dapat diperoleh melalui proses belajar mengajar dan latihan, Roestiyah
N.K. mengatakan bahwa:

“Seorang pendidik profesional adalah seorang yang memiliki


pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional yang mampu
dan setia mengembangkan profesinya, menjadi anggota
organisasi profesional pendidikan memegang teguh kode etik
profesinya, ikut serta didalam mengomunikasikan usaha
pengembangan profesi bekerja sama dengan profesi yang lain”.

Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut


guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah.
Guru adalah suatu profesi yang bertanggungjawab terhadap
pendidikan siswa. Hal ini dapat dipahami dari beberapa pengertian
dibawah ini:
a. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian
khusus sebagai guru. (Muhammad Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 1);
b. Guru adalah seorang yang mampu melaksanakan tindakan
pendidikan dalam suatu situasi pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan atau seorang yang dewasa, jujur, sehat
jasmani dan rohani, susila, ahli, terampil, terbuka adil dan kasih
sayang. (A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan (Jakarta:
Balai Aksara Edisi III, 2000), hal. 54);
c. Guru adalah salah satu komponen manusia dalam proses belajar
mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber
daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.
(Sardiman AM, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar
Pedoman Bagi Guru Dan Calon Guru (Jakarta: Rajawali Cet k
V, 2005), hal. 125).
Setiap guru memiliki kepribadian yang sesuai dengan latar belakang
yang dimilikinya sebelum menjadi seorang guru. Kepribadian dan
pandangan guru serta latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar
sangat memengaruhi kualitas pembelajaran. Guru adalah manusia unik
yang memiliki karakter sendiri-sendiri. Perbedaan karakter ini akan
menyebabkan situasi belajar yang diciptakan oleh setiap guru bervariasi.
Menurut Puput Fathurrohman (2001), performance guru dalam
mengajar dipengaruhi beberapa faktor, seperti tipe kepribadian, latar
belakang pendidikan, pengalaman, dan yang tak kalah penting adalah
pandangan filosofis guru terhadap murid. Guru yang memandang anak
didik sebagai makhluk individual yang tidak memiliki kemampuan akan
menggunakan pendekatan metode teacher centered, sebab murid
dipandangnya sebagai gelas kosong yang bisa diisi apapun. Padahal tugas
guru adalah membimbing, mengarahkan, dan memotivasi anak didik
dalam mengembangkan potensinya.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar akan
memengaruhi kompetensi guru dalam mengajar. Guru pemula dengan latar
belakang pendidikan, akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah. Guru yang bukan berlatarbelakang dari pendidikan
keguruan akan banyak menemukan masalah di kelas. Kepribadian guru
juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Dalam
melaksanakan tugasnya mengantarkan anak didik menjadi orang yang
berilmu pengetahuan dan berkepribadian, guru dituntut memiliki
kepribadian yang baik sehingga bisa dicontoh oleh siswanya.
Pekerjaan guru dapat dipandang suatu profesi yang secara keseluruhan
harus memiliki kepribadian yang baik dan mental yang tangguh, karena
mereka dapat menjadi contoh bagi siswnya dan masyarakat sekitarnya.
Dzakiyh drajat mengemukakan tentang kepribadian guru sebagai berikut
“setiap guru hendaknya mempunyai kepribadian yang akan di contoh dan
diteladani oleh anak didiknya, baik secara sengaja maupun tidak”.
(Zakiyah Darajat, Kepribadian Guru ( Jakarta: Bulan Bintang Edisi VI,
2005), hal. 10)
Di samping itu, seorang guru juga dituntut untuk menguasai berbagai
kompetensi (kecakapan) dalam melaksanakan profesi keguruannya agar
dapat menciptakan lingkungan belajar yang baik bagi peserta didik,
sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan optimal. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya seorang guru dalam menentukan
keberhasilan belajar mengajar.

b. Kompetensi-Kompetensi yang Harus Dimiliki Oleh Guru


Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kompetensi berarti
kekuasaan (kewenangan) untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.
Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan.
Kompetensi menurut Abdul Majid (2005) adalah seperangkat
tindakan intelejen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu.

Sedangkan guru adalah orang dewasa yang bertanggungjawab


memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan
memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi
tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah subhanahuwata’ala dan
mampu sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk hidup yang mandiri
(Muhaimin & Abdul Mujib, 1993).
Jadi, kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan layak.
Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas
guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan professional dalam menjalankan fungsinya
sebagai guru. Artinya, guru bukan saja harus pintar, tetapi juga pandai
mentransfer ilmunya kepada peserta didik.
Sebagai seorang pendidik, guru bertugas mengajar dan menanamkan
nilai-nilai dan sikap kepada siswanya. Untuk melaksanakan tugasnya
tersebut, diperlukan berbagai kemampuan serta kepribadian. Sebab, guru
juga dianggap sebagai contoh bagi siswa, sehingga ia harus memiliki
kepribadian yang baik sebagai seorang guru.
Menurut Muhibbin Syah (2004), ada 10 kompetensi dasar yang harus
dimiliki guru dalam upaya meningkatkan keberhasilan belajar mengajar,
yaitu:
1. Menguasai bahan, yang meliputi:
a) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah;
b) Menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi;
2. Mengelola program belajar mengajar, yang meliputi:
a) Merumuskan tujuan instruksional;
b) Mengenal dan dapat menggunakan metode belajar;
c) Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat;
d) Melaksanakan program belajar mengajar;
e) Mengenal kemampuan (entry behavior) pada anak;
f) Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial;
3. Mengelola kelas, meliputi:
a) Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran;
b) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi;
4. Menggunakan media atau sumber belajar, yang meliputi:
a) Mengenal, memilih, dan menggunakan media;
b) Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana;
c) Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka
proses belajar mengajar;
d) Mengembangkan laboratorium;
e) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar;
f) Menggunakan micro-teaching unit dalam program
pengalaman lapangan;
5. Menguasai landasan-landasan kependidikan.
6. Mengelola interaksi belajar mengajar.
7. Menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran.
8. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan
penyuluhan, meliputi:
a) Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan
konseling di sekolah;
b) Menyelenggarakan program layanan dan bimbingan di
sekolah;
9. Mengenal dan melaksanakan administrasi di sekolah, meliputi;
a) Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah;
b) Menyelenggarakan administrasi sekolah;
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil pendidikan
guna keperluan mengajar.

Asian Institute for Teaching Educators dalam Mohamad Ali (1989),


mengemukakan tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang yang
menduduki jabatan guru. Ada tiga macam kompetensi guru, yaitu:

a) Kompetensi pribadi, berisi kemampuan menampilkan mengenai:


- Pengetahuan tentang adat istiadat (baik sosial maupun agama);
- Pengetahuan tentang budaya dan tradisi;
- Pengetahuan tentang inti demokrasi;
- Pengetahuan tentang estetika;
- Apresiasi dan kesadaran sosial;
- Sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan;
- Setia kepada harkat dan martabat manusia.
b) Kompetensi mata pelajaran, yakni mempunyai pengetahuan yang
memadai tentang mata pelajaran yang dipegangnya.
c) Kompetensi profesional, mencakup kemampuan dalam hal:
- Mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik
filosofis, psikologis, dan sebagainya;
- Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai dengan
tingkat perkembangan dan perilaku anak;
- Mampu menangani mata pelajaran yang ditugaskan kepadanya;
- Mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai;
- Dapat menggunakan berbagai alat pengajaran dan fasilitas
belajar yang lain;
- Dapat mengorganisasi dan melaksanakan program pengajaran;
- Dapat mengevaluasi; dan
- Dapat menumbuhkan kepribadian anak.

Di samping itu, sebagaimana yang dikuti dalam buku Dasar-Dasar


Proses Belajar Mengajar karya Nana Sudjana (1991), Glasser
menyebutkan ada empat hal yang harus dikuasai guru, yakni:

1. Menguasai bahan pengajaran;


2. Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa;
3. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran;
4. Kemampuan mengukur hasil belajar siswa.

Jika disederhanakan, maka minimal 2 kompetensi yang harus dikuasi


oleh seorang guru agar pembelajaran bisa berjalan secara efektif dan
bermakna, adalah:

1. Menguasai Materi/Bahan Pelajaran


Sebelum guru itu tampil di depan kelas untuk mengelola
interaksi belajar mengajar, terlebih dahulu sudah menguasai bahan
ajar apa yang akan diajarkan sekaligus bahan-bahan apa yang dapat
mendukung jalannya proses belajar mengajar. Dengan modal
menguasai bahan, guru aka dapat menyampaikan materi pelajaran
secara dinamis.
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam
proses belajar mengajar. Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas
inti pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakini murid dengan
wibawanya, sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan
merasa tertarik terhadap pelajaran.
Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni
penguasaan bahan pelajaran pokok, dan bahan pelajaran pelengkap.
Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut
bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesi dan
keahliannya (disiplin ilmunya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap
atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan
guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan
pelajaran pokok. Bahan pelajaran ini biasanya adalah bahan yang
terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai
bahan penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok.
Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan
bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan
motivasi kepada sebagian besar atau semua peserta didik. (Syaiful
Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2002).
Ada beberapa hal yang harus ditentukan dalam menentukan
bahan pengajaran:
- Bahan pengajaran hendaknya sesuai dengan/menunjang
tercapainya tujuan instruksional;
- Bahan pengajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan
dan perkembangan siswa secara umum;
- Bahan pengajaran hendaknya terorganisir secara sistematik dan
berkesinambungan;
- Bahan pengajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat
faktual maupun konseptual (Ibrahim & Nana Syaodih, 2003).

2. Menguasai Ilmu Mendidik


Selain menguasai materi, seorang guru juga harus menguasai
ilmu mendidik. Tanpa penguasaan ilmu mendidik, pembelajaran tidak
akan bermakna.
Beberapa hal yang termasuk dalam kawasan ilmu mendidik
yang harus dikuasai oleh seorang guru, berikut ini:
- Ilmu tentang dasar-dasar pendidikan;
- Ilmu tentang metode mengajar;
- Ilmu tentang media;
- Ilmu mengelola kelas;
- Ilmu manajemen waktu;
- Ilmu tentang karakteristik peserta didik;
- Ilmu tentang strategi belajar mengajar.

c. Ciri-Ciri Guru yang Baik


Mengajar yang baik bukan sekadar persoalan teknik-teknik dan
metodologi belajar saja. Untuk menjaga disiplin kelas, guru sering
bertindak otoriter., bersikap menjauh dengan siswa, bersikap dingin dan
menyembunyikan rasa takut jika dianggap lemah. Nasehat yang diberikan
misalnya, agar guru bertindak keras saat permulaan.
Ada beberapa mitos pengajaran yang berlaku beberapa generasi:
1. Guru harus bersikap tenang, tidak berlebih-lebihan dan dingin dalam
menghadapi setiap situasi, tidak boleh kehilangan akal, marah sekali
atau menunjukkan kegembiraan yang berlebih-lebihan. Dia harus
bersikap netral dalam segala masalah dan tidak menunjukkan
pendapat pribadinya.
2. Guru harus dapat menyukai siswa-siswanya secara adil. Ia tidak
boleh membenci dan memarahi siswa-siswanya.
3. Guru harus memperlakukan siswa-siswanya secara sama.
4. Guru harus mampu menyembunyikan perasaannya meskipun terluka
hatinya, terutama di depan siswa-siswanya yang masih muda.
5. Guru diperlukan oleh siswa-siswanya karena mereka belum dapat
bekerja sendiri.
6. Guru harus dapat menjawab semua pertanyaan yang disampaikan
oleh siswa-siswanya.

Bila tidak dilaksanakan, hal-hal tersebut di atas akan memberikan


pengertian yang salah tentang peran dan bagaimana seharusnya seorang
guru, sehingga seringkali guru menghindari situasi ini dengan tidak mau
mengakui ketidaktahuannya.

Sesungguhnya guru adalah makhluk biasa. Guru sejati bukanlah


makhluk yang berbeda dengan siswa-siswanya. Ia harus dapat
berpartisipasi di dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa-
siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa persahabatan secara
pribadi dengan siswa-siswanya dan tidak perlu merasa kehilangan
kehormatan karenanya. Rasa takut dan was-was dalam keadaan tertentu
adalah hal biasa.

Menurut Combs dkk, dalam Soemanto Wasty, (1998), ciri-ciri guru


yang baik adalah:

a. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai


kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan
baik;
b. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah,
bersahabat, dan ingin berkembang;
c. Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang
sepatutnya dihargai;
d. Guru yang melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasarnya
berkembang dari dalam, jadi bukan merupakan produk dari
peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang digerakkan.
Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika,
jadi bukan orang yang pasif atau lamban;
e. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan
dirinya, bukan menghalangi, apalagi mengancam.
B. Pengembangan Tujuan Pembelajaran
Sebagaimana yang dikutip dalam buku M. Sobry Sutiknoyang
berjudul Miskin bukan penghalang untuk sukses, tentang sebuah studi
yang dilakukan para wisudawan dan wisudawati di Universitas Yale pada
tahun 1953 menunjukkan 27% tidak mempunyai tujuan sama sekali, 60%
mempunyai tujuan yang samar-samar, 10% punya tujuan yang jelas, dan
3% bukan saja mempunyai tujuan yang SMART (Specific, Measurable,
Achieveble, Realistic, and time limit), tetapi juga menuliskan tujuan
mereka dalam bentuk Dream list dan memvisualisasikan tujuan itu dalam
benutk Dream Book.

Dua puluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1973, dilakukan tracer study.
Hasilnya menunjukkan kelompok 3% ternyata mencapai llebih banyak hal dalam
semua aspek kehidupan mereka selama periode 20 tahun itu daripada kelompok
97% hasil penelitian ini merupaakan bukti momental yang menunjukkan beberapa
hasil penting “menetukan tujuan’

Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, ma tujuan merupakan muara dan
pangkal dari proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan menjadi pedoman
arah dan sekaligus sebagai suasana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar
mengajar. Kepastian proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya
perumusan tujuan pembelajaran. Semakin jelas dan operasional tujuan yang kan
dicapai, maka semakin mudah menentukan alat dan cara menempatinya, dan
sebalilknya.

Karena sebagai pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam
setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka guru diwajibkan merumuskan tujuan
pembelajaran khusu (TBK), karena tujuan pembelajaran umum (TPU) sudah
tersedia di dalam GBPP. Inilah langkah pertama yang harus guru lakukan dalam
menyusun rencana pengajaran.. tujuan pembelajaran khusus ini harsu dirumuskan
secara proposional dengan memenuhi syarat syarat tertentu yaitu:

 Secara spesifik menyatakan perilaku yang dicapai


 Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat
terjadi (kondisi perubahan perilaku)
 Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilkau dalam arti
mengembangkan standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai
hasil yang dicapai.
Mudhoffir (1990), memberikan petunjuk praktis merumuskan tujuan
pembelajaran, yakini:

- Formulasikan dalam bentuk yang operasional


- Rumuskan dalam bentuk produk belajar, bukn proses belajar
- Rumuskan dalam tingkah laku siswa bukan perilaku guru
- Rumuskan standar perilaku yang akan dicapai
- Hanya mengandung satu tujuan belajar
- Rumuskan dalam kondisi mana perilaku itu terjadi.
Tujuan pembelajaran khusus merupakan penjabaran dari tujuan pembelajaran
umum. Maka pembuatan TPK harus berpedoman pada rumusan TPU. Agar
TPK dapat menjabarkan TPU secara tepat, perlu mempertimbangkan beberapa
hal: (1) petunjuk atau karakter TPU dalam GBPP (2) pokok bahasan dalam
GBPP (3) uraian materi dalam GBPP (4) TPK yang dibuat guru. Keterkaitain
keempat hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Untuk membimbing guru dalam merumuskan TPK terdapat beberapa kata


operasional yang dapat dipilih sesuai kebutuhan seperti

1. Aspek kognitif meliputi


- Pengetahuan, yakni menyebutkan, mengidentifikasi, menjodohkan,
memilih, mendefinisikan
- Pemahaman, yakni menjelaskan, menguraikan, merumuskan, merangkum,
mengubah, menyadur, meramalkan, menyimpukan, menarik kesimpulan
- Menerapkan, yaini menghitung, menghubungkan, menghasilkan,
melengkapi, menyediakan, menyesuaiakan
- Analisis, yakni memisahkan, menerima, menyisihkan, menghubungkan,
memlih, membandingkan, mempertentangkan, membagi, membuat
diagram, menunjukkkan hubungan, membagi.
- Sintesis, yakni mengkategorikan, mengkombinasikan, mengarang,
menciptakan, mendesian, mengatur, menysusn kembali, menyimpulkan,
merangsung, membuat pola
- Evaluasi, yakni memperbandingkan, menyimpulkan, mengkritikk,
mengevaluasi, membuktikan, menafsirkan, membahas, menaksir,
memilih,, menguraikan, membedakan, melukiskan, mendukung, menolak.
2. Aspek afektif meliputi
- Penerimaan yakni menanyakan, memilih, menjawab, melanjutkan,
memberi, menyatakan, menempatkan
- Partisipasi yakni melaksanakan, membantu, menawarkan diri, menyambut,
menolong, mendatangi, melaporkan, menyumbangkan, menyesuaikan diri,
menyatakan persetujuan, mempraktiikan,
- Penelaian yakni menunjukkan, melaksanakan, menyatakan pendapat,
memilih, membela, membenarkan, menolak, mengajak,
- Organisasi yakni merumuskan, berpegang pada, mengintegrasikan,
menghubungkan, mengaitkan, menyusun, mengubah, menglengkapi,
menyempurkan, menyesuaiakan, menyamakan, mempertahankan,
memodifikasi
- Pembentukan pola hidup yakni bertindak, menyatakan, memperlihatkan,
mempraktekkan, melayani, mengundurkan diri, membuktikan,
mempertimbangkan, mempersoalkan.
3. Aspek psikomotorik meliput
- Persepsi; memilih, membedakan, mempersiapakan, menyisihka,
menunjukkan, mengidentifikasi, menghubungkan,
- Kesiapan: memulai, beraksi, memprakarsai, menanggapi,
mempertunjukkan,
- Gerakan terbimbing, mempraktekkan, memainkan, mengikuti,
mengerjkan, membuat, mencoba, memasang, membongkar,
- Gerakan terbiasa mengoperasikan, membangun, memasang, membongkar,
memperbaiki, melaksanakan, mengerjakan, menyusun, menggunakan
Perumusan TPK yan bermacam macam akan menghasilkan hasil belajar atau
perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Itu berarti keberhasilan
proses belajar mengajar bervariasi pula. Perilaku mana yang hendak
dihasilkan, menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang
hendak dihasilkan. Bila perilaku yang guru hendak dicapai adalah agar anak
dapat membaca, maka perumusan TPK-nya harus mendukung dengan perilaku
keterampilan membaca yang diinginkan. Apabila perilaku guru yang hendak
dicapai agar anak dapat menulis, maka perumusan TPK-nya harus mendukung
tercapainya keterampilan menulis yang diinginkan. Bila kedua keterampilan
tersebut dikuasi oleh anak, maka guru dikatakan berhasilan itu diketahui
setelah dilakukan tes formatif mengajar di akhir pengajaran.

Perlu diingat bahwa dalam penyusunan tujuan pengajaran khusus (TPK), perlu
mempertimbangkan hal hal

- Kemampuan dan nilai nilai yang ingin dikembangkan pada diri siswa
- Bagaimana cara mencapai tujuan itu ecara bertahap atau sekaligus
- Apakah perlu menekankan aspek aspek tertentu atau tidka
- Seberapa jauh tujuan itu dapat memenuhi kebutuhan perkembangan siswa
- Apakah waktu yang tersedia cukup untuk mencapai tujuan tujuan itu.

C. Metode Mengajar
A. Pengertian metode mengajar
Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode
diartikan sebagai suautu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai
tujuan tertentu. Kata “mengajar” sendiri memberi pelajaran.

Jadi, metode mengajar adalah cara- cara menyajikan bahan pelajaran kepaa
siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, salah
satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pengajaran
adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan metode berkaitan langsung
dnegan usha usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan
situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara
optimal. Oleh karena itu, salah satu hall yang sangat mendasar untuk dipahami
guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagi salah satu
komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang sama pentingnya
dengan komponen komponen lain dlam keseluruhan komponen pendidikan.

Menurut Syaiful B. Djamarah dkk (1995), metode memiliki kedudukan:

- Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar


- Menyiasati perbedaan individual anak didik
- Untuk mencapai tujuan pembelajaran
Makan tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar, diharapkan
makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran. Tentunya fkator faktor
lain pun harus diperhatikan juga seperti faktor guru, faktor anak, faktor situasi
(lingkungan belajar), media, dan lain lain.

Oleh sebab itu, fungsi fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan, karena
metode mengajar tersebut turut menentukan berhasil tidaknya suautu proses
belajar mengajar dan merupaka bagian yang integral dala suautu sistem
pengajaran.

B. Ciri ciri umum metode yang baik


Setiap guru yang akan mengajar senantiasa dihadapkan pada pilihan metode.
Banyak macam metode yang bisa dipilih guru dalam kegiatan mengajar,
namun tidak smua metode bisa dikategorikan sebagai metode yang baik dan
tidak emua metode dikatakan jelek. Kebaikan suatu metode terletak pada
ketepatan memilih sesuai dengan tuntunan pembelajaran. Omar Muhammad al
toumi (1983) mengatakan terdapat beberapa ciri dari sebuah metode yang baik
untuk pembelajaran pendidikan agama islam, yaitu
- Berpadunya metode dari segi tujuan dan alat dengan jiwa dan ajaran
akhlak islami yang mulia
- Bersifat luwes, fekslibel, dan memiliki daya sesuai dengan watak siswa
dan materi
- Bersifat fungsional dalam menyatukan teogri dengan praktek dan
mengantarkan siswa pada kempuan praktis
- Tidak mereduksi materi, bahkan sebaliknya justru mengembangkan materi
- Memberikan keleluasan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya.
- Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam
keseluruhan proses pembelajaran
C. Prisnip –prinsip penentuan metode
Metode mengajar yang digunakan guru dalam setiap pertemuan kelas
bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang bersesuaian
dengan perumusan tujuan isntruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru
merusmuskan tujuan hanya dengan satu rumusan, tetapi pasti guru
merumuskan lebih dari satu tujuan. Karenanya, guru pun selalu
menggunakan metode yang lebih dari satu. Pemakian metode yang satu
digunakan untuk mencapai tujuan yang satu, sementara penggunaaan
metode yang lain, juga digunakan untuk mencapai tujuan yang lain.
Metode apapun yang dipilih dalam kegiatan belajar mengaajr hendaklah
memperhatikan beberapa prinsip yang mendasari urgensi metode dlam
proses belajar mengajar, yakni
1. Prinsip motivasi dan tujun belajar. Motivasi memliki kekuatan sangat
dahsyat dalam proses pembelajaran. Belajar tanpa motivasi seperti
bahan tanpa jiwa atau laksana mobil tanpa bahan bakar
2. Prinsip kematangan dan perbedaan individual. Belajar memiliki masa
kepekaan masing-masing dan tiap anak memiliki tempo kepekaan yang
tidak sama. Kepekaan intelek anak menurut J, PIAget dalam Mahsyur
(1991) memiliki tiga fase
a) Fase praoperasional yakni usia 5-6 tahun atau masa pra sekolah.
Fase ini belum bisa membedakan sesuatu secara konsep atau
abstrak. Contohnya ketika anak melihat kucing lalu kucing itu
pindah kebelakang meja, ia mengatkan tidak ada. Timbul problem
mendasar dalam mengajarkan akidah, seperti mengajarkan bahwa
Allah itu maha esa dan ada di mana mana. Cara mengajarkan yang
“abstrak” mungkin bisa ditempuh melalui “doktrin” cerita,
nyanyian bahkan dengan doa. Fase perkembangan mooral pada
tahap ini lebih bersifat “pramoral” yang belum terkat engan aturan.
b) Fase opeasi konkret. Masa ini anak sudha mulai bisa dibawa
perpikir abstrak, misalnya untuk menjelaskan bahwa Allah itu a
dengan cara melihat adanya ciptaan-Nya. Fase perkembangan
moral tahap ini lebih bersifat konbensional, yaktni taat dan patuh
pada kekusaan, benar menurut yang siapa yang mengatakan.
c) Fase operasional formal. Fase ini anak sudah mulai bisa
memikirkan apa yang ada dibalik realitas, baik melalui percobaaan
maupun observasi.
Lebih lanjut Kohlberg (1995), menggambarkan bahwa anak usia 10
hingga 16 tahun perkembangan moralnya bercirikan sbagai berikut:

a) Orientasi pada hukuman dan gganjaran serta pada kekuatan fisik


dan material.
b) Orientasi hedonistik dengan dengan pandangan isntrumental
tentang hubungan manusia yang imbal balik sepadan
c) Orientasi “anak manis” yakni berusaha mempertahankan harapan
dan mmeproleh persetujuan kelompoknya
d) Orientasi otoritas hukuman an kewajiban untuk mempertahankan
tata tertib yang tetap diyakni sebagi nilai utama
e) Orientasi konstral sosial dengan penekanana persamaan derajat
secara demokratis
f) Moralitas prinsip suara hati individual namum memiliki sifat
komprehensif, logis, dan universal.
1. Semua perkembangan pada setiap anak jelas memiliki tempo yang
berbeda-beda, karena itu agar setiap guru memperhatikan waktu
dan irama perkembangan anak motif, intelegensi, dan emosi,
kecepatan menangkap pelajaran dan, serta pembawaan dan faktor
lingkungan.
2. prinsip penyediaan peluang dan pengalaman praktis. Belajar
dengan memperhatikan peluang sebesar-besarnya bagi partisipasi
anak didik dan pengalaman langsung oleh anak jauh memiliki
makna ketimbang belajar verbalistik. Confusius pernah
menekankan pentingnya arti belajar dari pengalaman dengan
perkataan;
“saya dengar dan saya lupa”
“saya lupa dan saya ingat”
“saya lakukan dan saya paham”
3. integrasi pemahaman dan pengalaman. Penyatuan pemahaman dan
pengalaman nyata dalam suatu daur proses belajar. Prinsip belajar
ini di dasarkan pada asumsi bahwa pengalaman mendahului proses
belajar dan isi pengajaran atau makna sesuatu harus berasal dari
pengalaman siswa sendiri. Pendekatan belajar yang mungkin dapat
dilakukan adalah ;
a. Mengalami. Proses ini selalu di mulai dengan adanya
pengalaman dengan melakukan langsung sesuatu kegiatan.
Apa yang dilakukan dan dialaminya adalah mengerjakan,
mengamati, melihat, atau mengatakan sesuatu dan menjadi
titik tolsk proses selanjutnya.
b. Mengungkapkan. Setelah melakukan, bagian yang
terpenting adalah mengungkapkan kembali apa yang sudah
dialaminya dan tanggapan atau kesan atas pengalaman
tersebut , termasuk pengalaman rekan-rekan belajar
lainnya.
c. Mengolah. Semua pengalaman dirinya dan rekan-rekan
belajar, dikaitkan dengan pengalaman lain yang mungkin
mengandung makna serupa.
d. Meyimpulkan. Keharusan logis dari pengkajian
pengalaman adalah mengembangkan atau merumuskan
prinsip-prinsip berupa kesimpulan umum dari pengalaman
tad. Cara ini dapat membantu siswa merumuskan, merinci
dan menjelaskan hal-hal yang telah dipelajari.
e. Menerapkan. Proses pengalaman belum lengkap jika suatu
ajaran baru atau penemuan baru belum dipergunakan atau
diuji dalam prilaku yang sesungguhnya.
4. Prinsip Fungsional. Belajar merupakan proses pengalaman hidup
yang bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Setiap belajar yang
bermanfaat bagi kehidupan berikutnya. Setiap belajar nampaknya
tidak bisa lepas dari nilai manfaat, sekalipun bisa berupa nilai
manfaat teoritik atau praktis bagi kehidupan sehari-hari.
5. Prinsip Mengembirakan. Belajar merupakan proses belajar yang
berlanjut tanpa henti, tentu seiring dengan kebutuhan dan tuntutan
yang terus berkembang. Berkaitan dengan kepentingan belajar
yang berlangsug terus menerus. Maka metode belajar jangan
sampai memberikan kesan memberatkan, sehingga kesadaran
belajar pada anak cepat berakhir.

A. Nilai Strategi Metode


Metode merupakan fasilitas untuk mengantarkan bahan pelajaran
dalam upaya mencapai tujuan. Oleh karena itu, bahan pelajaran yang
disampaikan tanpa memperhatikan pemakaian metode justru akan
mempersulit guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Pengalaman
membuktikan bahwa kegagalan pengajaran salah satunya disebabkan oleh
pemilihan metode yang kurang tepat. Kelas yang kurang bergairah dan
kondisi anak didik yang kurang kreatif dikarenakan penentuan metode
yang kurang sesuai dengan penetuan sifat bahan dan tidak sesuai dengan
tujuan pengajaran. Oleh karena itu, dapat di pahami bahwa metode adalah
suatu cara yang memiliki nilai stategis dalam kegiatan belajar mengajar.
Dikatakan demikian karena metode dapat mempengaruruhi jalannya
kegiatan belajar mengajar.

B. Efektifitas Penggunaan Metode


Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran
akan menjadi kendala dalam pencapaian tujuan yang telah di
rumuskan.cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan percuma
hanya karena pengunaan metode semata-mata berdasarkan kehendak guru
dan bukan atas dasar kebutuhan siswa, atau karakter situasi kelas.
Dalam menetapkan metode mengajar, bukan tujuan yang
menyesuaikan dengan metode atau karakte anak, tetapi metode hendaknya
menjadi “variabel dependen”yang dapat berubah dan berkembang sesuai
kebutuhan. Karena itu, efektivitas penggunaan metode dapat terjadi bila
ada kesesuaian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang
telah diprogramkan dalam satuan pelajaran sebagai salah satu persiapan
tertulis.

C. Faktor-Fakor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode


Pada prinsipnya, tidak satupun metode mengajar yang dapat di
pandang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada
dalam setiap bidang studi. Karena setiap metode memiliki keunggulan dan
kelemahannya masing-masing. Karena itu guru tidak boleh sembarangan
memilih serta menggunakan metode. Berikut beberapa faktor yang
mempengaruhi pemilihan dan penetuan metode, antara lain:
a. Tujuan yang Hendak dicapai
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar
mengajar. Setiap guru hendaknya memperhatikan tujuan pembelajaran.
Karakteristik tujuan yang akan dicapai sangat mempengaruhi
penentuan metode, sebab metode tunduk pada tujuan bukan
sebaliknya.

b. Materi pelajaran
Materi pelajaran ialah senjumlah materi yang akan disampaikan
oleh guru untuk bisa dikuasai oleh peserta didik.
c. Peserta didik
Peserta didik sebagai subjek sumber belajar memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, baik minat, bakat, kebiasaan, motivasi, situasi
sosial, lingkungan keluarga, dan harapan terhadap masa depannya.
Perbedaaan peserta didik dari aspek psikologi, seperti pendian,
super aktif, tertutup, terbuka, periang, pemurung, bahkan menunjukkan
prilaku-prilaku yang sulit dikenal. Semua perbedaan tadi akan
berpengaruhterhadap penentuan metode pembelajaran.

d. Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar merupakan setting lingkungan
pembelajaran yang dinamis. Guru harus teliti dalam melihat situasi.
Oleh karena itu, pada waktu tertentu guru melakukan proses
pembelajaran di luar kelas atau alam terbuka.

e. Fasilitas
Fasilitas dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
menagajar. Oleh karena itu, ketiadaan fasilitas sangat mengganggu
pemilihan metode yang tepat, seperti tidak adanya laboratorium untuk
praktek, jelas kurang mendukung penggunaan metode eksperimen atau
demonstrasi. Jadi, fasilitas ini sangatlah penting guna berjalannya
proses pembelajaran yang efektif.

f. Guru
Setiap orang memiliki kepribadian, performance style, kebiasaan
dan pengalaman mengajar yang berbeda-beda. Kompetensi mengajar
biasanya dipengaruhi pula oleh latar belakang pendidikan. Guru yang
berlatar belakang pendidikan keguruan biasanya lebih terampil dalam
memilih metode dan tepat dalam menerapkannya, sedangkan guru
yang latar belakang pendidikannya kurang relevan, sekalipun tepat
dalam mnentukan metode, namun sering menemukan hambatan dalam
penerapannya. Jadi, untuk menjadi seorang guru, pad intinya harus
memiliki jiwa yang profesional. Dengan memiliki jiwa
keprofesionalan dalam menyampaikan pelajaran atau dalam proses
pembelajaran itu akan berhasil sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.

D. Macam-macam metode mengajar


1. Metode Ceramah
Metode ceramah ialah metode mengajar dengan menyampaikan
informasi atau pengetahuan secara lisan kepada sejumah siswa yang
umumnya mengikuti secara pasif. Dalam hal ini guru biasanya
memberikan uraian mengenai topik tertentu di tempat tertentu dan
dengan alokasi waktu tertentu pula.
Metode ceramah lazim pula disebut metode kuliah ataupun pidato.
Metode ini adalah sebuah cara pelaksanaan pengajaran yang dilakukan
guru secara monolog dan hubungan satu arah. Aktivitas siswa dalam
pengajaran yang menggunakan metode ini hanya menyimak dan
sesekali mencatat.
Dalam metode ini, perhatian hanya terpusat pada guru sedangkan
siswa menerima secara pasif. Dalam hal ini, timbul kesan siswa hanya
sebagai objek yang selalu menganggap benar apa yang di sampaikan
oleh guru. Paahal posisi siswa selain menerima pelajaran, ia juga
menjadi subjek pengajaran, dalam arti individu juga berhak untuk aktif
mencari dan memperoleh sendiri pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan.
Metode ini hanya cocok untuk menyampaikan informasi, kalau
bahan itu cukup diingat sebentar, untuk memberi pengantar dan untuk
menyampaikan materi yang berkenaan dengan pengertian-pengertian
atau konsep-konsep.

2. Metode Tanya Jawab


Adalah penyajian pengajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa
ke guru. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang berpikir dan
membimbing peserta didik dalam mencapai kebenaran.

3. Metode Diskusi
Salah satu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah
yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing
mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya.
Tujuan penggunaan metode ini ialah untuk memberi motivasi
stimulasi kepada siswa agar berfikir dalam renungan yang dalam.

4. Metode Kisah/Cerita
Meredaksikan kisah untuk menyampaikan pesan-pesannya. Dalam
kisah itu tersimpan nilai-nilai pedagogis-religius yang memungkinkan
anak didik mampu meresapinya.
5. Metode Demonstrasi
Dalam hubungannya dengan penyajian informasi dapat diartikan
sebagai upaya peragaan tentang suatu cara melakukan sesuatu. Metode
demonstrasi ini adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kejadian, baik
secara langsung mamupun melalui penggunaan media pembelajaran
yang relevan dengan pokok pembahasan yang sedang disajikan.
Tujuan dari metode ini adalah untuk memperjelas pengertian
konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses
terjadinya sesuatu.

6. Metode Karyawisata
Adalah metode dalam proses belajar mengajar siswa perlu diajak
keluar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu atau objek yang
mengandung sejarah, hal ini bukan rekreasi, tetapi untuk belajar atau
memperdalam pelajarannya dengan melihat langsung atau kenyataan.
Karena itu, di katakan teknik karyawisata adalah cara mengajar yang
dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat bersejarah atau
objek bersejarah untuk mempelajari atau meneliti sesuatu. Metode ini
dalam waktu singkat dan ada pula dalam waktu yang panjang.
Manfaat dari metode ini antara lain menyegarkan tubuh,
menambah kesehatan, melatih anak-anak agar kuat, mampu menahan
lapar dan dahaga, para pembimbing atau pendidik menganjurkan agar
memperhatikan tingkah laku anak-anak dan sikap mereka dalam
menghadapi berbagai hal yang beragam dan berbeda.

7. Metode Tutorial.
Metode ini diberikan dengan bantuan tutor. Setelah siswa diberikan
bahan ajar, kemuian siswa diminta mempelajari bahan ajar tersebut,
pada bagian yang dirasa sulit siswa dapat bertanya kepada tutor.

8. Metode Perumpamaan
Metode yang digunakan untuk mengungkapkan suatu sifat dan
hakikat dari realitas sesuatu. Perumpamaan dapat dilakukan dengan
menggambarkan sesuatu yang lain yang serupa, seperti
mengumapamakan sesuatu yang rasional-abstrak dengan sesuatu yang
indera.

9. Metode Pemahaman dan Penalaran


Metode ini dilakukan dengan membangkitkan akal dan
kemampuan berpikir anak didik secara logis. Metode ini adalah dengan
mendidik dengan membimbing untuk memahami problema yang
dihadapi dengan menemukan jalan keluar yang benar dari berbagai
macam kesulitan dengan melatih anak didik menggunakakan
pikirannya mendata dan menginvestarisasi masalah dengan cara
memilah milah, membuang yang salah meluruskan yang bengkok, dan
mengambil yang benar.

10. Metode Suri Teladan


Dapat diartikan sebagai keteladanan yang baik. Dengan adanya
teladan yang baik, maka akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain
untuk mengikutinya, karena memang pada dasarnya dengan adanya
contoh ucapan, perbuatan, dan contoh tingkah laku yang baik dalam
hal apa pun.

11. Metode Peringatan dan Pemberian Motivasi


Motivasi adalah kekuatan yang mendorong kegiatan individu untuk
mencapai susuatu kegiatan mencapai tujuan. Motivasi terbentuk dari
tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan luar individu. Terhadap
tenaga-tenaga tersebut para ahli memberikan istilah yang berbeda
seperti desakan atau drive, motif atau motive, kebutuhan atau need,
dan keinginan atau wish.

12. Metode Praktek


Dimaksudkan supaya mendidik dengan memberikan materi
pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seperti diperagakan,
dengan harapan anak didik menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat
mempraktekkan materi yang di maksud.

13. Metode Pemberian Ampunan dan Bimbingan


Metode ini dilakukan dalam rangka memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk memperbaiki tingkah lakunya dan
mengembangkan dirinya.

14. Metode Kerja Sama


Ialah upaya untuk saling membantu antara dua orang atau lebih,
antara individu dengan kelompok lainnya dalam melaksanakan tugas
atau menyelesaikan problema yang dihadapi dan menggarap berbagai
program yang bersifat prosfektif guna mewujudkan kesejahteraan
bersama.

15. Metode Tulisan


Metode mendidik dengan menggunakan huruf atau simbol apapun,
ini merupakan suatu hal yang sangat penting dan merupakan jembatan
untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak di ketahui.

16. Metode Penugasan


Metode penugasan tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh
lebih luas. Tugas dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan,
dan tempat lainnya. Metode penugasan untuk merangsang anak aktif
belajar baik secara individual maupun kelompok. Oleh karena itu,
tugas dapat dikerjakan secara kelompok.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Demikian makalah yang telah diselesaikan oleh penulis. Semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi semua kalangan khususnya para pendidik serta calon
pendidik.Untuk memperbaiki kualitas,maka penulis mengharapkan kritik dan
saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai