Dosen Pengampu:
Kelas B
Kelompok 9
Disusun Oleh :
1) Luh Putu Indah Budyawati, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
matematika pendidikan , FKIP Universitas Jember.
2) Seluruh anggota kelompok yang telah membantu menyumbangkan ide dan
pikiran mereka demi terwujudnya makalah ini.
3) Seluruh pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan pembuatan
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang Masalah..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................3
1.3 Tujuan ............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Matematika Untuk Anak usia dini.....................................................4
2.1.1 Tokoh Matematika.......................................................................................4
2.1.2 Matematika Menurut Para Ahli .....................................................6
PENDAHULUAN
BAB 2
PEMBAHASAN
2.2 Tunanetra
Pengertian tunanetra dilihat dari segi etimologi bahasa : “tuna” =
“rugi”, “netra” = “mata” atau cacat mata. Istilah tunanetra yang mulai populer
dalam dunia pendidikan dirasa cukup tepat untuk menggambarkan keadaan
penderita yang mengalami kelainan indera penglihatan, baik kelainan itu
bersifat berat maupun ringan. Sedangkan istilah “buta”pada umumnya
melukiskan keadaan mata yang rusak, baik sebagian (sebelah) maupun
seluruhnya (kedua-duannya), sehingga mata itu tidak lagi ddapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
Secara harfiah, tidaklah sulit dalam mengenal anak-anak yang
mengalami kelainan fisik yaitu anak tunanetra. Menurut Akhmad Soleh
(2016), Tunanetra merupakan individu yang memiliki hambatan dalam hal
penglihatan, dan biasanya diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu buta
total (totaly blind) dan kemampuan melihat yang amat rendah (low vision).
Untuk golongan yang pertama atau yang biasa disebut dengan buta total
adalah anak tidak mampu untuk menerima rangsangan cahaya yang berasal
dari luar salam sekali dengan visus = 0. Dan pada kategori low vision anak
masih mampu untuk menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajaman
dalam penglihatan kurang dari 6/21. Atau anak hanya mampu uuntuk
membaca headline pada surat kabar atau sebuah judul dalam buku, novel
ataupun komik.
Sementara menurut Kaufman dan Hallahan (dalam Soleh, 2016)
Tunanetra adalah individu yang memiliki penyimpangan dalam pengliahtan
lemah atau akurasi penglihatannya kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau
tidak dapat bisa melihat kembali. Adapun beberapa ciri yang tampak nampak
bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan, antara lain :
a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang
awas
b. Terjadi keseluruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu
c. Posisi mata sulit dikendalikan syaraf otak
d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan
penglihatan.
2.4.4 Klasifikasi
Klasifikasi ketunanetraan,secara garis besanya dapat dibagi
dua yaitu :
a. Pertama : waktu terjadinya kecacatan : yakni sejak anak
menderita tunanetra. Sejak lahirkah, semasa usia sekolah,
sesudah dewasa ataukah ketika usia lanjut. Hal ini penting
diketahui dalam rangka program pendidikan tunanetra.
Ditinjau dari waktu terjadinya kecacatan tersebut di atas,,
para penderita dapat digolongan sebagai berikut :
1. Penderita tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni
mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman
melihat
2. Penderita tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil,
yang sudah memiliki kesan serta pengalaman visuil,
tetapi belum kuat dan mudah terlupakan
3. Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa
remaja kesan pengalaman visuil, tetapi belum kuat
dan mudah terlupakan.
4. Penderita tunanetra pada usia dewasa, yang dengan
segala kesadaran masih mampu melakukan latihan
penyesuaian diri
5. Penderita usia lanjut, sebagian besar sudah sulit
mengikuti latihan-latihan menyesuaikan diri.
b. Kedua : pembagian bedasarkan kemampuan daya lihat yakni
sebagai berikut :
1. Penderita tunanetra ringan (defective vision/ low
vision), yakni mereka yang mempunyai kelainan atau
kekurangan daya penglihatan, seperti penderita rabun,
juling, dan myopia ringan. Mereka ini masih dapat
mengikuti program pendidikan biasa di sekolah
umum atau masih mampu melakukan pekerjaan yang
membutuhkan penglihatan dengan baik.
2. Penderita tunanetra setengah berat (pertially sighted),
mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan.
Hanya dengan menggunakan kecamata pembesar
mereka masih bisa mengikuti program pendidikan
biasa atau masih mampu membaca tulisan yang
berhuruf tebal.
3. Penderita tunanetra berat (totally blind), mereka sama
sekali tidak bisa melihat, atau biasa di sebut dengan
“buta”
c. Pembagian golongan penderita tunanetra menurut Slayton
French (dalam Pradopo, dkk. 1977) :
1. Buta total, mereka yang sama sekali tidak bisa
membedakan antara gelap dengan terang. Indera
penglihatannya demikian rusak atau kedua matanya
sama sekali telah dicabut
2. Penderita tunanetra yang masih sanggup membedakan
antara gelap dan terang, dalam bentuk bayangan
obyek melalui sinar matahari langsung atau secara
reflek cahaya
3. Penderita tunanetra yang masih bisa membedakan
trang dan gelap serta warna, sampai tingkat
pengenalan bentuk dan gerak obyek dan masih bisa
melihat judul tulisan biasa huruf besar (vet).
4. Penderita tunanetra kekurangan daya penglihatan
(defection vision), dimana mereka dengan
pertolongan alat atau kacamata masih mampu
memperoleh pengalaman visuil yang cukup.
5. Buta warna, mereka yang mengalami gangguan
penglihatan sehingga tidak dapat membedakan warna-
warna tertentu.
2.3 Tunarungu
PENUTUP
3.1 Kesimpulan