Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FISIOLOGI TERNAK
“Status Faali Domba, Status Faali Manusia dan Termoregulasi dan
Sirkulasi Darah Pada Katak”

Oleh :

Kelompok 8

Kelas F

Vaneza Priliant 200110180103

Triana Gina 200110180106

Yenti Budiarti 200110180188

Rifqy 200110180277

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK DAN BIOKIMIA

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Status Faali Domba

Faali merupakan sifat otomatis atau kodrati mengenai kerja atau gerak atau

gerak alat tubuh. Domba termasuk golongan hewan homoetherm, sehingga

selalu berusaha untuk mempertahankan temperatur tubuhnya dalam batas-

batas yang optimal bagi status faalinya. Perubahan status faali domba dapat

berubah dri normal menjadi tidak normal dikeranakan aktivitas seperti makan

dan berjalan. Hal tersebut dapat membuat status faali domba tidak stabil.
Status faali domba dapat dilihat dri frekuensi pernapasan, frekuensi denyut

nadi, frekuesi denyut nadi, dan suhu tubuh.

Peningkatan aktivitas pernapasan sebagai akibat suhu lingkungan

merupakan suatu upaya untuk memelihara suhu badan pada tingkat yang

normal. Selain peningkatan frekuensi pernapasan, terjadi juga proses

vasodilatasi yaitu pembesaran pembuluh darah sehingga darah beredar dengan

cepat dan dapat meningkatkan denyut jantung. Domba sebagai ternak

homeotherm akan berusaha untuk mempertahankan temperatur tubuh agar

realtif konstan. Temperatur tubuh, frekuensi pernapasan dan denyut jantung

menjadi indikator ideal untuk penilaian stres pada ternak.

Temperatur tubuh, frekuensi pernapasan, dan denyut jantung merupakan

hal penting dalam upaya mempertahankan status fisiologi. Meningkatnya suhu

lingkungan dapat meningkatkan frekuensi pernapasan dalam upaya

melepaskan panas tubuh. Proses tersebut terjadi karena pada umumnya ternak

1
tidak mempunyai cukup kelenjar keringat untuk membuang panas melalui

penguapan (Soeharsono dkk., 2010).

1.2 Status Faali Manusia

Perubahan lingkungan di luar tubuh selalu mempengaruhi lingkungan di

dalam tubuh, sehingga bila suhu udara meningkat, suhu tubuh juga sedikit

meningkat. Kondisi ini akan mendapat respon dari organ-organ yang mengatur

suhu tubuh. Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam sel yang saling
berinteraksi. Sel adalah satuan dasar bagi struktur dan fungsi tubuh manusia.

Setiap sel melakukan fungsi-fungsi dasar yang penting bagi kelangsungan

hidupnya sendiri, misalnya memperoleh O2 dan zat-zat gizi, yang digunakan sel

untuk memperoleh energi; bereaksi terhadap perubahan di lingkungan sekitar

mengontrol perpindahan bermacam-macam bahan di dalam sel dan antara sel

bereproduksi. dengan lingkungannya; dan Pada organisme multisel, setiap sel

melakukan, selain fungsi-fungsi fundamental di atas, suatu aktivitas khusus yang

biasanya merupakan elaborasi dari fungsi-fungsi dasar sel di atas. Sel-sel tubuh

sangat terorganisasi dalam kelompok-kelompok fungsional, yakni sel-sel yang

memiliki struktur dan aktivitas khusus serupa terorganisasi menjadi jaringan.

Terdapat empat jenis dasar jaringan:

a. jaringan otot, yang khusus dan menghasilkan gaya;

b. jaringan saraf, yang berkontraksi mengkhususkan diri untuk inisiasi dan

transmisi impuls listrik;

2
c. jaringan epitel yang melapisi dan membungkus berbagai permukaan dan

rongga tubuh dan juga membentuk kelenjar sekretorik; dan

d. jaringan ikat, yang menghubungkan, menyokong, dan melekatkan berbagai

bagian tubuh.

Jaringan-jaringan lebih lanjut tersusun membentuk organ-organ, yaitu

struktur yang terdiri dari beberapa jaringan primer yang berfungsi bersama

melakukan suatu fungsi-fungsi tertentu. Organ-organ membentuk sistem, yaitu

kumpulan organ yang melakukan fungsi-fungsi terkait dan saling berinteraksi

untuk menyelesaikan suatu aktivitas bersama yang penting bagi kelangsungan


hidup tubuh keseluruhan. Sistem organ kemudian membentuk tubuh keseluruhan.

Homeostasis mengacu kepada pemeliharaan suatu keadaan stabil dinamis di

dalam lingkungan cairan internal yang membasuh semua sel tubuh. Karena sel-sel

tubuh tidak berkontak langsung dengan lingkungan luar, kelangsungan hidup sel

bergantung pada pemeliharaan lingkungan cairan internal yang stabil yang

berhubungan langsung dengan sel. Sebagai contoh, di lingkungan internal 02 dan

zat-zat gizi harus terus menerus diganti sesuai kecepatan penggunaannya oleh sel.
Faktor-faktor lingkungan internal yang harus dipertahankan secara homeostasis,

yaitu:

a. konsentrasi molekul-molekul nutrien,

b. konsentrasi O2 dan CO2,

c. konsentrasi zat- zat sisa,

d. pH,

e. konsentrasi air, garam dan elektrolit lain,

3
f. suhu, serta

g. volume dan tekanan.

Fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh masing-masing dari ketujuh tubuh

diarahkan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi sistem tubuh akhirmya

bergantung pada aktivitas-aktivitas khusus sel-sel yang menyusun setiap sistem.

Dengan demikian, homeostasis penting bagi kelangsungan hidup setiap sel, dan

setiap sel memberikan kontribusinya untuk mempertahankan homeostasis. Sistem

kontrol yang mengatur aktivitas berbagai sistem tubuh untuk mempertahankan

homeostasis dapat diklasifikasikan sebagai:

a. kontrol intrinsik, yaitu respons kompensatorik inheren suatu organ terhadap

perubahan, dan

b. kontrol ekstrinsik, yaitu respons suatu organ yang dicetuskan oleh faktor-

faktor di luar organ tersebut, seperti sisem saraf dan endokrin.

Baik kontrol intrinsik maupun ekstrinsik umumnya beroperasi berdasarkan

prinsip umpan balik negatif, yaitu suatu perubahan pada sebuah variabel yang
diatur mencetuskan respons yang mendorong variabel itu berlawanan arah dengan

perubahan awal, sehingga terjadi perlawanan terhadap perubahan. Keadaan

patofisiologi terjadi jika satu atau lebih sistem tubuh gagah berfungsi secara
benar, sehingga lingkungan internal yang optimal tidak lagi dapat dipertahankan.

Gangguan homeostasis serius dapat menyebabkan kematian.

1.3 Termoregulasi dan Sirkulasi Darah Pada Katak

Hewan poikiloterm suhunya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu organ

4
tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan suhu organ tubuh bagian luar

yang dipengaruhi oleh suhu sekitarnya. Perbedaan suhu dibagian-bagian ini

diakibatkan oleh adanya panas yang diproduksi, panas yang diperoleh dan

panas yang dilepaskan bagian tersebut. Hewan seperti ini disebut juga hewan

berdarah dingin (Duke’s, 1995). Makhluk hidup yang termasuk poikiloterm

adalah katak.

Katak sebagai poikiloterm merupakan hewan yang suhu tubuhnya

tergantung kepada perubahan temperature lingkungan hewan berada karena

panas yang dihasilkan dari keseluruhan system metabolismenya hanya sedikit.


Suhu tubuh hewan ini berubah sesuai dengan lingkungannya. Hewan ini akan

aktif bila suhu lingkungan panas dan akan pasif (berdiam di suatu tempat) bila

suhu lingkungan rendah. Hal yang menyebabkan hewan tersebut tidak dapat

menghasilkan panas yang cukup untuk tubuhnya karena darah dari hewan

poikiloterm ini biasanya bercampur antara darah bersih dan darah kotor. Ini

disebabkan karena belum sempurnanya katup pada jantung hewan tersebut

(Duke’s, 1995).

Katak merupakan salah satu hewan berdarah dingin yang tergolong dalam

poiokiloterm, yaitu hewan yang beradaptasi dengan cara menyesuaikan diri

dengan perubahan lingkungan sekitarnya. Dalam praktikum yang telah

dilakukan, untuk mengetahui perubahan suhu tubuh katak dengan dan tanpa

perlakuan. Setiap kelompok mengukur dan mengamati perubahan suhu tubuh

katak dari katak yang tanpa perlakuan, katak dalam keadaan dingin, dan katak

dalam keadaan panas. Hewan poikiloterm tidak mempunyai sistem pengaturan

panas yang sempurna, sehingga jika suhu sekeliling naik, maka suhu tubuh

akan naik (tergantung pada pengaruh lingkungan). Suhu organ dalam berbeda

5
dengan suhu organ luar tubuh.

Termoregulasi adalah pengaturan suhu. Mekanisme termoregulasi terjadi

dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan

panas. Katak merupakan salah satu kelompok hewan poikilotherm (hewan

berdarah dingin), karena suhu tubuhnya berubah-ubah mengikuti perubahan

suhu lingkungan. Hewan poikiloterm adalah hewan yang mengatur suhu

tubuhnya secara pasif, yaitu dengan menyerap panas lingkungan

6
BAB II

HASIL PENGAMATAN

2.1 Status Faali Domba

PENGAMATAN
No. Kondisi Frekuensi Frekuensi Frekuensi Suhu Ket.
Pernafasan Denyut Nadi Denyut Tubuh
(x/mnt) (x/mnt) Jantung (⁰C)
(x/mnt)
1. 40 1. 52 1. 75
1. Tenang 2. 45 2. 58 2. 70 -
(Awal)
3. 44 3. 55 3. 54 38, 7

Rata-rata 43 55 66
Kerja Fisik 390 130 165 40,5
2. Setelah 35 55 170 39 -
Kerja Fisik
(Berenang)

2.2 Status Faali Manusia

Nama objek: Vaneza P

Usia: 19 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

7
PENGUKURAN SUHU

Dalam ketiak (selama lima menit) 34,9oC

Dalam mulut (selama lima menit) 36,4 oC

PENGAMATAN
No. Kondisi Frekuensi Frekuensi Frekuensi Suhu Ket.
Pernafasan Denyut Nadi Denyut Tubuh
(x/mnt) (x/mnt) Jantung (⁰C)
(x/mnt)
20 74 89 36,4
1. Tenang 19 75 75 -
(Awal)
19 65 64
Rata-rata 19 71 76
Kerja 120 213 215 36,7
Fisik
2. -
Setelah 86 190 190 37
Kerja
Fisik

2.3 Termoregulasi dan Sirkulasi Darah Pada Katak

PENGUKURAN KATAK SUHU (⁰C)

Keadaan pada saat di Jatinangor 30 oC

Keadaan pada saat di Garut 22 oC

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Status Faali Domba

Frekuensi Pernafasan

Berdasarkan hasi praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil rata-

rata frekuensi pernapasan saat domba dalam keadaan tenang ialah sekitar 43

kali/menit. Menurut Frandson (1992), rata-rata frekuensi pernapasan dari


domba berkisar 26 sampai 32 kali/menit, ini mengartikan hasil perhitungan saat

praktikum tidak jauh dari literature, perbedaan ini data disebabkan beberapa

faktor, seperti suhu dan tingkat kestressan domba ketika diperiksa frekuensi

pernapasannya.

Hasil perhitungan pernapasan domba saat melakukan kerja fisik yaitu

berjalan-jalan naik begitu drastic mencapai 390 kali /menit. Hasil ini jauh dari

batas normal, namun naiknya frekuensi pernapasan ini diakibatkan suhu tubuh

domba yang ikut naik, domba tidak memiliki cukup kelenjar keringat sehingga

cara untuk mempertahankan suhu tubuhnya ialah dengan meningkatkan

frekuensi pernapasan. Pernyataan di atas sesuai dengan pernyataan dari

Soeharsono dkk. (2010) yang menyatakan bahwa temperatur tubuh, frekuensi


pernapasan, dan denyut jantung merupakan hal penting dalam upaya

mempertahankan status fisiologi. Meningkatnya suhu lingkungan dapat

meningkatkan frekuensi pernapasan dalam upaya melepaskan panas tubuh.

Proses tersebut terjadi karena pada umumnya ternak tidak mempunyai cukup

kelenjar keringat untuk membuang panas melalui penguapan.

9
Setelah domba melakukan aktivitas fisik, domba diberenangkan. Di

dapatkan hasil perhitungan pernafasan dengan cara manual melalui hembusan

nafas di hidung diperoleh hasil 35 kali/menit. Hasil perhitungan pernafasan

sangatlah jauh berbeda pada saat domba melakukan kerja fisik, dikarenakan

pada saat domba berenang, domba secara alamiah mengatut nafas nya agar

lebih teratur dan tidak tenggelam pada saat berenang, maka dari itu setelah

berenang dan dilakukan perhitungan frekuensi pernafasan hasil yang

didapatkan kondisi normal domba karena domba berhasil mengatur nafasanya

saat berenang.

Frekuensi Denyut Jantung

Berdasarkan hasil perhitungan pada praktikum, rata-rata frekuensi denyut

jantung domba dalam keadaan tenang adalah 68 kali/menit. Perhitungan masih

sesaui dengan literatur, karena menurutDuke’s (1995), rata-rata denyut jantung

domba dalam keadaan normal adalah berkisar 60-120 kali/menit. Hasil ini

mengartikan bahwa domba merasa tenang saat dilakukan pemeriksaan dan

perhitungan denyut jantungnya.

Saat dilakukan kerja fisik, domba kembali diperiksa denyut jantungnya,

dan didapatkan hasil 165 kali/menit. Hal ini berhubungan dengan

meningkatnya suhu tubuh dan frekuensi pernafasan. Frekuensi pernafasan yang

tinggi dapat membuat pembuluh darah membesar dan mempercepat aliran

darah di dalam tubuh domba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeharsono,

dkk. (2010) yang menyatakan bahwa peningkatan aktivitas pernapasan sebagai

akibat suhu lingkungan merupakan suatu upaya untuk memelihara suhu badan

10
pada tingkat yang normal. Selain peningkatan frekuensi pernapasan, terjadi

juga proses vasodilatasi yaitu pembesaran pembuluh darah sehingga darah

beredar dengan cepat dan dapat meningkatkan denyut jantung.

Setelah dilakukan kerja fisik domba diberenangkan dan kembali diperiksa

denyut jantungnya diperoleh hasil 170 kali/menit. Meskipun domba dalam

keadaan tenang tidak setres pada saat berenang, namun anggota tubuh domba

terus bergerak pada saat berenang. Sehingga jantung memompa darah lebih
cepat karena kondisi domba setelah melakukan kerja fisik lalu diberenangkan

domba tidak beristirahat anggota geraknya terus berkerja.

Frekuensi Denyut Nadi

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata

denyut nadi saat dalam keadaan tenang adalah 55 kali/menit, hasil ini lebih

kecil apabila dibandingkan dengan literatur yang ada karena menurut Smith
(1998), kisaran normal frekuensi denyut nadi domba adalah 60 sampai 120

kali/menit. Hal ini mengartikan domba benar benar dalam kedaan tenang dan

tidak merasa stress.

Saat domba melakukan aktivitas, diperoleh frekuensi denyut nadi domba

sebesar 130 kali/menit. Denuyt nadi ini lebih besar sedikit dari literatur, hal ini

dikarenakan adanya kenaikan suhu serta ingginya frekuensi pernapasan yang

membuat pemompaan darah berjalan cepat dan membuat denyut nadi

meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeharsono, dkk. (2010) yang

11
menyatakan bahwa peningkatan aktivitas pernapasan sebagai akibat suhu

lingkungan merupakan suatu upaya untuk memelihara suhu badan pada tingkat

yang normal. Selain peningkatan frekuensi pernapasan, terjadi juga proses

vasodilatasi yaitu pembesaran pembuluh darah sehingga darah beredar dengan

cepat dan dapat meningkatkan denyut jantung.

Setelah domba diberenangkan setelah melakukan kerja fisik, diperoleh

frekuensi denyut nadi pada domba sebesar 55 kali/menit. Denyut nadi ini
menurun sangat sginifikan bahkan menjadi normal kembali, pada saat domba

berenang domba akan menjadi lebih tenang dan tubuhnya akan lebih rileks
beristirahat menekan hormon – hormone yang menimbulkan setres dan akan

memicu hormon – hormon yang dapat membuat domba menjadi tenang setelah

melakukan aktivitas fisik.

Suhu Tubuh

Berdasarkan hasi pengukuran suhu tubuh domba, hasil yang didapat dalam

keadaan tenang adalah 38,7°C saat kerja fisik adalah sebesar 40,5°C dan

setelah domba berenang suhu tubuh menjadi 39 °C . Menurut Duke’s (1995),

kisaran normal temperature rektal pada domba adalah 38,5°C samapai 39°C.

hal ini menunjukan, saat keadaan teang suhu domba normal, namun setelah

beraktivitas suhu domba berada diatas normal, hal ini dapat disebabkan

beberapa faktor baik faktor eksternal maupun internal, untuk faktor eksternal

suhu saat dilakukan pengukuran suhu cukup panas dan matahari pun sangat

terik, sedangkan faktor internal ada kemungkinan domba sedang berada di

dalam keadaan yang kurang sehat dan stress.

12
3.2 Status Faali Manusia

Berdasarkan praktikum yang telah dilalukan, terdapat perbedaan dalam

praktikum status faali aterhadap manusia dan ternak domba yang disebabkan

karena adanyan berbedanya spesies, aktifitas, dan lingkungan. Menurut

pendapat Subronto (2003) suhu ternak domba berkisar antara 38˚C-40˚C,

sedangkan pada manusiia erkisar antara 36°C– 37˚C. Keduanya merupakan

kelompok berdarah panas. Secara teknis praktikum faali manusia hampir sama

dengan praktikum faali domba, pada praktikum kali ini objek diberi kerja fisik

yang berfungsi untuk mengetahui respon fisiolgis suhu tubuh terhadap


lingkungan. Pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer dengan cara

dimasukkan ke dalam mulut dan diapit diketiak. Pengaturan suhu tubuh erat

kaitannya dengan cairan tubuh dan metabolisme yang terdiri dari anabolisme

dan katabolisme. Anabolisme merupakan proses pembentukan senyawa-

senyawa vital dalam rangka mempertahankan kehidupan organisme dan

katabolisme merupakan proses penguraian atau pengadaan energi untuk

memenuhi kebutuhan energi dalam rangka melakukan aktifitas sehari-hari dan


tentu saja untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan yaitu berkisar

antara 36°C – 37 ˚C. Fungsi cairan tubuh adalah menjaga kondisi cairan tubuh

agar dalam keadaan konstan dan wajar hal ini disebut dengan homeostatis.

Berdasarkan data pengamatan pada saat melakukan aktifitas menunjukkan nilai

yang meningkat dari pada keadaan normal yaitu dari 36,4°C yang meningkat

menjadi 36,7°C. Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan aktifitas berlebih

(lari) yang dapat meningkatkan suhu tubuh, detak jantung dan pernafasan.

Bukan hanya itu pengaruh dari lingkungan, rangsangan tertentu ikut berperan

13
dalam pernafasan. Saat melakukan aktifitas, tubuh melakukan metabolisme

untuk memenuhi energi kemudian cairan tubuh yang terdiri dari cairan internal

dan eksternal ikut berperan dalam menyeimbangkan suhu tubuh, namun pada

waktu tertentu suhu tubuh dapat menjadi normal kembali,.

3.3 Termoregulasi dan Sirkulasi Darah Pada Katak

Pada hasil praktikum yang dilakukan, pertama-tama kita melakukan


pengukuran suhu katak tanpa perlakuan atau normal di Jatinangor. Mengukur
suhu tubuh katak tanpa perlakuan adalah dengan cara memasukan katak ke
dalam gelas ukur yang ukurnnya sesuai dengan besar katak. Letakan katak
dengan posisi kepala katak menghadap ke atas, hal ini agar memudahkan pada
saat memasukan thermometer ke dalam mulut katak. Memasukan thermometer
ke dalam mulut katak selama 3 menit. Setelah 3 menit suhu tubuh katak tanpa

perlakuan adalah 300C. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan Dukes (1995)

bahwa suhu tubuh katak sesuai pada temperature normal taitu 27-300C.
Setelah suhu tubuh katak tanpa perlakuan dicatat, maka dilanjutkan dengan
melakukan pengukuran suhu katak di Garut. Prosedur yang dilakukan sama
dengan prosedur pada saat mengukur suhu katak pada keadaan normal yaitu
dengan cara memasukan katak ke dalam gelas ukur yang ukurnya sesuai
dengan besar katak. Setelah itu letakan katak dengan posisi kepala katak
menghadap ke atas, hal ini agar memudahkan pada saat memasukan
thermometer ke dalam mulut katak. Memasukan thermometer ke dalam mulut
katak selama 3 menit. Setelah 3 menit suhu tubuh katak pada saat berada di

Garut adalah 220C.

14
Perubahan-perubahan suhu tubuh pada katak tersebut dikarenakan katak

merupakan hewan berdarah dingin atau poiokiloterm, yaitu suhu tubuh katak

akan mengikuti suhu lingkungan sekitarnya sebagi bentuk mempertahankan


diri. Kemampuan homeostatis yang baik pada masing- katak dapat ditentukan
dengan cara yang sama seperti penentuan homeostatis yang baik pada manusia.

Perbedaan suhu tubuh katak dengan suhu tubuh manusia karena perbedaan
pengelompokan golongan berdasarkan pengaruh suhu lingkungan terhadap
suhu hewan. Katak merupakan hewan berdarah panas atau golongan
poiokiloterm, sedangkan manusia merupakan hewan berdarah panas atau

homoioterm. Suhu tubuh katak akan mengikuti atau menyesuaikan dengan


perubahan suhu lingkungan sekitarnya, tetapi manusia akan mempertahankan
suhu tubuh dalam keadaan normal pada saat terjadinya perubahan suhu

lingkungan sekitar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dukes, H. H. 1995. Dukes Physiology of Domestic Animal 11th Edition. Cornell


University Press. London
Duke’s. 1995. Physiology of Domesic Animal Comsock. New York University.
Camel.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada
University, Yogyakarta.
Smith, J. B. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan,dan Penggunakaan Hewan
Percobaan di DaerahTropis. Universitas Indonesia, Jakarta.
Soeharsono, L. Adriani, E. Hernawan, K. A. Kamil, dan A. Mushawwir. 2010.
Fisiologi Ternak. Widya Padjadjaran. p: 118-120.
Susbronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) 1. Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta.

16
LAMPIRAN
Pembagian Tugas

NPM Nama Tugas

Cover, Hasil Pengamatan, Pembahasan


(Status Faali Manusia) , Daftar
200110180188 Yenti Budiarti
Pustaka, Penyusun

200110180103 Vaneza Prilliant P S Pembahasan (Termoregulasi dan


Sirkulasi Darah Pada Katak) , Daftar

Pustaka.

200110180106 Triana Gina P Pembahasan (Status Faali Domba


Sebelum Kerja Fisik) , Daftar Pustaka

200110180277 Rifqy Pembahasan (Status Faali Domba


Setelah Kerja Fisik/renang) , Daftar
Pustaka

17

Anda mungkin juga menyukai