Anda di halaman 1dari 26

TUGAS SPMI

KONSEP TATA LETAK RUANG PENYELENGGARAAN


MAKANAN PADA ASRAMA TARUNA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : AMISHA DEBBILA


NIM : PO.71.31.1.18.004
KELAS : 2 A ( DIII GIZI )

DOSEN : ROHANTA SIREGAR, MM, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN GIZI
TAHUN AKADEMIK 2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“KONSEP TATA LETAK RUANG PENYELENGGARAAN MAKANAN PADA
ASRAMA TARUNA” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas pertama semester
ke empat untuk mata kuliah SPMI. Melalui makalah ini, saya berharap agar saya dan
pembaca mampu mengenal lebih jauh mengenai hubungan Penyelenggaran Makanan pada
Asrama Taruna, baik dari tempat, petugas, sistem, susunan menu, dapur dan ruang makanan,
hygiene dan sanitasi, pola letak dapur, perencanaan dasar, sampai dengan penanganan
sampah dan limbah.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
proses penyusunan makalah ini khususnya kepada dosen SPMI, yaitu Rohanta Siregar, MM,
M.Kes. Yang bersedia membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan makalah ini.

Saya berharap agar makalah yang telah saya susun ini dapat memberikan inspirasi bagi
pembaca dan penulis yang lain. Saya juga berharap agar makalah ini menjadi acuan yang
baik dan berkualitas.

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1

 A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
 B. Tujuan Penulisan............................................................................................... 2
 C. Manfaat Penulisan......................................................................................... 2

BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................. 3

A. Penyelenggaraan Makanan.......................................................................................
B. Sifat Penyelenggaraan.............................................................................................
C. Menu........................................................................................................................
D. Input Penyelenggaraan Makanan.............................................................................
E. Higiene dan Sanitasi................................................................................................

BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................................

 A. Tempat Penyelenggaraan Makanan pada Asrama Taruna .........................4


 B. Petugas Penyelenggraan Makanan pada Asrama Taruna.............................
 C. Sistem Penyelenggraan Makanan pada Asrama Taruna..............................
 D. Susunan Menu Makanan pada Asrama Taruna...........................................
 E. Dapur dan Ruang Penyelenggaraan Makanan pada Asrama Taruna...........
 G. Higyene dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan pada Asrama Taruna....
 H. Pola Letak Dapur Penyelenggaraan Makanan pada Asrama Taruna...........
 I. Perencanaan Desain Dapur...........................................................................
 J. Penanganan Sampah dan Limbah.................................................................

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................

 A. Kesimpulan..........................................................................................................
 B. Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menu merupakan susunan hidangan makanan yang siap dikonsumsi dalam


satu kali makan dengan tujuan untuk memenuhi asupan zat gizi yang diperlukan
tubuh. Menurut Ayu (2012: 3), makanan memiliki tiga fungsi dalam tubuh yaitu
sebagai zat energi atau zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Kelompok
makanan zat tenaga terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein. Kelompok makanan
zat pembangun terdiri dari protein, vitamin dan mineral, sedangkan kelompok
makanan zat pengatur terdiri dari vitamin dan mineral. Susunan menu yang baik
merupakan hal yang mutlak bagi manusia baik lingkungan keluarga maupun diluar
keluarga.
Penyedia makanan diluar lingkungan keluarga diperlukan untuk mereka yang
mempunyai aktifitas diluar rumah dan tidak memungkinkan untuk makan bersama
dengan keluarga. Kelompok itu antara lain karyawan pabrik, pekerja diperkebunan,
orang yang sedang sakit dirumah sakit, prajurit yang sedang bertugas maupun siswa
yang sedang melaksanakan pendidikan militer di Akademi Militer. Berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 pasal 90 ayat 1,
Akademi Militer disingkat Akmil bertugas menyelenggarakan pendidikan pertama
perwira sukarela TNI Angkatan Darat tingkat akademik.
Taruna merupakan sebutan untuk mahasiswa Akademi Militer yang sedang
menempuh pendidikan pertama perwira sukarela TNI 2 Angkatan Darat tingkat
akademik. Jadwal kegiatan dalam menempuh pendidikan dasar bermacam-macam
wajib diikuti oleh semua taruna Akademi Militer. Kegiatan sehari-hari taruna yang
dimulai dari pukul 04.00 sampai pukul 22.00 meliputi dari ibadah, olahraga (senam
Yongmodo, lari kartu 3300 km), apel pagi, upacara, latihan PBB, kuliah teori, kuliah
praktek, kuliah lapangan, apel siang, binaan fisik (push up 40x, sit up 40x, pull up
13x), pengasuhan, lokananta dan kegiatan lain yang memerlukan energi.
Menurut data dari Resimen Taruna Akademi Militer tahun ajaran 2013/2014,
Akademi Militer mendidik 686 taruna, dengan rincian 215 sersan taruna(taruna
tingkat dua), 223 sermadatar (taruna tinggkat tiga), dan 248 sermatutar (taruna tingkat
empat). Kegiatan harian yang sangat padat membutuhkan asupan makanan yang padat
gizi agar mampu memenuhi aktifitas fisik.
Pemenuhan asupan makanan padat gizi di Akademi Militer diatur oleh Perwira
Urusan Gizi. Menu yang disajikan untuk taruna Akademi Militer adalah menu yang
bersifat non komersial. Menu yang disajikan bersifat non komersial karena
penyelenggara menyajikan makanan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan dan
dana yang disediakan berasal dari Mabes TNI AD. Akademi Militer menyediakan
asupan makanan untuk taruna ditangani oleh eselon pelayanan detasemen markas.
Penyusunan menu dilakukan oleh perwira urusan gizi dan diketahui oleh
Perwira Seksi Manage beserta kepala kesehatan, kemudian disahkan oleh Komandan
Detasemen Markas. Penyusunan menu dilakukan dengan cara yang tepat dan disesuai
dengan peraturan melalui Juknis Danjen Akabri nomor : Juknis/09/VII/1981 tanggal
22 Juli 1981 tentang pemeriksaan dan 3 pengawasan makanan taruna Akabri yang
bertujuan untuk memperoleh susunan menu yang seimbang.
Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam
jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna
pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan
dan perkembangan (Sunita Almatsier, 2001: 285). Rangkaian susunan menu untuk
taruna Akademi Militer terdiri dari menu makan pagi, tambahan pagi, makan siang,
tambahan siang, makan malam, dan tambahan malam. Menu makan terdiri dari nasi
putih, dua macam lauk, sayur dan teh manis, sedangkan tambahan berupa roti dan
susu. Siklus menu makan untuk taruna Akademi Militer dibuat untuk satu bulan.
Perincian menunya adalah untuk tiga kali makan dan tiga kali selingan. Hal ini belum
diketahui variasi menu sudah efektif atau belum.
Hidangan yang disajikan terdiri dari 17 macam hidangan sayuran, 9 macam
hidangan ayam, 4 macam hidangan daging sapi, 2 macam hidangan telur, dan
hidangan ikan bawal, lele, bandeng dengan metode pengolahan hanya digoreng dan
disiram dengan bumbu. Porsi makan taruna disediakan prasmanan setiap meja. Satu
meja terdiri dari tujuh dan sembilan taruna. Dalam penyajian makan dimeja, mangkok
sayur dan termos nasi yang digunakan untuk menyajikan makan berukuran sama.
erdasarkan observasi awal yang dilakukan, ditemukan ketidak bakuan dalam
pemorsian sayur dan nasi, karena dalam satu meja makan terdapat kursi tujuh dan
sembilan, sedangkan nasi dan sayur disajikan dalam jumlah yang sama. Hal ini
memungkinkan bahwa porsi menu yang disajikan ada yang berlebihan, ada pula yang
kurang. Lauk-pauk dan buah 4 sudah lebih efektif penyajiannya karena masing-
masing disajikan sesuai dengan jumlah kursi yang ada dalam setiap meja. Akademi
Militer memiliki sistem dalam variasi menu dalam menyusun menu. Namun selera
menu yang disajikan belum diketahui tingkat kesukaannya oleh taruna sehingga perlu
dilakukan penelitian. Variasi menu penting dilakukan karena untuk mengetahui menu
yang disajikan tersebut merupakan menu mayoritas selera taruna atau tidak.
Setiap orang mempunyai kesukaan atau selera terhadap makanan yang lebih
digemari daripada makanan lainnya. Anak-anak pada umumnya meniru selera ayah,
ibu, atau anggota keluarga lainnya. Sementara itu, para remaja biasanya lebih
menyukai makanan yang sedang nge-trend dalam kelompoknya (Marwanti, 2000: 30).
Dalam hal ini taruna merupakan kumpulan mahasiswa yang bisa diprediksi
bahwa mereka memiliki kesukaan pada makanan yang sejenis. Berdasarkan
pengamatan awal selama praktek industri yang dilakukan, taruna kurang menyukai
menu lauk pauk makan malam karena kurang bervariasi. Menurut Sunita Almatsier
(2001: 3), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.
Taruna Akademi Militer memiliki status gizi dalam kategori baik. Pada tahap
seleksi masuk Akademi militer, calon taruna harus memenuhi beberapa kriteria yang
harus dipenuhi seperti tinggi badan, berat badan, tes kesehatan secara keseluruhan
serta tes kecerdasan, hal ini menunjukkan bahwa calon taruna yang diterima
merupakan taruna yang memiliki status gizi baik. Status gizi baik dan aktifitas taruna
yang sama dan terjadwal merupakan hal yang dapat mempermudah 5 dalam
menghitung kebutuhan gizi taruna.
Munurut Sunita Almatsier (2001: 296), angka kebutuhan gizi adalah
banyaknya zat-zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan
status gizi adekuat. Kebutuhan gizi berfungsi untuk menghitung kebutuhan asupan
makanan yang akan disajikan yang diwujudkan dalam susunan menu yang disajikan.
Dengan mengetahui kebutuhan gizi maka akan diperoleh makanan yang disajikan
sesuai dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh. Zat gizi (Nutrients) adalah
ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan
energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses
kehidupan (Sunita Almatsier, 2001: 3).
Penyelenggaraan makanan adalah kegiatan penyediaan makanan dalam jumlah
besar dimulai dari proses perencanaan menu hingga pendistribusian makanan kepada
konsumen, bertujuan untuk memenuhi tingkat kepuasaan konsumen terhadap
makanan yang disediakan sehingga tercapai status kesehatan yang optimal
(Departemen Kesehatan, 2003, Moehyi, 1992, Palacio dan Theis, 2009).
Salah satu jenis penyelenggaraan makanan adalah penyelenggaraan makanan
institusi, bertujuan untuk membuat warganya dapat mencapai status kesehatan yang
optimal melalui pemberian makanan. Prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan makanan
institusi harus ditaati, seperti menyediakan makanan yang sesuai dengan macam dan
jumlah zat gizi yang diperlukan warga, cita rasa yang tinggi, memenuhi syarat
hygiene dan sanitasi. Penyelenggaraan makanan institusi dapat menjadi sarana untuk
meningkatkan keadaan gizi warganya (Mukriedkk, 1990 dan Setyowati, 2008).
Penyelenggaraan makanan institusi terdiri atas dua macam, yaitu
penyelenggaran makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat
komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pelayanan
(bersifat non komersial). Penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial
contohnya adalah restoran, bar, cafetaria, dan catering. Sedangkan penyelenggaraan
makanan yang bersifat non komersial biasanya terdapat dalam suatu tempat seperti
asrama, rumah sakit, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, dan sekolah (Moehyi,
1992).
Penyelenggaraan makanan institusi asrama merupakan penyelenggaraan
makanan yang melayani konsumen dengan berbagai golongan umur ataupun
kelompok usia tertentu. Pada umumnya, 1 2 penyelenggaraan makanan asrama, sudah
mempunyai standar gizi yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia.
Frekuensi makan asrama biasanya 2 sampai 3 kali sehari dengan atau tanpa makanan
selingan (Mukrie, 1990).
Penyelenggaraan makanan asrama taruna suatu lembaga pemerintah, yang
menyediakan pelayanan makanan secara kontinyu bagi penghuni asrama. Taruna
harus memenuhi tingkat kesehatan tertentu agar bisa mengikuti semua kegiatan
pembelajaran taruna pelayaran yang tergolong tinggi dalam hal kegiatan fisik. Tingkat
kesehatan tersebut diharapkan dapat dicapai salah satunya melalui pencapaian status
gizi yang baik. Status gizi yang baik diharapkan dapat diwujudkan dengan pemberian
diet makanan yang berkualitas yang diselenggarakan oleh asrama. Tingkat kesehatan
seseorang dapat digunakan untuk menentukan status gizi seseorang. Status gizi
seseorang dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi setiap hari. Dalam hal ini,
tentunya status gizi taruna yang tinggal di asrama dipengaruhi oleh makanan yang
disediakan di asrama tersebut.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum Mengetahui hubungan daya terima makanan di asrama taruna.


2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan daya terima taruna terhadap menu makanan di asrama
b. Mendeskripsikan asupan energi dan protein dari makanan asrama
c. Menganalisis peranan asupan makanan asrama dalam mencapai AKG
taruna asrama
d. Menganalisis hubungan tingkat penerimaan makanan asrama dengan tingkat
pencapaian AKG taruna asrama.

C. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi institusi dapat dijadikan masukan kepada Politeknik Ilmu Pelayaran untuk
mutu pelayanan gizi terkait dengan penyelenggaraan makanan yang ada di asrama
2. Bagi responden dapat dijadikan sarana pendidikan gizi bagi responden
3. Bagi masyarakat Sebagai sarana pendidikan gizi bagi masyarakat, melalui
publikasi yang dilakukan
4. Bagi peneliti sebagai pengalaman belajar tentang penyelenggaraan makanan
institusi asrama.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan berasal dari kata dasar “selengara” yang artinya “


menyelenggarakan, mengurus,dan mengusahakan sesuatu, seperti: memelihara, merawat ”.
(Ali, 1990:403). Jika dikaitkan dengan makanan, maka penyelenggaraan makanan pada
hakikatnya merupakan kegiatan mengurus dan mengusahakan masalah makanan, atau proses
pengolahan makanan pada satu jenis kegiatan tertentu.

Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan adalah suatu proses menyediakan


makanan dalam jumlah besar dengan alasan tertentu. Sedangkan Depkes (2003) menjelaskan
bahwa penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu
sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaiana status
yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui
pemberian makan yang tepat (Rahmawati, 2011). Sebelum makanan dikonsumsi melalui
berbagai tahapan, mulai dari perencanaan menu atau bahan yang akan dibeli sesuai
kebutuhan, pengadaan bahan makanan melalui pembelian atau menanam sendiri, pengolahan
sesuai kebutuhan ataupun selera. Dengan demikian, agar makanan yang dikonsumsi dapat
berkualitas baik dari segi proses maupun hasil pengolahannya maka perlu diselenggarakan
secara baik. Dengan penyelenggaraan makanan yang baik diharapkan akan menghasilkan
makanan yang baik kualitasnya, enak rasanya, penghidangan yang produksi yang murah. Hal
ini berarti bahwa dalam penyenggaraan makanan, selain memperhatikan aspek kualitas
makanan juga diperhatikan aspek biaya operasionalnya.

Penyelenggaraan Makanan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang


pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat indonesia dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional (UU No. 7 Tahun 1996
Tentang : Pangan). Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan dan minuman (UU No. 7 Tahun 1996: Pasal 1). Makanan adalah bahan
selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsurunsur/ikatan kimia yang dapat
diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan oleh tubuh, yang berguna
bila dimasukkan dalam tubuh (Sunita Almatsier, 2002: 3).

Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Oleh karena itu,
penyelenggaraan makanan merupakan suatu keharusan, baik dilingkungan keluarga maupun
diluar lingkungan keluarga. Penyelenggaraan makanan dilingkungan keluarga diperlukan
oleh sekelompok konsumen karena berbagai hal tidak dapat makan bersama dengan keluarga
dirumah. Mereka itu dapat terdiri dari para karyawan pabrik atau perusahaan, pekerja
perkebunan, para prajurit, orang sakit, penghuni asrama atau panti asuhan, narapidana, dan
sebagainya. Mereka ini memerlukan pelayanan makanan diluar rumah yang diselenggarakan
secara khusus untuk mereka. Penyelenggaraan makanan bagi sekelompok konsumen yang
bukan merupakan satu keluarga, tetapi merupakan satu kesatuan yang dikenal dengan istilah
penyelenggaraan makanan kelompok (Sjahmien Moehyi, 1992:3).

Penyelenggaraan makanan kelompok dapat dibedakan beberapa hal, antara lain


sebagai berikut: a. Waktu penyelenggaraan Menurut Sjahmien Moehyi (1992: 4), Waktu
penyelenggaraan makanan kelompok dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Penyelenggaraan
untuk satu kali makan, baik berupa makanan lengkap atau hanya berupa makanan kecil
(snack food). Termasuk dalam jenis makanan untuk pesta atau jamuan makan atau snack
pada acara tertentu. 2) Penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka waktu tidak
terbatas. Pada penyelenggaraan makanan seperti ini makanan disediakan umumnya adalah
makanan lengkap, baik untuk satu kali makan atau lebih setiap hari, misalnya
penyelenggaraan makanan untuk asrama, panti asuhan, atau rumah sakit, lembaga
permasyarakatan, pusat industri, dan kampus mahasiswa. 3) Penyelenggaraan makanan dalam
keadaan darurat. Penyediaan makanan dilakukan untuk jangka waktu tertentu berupa
makanan lengkap, yang diperuntukkan bagi para pengungsi korban bencana alam, korban
kebakaran, atau korban bencana lain yang melibatkan orang dalam jumlah yang cukup
banyak.

B. Sifat penyelenggaraan

Sifat penyelenggaraan makanan kelompok dapat dibedakan sebagai berikut : 1)


Komersial, meliputi dari restoran, rumah makan, dan sebagainya. 2) Sosial, terdiri atas panti
asuhan, panti jompo, dan rumah sakit. 3) Semi komersial, terdiri dari asrama, kantin suatu
industri (Marwanti, 2000: 24). Penyelenggaraan makanan di Akademi Militer merupakan
penyelenggaraan makanan yang bersifat semi komersial karena diselenggarakan berdasarkan
jumlah keuangan yang tersedia. c. Tempat penyelenggaraan Menurut Sjahmien Moehyi
(1992: 5), Penyelenggaraan makanan kelompok dapat dibedakan berdasarkan tempat
memasak dan menyajikan makanan seperti berikut : 1) Jasa boga (catering) adalah jenis
penyelenggaraan makanan yang tempat memasak makanan nberbeda dengan tempat
menghidangkan makanan. Bentuk penyelenggaraan makanan seperti biasanya bersifat
komersial. Makanan jadi diangkut ke tempat lain untuk dihidangkan, misalnya ke tempat
penyelenggaraan pesta, jamuan makan, rapat, pertemuan, kantin atau kafetaria pada pusat
industri. Jasa boga yang melayani keluarga biasanya mengantarkan makanan dengan
menggunakan rantang yang lebih dikenal dengan sebutan makanan rantang. 2) Makanan
institusi (institusional food service) adalah bentuk penyelenggaraan makanan yang tempat
memasak dan menyajikan makanan berada disuatu tempat. Jenis penyelenggaraan makanan
ini biasanya bersifat non komersial, 13 seperti asrama, rumah sakit, panti asuhan, dan
lembaga pemasyarakatan. Karena asrama, panti asuhan dan lembaga pemasyarakatan itu
disebut institusi, maka penyelenggaraan makanan ditempat itu disebut penyelenggaraan
makanan institusi. Dengan demikian, penyelenggaraan makanan institusi dapat diartikan
sebagai penyelenggaraan makanan yang bersifat nonkomersial yang dilakukan di berbagai
institusi, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh badan swasta, atau yayasan sosial.
Penyelenggaraan makanan institusi memperlihatkan ciri-ciri berikut : a) Penyelenggaraan
makanan dilakukan oleh institusi itu sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
b) Dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan jumlahnya
sehingga penyelenggaraan makanan harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang
tersedia. c) Makanan diolah dan dimasak didapur yang berada dilingkungan tempat institusi
itu berada. d) Hidangan makanan yang disajikan diatur dengan menggunakan menu induk
(master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluh hari. e) Hidangan makanan yang
disajikan tidak banyak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan dilingkungan keluarga.

Tempat penyelenggaraan makan untuk taruna di Akademi Militer termasuk dalam


kelompok makanan institusi (institusion food service). Perencanaan sampai penyajian
makanan dilakukan didalam Akademi Militer. Penyelenggaraan makan untuk taruna di
Akademi Militer adalah penyelenggaraan makanan yang dilakukan secara tetap untuk jangka
waktu 14 tidak terbatas. Penyelenggaraan bersifat nonkomersial dengan tujuan tidak untuk
mencari keuntungan. Dana yang diperlukan sudah ditetapkan jumlahnya sehingga
pelaksanaannya harus menyesuaikan dengan dana yang tersedia.

Hidangan yang disajikan untuk taruna di Akademi Militer diatur dengan


menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus satu bulan dengan jumlah hari sesuai
tanggal pada bulan tersebut. Tempat penyelenggaraan makan termasuk dalam kelompok
makanan institusi (institusion food service) karena tempat memasak dan menyajikan
makanan berada disuatu tempat didalam Akademi Militer. Dalam penyelenggaraan makanan
memerlukan strategi dalam pelaksanaannya. Strategi penyelenggaraan makanan harus
mencakup pemikiran yang mendasar antara lain sebagai berikut : 1) Bentuk atau macam
pelayanan makanan yang akan diselenggarakan Apa bentuk pelayanan makanan yang akan
diselenggarakan haruslah didasarkan atas hasil penelaahan yang cermat. Apakah
penyelenggaraan makanan disuatu institusi akan dilakukan dalam bentuk kantin, kafetaria,
atau bentuk pelayanan lain keputusannya harus didasarkan atas perhitungan yang cermat atas
tersedianya tenaga, dana, peralatan, dan sebagainya.

Penyelenggaraan makanan institusi, baik dalam bentuk kantin maupun kafetaria,


dapat dilakukan melalui cara berikut: a) Institusi menyiapkan dan memasak sendiri makanan
yang diperlukan dan sekaligus melayani distribusi makanan ke konsumen. dengan cara ini
institusi menyiapkan seluruh fasilitas yang diperlukan, seperti ruangan untuk mengolah dan
memasak makanan, peralatan untuk menyajikan makanan, 15 tenaga pelaksanaan dan biaya
yang diperlukan. Cara ini biasanya diterapkan dalam penyelenggaraan makanan dirumah
sakit, panti asuhan , lembaga pemasyarakatan, dan institusi lain. b) Institusi tidak menyiapkan
dan tidak memasak sendiri makanan yang diperlukan, tetapi menyerahkannya kepada usaha
jasa boga untuk memasok makanan yang diperlukan. Institusi ini hanya menyediakan fasilitas
berupa ruangan penyajian makanan, peralatan makanan, tenaga untuk menyajikan makanan.
Biasanya cara ini diterapkan dalam penyelenggaraan makanan pada pusat-pusat industri,
sekolah-sekolah dan institusi lainnya. c) Institusi tidak menyiapakan dan tidak memasak
makanan yang diperlukan dan tidak pula menyelenggarakan penyajian makanan kepada
konsumen.

Fasilitas yang disediakan oleh institusi hanya ruangan-ruangan, sedangkan


perlengkapan lain serta tenaga pelaksana diserahkan kepada usaha jasa boga dari luar institusi
itu. 2) Penetapan tata cara pengelolaan penyelenggaraan makanan Pada penyelenggaraan
makanan dirumah tangga atau pada penyelenggaraan makanan di institusi atau jasa boga
berskala kecil, penyelenggaraan mungkin dapat dilakukan oleh satu atau dua orang saja
sehingga tidak memerlukan pengaturan. Menyusun menu, menentukan bahan-bahan yang
diperlukan, mengadakan bahan, menyiapkan bahan untuk dimasak, memasak, dan
menghidangkan makanan masih dapat dilakukan dengan mudah oleh satu atau dua orang.
Akan tetapi, pada penyelenggaraan makanan berskala besar, baik penyelenggaraan makanan
institusi nonkomersial maupun 16 penyelenggaraan makanan komersial, yang melibatkan
banyak tenaga dan masukan (input) akan diperlukan pengaturan yang cermat.

C. Menu

Menu adalah susunan hidangan yang dihidangkan dalam satu waktu makan
(Marwanti, 2000:13). Menu adalah susunan makanan yang dimakan oleh seseorang untuk
sekali makan atau untuk sehari (Sunita Almatsier, 2001:285). Menurut Rizqie Auliana (1999:
63), menu berarti susunan makanan atau hidangan yang disantap oleh seseorang atau
sekelompok orang setiap kali makan. Kata menu berarti „hidangan makanan yang disajikan
dalam suatu acara makna, baik makan sian maupun makan malam (Sjahmien Moehyi, 1992:
51). Susunan hidangan yang disajikan harus mengandung asupan zat gizi yang diperlukan
tubuh, sehingga tubuh mampu melakukan aktivitas. Cara untuk memperoleh asupan zat gizi
yang diperlukan tubuh diperlukan suatu perencanaan menu seimbang.

Menurut Rizqie Auliana (1999: 63), menu seimbang ialah menu yang disusun
menggunakan semua golongan makanan dan penggantinya sehingga susunan makanan
tersebut lengkap dan memenuhi kebutuhan akan semua zat-zat gizi untuk mencapai kesehatan
yang optimal. Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam
jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna
pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan
perkembangan (Sunita Almatsier, 2001:285). Menu seimbang ialah susunan hidangan
makanan yang disajikan sesuai dengan 17 kebutuhan gizi meliputi karbohidrat, lemak,
protein, mineral, vitamin yang dibutuhkan konsumen.

Dalam penyelenggaraan makanan institusi, menu dapat disusun untuk jangka waktu
yang cukup lama, misalnya untuk selama tujuh hari atau sepuluh hari. Menu yang disusun
seperti ini disebut menu induk (master menu). Menu induk digunakan sebagai patokan dalam
penyelenggaraan makanan. Menu makanan indonesia umumnya tidak serumit menu makanan
eropa. Menu yang dianggap lazim disemua daerah di indonesia umumnya terdiri dari susunan
hidangan sebagai berikut : 1) Hidangan makanan pokok yang umumnya terdiri dari nasi.
Berbagai variasi masakan nasi sering juga digunakan seperti nasi uduk, nasi minyak, nasi
kuning, dan nasi tim. Disebut makanan pokok karena dari makanan inilah tubuh memperoleh
sebagian besar zat gizi yang diperlukan tubuh. 2) Hidangan lauk-pauk, yaitu masakan yang
terbuat dari bahan makanan hewani yang berupa daging sapi,kerbau, atau unggas seperti
ayam, burung dara, dan bebek. Selain itu, bahan makanan hewani dapat juga berupa ikan,
udang, kepiting, atau berbagai jenis hasil laut lainnya. Lauk-pauk nabati biasanya berupa
lauk-pauk yang terbuat dari kacang-kacangan atau hasil olahannya seperti tempe dan tahu.
Bahan-bahan makanan itu dimasak dengan berbagai cara, seperti masakan berkuah, masakan
tanpa kuah, dipanggang, dibakar, digoreng, atau jenis masakan lainnya. 3) Hidangan berupa
sayur-mayur. Biasanya hidangan ini berupa masakan berkuah karena berfungsi sebagai
pembasah nasi agar mudah ditelan. 18 Hidangan sayur-mayur dapat lebih dari satu macam
masakan yang biasanya terdiri dari gabungan masakan berkuah dan tidak berkuah. 4)
Hidangan yang terdiri dari buah-buahan, baik dalam bentuk buah-buahan segar atau buah-
buahan yang sudah diolah seperti setup atau sari buah. Hidangan ini berfungsi sebagai
penghilang rasa yang kurang sedap sehabis makan sehingga diberi nama pencuci mulut.
Penyusunan menu dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga memiliki faktor-
faktor yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut : 1) Kebutuhan gizi penerima makanan
2) Kebiasaan makan penerima 3) Makanan yang harus bervariasi 4) Biaya yang tersedia 5)
Iklim dan musim 6) Peralatan untuk mengolah makanan 7) Ketentuan-ketentuan lain yang
berlaku pada institusi (Sjahmien Moehyi, 1992: 52-53).

Selain beberapa hal diatas, dalam penyusunan menu juga memiliki dasar-dasar yang
harus dipertimbangkan sebagai berikut : 1) Tujuan penyusunan menu dibedakan menjadi
menu untuk sehari-hari dan menu untuk kesempatan khusus. 2) Anggaran atau dana yang
tersedia. 3) Kebutuhan gizi. 19 4) Sasaran penyajian yang meliputi jumlah yang akan makan,
umur, selera makan, larangan agama, tradisi daerah, jenis pekerjaan, jenis kelamin, dan
keadaan seseorang. 5) Variasi menu yang meliputi rasa, rupa, bentuk, konsistensi, bahan
makanan, dan teknik olah. 6) Waktu makan meliputi makan pagi, siang, atau malam. 7)
Bahan makanan yang sedang musim. 8) Orang yang memasak. 9) Alat yeng tersedia, alat
masak maupun alat hidang(Marwanti, 2000: 29). Perencanaan menu berarti merencanakan :
1) Makanan apa yang akan disajikan. 2) Berapa banyak makanan yang harus di sediakan. 3)
Bahan makanan apa saja dan berapa banyak bahan makanan itu diperlukan. 4) Bagaimana
memasak makanan itu, apakah diperlukan peralatan khusus atau cara penanganan khusus. 5)
Bagaimana menyajikan makanan itu kepada konsumen (Sjahmien Moehyi, 1992: 44-45).
Berdasarkan beberapa pendapat dari beberapa penulis diatas, dapat diperoleh kesimpulan
bahwa penyusunan menu dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut,
antara lain: 1) Kebutuhan gizi penerima makanan Kebutuhan energi dapat diartikan sebagai
tingkat asupan energi yang dapat dimetabolisasi dari makanan yang akan menyeimbangkan
keluaran 20 energi, ditambah dengan kebutuhan tambahan untuk pertumbuhan (Arisman,
2007:159). Makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi penerima
makanan tersebut. Kebutuhan gizi dapat diketahui dengan cara analisis data berupa jumlah
calon konsumen, umur, jenis kelamin, aktivitas, status kesehatan.

Menurut Rizqie Auliana (1999: 64), analisis data bertujuan mengungkap informasi
mengenai kecukupan gizi konsumen terhadap energi, lemak, protein,vitamin dan mineral.
Selanjutnya kebutuhan zat gizi diterjemahkan dalam bentuk bahan makanan yang didasarkan
dari DKBM (Daftar Kebutuhan Bahan Makanan). Penentuan kebutuhan energi, perlu
memperhatikan kegiatan fisik yang dilakukan. Kebutuhan BMR akan berbeda dengan
kebutuhan kegiatan fisik seperti berlari, oleh karenanya, penting untuk menghitung derajat
kegiatan fisik. Selain menentukan kebutuhan energi satu hari seseorang perlu juga
mengetahui aktivitas fisik orang tersebut. Hal ini karena setiap aktifitas fisik memerlukan
energi untuk bergerak. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan
lamanya aktifitas fisik.

Perencanaan anggaran belanja adalah serangkaian kegiatan penyusunan biaya yang


diperlukan untuk mengadakan bahan makanan. Perencanaan atau penyusunan anggaran harus
mengetahui perubahan-perubahan harga yang terjadi dipasar. Perhitungan anggaran ini harus
ditetapkan dengan tegas biaya yang termasuk dalam pelaksanaan penyediaan makanan dan
informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan akutansi penyelenggaraan
makanan (Direktorat Bina Gizi Makanan, 23: 1991). Tujuan dari percanaan anggaran belanja
makanan adalah tersedianya usulan belanja makanan yang cukup untuk bahan makanan
sesuai dengan ketentuan standar gizi. Langkah-langkah perencanaan anggaran belanja
makanan: a) Mengumpulkan data tentang macam dan jumlah konsumen tahun sebelumnya b)
Menetapkan macam dan jumlah konsumen c) Mengumpulkan harga bahan makanan dari
beberapa pasar dengan melakukan survai pasar, kemudian tentukan harga rata-rata bahan
makanan. d) Membuat standar kecukupan gizi kedalam berat kotor. e) Menghitung indek
harga makanan setahun untuk masing-masing konsumen (termasuk pegawai). 23 f) Dari hasil
perhitungan anggaran di laporkan kepada pengambilan keputusan (sesuai dengan struktur
organisasi masing-masing) untuk meminta perbaikan. g) Perencanaan anggaran diusulkan
secara resmi melalui jalur administratif. (Depkes, 16: 2003). Untuk mendapatkan makanan
yang sesuai dengan kebutuhan badan, faktor keuangan memegang peranan penting
(Marwanti, 2000: 30).

Biaya yang tersedia untuk menyelenggarakan makanan harus diperhitungan dalam


penyusunan menu. Pada penyelenggaraan makanan institusi, biasanya sudah ditetapkan
biayanya dalam anggaran biaya tahunan. 3) Ketentuan institusi Masing-masing institusi
biasanya mempunyai ketentuan-ketentuan atau peraturan tersendiri, misalnya dalam hal
penggunaan biaya(Sjahmien Moehyi, 1992:53). 4) Tenaga kerja Penyelenggaraan makan
memerlukan tenaga kerja yang mamapu bekerja untuk menyelenggarakan rencana yang telah
disusun, adanya tenaga kerja yang sesuai kemampuan dalam bidang tersebut, dapat
mendukung jalannya rencana sehingga target yang telah ditetapkan mampu dicapai. Jenis
tenaga kerja yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan, baik komersial maupun
nonkomersial, pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok tenaga kerja, yaitu : 24 a)
Kelompok Tenaga Pengelola Tenaga-tenaga pengelola kegiatan penyelenggaraan makanan
bertanggung jawab atas perencanaan, pengawasan, dan pengendalian. Kelompok tenaga ini
bertanggung jawab dalam penyusunan menu, standardisasi kualitas, dan cita rasa makanan
yang dihasilkan, serta efisiensi penggunaan dana dan daya yang tersedia sehingga biaya
penyelenggaraan dapat ditekan serenda mungkin tanpa mengurangi mutu dan citarasa
makanan.
Instalasi gizi rumah sakit biasanya dipimpin oleh seorang ahli gizi tingkat Sarjana
Muda. Institusi luar rumah sakit yang menyelenggarakan pemberian makanan seperti panti
asuhan, lembaga pemasyarakatan, asrama, atau kantin mahasiswa yang melayani lebih dari
50 orang sebaiknya dikelola oleh seorang Ahli Gizi tingkat Sarjana Muda (Sjahmien Moehyi,
1992:42-42). b) Kelompok Tenaga Pelaksana Kelompok tenaga pelaksana dalam
penyelenggaraan makanan adalah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan produksi
makanan dan distribusi makanan kepada konsumen. Jenis tenaga dalam kelompok ini adalah
mereka yang mempunyai keahlian dalam kegiatan masak-memasak (boga), selain telah
mengikuti pendidikan formal dalam kebogaan juga cukup menpunyai pengalaman dalam
masak-memasak untuk kelompok (Sjahmien Moehyi, 1992:43). c) Kelompok Tenaga
Pembantu Pelaksana Kelompok tenaga pembantu pelaksana penyelenggaraan makanan
adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan makanan, tetapi 25 tidak
mempunyai tanggungjawab khusus. Umumnya mereka hanya membantu tenaga pelaksana
untuk menyelesaikan tugasnya, seperti membersihkan bahan makanan, memotong, mengiris,
atau membantu pekerjaan memasak lainnya, termasuk membersihkan peralatan (Sjahmien
Moehyi, 1992:43). 5) Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
tentunya sangat akan membantu penyelenggaraan makanan di Akademi Militer. Penggunaan
sarana dan prasarana harus diusahakan dapat memberikan kemudahan pada pelaksanaan
proses pengolahan secara optimal.

Guna mendukung tercapainya tujuan penyelenggaraan makanan di Akademi Militer


diharapkan pihak penyelenggara mampu memenuhi sarana dan prasarana penunjang kegiatan
pengolahan makanan untuk kelangsungan proses penyelenggaraan makanan diperlukan
sarana yang lengkap dan tepat untuk tercapainya tujuan, karena sarana penyelenggaraan
makanan merupakan sarana penunjang bagi proses pengolahan makanan. Sarana atau fasilitas
merupakan segala sesuatau berupa bahan atau alat yang mempunyai peran untuk
memudahkan dan memperlancar proses penyelenggaraan makanan. Sarana dan prasarana
penyelenggaraan makanan berupa tempat pengolahan (dapur), peralatan pengolahan (Dinas.
P & K. 2005: 6). Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek,dsb) (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2002:893). Sedangkan sarana adalah segala sesuatu (dapat berupa syarat atau
upaya) yang dapat 26 dipakai sebagai alat atau media dalam mencapai maksud atau tujuan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 999). Menurut Moenir, (2000: 120), sarana dan
prasarana dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain sebagai berikut: a) peralatan kerja,
yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagai alat produksi untuk menghasilakn
barang atau berfungsi memproses suatu barang yang berlainanfungsi dan gunanya. b)
Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagia alat pembantu tidak
langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkitkan dan menambah kenyamanan
dalam pekerjaan. c) Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi
membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan. Jenis masakan tertentu yang memerlukan
peralatan khusus untuk memasaknya sebaiknya tidak disediakan jika institusi itu tidak
memiliki peralatan tersebut.
Demikian juga masakan-masakan yang memerlukan penanganan khusus dan
memakan waktu hendaknya dihindarkan (Sjahmien Moehyi, 1992:53). Selain peralatan,
dapur merupakan sarana yang mendukung proses penyelenggaraan makanan dalam suatu
industri baik komersil maupun non komersil. Dapur adalah suatu runagan atau tempat khusus
yang memiliki perlengkapan dan peralatan untuk mengolah makanan hingga siap untuk
disajikan.

D. Input Penyelenggaraan Makanan

Tenaga Kerja Menurut Moehyi (1992) jenis tenaga kerja yang diperlukan dalam
penyelenggaraan makanan baik komersial maupun non komersial pada umumnya dapat
dibagi menjadi tiga kelompok tenaga kerja yaitu:
1. Kelompok tenaga pengelola
Kelompok tenaga ini bertanggung jawab dalam penyusunan menu, standardisasi kualitas,
dan cita rasa makanan yang dihasilkan, serta efisiensi penggunaan dana dan daya
yang tersedia sehingga biaya penyelenggaraan makanan dapat ditekan serendah
mungkin tanpa mengurangi mutu dan cita rasa makanan.
2. Kelompok tenaga pelaksana
Kelompok ini bertanggung jawab dalam pelaksanaan produksi makanan dan distribusi
makanan kepada konsumen. Jenis tenaga dalam kelompok ini adalah mereka yang yang
mempunyai keahlian dalam kegiatan masak-memasak (boga), selain telah mengikuti
pendidikan formal dalam kebogaan juga cukup mempunyai pengalaman dalam masak-
memasak untuk kelompok.
3. Kelompok tenaga pebantu pelaksana
Kelompok tenaga pembantu pelaksana penyelenggaraan makanan adalah mereka yang
terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan makanan tetapi tidak mempunyai tanggung jawab
khusus. Umumnya mereka hanya membantu tenaga pelaksana untuk menyelesaikan
tugasnya seperti membersihkan bahan makanan, memotong, mengiris, atau membantu
pekerjaan memasak lainnya termasuk membersihkan peralatan. Penyelenggaraan makanan
(gizi kuliner) masal perlu dikelola oleh suatu organisasi yang dipimpin atau dikepalai
oleh seorang ahli atau orang yang berpengalaman dalam bidang penyelenggaraan
makanan. Penyelenggaraan gizi kuliner dalam jumlah banyak seperti rumah sakit, hotel,
asrama, dan sejenisnya perlu ada organisasi pengelola yang terdiri atas ketua, pengurus,
dan anggota. Ketua atau pimpinan mempunyai pengethuan manajemen penyelenggaraan
makanan yang meliputi pengetahuan gizi dasar, pengetahuan tentang pengadaan bahan
pangan termasuk penyimpanan, pengolahan, penghidangan, evaluasi, dan pelaporan
(Tarwotjo 1998).

E. Anggaran Dana
Biaya yang tersedia untuk penyelenggaraan makanan harus diperhitungkan dengan
baik. Pada penyelenggaraan makanan institusi biasanya telah ditetapkan biayanya dalam
anggaran biaya tahunan. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah anggaran yang
tersedia (Moehyi 1992). Pemberian makanan di kantin perusahaan sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan kupon-kupon makan yang didapat oleh karyawan sebagai bagian
dari upah atau gaji karyawan. Pembayaran dengan uang tunai sedapat mungkin dihindari
karena ada saat-saat dimana mereka tidak mempunyai uang atau tidak mampu membeli
dalam arti yang tidak mencukupi kebutuhannya (Yuliati dan Santoso 1995).
Menurut Depkes (1991a) dana untuk mengelola makanan tenaga kerja dapat
bersumber dari:
1.Dana sepenuhnya diusahakan oleh pihak perusahaan.
2.Dana dikelola oleh kerjasama pihak perusahaan dan tenaga kerja.
3.Pekerja sepenuhnya dengan fasilita asarana dan peralatan dari perusahaan.
4. Dana dikelola oleh pekerja dengan subsidi perusahaan. Sarana Fisik dan Peralatan
Tempat penyelenggaraan makanan gizi kuliner adalah suatu ruangan yang digunakan
untuk menjalankan semua kegiatan yang berkaitan dengan gizi
kuliner. Kegiatannya dimulai dari perencanaan sampai distribusi atau menghidangkan
makanan yang telah dimasak (Tarwotjo 1998). Penyediaan makanan bagi masyarakat
pekerja mempunyai beberapa alternatif bagi perusahaan untuk menetapkan prosedur dalam
pengadaan sarana fisik dan peralatan penyelenggaraan makanan:
1. Perusahaan menyediakan sarana fisik dan peralatan dalam pengolahan makanan seperti
dapur, peralatan dan perlengkapannya, dan ruang makan.
2.Perusahaan menyediakan ruang distribusi makanan, ruang makan, dan fasilitasnya.
Sebelum menetapkan sarana fisik, peralatan, dan perlengkapan dalam pengolahan makanan
terlebih dahulu perusahaan menetapkan sisitem pengolahan dan cara pelayanan makanan
yang akan dilaksanakan.

E. Higiene dan Sanitasi

Pengertian sanitasi makanan menurut Dit. Higiene dan Sanitasi Dit. Jen
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular adalah salah satu usaha
pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk
membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat
mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu
diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan,
penjualan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk
dikonsumsi masyarakat/konsumen (Depkes 2003c).
Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene dan
sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk
rumah makan, personal, dan perlengkapannya yang memenuhi persyaratan
bakteorologis, kimia,dan fisik.
BAB III
PEMBAHASAN

Konsep tata letak ruang penyelenggaraan makanan pada Asrama Taruna

A. Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan Makanan Institusi/massal (SPMI/M) adalah penyelenggaraan
makanan yang dilakukan dalam jumlah besar atau massal. Batasan mengenai jumlah yang
diselenggarakan di setiap negara bermacam-macam, sesuai dengan kesepakatan
masingmasing. Di Inggris dianggap penyelenggaraan makanan banyak adalah bila
memproduksi 1000 porsi perhari, dan di Jepang 3000-5000 porsi sehari.
Sedangkan di Indonesia penyelenggaraan makanan banyak atau massal yang
digunakan adalah bila penyelenggaraan lebih dari 50 porsi sekali pengolahan. Sehingga kalau
3 kali makan dalam sehari, maka jumlah porsi yang diselenggarakan adalah 150 porsi sehari.
Berkembangnya kegiatan penyelenggaraan atau pelayanan makanan dalam jumlah besar pada
institusi-institusi (misalnya: asrama, pelayanan makanan anak sekolah, restoran/rumah
makan, warung dan cafe) terutama di perkotaan adalah disebabkan oleh karena kurang
tersedianya waktu untuk menyiapkan makanan bagi keluarga karena semakin banyak para
wanita yang bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di samping itu
faktor jarak ke tempat tugas yang jauh, kesulitan dalam perjalanan sehingga makanan yang
dibawa menjadi rusak dan kemajuan teknologi menuntut penggunaan jam kerja yang efektif
bagi tenaga kerja. Oleh karena itu keberadaan tempat pelayanan makanan di berbagai tempat
sudah menjadi sangat penting. Bahkan saat ini semakin banyak kita temukan penjaja
makanan (food vendors) yang menyediakan makanan di sepanjang jalan baik di kota maupun
di pedesaan, sehingga mempermudah setiap orang yang membutuhkan makanan setiap saat.
Untuk dapat menyediakan makanan yang baik bagi konsumen tersebut maka dalam
pelayanan makanan, pihak penyelenggara harus menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Makanan harus memenuhi kebutuhan gizi konsumen.
2. Memenuhi syarat higiene dan sanitasi.
3.Peralatan dan fasilitas memadai dan layak digunakan.
4. Memenuhi selera dan kepuasan konsumen.
5. Harga makanan dapat dijangkau konsumen.

Untuk dapat memenuhi ke-5 (lima) prinsip tersebut, pengelola penyelenggaraan


makanan institusi harus merencanakan dan menetapkan terlebih dahulu, target konsumen
yang akan dilayani sehingga dapat memperhitungkan besar porsi yang akan disajikan untuk
memenuhi kebutuhan konsumennya, termasuk biaya yang dibutuhkan sesuai dengan
kemampuan konsumennya dengan tetap memperhatikan mutu makanan yang disajikan
sehingga aman untuk dikonsumsi.

a. Penyelenggaraan Makanan Asrama


Asrama adalah tempat atau wadah yang diorganisir sekelompok masyarakat tertentu
yang mendapat makanan secara kontinu. Pendirian asrama dan penyediaan pelayanan
makanan bagi penghuni asrama, didasarkan atas kebutuhan masyarakat yang oleh suatu
kepentingan harus berada di tempat dan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugasnya. 1. Tujuan Penyelenggaraan Makanan Asrama a. Menyediakan
makanan bagi sekelompok masyarakat asrama yang mendapat makanan secara continue. b.
Mengatur menu yang tepat agar dapat diciptakan makanan yang memenuhi kecukupan gizi
klien. 2. Karakteristik penyelenggaraan makanan asrama a. Standar gizi disesuaikan menurut
kebutuhan golongan orang-orang yang di asramakan serta disesuaikan dengan sumber daya
yang ada.
Melayani berbagai golongan umur ataupun sekelompok usia tertentu. c. Dapat bersifat
komersial, memperhitungkan laba rugi institusi, bila dipandang perlu dan terletak di tengah
perdagangan/kota. d. Frekuensi makan 2-3 kali sehari, dengan atau tanpa selingan. e. Jumlah
yang dilayani tetap. f. Macam pelayanan tergantung dari kebijakan dan peraturan asrama. g.
Tujuan penyediaan makanan lebih diarahkan untuk pencapaian status kesehatan penghuni
asrama. Dalam penyelenggaraan makanan asrama, adanya kontinuitas pelaksanaan
merupakan faktor yang penting, karena konsumennya mendapatkan kebutuhan gizi sehari
dari penyelenggaraan makanan tersebut. Khusus untuk asrama atlit, angkatan bersenjata,
dimana kegiatan mereka dikategorikan sebagai pekerjaan berat, sedang ataupun sangat berat,
maka dibutuhkan pengaturan menu yang tepat agar dapat diciptakan makanan dalam volume
kecil tetapi dapat memenuhi kecukupan gizi mereka; karena makanan dengan volume besar
sering tidak dapat dihabiskan oleh para penghuni asrama.

B. Petugas Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Makanan


Tenaga kerja dalam penyelenggaraan makanan umumnya dibagi menjadi 3kelompok,
yaitu:
1. Kelompok Tenaga Pengelola Tenaga-tenaga pengelola kegiatan penyelenggaraan makanan
bertanggung jawab atas perencanaan, pengawasan, dan pengendalian. Kelompok tenaga ini
bertanggung jawab dalam penyusunan menu, standardisasi kualitas, dan cita rasa makanan
yang dihasilkan, serta efisiensi penggunaan dan daya yang tersedia sehingga biaya
penyelenggaraan makanan dapat ditekan serendah mungkin tanpa mengurangi mutu dan cita
rasa makanan.
2. Kelompok Tenaga Pelaksana Kelompok tenaga pelaksana dalam penyelenggaraan
makanan adalah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan produksi dan distribusi
makanan kepada konsumen. Isi tenaga dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyai
keahlian dalam kegiatan masakmemasak, baik melalui pendidikan formal maupun melalui
pengalaman yang cukup.
3. Kelompok Tenaga Pembantu Pelaksana Kelompok tenaga pembantu pelaksana
penyelenggaraan makanan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan
makanan, tetapi tidak mempunyai tanggung jawab khusus. Umumnya mereka hanya
membantu tenaga pelaksana untuk menyelesaikan tugasnya, seperti membersihkan bahan
makanan, memotong, mengiris, atau membantu pekerjaan memasak lainnya, termasuk
membersihkan peralatan.Segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja mulai dari
sebelum, selama, dan sesudah masa kerja merupakan bagian yang harus diperhatikan dari
ketenagaan yang ada.
Tenaga pengolah makanan dalam penyelenggaraan makanan umumnya mempunyai
latar belakang pendidikan di dunia kuliner. Akan tetapi, hal ini belum dapat menjamin bahwa
menu yang disajikan sudah memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan. Menurut Mukrie
(1990), tenaga yang dibutuhkan dalam suatu penyelenggaraan makanan terdiri dari tenaga
ahli, tenaga terampil, dan tenaga penunjang. Jumlah tenaga dalam penyelenggaraan makanan
institusi tergantung dari jenis institusi dan jumlah konsumen yang dilayani.

Jumlah Tenaga PMI di Asrama Untuk asrama dan panti sosial yang melayani sekitar
1350 orang untuk 3x makan per hari dengan menu di tetapkan (fixed menu) dandengan
sistem pelayanan cafetaria dan tenaga yang di butuhkansebagai berikut :
a. D3 Gizi : 1 orang
b. Pemasak : 2 orang
c. Pembantu pemasak : 2 orang
d. Tenaga kebersihan : 2 orang
e. Pelayan : 2 orang Apabila menu yang di sediakan adalah menu pilihan, maka
tenagakerja yang di butuhkan menjadi lebih banyak.

C. Sistem penyelenggaraan makanan


Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari sub sistem-sub sistem. Sub
sistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling tergantung satu dengan yang
lainnya dalam mencapai tujuan institusi yang telah ditetapkan. Perubahan yang terjadi pada
salah satu sub sistem akan mempengaruhi sub sistem yang lainnya dan pada akhirnya akan
berpengaruh pada tujuan institusi. Untuk itu diperlukan suatu keahlian dalam mengkoordinasi
sub sistem tersebut agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Penyelenggaraan
makanan (food service) adalah sebuah sistem, tetapi juga dapat menjadi sub sistem dari
sistem yang lebih besar. Contohnya sebuah restoran atau rumah makan atau jasa
boga/katering adalah sebuah sistem yang berdiri sendiri, sedangkan instalasi gizi adalah
bagian (sub sistem) dari rumah sakit secara keseluruhan.
Food service sebagai sebuah sistem terdiri dari sub sistem-sub sistem yang secara
skematisSebagai suatu sistem, penyelenggaraan makanan terdiri dari sekelompok sub sistem
atau komponen-komponen yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yaitu
menyajikan makanan yang berkualitas bagi konsumennya, menjelaskan bahwa Sub sistem
tersebut terdiri dari 6 (enam) elemen meliputi: input (resourcess), thruput (process), output
(goal), control, feed back dan environtment (Perdigon, 2005). Apabila terjadi perubahan pada
salah satu sub sistem akan berpengaruh terhadap sub sistem lainnya pada food service
tersebut. Oleh karena itu, maka penyelenggaraan makanan antara satu tempat dengan di
tempat yang lainnya tidak ada yang sama, karena masing-masing memiliki karakteristik yang
berbeda antar sub sistemnya, sehingga akan berpengaruh terhadap sub sistem lainnya.
Misalnya apabila suatu penyelenggaraan makanan di satu tempat tertentu memiliki jumlah
tenaga kerja (resourcess) yang berbeda dengan di tempat lainnya, akan mempengaruhi
terhadap subsistem process, control (pengawasan) dan bahkan terhadap out put (mutu
makanan yang dihasilkan dan cara pelayanan yang diberikan). Elemen yang termasuk sebagai
input adalah meliputi 6 unsur yaitu: man (tenaga kerja), money (biaya), material (Bahan
makanan dan bahan lainnya), machine (peralatan), method (prosedur kerja, peraturan-
peraturan, standar-standar dan kebijakan institusi) dan markets (konsumen). Elemen process
adalah sistem pengadaan (mulai dari perencanaan menu sampai penyimpanan), produksi atau
pengolahan (mulai dari persiapan sampai pemasakan), dan sistem distribusi makanan,
penerapan higiene sanitasi dan keselamatan kerja. Elemen output (goal) adalah hasil akhir
dari penyelenggaraan makanan yaitu makanan yang bermutu dan sistem pelayanan atau
penyajian makanan yang tepat dan efisien dan sesuai dengan kondisi dan harapan dari
konsumennya. Selain itu sistem informasi (feedback) untuk pengawasan dan pengendalian
serta kondisi lingkungan kerja sangat menentukan seluruh pelaksanaan kegiatan
penyelenggaraan makanan.
Penulis lain yaitu Marian C. Spears dan Allene G. Vaden (2006), mendeskripsikan hal
yang sama, bahwa sistem penyelenggaraan makanan terdiri dari 6 (enam) elemen, seperti A
Food Service Model (Marian C. Spears, 2006) 1. Elemen Input: adalah semua sumber daya
yang meliputi: human (ketrampilan tenaga kerja), material (bahan makanan dan
persediaannya), operasional (biaya, waktu, bahan keperluan lainnya), dan facilities (tempat
dan peralatan yang dibutuhkan), yang akan digunakan untuk menghasilkan output. 2. Elemen
Transformasi: adalah proses–proses perubahan yang terjadi dalam proses dari input menjadi
output, seperti halnya penerapan fungsi manajemen dan cara kerja sama antar sumber daya
yang ada. 3. Elemen Output: adalah produk dan pelayanan yang dihasilkan dari proses
transformasi input suatu sistem dan menggambarkan sejauh mana tujuan telah dicapai, antara
lain: jumlah dan kualitas menu/hidangan yang dihasilkan, kepuasan konsumen, perhitungan
biaya dan kepuasan tenaga kerja. 4. Elemen Kontrol: meliputi tujuan dan sasaran, peraturan-
peraturan dan kebijakan, prosedur-prosedur kerja, standar-standar serta program-program
yang dilaksanakan. 5. Elemen Feedback: menyediakan informasi penting untuk kelangsungan
efektivitas dari sistem dan juga menyediakan informasi untuk evaluasi atau kontrol. 6.
Elemen Memory: sistem pencatatan dan pelaporan (keuangan, tenaga kerja) untuk
menyimpan dan memperbaharui data-data yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan.

D. Susunan Menu Penyelenggaraan Makanan

Adapun langkah-langkah perencanaan menu sebagai berikut:


1. Membentuk tim kerja Pada fasilitas pelayanan kesehatan tim kerja yang dibentuk terdiri
dari dietisien, kepala juru masak (chef cook) dan pengawas makanan.
2. Menetapkan macam menu Pada tahap awal, dengan mengacu pada tujuan institusi, maka
perlu ditetapkan macam menu. Pada institusi komersial biasanya ditetapkan menu pilihan.
Sedangkan pada institusi nonkomersial biasanya ditetapkan menu standar. Namun pada
institusi rumah sakit dengan tersedianya ruang perawatan dengan tarip kelas VIP selain
digunakan menu standar juga digunakan menu pilihan dan kombinasi keduanya.
3. Menetapkan lama siklus menu Siklus menu diperlukan untuk merencanakan susunan menu
makanan yang akan disajikan. Selain itu dengan adanya siklus menu kita dapat mengatur
penggunaan bahan makanan agar lebih bervariasi. Bila menu yang ditetapkan adalah menu
standar, maka perlu ditetapkan macam siklus menu yang cocok dengan tipe sistem
penyelenggaraan makanan yang sedang berjalan.
Siklus dapat dibuat untuk menu 5 hari 7 hari, 10 hari atau 15 hari. Siklus menu yang
baik adalah yang sulit dihapal oleh konsumen dan pengulangan item menu/macam hidangan
lebih lama misalnya siklus menu 10 hari.
Faktor lain yang harus diperhatikan dalam menetapkan siklus menu adalah berapa lama
konsumen berada di institusi tersebut dan mendapat pelayanan makan, misalnya:
Industri : 5 hari kerja periode 3 bulan
Asrama : 3 tahun, 10 hari periode 1 tahun
Sekolah : 3-6 tahun, 10 hari periode 6 bulan
RS bersalin : 3-5 hari, periode 6 bulan

Langkah-langkah penyusunan standar bahan makanan seorang sehari adalah sebagai


berikut:
1. Hitung/tetapkan kecukupan/kebutuhan gizi berdasarkan data yang tersedia dapat
menggunakan cara yang paling praktis dan cepat misalnya menggunakan Daftar Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan (DKGA).
2. Tetapkan prosentase harga bahan makanan dari alokasi biaya atau dari harga hidangan.
3. Tetapkan macam bahan makanan yang akan digunakan dalam sehari (9-12 item) dengan
menggunakan Daftar Bahan Makanan Penukar.
4. Terjemahkan kecukupan/kebutuhan gizi sehari ke dalam kebutuhan bahan makanan sehari
dalam berat bersih.
5. Dari daftar bahan makanan sehari perkirakan harga atau konversikan ke harga, kemudian
hitung harga bahan makanan berdasarkan berat kotor.
6. Analisa nilai energi dan zat gizi makro, harus selaras dengan kecukupan rata-rata yang
telah dihitung.
7. Jika semua telah sesuai maka sudah dapat ditetapkan menjadi standar makanan dan perlu
mendapat legalisasi dari pimpinan/manajer penyelenggaraan makanan.

Contoh menerjemahkan ke dalam Bahan Makanan Penukar Berdasarkan contoh soal


pada topik 1 halaman 16 tentang penetapan kecukupan gizi rata-rata konsumen yang telah
dihitung maka selanjutnya menerjemahkan kedalam bahan makanan penukar.
Rata-rata kecukupan Energi makan siang : 708 kkal
Rata-rata kecukupan Protein makan siang : 17.7 gram
Rata-rata kecukupan Lemak makan siang : 19,7 gram
Rata-rata kecukupan Karbohidrat makan siang : 115, 1 gram
Biaya makan per orang : Rp. 9000,-

Bahan makanan sesuai dengan kelompok bahan makanan antara lain: a. Kumpulan
makanan pokok misalnya : nasi, kentang, bihun, mie, roti, jagung. b. Kumpulan lauk hewani
misalnya : daging ayam, telur, ikan, udang, cumi, daging sapi. c. Kumpulaan lauk nabati
misalnya : tahu, tempe, oncom, kacang hijau, kacang tanah. d. Kumpulan sayuran misalnya :
labu siam, wortel, buncis, bayam, kangkung. e. Kumpulan buah misalnya : jeruk, pisang,
melon, semangka, pepaya, apel, mangga. f. Setelah dilakukan inventarisasi terhadap jenis
bahan makanan sesuai dengan kelompoknya maka disusun pola menu yang sesuia dengan
jadwal makan

Makan Pagi Selingan Pk. Makan Siang Selingan Pk. Makan Malam
Pk. 07.00Wib 10.00Wib Pk. 12.00Wib 15.00Wib Pk. 18.00Wib

Nasi/penukar Nasi/penukar Nasi/penukar


Lauk Lauk hewani Lauk hewani
Makanan Makanan
hewani/nabati Lauk nabati Lauk nabati
selingan selingan
Sayuran/buah Sayuran Buah Sayuran Buah
Air putih Air putih Air putih

STANDAR-STANDAR DALAM PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI

Dalam suatu penyelenggaraan makanan institusi yang baik harus memiliki


standarstandar yang akan digunakan dalam pelayanan. Berikut beberapa standar dalam
penyelenggaraan makanan institusi.
1. Standar Porsi Standar porsi adalah berat bersih bahan makanan (siap di masak) atau
berat matang setiap jenis hidangan untuk satu orang atau untuk satu porsi. Standar porsi
dibuat untuk kebutuhan perorang yang memuat jumlah dan komposisi bahan makanan yang
dibutuhkan individu untuk setiap kali makan, sesuai dengan siklus menu dan standar
makanan. Standar porsi digunakan pada bagian perencanaan menu, pengadaan bahan
makanan, pengolahan dan distribusi. Standar porsi dalam berat mentah diperlukan pada
persiapan bahan makanan, sedangkan standar porsi dalam berat matang diperlukan pada saat
distribusi. Fungsi dari standar porsi adalah: a. sebagai alat kontrol pada unsur pengisian dan
penyajian. b. sebagai alat kontrol pada audit gizi, dengan standar porsi dapat dihitung berapa
nilai gizi hidangan yang disajikan. c. sebagai alat untuk menentukan bahan makanan yang
akan dibeli dan berhubungan dengan biaya yang diperlukan.
2. Standar Resep Standar resep adalah adalah resep yang sudah dimodifikasi dan
dibakukan untuk menciptakan kualitas/mutu dan porsi yang relatif sama cita rasanya untuk
setiap hidangan. Standar resep merupakan resep yang telah dites/dicoba berulang-ulang dan
dinilai cita rasanya oleh panelis (konsumen dan pihak manajemen). Format standar resep
yang baik harus memuat ha-hal di bawah ini: a. Nama Masakan. b. Jumlah porsi yang
dihasilkan. c. Nilai Gizi. d. Komposisi bahan dan jumlahnya. e. Peralatan yang digunakan. f.
Cara membuat atau prosedur pemasakan. g. Waktu pengolahan. h. Suhu pengolahan. i. Cara
menyajikan. j. Taksiran harga dalam porsi.
3. Standar Bumbu Standar bumbu adalah komposisi bumbu yang telah dibakukan dan
diberlakukan di institusi dalam rangka penyeragaman rasa hidangan (bumbu dasar). Bumbu
dasar dapat digunakan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi dimana
memproduksi banyak item menu atau hidangan. Bumbu dasar dapat ditambah bumbu
tambahan tergantung dari macam hidangannya. Penggunaan bumbu dasar ini harus
distandarisasi karena juga merupakan penyederhanaan pembuatan bumbu pada
penyelenggaraan makanan institusi yang besar. Tujuan dari pembuatan standar bumbu adalah
untuk mendapatkan konsistensi rasa hidangan yang diproduksi dan untuk penyederhanaan
persiapan bumbu.
4. Standar Kualitas Standar kualitas adalah deskripsi produk hidangan yang menjadi
indeks atau ukuran. Standar ini harus tertulis dalam bentuk narasi atau dapat digunakan foto
atau replika makanan yang terbuat dari llilin, karet atau fiber. Pada saat membuat narasi
standar kualitas harus mengacu pada standar resep dan mencantumkan aspek-aspek di bawah
ini : a. Warna, standar kualitas harus dapat menggambarkan warna hidangan yang
ditawarkan. b. Berat per porsi, harus menyatakan berapa berat hidangan setiap porsi. c. Rasa,
harus dapat mendeskripsikan rasa hidanan seperti, asin, manis, atau manis agak asam. d.
Bentuk, harus menyatakan bagaimana bentuk hidangan yang ditawarkan apakah bulat,
lonjong, bulat pipih, kotak dan sebagainya. e. Cara menghidangkan, harus mendskripsikan
alat saji yang digunakan, penggunaan garnis, volume dan macam saus yang digunakan, cara
menyiram saus. f. Tekstur atau konsistensi, harus dapat mendeskripsikan keempukan,
kerenyahan, kelembutan hidangan, kekentalan saus.

E. Dapur dan Ruang Penyelenggaraan Makanan


Pada sistem penyelenggaraan makanan seorang manajer atau pengelola harus
memahami mengenangi prinsip desain dan lay out dapur. Bila pada penyelenggaraan
makanan terjadi perubahan menu, macam hidangan yang baru, cara pelayanan yang berubah,
maka seorang manajer harus mampu merancang kebutuhan sarana fisik beserta peralatannya.
Desain diartikan merancang bangunan gedung/area yang akan dibuat yang meliputi luas
dapur, bentuk/shape dan gaya/stlyle. Luas dapur sangat tergantung dari besar kecilnya
kegiatan di dapur. Luas dapur suatu saat akan berkembang menjadi lebih luas bila ada
permintaan yang semakin meningkat.
Bentuk dapur juga perlu dirancang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan dan
tidak kalah penting gaya atau model bangunan serta dekorasi perlu dirancang bersama dengan
tim interior. Lay out diartikan sebagai merancang tata letak ruangan yang diperlukan agar
terjadi alur kerja dan alur produksi yang searah dan tidak bertabrakan. Selain itu juga
menyangkut tata letak alat-alat di area produksi dan distribusi serta menyangkut alur kerja.
Syarat alur kerja yang baik : 1. Pekerja sedapat mungkin dilakukan menurut salah satu
arah/continous (hindari arus bolak balik atau simpang siur) menggunakan sedikit waktu dan
energi. 2. Bahan makanan tidak terlalu lama menunggu sebelum proses. 3. Penggunaan
ruangan dan alat semaksimal mungkin.

F. Higiene dan Sanitasi

Pengertian sanitasi makanan menurut Dit. Higiene dan Sanitasi Dit. Jen
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular adalah salah satu usaha
pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk
membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat
mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu
diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan,
penjualan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk
dikonsumsi masyarakat/konsumen (Depkes 2003c).
Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene dan
sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk
rumah makan, personal, dan perlengkapannya yang memenuhi persyaratan
bakteorologis, kimia,dan fisik.

G. Pola Letak Dapur

H. Perencanaan Desaign Dapur


Sistem Perencanaan desain dan lay out dapur adalah kegiatan merencanakan secara
tim atau perorangan untuk membangun gedung dan menetapkan peralatan dapur dengan
seefisien dan seefektif mungkin agar penyelenggaraan makanan dapat mencapai tujuan.
Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan desain dan lay out dapur
adalah:
1. Lay out, desain dan fasilitas harus berdasarkan menu/pola menu. Pada pola menu makanan
Indonesia, maka harus ada sarana untuk mencuci beras dan mengolah nasi (rice cooker), lauk
hewani, lauk nabati, sayur dan makanan kecil/snack.
2. Desain harus mempertimbangkan perubahan terhadap masa mendatang (fasilitas baru, item
menu baru, perkembangan alat-alat dan mesin). Setiap institusi diharapkan dapat
berkembang, sehingga perlu disediakan lahan untuk pengembangan yang dapat diprediksi.
3. Perencanaan juga harus mempertimbangkan berbagai bentuk energi yang akan digunakan
karena akan menyangkut biaya/cost.
4. Desain dan fasilitas yang dihasilkan harus dapat mengantisipasi lingkungan seefisien
mungkin karena hal ini menyangkut produktifitas kerja dan kenyamanan konsumen.
5. Menetapkan alur kerja rutin dan lancar.
6. Sedapat mungkin semua kegiatan dilakukan pada lantai yang sama.
7. Membuat jarak seminimal mungkin antara area produksi dengan pusat penyajian.
8. Mengatur pusat kerja di dapur secara rapi.
9. Merancang kondisi tempat kerja agar lebih produktif. 10. Merancang dalam segi sanitasi
dan keselamatan kerja.
11. Perencanaan desain dan lay out dapur memerlukan tim perencana yang akan bekerja
sehingga bisa memenuhi apa yang diharapkan. Tim perencana terdiri dari: 1. Pemilik
Penyelenggaraan Makanan Institusi, harus memberikan secara konkrit tentang tujuan
perencanaan, akan menentukan kebutuhan, menetapkan kebijakan yang harus diikuti,
prosedur kerja yang ditetapkan, biaya yang harus dikeluarkan dan jadwal waktu penyelesaian
pembangunan. 2. Manager Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi yaitu Ahli Gizi atau
direktur pelayanan makanan, akan memberikan data semua proses/kegiatan pelayanan
makanan, sumberdaya yang dipakai, menganalisa menu, menjelaskan hubungan alat dan
menu, jumlah produksi makanan, standar porsi dan resep, menginformasikan jumlah unit
kerja yang diinginkan, tata alur kerja dan perlatan yang ditetapkan, desain dan konstruksi
yang dikehendaki. 3. Perancang dan Pengembang, yaitu arsitek, adalah orang yang biasanya
ditunjuk sebagai koordinator seluruh perencanaan. Tugasnya membuat rencana gambar, 90
Sistem Penyelenggara Makanan Institusi mempertimbangkan aspek arsitektur bangunan dan
peralatan serta berkoordinasi dan menginformasikan kepada semua anggota tim rencana
gambar bangunan. Insinyur sipil, bertugas menentukan dan melengkapi desain bangunan,
arus kerja dan peralatan, air, listrik, bahan bakar serta perlengkapan lain. Mengusulkan
macam ruangan, material serta konstruksi. Insinyur desain interior mengusulkan arus kerja
dan peralatan, mengusulkan instalasi penerangan, pendingin serta instalasi perpipaan dan
kabel listrik. Desain ruangan bagian dalam serta mengkoordinasikan rencananya dengan
bagian lain. Berikut akan dijelaskan langkah-langkah perencanaan sarana fisik dan peralatan
pada penyelenggaraan makanan institusi, yaitu:
1. Menentukan jenis institusi dan tujuan perencanaan sarana fisik.
2. Menentukan apakah tipe proyek baru atau renovasi/pengembangan.
3. Menentukan lokasi apakah didaerah atau kota, berbukit aau tidak.
4. Menetapkan macam dan jumlah klien.
5. Menentukan kegiatan-kegiatan di dapur. Dirinci semua kegiatan yang mempengaruhi
perencanaan. Umumnya kegiatan di dapur terdiri dari perencanaan menu, pengadaan bahan
makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan
makanan, pengolahan, distribusi, pelayanan makanan, macam pelayanan, kebersihan dan
sanitasi serta perhitungan biaya makan.
6. Menu yang ditawarkan/disajikan dan alat yang dibutuhkan faktor yang berpengaruh dalam
hal ini adalah: a. Ada tidaknya siklus menu. b. Jumlah dan macam makanan yang
diselenggarakan. c. Waktu yang diperlukan untuk penyediaan makanan. d. Arus kerja. e. Ada
tidaknya standar resep dan standar porsi.
7. Menetukan macam ruangan yang diperlukan Dalam menentukan ruangan ini faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan adalah: a. Ukuran, tipe dan lokasi dapur. b. Sistem pelayanan. c.
Susunan bangunan. d. Jumlah pegawai. e. Jumlah dan macam makanan yang
diselenggarakan. Perencanaan sarana ruangan umumnya meliputi ruang peneriman, ruang
penyimpanan basah dan kering, ruang persiapan, ruang pengolahan, ruang distribusi, ruang
pencucian Sistem Penyelenggara Makanan Institusi 91 alat, ruang untuk pegawai (ruang
istirahat, loker, kamar mandi dan WC, wastafel), ruang kantor.
8. Menentukan luas ruangan/dapur. Dalam menentukan luas dapur, ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan, yakni meliputi: a. Jumlah, macam dan volume makanan yang diproduksi.
b. Jumlah dan macam peralatan. c. Jumlah tenaga kerja. d. Macam pelayanan.
Dapur adalah tempat untuk memproduksi/mengolah makanan dan minuman yang berkualitas
dari bahan yang belum jadi, dipersiapkan sesuai dengan metode yang ditetapkan untuk dapat
disajikan, dimana dapur dilengkapi dengan peralatan yang mendukung proses pengolahan
makanan dan minuman. Dapur sebagai pusat atau jantung dari penyelenggaraan makanan
institusi dan merupakan sarana untuk sub sistem produksi mempunyai fungsi : 1. Tempat
mengolah bahan makanan (mentah/segar) mulai dari dipersiapkan sampai dengan
dihidangkan. 2. Tempat menyiapkan bahan setengah jadi (frozen/precooked), ditata dan
dihidangkan. 3. Tempat menyimpan makanan sesuai jumlah porsi dan sesuai jam makan. 4.
Memenuhi sistem untuk pelayanan makanan panas/dingin, dimana sub-sub sistemnya adalah
produksi, distribusi dan logistik.
I. Penanganan Sampah dan Limbah

DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/155/jtptunimus-gdl-hidayatuss-7710-2-babi.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30755/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
http://eprints.uny.ac.id/20099/1/Dwi%20Sutanti%2010511241024.pdf
https://docplayer.info/33811434-Tinjauan-pustaka-penyelenggaraan-makanan.html
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Sistem-
Penyelenggaraan-Makanan-Institusi_SC.pdf

http://rosidah.wordpress.com/2014/03/23/pengertian-dapur/

Anda mungkin juga menyukai