Proses belajar bahasa dari nenek moyang kita hanya dengan menirukan orang-orang
yang ada di sekitarnya, mereka tidak pernah khusus mempelajari pilihan kata, struktur
kalimat, kata, namun setiap berbicara selalu gramatikal. Konsep tentang proses penguasaan
bahasa kedua atau bahasa asing sudah sejak lama di teliti orang. Ada yang meninjau dari
situasi formal adapula yang meninjau dari situasi alamiah. Situasi formal selalu di kaitkan
dengan situasi sekolah (ada guru, murid, tujuan, metode, buku dan sebaginya.) sedangkan
situasi ilmiah selalu di kaitkan dengan keluarga/masayrakat ( tidak ada guru, tujuan,
kurikulum dll).
Terdapat perbedaan pada belajar bahasa orang dewas dan anak menurut Karshen
Maka proses pengusaaan bahasa pertama anak kecil terjadi melalui proses
pemerolehan, sedangkan bahsa kedua atau asing pada orang dewasa terjadi melalui proses
belajar benar-benar di pisahkan. Tapi pada kenyataanya pada proses dalam proses belajar di
sekolah pun sesungguhnya juga terjadi proses pemerolehan di sela-sela proses belajar.
1. Tidak ada kejelasan perbedaan antara pemerolehan dengan belajar karena tidak
memiliki ukuran fisiologis,
2. Perbedaan konsep sadar dengan ambang sadar serta kaidah dan perasaan juga tidak
jelas karena seseorang dalam berbahasa tidak pernah tahu apakah mereka
menggunakan aturan (pikiran) ataukah perasaan untuk mempertimbangakan
kegramatikalan suatu ungkapan bahasa.
3. Penjelasan urutan ilmiah dengan mendasarkan pada kondisi pemakaian monitor
hanyalah bersifat semnetara.
Selanjtnya kreshen menagjukan pembelaaan teorinya antara lain model monitor dapat
memecahkan beberapa persoalan yang berhubungan dengan fenomena kesukaran
pemerolehan bahasa kedua :
1. Hubungan anatara lingkungan formal dan informal bahasa dan tingkah laku
2. Urutan alamiah pemerolehan bahasa
3. Peranan bahasa ibu
4. Variasi indinidual dalam pemerolehan bahasa
5. Pertalian anatara bakat, sikap dan tingkah laku bebas.
BAB 5
ANALISIS KONTRASTIF (AK) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
A. MEMAHAMI AK
B. LINGUISTIK KONTRASTIF
Pengontrasan fonologi dilakukan terhadap sistem bunyi transfer dari sistem bunyi
(varian, pola tekanan dan ritme). Pengontrasan struktur gramatik adalah kontruksi bahasa
yang lazim di pakai oleh penutur asli dalam berkomukasi. Pengontrasan sistem kosakata di
lakukan etrhadap bentuk arti dan distribusinya. Distribusi pemakaian kata sangat penting un
tuk di kontrasakan karena menyangkut kebiasaan soal boleh tidaknya suatu bentuk linguistik
di pakai dalam situasi tertentu. Pengontrasan dua sistem juga penting, meskipun tulisan bykan
bahasa tetapi dapat merekam bahasa dan di golongkan pada AK versi keras, kelompok versi
keras ini lebih jauh menuntut meskipun pandangan mereka berbeda-beda , dan memuntut
agar kesemstaan bahasa dirumuskan dalam teori yang lebih komprenhensif dan memberikan
uraian yang memadai tentang sintaksis, semantik, dan fonologi. Serta menuntut agar para
linguis membekali diri dengan pengetahuan yang memadai tentang AK.
1. Penyebab utama kesulitan belajar, kedua interferensi belajar dari belajar bahasa ibu
pembelajar.
2. Kesulitan terjadi karena perbedaan dari kedua sistem bahasa
3. Semakin besar perbedaan kedua bahasa semakin besar pula kesulitanya
4. Hasil perbandingan dari dua bahasa itu perlu untuk meramalkan kesulitan belajar
5. Apa yang di ajarkan harus sesuai denga perbedaaan yang ada
C. KRITIK TERHADAP AK
Analisis kontrastif yang mencoba mengontraskan dua bahasa yang berbeda dengan
maksud untuk mengenali sebab-sebab timbul-nya interferensi dan meramalkan kesukaran
belajar pembelajar ternyata menimbulkan berbagai kritik dari ahli bahasa maupun ahli
pengajaran bahasa.
Ketika mereka mengadakan tes empirik terhadap teori AK. AK baik secara teoritis maupun
praktis hasilnya tidak memadai untuk meramalkan interferensi yang di perbuat oleh
pembelajar.
AK yang populer ini itu ternyata hanya berhasil meramalkan kesulitan dalam bidang
fonologi.
Penerapan AK terhadap dua sistem bahasa yang sangat berbeda harus ditinjau kembali.
Argumentasi yang di ajukan adalah pengamatannya terhadap kontras B1 dengan bahasa
sanksekerta dalam bidang sintaksis.
BAB 6
A. PENGERTIAN KEDWIBAHASAAN
a. Robert Lado (1964:214)
Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama
sebaiknya. Pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa.
Permakaian yang bergantian dari dua bahasa oleh seoarang penutur atau masyarakat ujaran.
d. Bloomfield (1958:56)
Kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh sorang penutur.
e. Hougen (1968:10)
Kontak bahasa menimbulkan interferensi sering di anggap sebagai peristiwa negatif, karena
masuknya unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau sebaliknya menyimpang
dari kaidah bahasa masing-masing. Sedangkan transfer terjadinya kontak bahasa sering di
pandang sebagai gejala yang wajar dan positif.
Menurut Jakobovits ada lima unsur dasar yang memingkinkan terjadinya transfer, yaitu
Maka secara teoritis proses transfer dalam bahasa kedua adalah kemampuan berbahasa kedua
merupakan fungsi gabungan dari kemampuan bahasa pertama, keterlibatan bahasa pertama
dengan bahasa kedua.
C.TIPOLOGI KEDWIBAHASAAN
1. Kedwibahasaan horizontal adalah situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda, tetapi
masing-masing beahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi,
kebudayaan, maupun dalam kehidupan kelaurga dari kelompok pemakaiaanya.
2. Kedwibahasaan vertikal adalah pemakain dua bahasa baku atau dialek, baik yang
berhubungan atau terpisah, di miliki oleh seorang penutur. Tipe ini lazim disebut
diglosia.
3. Kedwibahasaan diagonal adalah pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara
bersam-sama, tetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa
baku yang dipakai oleh masayarakat itu.
Bahasa antara adalah bahasa yang di hasilkan oleh seorang pembelajar yang sedang
dalam proses menguasai bahasa B2. Pada tahap awal ini bahasa antara pembelajar B2 masih
di dominasi pemakaian kode B1 secara perlahan –lahan, lama kelamaan pemakainan
bahasanya akan di dominasi pemakaian kode B2 dan bahkan pada akhirnya akan mencapai
titik penguasaan koordinat antara B1 dan B2.
Campur kode sebagai salah satu fenomena yang terjadi pada pembelajar juga tidak
mungkin di hindarkan. Campur kode ini merupakan fenomena pemakainan dua bahasa atau
lebih dengan memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara
konsisten. ciri dari campur kode ini adalah adanhya ketergantungan yang landai adanya
hubungan timbal-balik antara peranan (siapa yang memakai) dan fungsi apa yang hendak di
capai oleh pembicara melalui ujaran bahasa. Selanjutnya adanya unsur-unsur bahasa atau
variasi bahasa yang disisi dan telah kehilangan fungsi aslinya yang secara keseluruhan hablur
dan mendudukung makna bahasa yang di sisipi-nya.
F.PENGUKURAN KEDWIBAHASAAN
Selanjutnya ada dua faktor penting yang harus di perhatikan dalam pengukuran
kedwibahasaan dari segi fungsi yaitu faktor internal dan eksternal. Dimana faktor eksternal
yaitu faktor di luar pemakaian bahasa dan faktor internal faktor yang menyangkut pamakaian
bahasa internal. Menurut jakobovits teknik pengukuran bahasa dengan cara :
Bahasa antara merupakan bahasa yang dihasilkan oleh seorang yang sedang dalam
proses menguasai bahasa kedua. Ciri utama bahasa antara adalah adanaya penyimpangan
struktur lahir dalam bentuk kesilapan berbahasa. Kesalahan –kesalahan bahasa menurut
Corder (1971) membedakan istrilah salah (mistake), selip (lapses), dan silap (erros).
Salah (mistake) adalah penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu
menentukan pilihan penggunaaan pengungkapan yang tepat sesuai dengan situasi yang ada.
Misalnya :
Selip (Lapses) merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat perhatian
topik pembicaraan secara sesaat.
1. Ketika orang lain bekerakal, justru dia bersembunyi di kamar, siapa yang tidak
malah, aku gedor pingtunya agar dia mau bangkit (katanya sambil menahan amarah)
2. Dia jatuh dari sepeda motornya karena abnyak kelikir di jalan.(ucapanya sambil
gemetar karena masih shock melihat korban yang hanya diam saja).
Silap (errors) merupakan penyimpangan bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi karena
pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. Misalnya
Selanjtnya data –data yang di pakai untuk mengamati bahasa antara pembelajar adalah data
yang relevansinya dengan bahasa antara itu sendiri, yaitu
Proses sentral adalah proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing yang terjadi
pada sistem kognisi pembelajar. Sistem kognisi berkembang sesuai tahap pekembangan
pikiran. Selanjutnya pikiran memproses informasi yang di terima, hal ini yang menimbulkan
kesalaha berbahasa pada seorang pembelajar bahasa. Menurut Selinker ada lima proses
sentral yang terjadi pada bahasa antara pembelajar, yaitu :
1. Transfer bahasa sebagai kesilapan yang terjadi karena pemindahan unsur bahasa
kedua.
2. Transfer of training sebagai kesilapan karena prosedur pengajaran
3. Strategi belajar B2 dapat menimbulkan kesilapan pendekatan yang di lakukan oleh
pembelajarterhadap materi kaidah bahasa kedua yang sedang di pelajari.
4. Strategi komunikasi sebagai kesilapan yang terjadi karena pendekatan yang di
lakukan oleh pembelajar dalam komunikasi dengan orang lain/penutur asli.
5. Over generelazation sebagai kesilapan yang disebabkan oleh generalisasi yang
berlebihan
Selanjutnya Piet Corder (1973) menyebutkan ada tiga proses sentral , yaitu :