Anda di halaman 1dari 13

BAB 4

PROSES BELAJAR BAHASA

A. Proses Belajar Bahasa

Proses belajar bahasa dari nenek moyang kita hanya dengan menirukan orang-orang
yang ada di sekitarnya, mereka tidak pernah khusus mempelajari pilihan kata, struktur
kalimat, kata, namun setiap berbicara selalu gramatikal. Konsep tentang proses penguasaan
bahasa kedua atau bahasa asing sudah sejak lama di teliti orang. Ada yang meninjau dari
situasi formal adapula yang meninjau dari situasi alamiah. Situasi formal selalu di kaitkan
dengan situasi sekolah (ada guru, murid, tujuan, metode, buku dan sebaginya.) sedangkan
situasi ilmiah selalu di kaitkan dengan keluarga/masayrakat ( tidak ada guru, tujuan,
kurikulum dll).

B. Proses Belajar Bahasa Model Krashen

Terdapat perbedaan pada belajar bahasa orang dewas dan anak menurut Karshen

Proses Belajar Bahasa Pada anak

 Terjadinya pada saat B1


 Proses terjadi secara ambang sadar
 Komukasi terjadi secara ilmiah
 Keberhasilan belajar bahasa anak tidak mungkin di hindari pembelajar tidak dapat
menyebut aturan tata bahasa tidak di perkuat oleh pengajaran
 Di atur oleh strategi universal yang di sebut language aqcuisition device (LAD)

Proses belajar bahasa orang dewasa

 Terjadi saat menguasai B2 atau BA


 Proses penguasaan bahasa secara sadar
 Proses melalui pengajaran
 Kemampuan yang dimliki merupakan hasil pengajaran memahami tata bahasa
 Di perkuat oleh pengajaran
 Di lakukan oleh pikiran sesuai dengan perkembanganya.

Maka proses pengusaaan bahasa pertama anak kecil terjadi melalui proses
pemerolehan, sedangkan bahsa kedua atau asing pada orang dewasa terjadi melalui proses
belajar benar-benar di pisahkan. Tapi pada kenyataanya pada proses dalam proses belajar di
sekolah pun sesungguhnya juga terjadi proses pemerolehan di sela-sela proses belajar.

C. PROSES PEMEROLEHAN BAHASA MODEL BIALYSTOK


a. Tataran input berupa pengalaman berbahasa pembelajar yang telah di dapajan
(expour) melalui belajar membaca dan belajar berbiacara.
b. Tataran knowladge berupa penyimpanan informasi. Cara penyimapnan informasi
meliputi penyimpanan secara implisit berupa pengetahuan intuitif.
c. Tataran output gambaran pemahaman dan pengumkapan bahasa.
D. PROSES BELAJAR MODEL STEVICKS

Menggambarkan proses penguasaan bahasa di gambarkan dalam bentuk diagram yang di


sebut diagram mesin tenaga dan mempunyai ciri-ciri sebgai berikut :

a. Hasil belajar disimpan dalam gudang pemerolehan


b. Belajar bahasa bisa menjadi bahan output
c. Peranan dan fungsi pemerolahan dan belajar tidak terlalu pisah secara ketat
d. Faktor afeksi menjadi rheosthat (potensiometer) yang bisa membuat pembelajar
sensitif terhadap sistem yang diperolah.

E. PERDEBATAN PENDAPAT KRASHEN

Bagaimapun mapanya teori selalu masih mempunyai lubang-lubang untuk di


perdebatkan contohnya teori Krashen di kritik oleh McLauglin antara lain :

1. Tidak ada kejelasan perbedaan antara pemerolehan dengan belajar karena tidak
memiliki ukuran fisiologis,
2. Perbedaan konsep sadar dengan ambang sadar serta kaidah dan perasaan juga tidak
jelas karena seseorang dalam berbahasa tidak pernah tahu apakah mereka
menggunakan aturan (pikiran) ataukah perasaan untuk mempertimbangakan
kegramatikalan suatu ungkapan bahasa.
3. Penjelasan urutan ilmiah dengan mendasarkan pada kondisi pemakaian monitor
hanyalah bersifat semnetara.

Selanjtnya kreshen menagjukan pembelaaan teorinya antara lain model monitor dapat
memecahkan beberapa persoalan yang berhubungan dengan fenomena kesukaran
pemerolehan bahasa kedua :

1. Hubungan anatara lingkungan formal dan informal bahasa dan tingkah laku
2. Urutan alamiah pemerolehan bahasa
3. Peranan bahasa ibu
4. Variasi indinidual dalam pemerolehan bahasa
5. Pertalian anatara bakat, sikap dan tingkah laku bebas.
BAB 5
ANALISIS KONTRASTIF (AK) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

A. MEMAHAMI AK

Analisis AK mencoba menjebatani kesulitan tersebut dengan mengontraskan kedua


sistem bahasa yang ada untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi. Manusia
memperoleh bahasa melalui proses yang sangat kompleks. oleh karena itu para ahli
menghubungkan beberapa faktor yang ikut terlibat dalam proses penguasaan bahasa yaitu
faktor bentuk bahasa (berupa bunyi, sistem bunyi dan struktur gramatik yang di pakai sebagai
sarana agar fungsi komunikatif dapat berlangsung dan faktor sistem bahasa (berupa unit-unit
dan struktur kebahasaan). Muncul berbagai kritik dari berbagai ahli.

Namun bukan berarti sudah tertutup kemungkinan di terapkannya AK dalam


mengajarkan bahasa kedua. Hal ini karena AK memiliki berbagai versi, baik versi keras
(VK), versi Lemah (VL), maupun versi moderat (VM).

B. LINGUISTIK KONTRASTIF

Lingusitik ktrontrastif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang tugasnya


membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan dan
perbedaan kedua bahasa itu bvisa di lihat. AK semakin populer setelah muncu karya Lado
yang menganjurkan agar pengontrasan itu di lakukakan terhadap fonologi, struktur gramatik,
kosa kata serta sistem tulisan.

Pengontrasan fonologi dilakukan terhadap sistem bunyi transfer dari sistem bunyi
(varian, pola tekanan dan ritme). Pengontrasan struktur gramatik adalah kontruksi bahasa
yang lazim di pakai oleh penutur asli dalam berkomukasi. Pengontrasan sistem kosakata di
lakukan etrhadap bentuk arti dan distribusinya. Distribusi pemakaian kata sangat penting un
tuk di kontrasakan karena menyangkut kebiasaan soal boleh tidaknya suatu bentuk linguistik
di pakai dalam situasi tertentu. Pengontrasan dua sistem juga penting, meskipun tulisan bykan
bahasa tetapi dapat merekam bahasa dan di golongkan pada AK versi keras, kelompok versi
keras ini lebih jauh menuntut meskipun pandangan mereka berbeda-beda , dan memuntut
agar kesemstaan bahasa dirumuskan dalam teori yang lebih komprenhensif dan memberikan
uraian yang memadai tentang sintaksis, semantik, dan fonologi. Serta menuntut agar para
linguis membekali diri dengan pengetahuan yang memadai tentang AK.

AK versi Lemah memiliki tuntunan anatara lain :

1. AK cukup menggunakan pengetahuan kebahasaaan yang paling baik yang ada


padanya untuk di pertanggungjawabkan kesulitan belajar B2 yang diamati.
2. Pengamatan cukup di lakukan terhadap data yang tampak
3. Titik awal pengontrasan cukup di peroleh dari data aktual seperi kesilapan terjemah,
kesulitan belajar dll
4. Referensi dua sistem bahasa di pergunakan untuk menerangkan interferensi yang di
amati.
5. Dasar teori dapat bersifat elektik yang berisi pandangan geberatif transformasi
6. Boleh hirarki kesulitan didasrkan pada pengalaman serta intusisi, bukan teori
linguistik yang smesetinya.

AK versi Moderat terdiri dari 3 sumber :

1. Pengamalaman dalam praktik mengajar para guru bahasa kedua


2. Studi mengenai bahasa anatara dan
3. Teori belajar bahasa

Maka menurut Lee AK perlu di lakukan karena sebagai berikut :

1. Penyebab utama kesulitan belajar, kedua interferensi belajar dari belajar bahasa ibu
pembelajar.
2. Kesulitan terjadi karena perbedaan dari kedua sistem bahasa
3. Semakin besar perbedaan kedua bahasa semakin besar pula kesulitanya
4. Hasil perbandingan dari dua bahasa itu perlu untuk meramalkan kesulitan belajar
5. Apa yang di ajarkan harus sesuai denga perbedaaan yang ada

Sedangkan munculnya AK didasarkan oleh 3 asumsi yaitu :

1. Pengalaman mengajar gur-guru bahasa asing yang selalu menemukan kesalahan


2. Studi tentang kontak bahasa dalam situasi kdwibahasaan
3. Teori belajar teutama teori transfer di pandang sebagai fasilitasi yang bersifat positif,
disamping ada interferensi yang bersifat negatif.

Tujuan AK adalah sebagai berikut :

1. Memberikan wawasan tentang persamaan dan perbedaan antara bahasa pertama


dengan bahasa kedua yang akan dipelajari
2. Menjelaskan dan memperkirakan masalah-masalah yang timbul dalam belajar B2
3. Mengembangakan bahan pelajaran bahasa kedua untuk pengajaran bahasa.

C. KRITIK TERHADAP AK

Analisis kontrastif yang mencoba mengontraskan dua bahasa yang berbeda dengan
maksud untuk mengenali sebab-sebab timbul-nya interferensi dan meramalkan kesukaran
belajar pembelajar ternyata menimbulkan berbagai kritik dari ahli bahasa maupun ahli
pengajaran bahasa.

1. Kritik pertama di kemukakan oleh Ronald Wardhaugh


Bahwa AK menimbulkan ketidakpastian karena tidak memadainya teori linguistik yang ada.

2. Kritik kedua dikemukakan oleh Whitman dan Jackson,

Ketika mereka mengadakan tes empirik terhadap teori AK. AK baik secara teoritis maupun
praktis hasilnya tidak memadai untuk meramalkan interferensi yang di perbuat oleh
pembelajar.

3. Kritik ketiga oleh Brown

AK yang populer ini itu ternyata hanya berhasil meramalkan kesulitan dalam bidang
fonologi.

4. Keempat oleh abdul wahab

Penerapan AK terhadap dua sistem bahasa yang sangat berbeda harus ditinjau kembali.
Argumentasi yang di ajukan adalah pengamatannya terhadap kontras B1 dengan bahasa
sanksekerta dalam bidang sintaksis.
BAB 6

PEMBELAJARAN BAHASA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA

A. PENGERTIAN KEDWIBAHASAAN
a. Robert Lado (1964:214)

Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama
sebaiknya. Pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa.

b. Mackey (1956: 155)

Permakaian yang bergantian dari dua bahasa oleh seoarang penutur atau masyarakat ujaran.

c. Hartman dan Strok (1972:27)

Pemakain dua bahasa oleh seoarang penutur atau masayarakat ujaran

d. Bloomfield (1958:56)

Kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh sorang penutur.

e. Hougen (1968:10)

Tahu dua bahasa

B. KONTAK BAHASA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA

Masyarakat di Indonesia umumnya tergolong masyarakat dwibahasa. Mereka


menguasai bahasa pertama (B1) bahasa Daerah dan bahasa kedua (B2) bahasa Indonesia.
Bahkan ada yang multi bahasa di samping mengusai bahasa (BD) dan (BI) juga menguasai
bahasa asing. Banyak gejala yang berhubungan dengan terjadinya masyarakat dwibahasa di
Indonesia khususnya ataupun di dunia pada umumnya. Setiap bahasa yang bertemu pasti
menjadi kontak. Menurut MacKey kontak bahasa adalah pengaruh baha atausa satu kepada
bahasa lain baik secara langsung. Akibat terjadinya kontak bahasa bagi pemakai bahasa
adalah sering timbul interferensi atau transfer.

Kontak bahasa menimbulkan interferensi sering di anggap sebagai peristiwa negatif, karena
masuknya unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau sebaliknya menyimpang
dari kaidah bahasa masing-masing. Sedangkan transfer terjadinya kontak bahasa sering di
pandang sebagai gejala yang wajar dan positif.

Menurut Jakobovits ada lima unsur dasar yang memingkinkan terjadinya transfer, yaitu

1. Kemampuan berbahasa pertama


2. Kemampuan berbahasa kedua
3. Adanya hubungan anatara B1 dengan B2
4. Keterlibatan B2 di dalam B1
5. Keterlibatan B1 di dalam B2

Maka secara teoritis proses transfer dalam bahasa kedua adalah kemampuan berbahasa kedua
merupakan fungsi gabungan dari kemampuan bahasa pertama, keterlibatan bahasa pertama
dengan bahasa kedua.

C.TIPOLOGI KEDWIBAHASAAN

Ada tiga kedwibahasaan menurut Weinreich sebagai berikut :

1. Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa


kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa
bahasa yang lain. Adapun urutanya Ide, Ide, diungkapkan dalam B1, diterjemahkan,
dan di ungkapkan dalam B2.
2. Kedwibahasaan koordinatif/sejajar adalah kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa
pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu. Adapun penjelasan
bagan sebagai berikut Ide, di ungkapkan dalam B1 dan di ungkapkan dalam B2.
3. Kedwibahasaan sub-ordinatif (kompleks) adalah kedwibahasaan yang menunjukkan
bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memamsukkan unsur B2 atau
sebaliknya. Penjelsanya Ide, diterjemahkan, di ungkapkan dalam B1 dan diungkapkan
dalam B2.

Selanjutnya menurut Pohl menunjukkan tiga tipe kedwibahasaan sebagai berikut :

1. Kedwibahasaan horizontal adalah situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda, tetapi
masing-masing beahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi,
kebudayaan, maupun dalam kehidupan kelaurga dari kelompok pemakaiaanya.
2. Kedwibahasaan vertikal adalah pemakain dua bahasa baku atau dialek, baik yang
berhubungan atau terpisah, di miliki oleh seorang penutur. Tipe ini lazim disebut
diglosia.
3. Kedwibahasaan diagonal adalah pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara
bersam-sama, tetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa
baku yang dipakai oleh masayarakat itu.

Selanjtnya Arsenan mengkalsifikasikan ada dua tipe kedwibahasaan sebagai berikut :

1. Kedwibahasaan produktif atau kedwibahasaan aktif atau kedwibahasaan simetrik


yaitu pemakaian dua bahasa oleh seorang individu terhadap seluruh aspek ketrampilan
berbicara, ketrampilan membaca dan ketrampilan menulis.
2. Kedwibahasaan reseptif atau pasif, atau asimetrik adalah pemakaian dua bahasa oleh
seorang individu yang hanya terbatas pada aspek membaca dan menyimak saja.
Misalnya pada kemampuan berbahasa.
D.FENOMENA BAHASA ANTARA

Bahasa antara adalah bahasa yang di hasilkan oleh seorang pembelajar yang sedang
dalam proses menguasai bahasa B2. Pada tahap awal ini bahasa antara pembelajar B2 masih
di dominasi pemakaian kode B1 secara perlahan –lahan, lama kelamaan pemakainan
bahasanya akan di dominasi pemakaian kode B2 dan bahkan pada akhirnya akan mencapai
titik penguasaan koordinat antara B1 dan B2.

Campur kode sebagai salah satu fenomena yang terjadi pada pembelajar juga tidak
mungkin di hindarkan. Campur kode ini merupakan fenomena pemakainan dua bahasa atau
lebih dengan memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara
konsisten. ciri dari campur kode ini adalah adanhya ketergantungan yang landai adanya
hubungan timbal-balik antara peranan (siapa yang memakai) dan fungsi apa yang hendak di
capai oleh pembicara melalui ujaran bahasa. Selanjutnya adanya unsur-unsur bahasa atau
variasi bahasa yang disisi dan telah kehilangan fungsi aslinya yang secara keseluruhan hablur
dan mendudukung makna bahasa yang di sisipi-nya.

E.PERMASALAHAN DALAM PBI

Masyarakat Indonesia umumnya merupakan masyarakat dwibahasa dengan bahasa


daerah sebagai bahasa B1 dan bahasa Indonesia bahasa B2. Penetuan materi pelajaran yang
disusun dan dikembangakan dalam kuriulum penagajaran bahasa Indonesia, selalu hanya
bertumpu pada keadaan yang ada pada bahasa Indonesia itu sendiri. Apabila kita menyadari
bahwa masyarakat dwibahasa, pengajaran bahasa Indonesia harus direncanakan dan disusun
dengan mempertimbangankan situasi kebahasaan dan situasi masayarakat pemakaian bahasa
yang akan di jadikan sasaran panajarannya. Salah satu permasalahan yang perlu diperhatikan
adalah sudahkan dalam penyususan kurikulum penajaran bahass Indonesia untuk
mesayarakat Indonsia terlebih dahulu diawali dengan pengukuran kdwibahasaan masyarakat
Indonesia terlebih dahulu di awali dengan pengukuran.

F.PENGUKURAN KEDWIBAHASAAN

Konsep pengukuran kedwibahasaan di maksudakan agar para ahli pengajaran bahasa


sebelum melakukan perencanaan dan penyusunan kurikulum pengajaran bahasa Indonesia
terlebih dahulu mau memperhitungkan situasi, kedwibahasaan.

Pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan dari berbagai aspek.Mackey (1956)


mengemukakan bahwa pengukuran kedwibahasaan dapat di lakukan melalui beberapa aspek,
yaitu aspek tingkat, aspek fungsi, aspek pergantian dan aspek interferensi. Pengukuran
kedwibahasaan dari aspek tingkat dapat di lakukan dengan mengamati kemampuan memakai
unsur-unsur bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon serta serta ragam bahasa.
Sasaran pengukuran di fokuskan pada kemampuan berbahasa seperti menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Pengukuran kedwibahasaan aspek fungsi dapat dilakukan melalui
kemampuan pemakaian dua bahasa yang dimiliki sesuai dengan kepentingan-kepentingan
tertentu. Semakin tinggi frekuensi pemakaian aneka fungsi kedua bahasa yang di miliki
semakin tinggi pula fungsi kedwibahasaan yang di kuasai.

Selanjutnya ada dua faktor penting yang harus di perhatikan dalam pengukuran
kedwibahasaan dari segi fungsi yaitu faktor internal dan eksternal. Dimana faktor eksternal
yaitu faktor di luar pemakaian bahasa dan faktor internal faktor yang menyangkut pamakaian
bahasa internal. Menurut jakobovits teknik pengukuran bahasa dengan cara :

a. Menghitung jumlah tanggapan terhadap rangsangan dalam B1


b. Menghitung jumlah tanggapan dalam B2 terhadap rangsangan dalam B1
c. Menghitung perbedaan total antara B1 dan B2
d. Menghitung jumlah tanggapan dalam B1 terhadap rangsangan B2
e. Menghitung jumlah tanggapan dalam B2 terhadap rangsangan dalam B2
f. Menghitung tanggapan dalam B2 terhadap rangsangan dalam B1
g. Menghitung tanggapan terjemahan terhadap rangsangan dalam B2
h. Menghitung tanggapan terjemahan terhadap rangsangan dalam B2
i. Menyatakan hasil dalam bentuk presentase.
j. Menghitung tanggapan dua bahasa terhadap rangsangan B1 dan B2 jika
memungkinkan.
BAB 7

ANALISIS KESALAHAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

A. PENGERTIAN KESALAHAN BERBAHASA

Kesalahan berbahasa adalah penyimpanan kaidah dalam pemakaian bahasa. Di


Indonesia banyak yang terjadi seperti itu. Dunia anak adalah dunia bermain, teman
bermainnya adalah teman-teman yang ada di lingkunganya terdekatnya. Oleh karena itu
motivasi belajar bahasa baru (B2,B3,B4 dan setesrusnya). Di samping anak memiliki
motivasi intregatif , sistem penguasaan bahasa anak, sudah di atur secara kodrati oleh alat
pemerolehan bahasa LAD (Language acquisition device). Kendala yang di alami oleh orang
dewasa Indonesia ketika memasuki wilayah BD baru, mereka tidak cepat dapat menguasai
BD baru, dimana LAD orang dewasa sudah diambil alih oleh pikiran sejak proses lateralisasi
terjadi pada masa pubertas.

B. BAHASA ANTARA BUKAN KESALAHAN BERBAHASA

Bahasa antara merupakan bahasa yang dihasilkan oleh seorang yang sedang dalam
proses menguasai bahasa kedua. Ciri utama bahasa antara adalah adanaya penyimpangan
struktur lahir dalam bentuk kesilapan berbahasa. Kesalahan –kesalahan bahasa menurut
Corder (1971) membedakan istrilah salah (mistake), selip (lapses), dan silap (erros).

Salah (mistake) adalah penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu
menentukan pilihan penggunaaan pengungkapan yang tepat sesuai dengan situasi yang ada.
Misalnya :

1. Boleh mengambilo setiap orang hanya satu butir


2. Kepada Bapak Camat di persilahkan menayampaikan sambutan-nya
3. Jika ingin menyampaikan maksud kepada orang tua, maka anak muda harus bersikap
santun.

Selip (Lapses) merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat perhatian
topik pembicaraan secara sesaat.

1. Ketika orang lain bekerakal, justru dia bersembunyi di kamar, siapa yang tidak
malah, aku gedor pingtunya agar dia mau bangkit (katanya sambil menahan amarah)
2. Dia jatuh dari sepeda motornya karena abnyak kelikir di jalan.(ucapanya sambil
gemetar karena masih shock melihat korban yang hanya diam saja).

Silap (errors) merupakan penyimpangan bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi karena
pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. Misalnya

1. Mama anjing, aku takut mama!


2. Papa mimikk...mama jelek !

Selanjtnya data –data yang di pakai untuk mengamati bahasa antara pembelajar adalah data
yang relevansinya dengan bahasa antara itu sendiri, yaitu

a. Ujaran bahasa asli penutur yang di hasilkan oleh pembelajar


b. Ujaran bahasa antara yang di hasilkan oleh penutur bahasa asli itu
c. Ujaran bahasa sasaran (B2) yang dihasilkan oleh penuturasli bahasa itu

C. SEBAB TERJADINYA KESALAHAN DALAM PROSES BELAJAR BAHASA

Proses sentral adalah proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing yang terjadi
pada sistem kognisi pembelajar. Sistem kognisi berkembang sesuai tahap pekembangan
pikiran. Selanjutnya pikiran memproses informasi yang di terima, hal ini yang menimbulkan
kesalaha berbahasa pada seorang pembelajar bahasa. Menurut Selinker ada lima proses
sentral yang terjadi pada bahasa antara pembelajar, yaitu :

1. Transfer bahasa sebagai kesilapan yang terjadi karena pemindahan unsur bahasa
kedua.
2. Transfer of training sebagai kesilapan karena prosedur pengajaran
3. Strategi belajar B2 dapat menimbulkan kesilapan pendekatan yang di lakukan oleh
pembelajarterhadap materi kaidah bahasa kedua yang sedang di pelajari.
4. Strategi komunikasi sebagai kesilapan yang terjadi karena pendekatan yang di
lakukan oleh pembelajar dalam komunikasi dengan orang lain/penutur asli.
5. Over generelazation sebagai kesilapan yang disebabkan oleh generalisasi yang
berlebihan

Selanjutnya Piet Corder (1973) menyebutkan ada tiga proses sentral , yaitu :

1. Karena transfer, kesilapan karena karena pengaruh bahasa ibu


2. Analogi atau generalisasi secara berlebihan dalam menerapkan kaidah bahasa yang
sedang di pelajari dalam konteks yang keliru.
3. Karena pengajaran yang salah yaitu kurang efisiensinya proses pangajaran, bahasa
kedua baik yang menyangkut materi, teknik maupun metodologi pengajarannya.

Tayler (1975) mengindentifikasi kesilapan ini menjadi lima yaitu :

1. Generalisasi yang berlebihan


2. Transfer
3. Terjemahan (kesilapan yang menyebabkan berubahnya jawaban yang di kehendaki)
4. Kesilapan yang tidak diketahui penyebabnya
5. Kesilapan yang tidak perlu di pertimbangkan
D. LANGKAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

Langkah analisis kesilapan Corder (1971) mengemukakan tiga tahap .

1. Tahap mengenal kalimat-kalimat idiosinkretik. Kaidah umum, bahwa setiap kalimat


untuk sementara di anggap idiosinkretik. Dengan melihat kalimat yang baik dan yang
tidak baik susunan-nya analisis dapat merekontruksi kalimat yang di anggap benar
oleh penutur B2 baik ekspresi nmaupun konteksnya.
2. Mendeskripsikan bahasa antara berdasarkan pasangan-pasangan kalimat yang baik
dan jelek strukturnya di atas tadi.
3. Penjelasan. Dua tahap pertama tadi bersifat linguistis, maka tahap ini bersifat
psikolinguistik. Penjelasan itu menyangkut masalah mengapa bahasa antara itu
demikian adanya.

E. IMPLIKASI Aks DALAM PBI

Masyarakat Indonesia kebanyakan dwibahasawan dengan bahasa Daerah (BD)


sebagai B1 dan bahasa Indonesia (BI) sebagai B2. Penelitian kemampuan berdwibahasa
terhadap anak-anak SD di DIY oleh Dr. Soepomo menunjukkan bahwa kemampuan ber B1 –
nya masih lemah. Hal ini di buktikan dengan banyaknya ke salahan pembelajaran dalam ber-
BI. Sebab –sebab terjadinya keselahan pemabelajaran dalam ber- BI. Sebab–sebab terjadinya
kesalahan adalah 1) pengertian yang kacau, 2) interferensi, 3) karena logika yang belum
masak, 4) karena analogi, dan 5) sikap sembrono.

Dari beberapa penelitian guru bahasa belum mampu mengindentifikasi sebab-sebab


kesalahan serta seberapa tingkat kesalahan yang di perbuat oleh pembelajar dalam berbahasa.
Bertolak dari teori-teori dasar analisis ‘’bahasa antara” melalui analisis kesalahan serta
sebagai sebab terjadinya, kiranya analisis kesalahan dapat di terapkan untuk meningkatkan
keberhasilan pencapaian tujuan penagajaran bahasa. Argumen–argemun yang di kemukakan
anatara lain :

1. Masyarakat Indonesia yang kebanyakan dwibahasaan dengan B1 berupa BD memiliki


kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan kesalahan ber-B1
2. Kemungkinan timbulnya kesulitan guru untuk menerapkan analisis kesalahan dalam
pengajaran bahasa (B1) sangat kecil karena semua guru menguasai B1 secara baik
sedang seandainya guru menguasai BI, pembelajaran tidak ada kesulitan untuk
mendapatkan bantuan penutur asli.
3. Pembelajar –pembelajar kebanyakan bukan orang yang asing sama sekali dengan B1
sehingga kemungkinan keberhasilannya jauh lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai