Anda di halaman 1dari 57

1

ASKEP NY. C
DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK )
RUANGAN HEMODIALISA RSUD PASAR REBO

DOSEN PEMBIMBING :

NS. TRI AGUSTIN CHEAMAR., Skep

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 7
ALI SODIKIN NIM P 17120019003

DEWI SRI VERA NIM P 17120019007

IKE SULIATIAWATI NIM P 17120019014

RISYA A.TAMAELA NIM P 17120019025

RPL PRODI KEPERAWATAN


POLTEKES JAKARTA I TA. 2019/ 2020
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Pada Ny. c yang Mengalami GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK
) di Ruangan Hemodialisa RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur“

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah memberi bantuan berupa bimbingan, pengarahan dan dukungan
baik moral maupun materi sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan. Terima
kasih ini penulis ucapkan kepada:
1. Ibu Mumpuni ., S.Kp., M. Boimed Selaku Ketua Jurusan keperawatan
Poltekes Kesehatan Kementraian Kesehatan Jakarta I.

2. Ibu Ii Solihah, SKp., MKM selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta I
3. Ibu Rospa Hetarie.,SST,MA.Kes selaku Penanggungjawab Prektik Klinik
Keperawatan Medical Bedah II

4. Ibu Ns. Tri Agustin Cheamar, Skep., Selaku Pembimbing dalam


pembuatan makalah asuhan keperawatan.
5. Direktur RSUD Pasar Rebo yang telah memberikan izin lahan praktik
untuk penulis dalam pengambilan kasus makalah kami.
6. Kepada kepala ruangan dan CI Ibu Linda Samosir., Skep., Ners
Ruangan Hemodialisa RSUD Pasar Rebo yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
7. Kepada semua rekan – rekan kelompok 7 ( Bapak Ali Sodikin, Ibu Dewi
Sri Vera, Ibu Ike dan Ibu Risya ) dengan melalui kebersaman dan
kekompakan kita selama 1 minggu, sehingga kita bisa sama mebuat dan
menuyusun makalah ini dengan tepat waktu tanpa ada kendala dan
hambatan apapun, semua itu bukan karena hebat dan kuatnya kami
namun semua itu karena tuntuntan Tuhan yang maha kuasa kepada kita
kelompak 7.
3

Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah kami ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Penulis

Kelompok 7

DAFTAR ISI
4

COVER.................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................6
A. Pendahuluan .............................................................................7
B. Rumusan Maslah.........................................................................7
C. Tujuan Umum...............................................................................7
D. Tujuan Khusus.............................................................................7
E. Manfaat Penulisan.......................................................................7
F. Sistematika pelaksanaan ............................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................10
A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik .......................................10
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik .................................................10
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik....................................................17
4. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik..........................................17
5. Manifestasi / tanda gejala Gagal Ginjal Kronik...................20
6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik.........................................21
7. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik...................21
8. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik ...................................22
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hemodialisa ............................26
1. Pengkajian Hemodialisa ...........................................................26
2. Diagnosa Hemodialisa ..............................................................28
3. Intervensi Hemodialisa .............................................................30
4. Implementasi Hemodialisa .......................................................44
5. Evaluasi .....................................................................................44
BAB III TINJUAN KHASUS .................................................................45
1. Pengkajian Keperawatan.......................................................45
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................47
3. Perencanaan Keperawatan....................................................48
5. Implementasi Keperawatan....................................................48
6. Evaluasi Keperawatan............................................................48
5

BAB IV PEMBAHASAN .....................................................................50


A. Pengkajian Keperawatan ........................................................50
B. Diagnosa Keperawatan .........................................................52
C. Perencanaan Keperawatan ...................................................52
D. Implementasi Keperawatan ...................................................53
E. Evaluasi Keperawatan ...........................................................54
PENUTUP ............................................................................................56
A. Kesimpulan ............................................................................56
B. Saran ........................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................58

BAB I
PENDAHULUAN
6

1. Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten

dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju filtrasi

glomerulus (glomerolus filtration rate/GFR) yang dapat digolongkan ringan dan

berat (Mansjoer, 1999 : 531).

Gagal ginjal kronik adalah satu sindrom klinis yang disebabkan

penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan

cukup lanjut (Slamet, 2001 : 427)

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea

dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002 : 1448).

Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan

sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di

dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme

lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Rumusan Masalah
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan GAGAL
GINJAL KRONIK ( GGK )

C. Tujuan Umum
7

Memberikan gambaran nyata tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn. S yang


Mengalami GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK ) di Ruangan Hemodialisa RSUP
Pasar Rebo Jakarta Timur.

D. Tujuan Khusus

Menggambarkan proses dan hasil :


a. Penggkajian keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Ny. C yang
Mengalami GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK ) di Ruangan Hemodialisa
RSUP Pasar Rebo Jakarta Timur
b. Penatapan diagnosis keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Ny. C
yang Mengalami GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK ) di Ruangan
Hemodialisa RSUP Pasar Rebo Jakarta Timur Perencanaan
keperawatan untuk memecahkan masalah yang ditemukan
c. Implementasi keperawatan pada Pada Ny. C yang Mengalami GAGAL
GINJAL KRONIK ( GGK ) di Ruangan Hemodialisa RSUP Pasar Rebo
Jakarta Timur Perencanaan keperawatan untuk memecahkan masalah
yang ditemukan.
d. Evaluasi keperawatan pada Pada Ny. C yang Mengalami GAGAL GINJAL
KRONIK ( GGK ) di Ruangan Hemodialisa RSUP Pasar Rebo Jakarta
Timur Perencanaan keperawatan untuk memecahkan masalah yang
ditemukan.

E. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan dan memperdalam ilmu mengenai GAGAL
GINJAL KRONIK ( GGK )serta dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan
asuhan keperawatan di masa depan.
2. Bagi Institusi pendidikan
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengesuatu
kelompok sekelompok sel-sembangkan ilmu mengenai asuhan keperawatan
pada pasien dengan mengenai GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK ).
8

3. Bagi Wahana praktik


Diharapkan hasil makalah ini dapat menjadi salah satu referensi atau acuan
untuk tenaga kesehatan khususnya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan mengenai GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK)

F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara singkat tentang penyusuanan karya tulis
ilmiah ini secara sistimatis dapat di uraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang memberikan permasalahan yang
akan di uraikan yang terdiri dari latar belakang, tujuan umum dan tujuan
khusus penulisan, manfaaf penulisan, sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORI


Merupakan laporan kasus pada pasien dengan kasus GAGAL GINJAL
KRONIK ( GGK ) di Ruangan Hemodialisa RSUP Pasar Rebo Jakarta
Timur dengan sistematika mulai dari Konsep penyakit :definisi,
anatomi fisiologi, etiologi, patofiologi, Manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan medis, komplikasi dan Konsep Asuhan

BAB III : TINJAUAN KASUS

Merupakan pembahasan kasus pada pasien GAGAL GINJAL


KRONIK ( GGK ) di Ruangan Hemodialisa RSUP Pasar Rebo
Jakarta Timur, yang meliputi Pengkajian, Diagnosa, Intevensi dan
Evaluasi.

BAB IV : PENUTUP

1. Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan laporan materi


tertulis pada BAB I.
9

2. Saran merupakan input yang harus operasional yang dapat


ditunjukkan kepada instansi kesehatan setempat organisasi
profesi, maupun anggota profesi institusi
Daftar Pustaka
Lampiran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK )


1. Defenisi

Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
10

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia


( Retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah ) . ( Bruner dan Suddart
2001).
Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat
fatal dan di tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau
transplantasi ginjal) . (Nursalam.2006)
Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irrefersibel.(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
Gagal Ginjal Kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan
terus menerus. ( Patofisiologi, Elizabeth corwin, 2000)

2. Anatomi Fisiologi

a. Struktur Makroskopis Ginjal

Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah

beberapa centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di sebelah anterior,

ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di

sebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah.

Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-7 cm dan

tebalnya 2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr. Ginjal kiri lebih

panjang dan tinggi dari ginjal kanan dikarenakan hati berada di atas ginjal kanan.

Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan

mempertahankan posisi ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous yang

disebut kapsula renalis, kapsula renalis ini dikelilingi oleh lapisan lemak ferirenal

dan pacia gerota yang akan melindungi semua bagian ginjal kecuali hilum, area

dimana pembuluh darah keluar dan masuk daerah ini.


11

Ginjal dibagi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar) dan

medula (bagian dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang disebut

piramid. Terdapat 12 sampai 18 piramid untuk setiap ginjal. Piramid-piramid

tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolom bertini. Piramid tampak

bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulusa dan duktus pengumpul

nefron. Papila atau aspek dari tiap piramid membentuk duktus papilari belini.

Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal

membentuk cawan yang disebut kaliaks minor. Selanjutnya bersatu sehingga

membentuk pelvis ginjal. Merupakan reservoar utama sistem pengumpul urine.

Gambar 1 Anatomi Potongan Melintang Ginjal

b. Struktur Mikroskopis Ginjal

Menurut Syaifuddin (2002 : 221-223), struktur mikroskopis ginjal terdiri dari

satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1,3 juta

nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah, arteri renalis membawa
12

darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal

masing-masing membentuk simpul satu badan malfigi yang disebut glomerulus.

1) Glomerulus, bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak

di dalam kapsula bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan

meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol aferen natrium secara bebas

difiltrasi dalam glomerulus sesuai dengan konsentrasi.

Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% kalium plasma terikat

oleh protein dan tidak bebas difiltrasi sehingga kalium dalam keadaan normal

kapsula bowmen. Ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya seperti kapsula

cekung meliputi glomerulus yang saling melilitkan diri.

2) Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung dengan 15 mm

diameter 55m, bentuknya berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian

medula dan kembalui ke korteks sekitar 2/3 dari natrium yang berfiltrasi

diabsorbsi secara isotonis bersama klorida. Proses ini melibatkan transportasi

aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengeluaran air

dan natrium, hal ini dapat mengganggu pengenceran dan pemekatan urine yang

normal. Kalium diresorbsi lebih dari 70% kemungkinan dan dengan mekanisme

transportasi aktif akan terpisah dari resporsi natrium.

3) Gelung henle (ansa henle), bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen

tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle

2-14 mm. klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asedens gelung

henle dan natrium yang bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan

listrik. Sekitar 25% natrium yang difiltrasi diserap kembali karena darah nefron
13

bersifat tidak permeabel terhadap air. Reabsorbsi klorida dan natrium dipars

asendens penting untuk pemekatan urine karena membantu mempertahankan

integritas gradiens konsentrasi medulla. Kalium terfiltrasi sekitar 20-25%

diabsorbsi pada pars asendens lengkung henle. Proses pasi terjadi karena

gradien elektrokimia yang timbul sebagai akibat dari reabsorbsi aktif klorida pada

segmen nefron ini.

4) Tubulus distal konvulta, bagian ini adalah tubulus ginjal berkelok-kelok dan

letaknya jauh dari kapsula bowman panjang 5 mm. tubulus distal dari masing-

masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm. Masing-

masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan medulla ginjal yang bersatu

membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara ke dalam duktus

belini, seterusnya menuju kalik minor ke kalik mayor, dan akhirnya

mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis pada aspeks masing-masing

piramid medula ginjal, panjang nefron keseluruhan ditambah duktus koligens

adalah 45-65 mm. nefron yang berasal dari glomerulus korteks (nefron korteks)

mempunyai ansa henle yang memanjang ke dalam piramid medula.

5) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan

secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini dengan aldosteron yang

paling berperan terhadap reabsorbsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan

mereabsorbsi dan mensekresi kalium. Ekskresi aktif kalium diperhatikan pada

duktud koligen kortikal dan mungkin dikendalikan oleh aldosteron. Reabsorbsi

aktif kalium murni terjadi dalam duktus koligen medula.


14

Gambar 2. Nefron

c. Fungsi Ginjal

Menurut Syaifuddin, 1997 : 108), fungsi ginjal adalah :

1) Memegang peranan penting dalam peranan zat-zat toksin atau

racun.

2) Mempertahankan suasana keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan

tubuh

3) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.


15

4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin dan

amoniak.

5) Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh.

d. Pembuluh Darah Ginjal

Arteri Renalis merupakan percabangan dari aorta abdominalis letaknya

kira-kira setinggi vertebra lumbalis dua, karena aorta terletak di sebelah kiri garis

tengah maka arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri

renalis bercabang waktu masuk ke dalam hilus ginjal.

Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak

di sebalah kanan garis tengah. Sehingga vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih

panjang dari vena renalis kanan. Arteri renalis masuk ke dalam hilus, kemudian

bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya

membentuk arteri akuarta yang melengkung melintas basis piramid-piramid

tersebut. Arteri arkuarta kemudian membentuk arteriola interlobularis yang

tersusun paralel dalam korteks. Arteriol interlobularis ini selanjutnya membentuk

arteriola aferen. Arteriola aferen akan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yang

disebut glomerulus.

Skematik sirkulasi darah ginjal ditunjukkan berikut ini :

Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis  arteri renalis kanan dan kiri

 arteri interlobalis  aorta aferen  glomerolus  arteriol aferen  vena

interlobularis  vena arkuarta  vena interlobaris  vena renalis  vena kava

inferior.
16

Proses pembentukan kemih dimulai dengan proses filtrasi plasma pada

glomerulus. Proses filtrasi ini dinamakan ultrafiltrasi glomerulus.

Aliran darah ginjal (renal blood flow) adalah sekitar 20-25% dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Bila hematokrit normal (45%) maka aliran
plasma ginjal (RPF) sama dengan 660 ml/menit, sekitar seperlima dari plasma
atau 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman atau dikenal
dengan istilah GFR (Glomerulus Filtration Rate).

3. ETIOLOGI

Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :


a. Glomerulonefritis
b. Nefropati analgesik
c. Nefropati refluk
d. Ginjal polikistik
e. Nefropati diabetik
f. Hipertensi
g. Obstruksi
h. Gout
i. Tidak diketahui

4. PATOFISIOLOGI

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi

dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh

untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi

pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk

meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.

Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban

solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan
17

tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan

reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.

Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :

a. Stadium I

Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.

Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien

asimptomatik.

b. Satdium II

Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang

berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya

25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein

dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan

nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.

c. Stadium III

Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah

hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR

(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin

serum dan BUN akan meningkat.

Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi

dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin

menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan

haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.


Peta Konsep
18

Kerusakan jaringan ginjal

Penurunan fungsi ginjal

GFR turun Sekresi eritropetin turun

Sisa metabolisme meningkat


Eritropoesis turun
Sekresi ureum melalui
kulit
Iritasi saluran cerna
Anemia

Terasa penuh pada lambung Pruritus


Suplai O2 ke jaringan kurang

Mual dan muntah Gangguan integritas kulit


Metabolisme anaerob

Gangguan intake nutrisi


Produksi ATP kurang

Proteinuria Kelemahan otot

Intoleransi aktivitas
Hipoalbumin

Tekanan osmotic koloid turun


Sekresi ADH & aldosteron
Volume Cairan
Migrasi airan ke interstisial intravaskuler turun

Retensi natrium dan air


Udem paru
Mekanisme rennin
angiotesnsin
Nafas cepat & dangkal Udem Hiperkalemia
Curah jantung meningkat
Gangguan pola nafas
Ketidakseimbangan cairan &
Payah jantung elektreolit
19

5. MANIFESTASI KLINIS

a.     Manifestasi klinik menurut (Smeitzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem rennin-angiostenin-
aldosteron), gagal jantung kongesif dan odema pulmoner akibat cairan
berlebihan dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

b.   Manifestasi klinik menurut (Suyono, 2001) adalah sebagai berikut :

1.   Sistem kardiovaskuler
 Hipertensi
 Pitting
 Edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction sub pericardial

2.  Sistem pulmoner

 Krekel
 Nafas dangkal
 Kusmaull
 Sputum kental dan liat

3.  Sistem gastrointestinal

 Anoreksia, mual dan muntah


 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan perdarahan mulut
 Nafas berbau amonia

4.  Sistem muskuloskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang

5. Sistem integumen
20

 Warna kulit abu-abu mengkilat


 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar

6.   Sistem reproduksi

 Amenorhoe
 Atrofi testis

6. KOMPLIKASI

Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang


memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :

 Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan


masukan diet berlebih.
 Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
 Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastro intestinal.
 Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.     Pemeriksaan Laboraturium

    Laboraturium Darah :


BUN, Kreatinin, Elektrolit, (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit,
Ht, leukosit), Protein antibody (kehilangan protein dan imunoglobulin)
     Pemeriksaan Urine :
Warna, PH, BJ, Kekeruhan, Volume, Glukosa, Protein, Sedimen, SDM,
Keton, SDP, TKK/CCT.
21

2.      Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)

3.      Pemeriksaan USG
Menilai berat dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta
prostat.

4.     Pemeriksan Radiologi
Renogram, Intravenosus, Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Arteriografi, dan Venografi, CT scan, MRI, Renal Biopsi, Pemeriksaan
Rontgen Dada, Pemeriksaan Rotgen Tulang, Foto Polos Abdomen.

8. PENATALAKSANAAN HEMODIALISA
a. Definisi
Hemodialisa atau hemodialisis merupakan terapi cuci darah di luar tubuh.
Terapi ini umumya dilakukan oleh pengidap masalah ginjal yang ginjalnya sudah
tak berfungsi dengan optimal. Pada dasarnya, tubuh mansua memang mampu
mencuci darah secara otomatis, tapi bila terjadi masalah pada ginjal, kondisinya
akan lain lagi.
Ginjal sendiri merupakan organ yang punya peran amat vital dalam tubuh.
Organ ini bertanggung jawab untuk penyaringan darah. Selain membersihkan
darah dalam tubuh, ginjal juga membentuk zat-zat yang menjaga tubuh agar
tetap sehat. Namun, pada pengidap penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal,
organ ini sudah tidak bisa berfungsi dengan baik.
Kondisi di ataslah yang membuat tubuh membutuhkan proses cuci darah
menggunakan bantuan alat medis. Dengan kata lain, dalam kondisi ini,
hemodialisa menggantikan peran ginjal ketika organ tersebut sudak tidak mampu
bekerja secara efektif.
22

b. Jenis – jenis Hemodialisa


Ada dua jenis utama dialisis: “Dialisis peritoneal” dan “hemodialisis“.
Hemodiaisis adalah menggunakan jenis khusus filter untuk menghilangkan
produk limbah dari darah. Dialisis peritoneal adalah menggunakan cairan yang
ditempatkan ke dalam rongga perut pasien melalui tabung plastik khusus
untuk mengeluarkan kelebihan produk sampah dan cairan dari tubuh.

Selama hemodialisis, darah dari tubuh pasien dialirkan melalui filter mesin
dialisis, yang disebut “membran dialisis.” Untuk prosedur ini, pasien memiliki
tabung plastik khusus ditempatkan di antara arteri dan vena di lengan atau
kaki (disebut “Gortex graft“). Kadang-kadang, hubungan langsung dibuat
antara arteri dan vena di lengan. Prosedur ini disebut “Cimino fistula“. Jarum
kemudian ditempatkan di graft atau fistula, dan darah dialirkan ke mesin
dialisis, melalui filter, dan kembali ke tubuh pasien. Jika pasien membutuhkan
dialisis sebelum cangkok atau jika ada fistula yang ditempatkan, kateter
berdiameter besar ditempatkan langsung ke pembuluh darah besar di leher
atau kaki untuk melakukan dialisis. Dalam mesin dialisis, larutan di sisi lain
dari filter menerima produk limbah dari pasien.

Dialisis peritoneal menggunakan pasien memiliki jaringan tubuh bagian


dalam perut (rongga perut) untuk bertindak sebagai filter. Rongga perut
memiliki membran khusus yang disebut membran peritoneum. Sebuah tabung
plastik yang disebut “kateter peritoneal dialisis” ditempatkan melalui dinding
perut ke dalam rongga perut. Sebuah cairan khusus kemudian dibilas ke
dalam rongga perut untuk mencuci sekitar usus. Membran peritoneal
bertindak sebagai filter antara cairan ini dan aliran darah. Dengan
menggunakan berbagai jenis larutan, produk limbah dan kelebihan air dapat
dikeluarkan dari tubuh melalui proses ini.

c. Indikasi Hemodialisa
Menurut Wijaya dkk, (2013) indikasi hemodialisa adalah sebagai berikut:
23

a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus < 5ml).
Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi: Hiperkalemia (K+ darah > 6 mEq/l), asidosis, kegagalan
terapi konservatif, kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200
mg%, Kreatinin serum > 6 mEq/l), kelebihan cairan, mual dan muntah
hebat.
b. Intoksikasi obat dan zat kimia
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
d. Sindrom hepatorenal dengan kriteria :
1) K + pH darah < 7,10 → asidosis
2) Oliguria/anuria > 5 hari
3) GFR < 5 ml/I pada GGK 4) Ureum darah > 200 mg/dl

d. Kontra Indikasi
Menurut Wijaya, dkk (2013) menyebutkan kontra indikasi pasien yang
hemodialisa adalah sebagai berikut:
a. Hipertensi berat (TD > 200/100 mmHg).
b. Hipotensi (TD < 100 mmHg).
c. Adanya perdarahan hebat.
d. Demam tinggi.

e. Komplikasi Hemodialisa
1.Kramotot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
2.Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
24

3.Aitmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4.Sindrom ketidakseimbanga dialisa


Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik
diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini
tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa
pertama dengan azotemia berat.

5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah
yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
8. Pembekuan darah 
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak kuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
f. Efek Samping Hemodialisa
Peran hemodialisa memang amat memang sangat vital, menggantikan fungsi
ginjal untuk menyaring tubuh. Namun, bukan berarti proses ini bebas efek
25

samping. Dalam beberapa kasus, hemodialisa bisa menimbulkan efek samping,


seperti kram otot atau kulit gatal.
Tak hanya itu saja, dalam beberapa kasus cuci darah juga bisa menimbilkan
efek samping seperti perut terasa penuh, atau kenaikan berat badan karena
cairan dialisat yang digunakan menggandung kadar gula tinggi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HD


1. PENGKAJIAN
a. Keluhan utama Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a) Sindrom uremia
b) Mual, muntah, perdarahan GI.
c) Pusing, nafas kusmaul, koma.
d) Perikarditis, cardiar aritmia
e) Edema, gagal jantung, edema paru
f) Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang
meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)

b. Riwayat penyakit sekarang


Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner &
Suddarth, 2001: 1398)

c. Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus
dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan
bagian dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana
komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang
berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang
sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi
26

selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang


berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)

d. Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi
penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah
financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual
yang menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan
ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien
yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)

e. ADL (Activity Day Life)


Nutrisi : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan
cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang
dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru,
pembatasan pada asupan protein akan mengurangi penumpukan limbah
nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1400)
Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga.
Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang
tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik,
frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.

f. Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan
menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan
tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali
pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra dan
sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
27

g. Manifestasi klinik
a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus
atau gatal-gatal
b. Kuku : kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary : uremic “lung” atau pnemonia
g. Asam basa : asidosis metabolik
h. Neurologic : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot :
pegal
i. Hematologi : perdarahan

h. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan,
dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre HD
1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7
gr/dl, Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris
untuk bernafas, Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman
nafas, dan Dipneu
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan
berlebih, retensi cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam
waktu sangat singkat, Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi
haluran, Edema, Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola
pernapasan , dan Perubahan tekanan darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet dan perubahan
membrane mukosa oral d.d nyeri abdomen bising usus hiperaktif,
28

kurang makanan, diare, kurang minat pada makanan, dan berat badan
20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
4. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung,
tampak waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir
5. Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia,
Defisit cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane
mukosa, integument, atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.

b. Intra HD
1.      Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler.
2.      Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa

c.       Post HD
1.      Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah
beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah
abnormal terhadap aktivitas.
2.      Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan
citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan
perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam penampilan, Respon
nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh
(mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif
tentang sesuatu
3.      Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
29

C.    INTERVENSI KEPERAWATAN
a.      Pre HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasion
1 Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
1.      Observasi 1.      Untuk
efektif b.d edema 1x24 jam diharapkan penyebab nafas menentuka
paru, asidosis Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan tidak efektif tindakan
metabolic, Hb ≤ 7 HD 4-5 jam, dengan Kriteria hasil: harus
gr/dl, Pneumonitis
a.       Nafas 16-28 x/m dilakukan
dan Perikarditis b.      edema paru hilan 2.      Observasi 2.      Menentuka
c.        tidak sianosis respirasi & nadi tindakan
3.      Berikan posisi
3.      Melapangk
semi fowler dada
sehingga
lebih longg
4.       Ajarkan cara
4.      Hemat
nafas yang sehingga
efektif tidak s
berat
5.       Berikan O2 5.      Hb
edema,
pneumoniti
asidosis,
perikarditis
menyebabk
suplai O
jaringan <
6.      Lakukan SU
6.      SU
pada saat HD penarikan
cepat pad
30

mempercep
penguranga
edema paru
7.      Kolaborasi 7.      Untuk
pemberian sehingga
tranfusi darah O2 ke j
cukup
8.      Kolaborasi 8.      Untuk me
pemberian infeksi p
antibiotic perikard
9.      Kolaborasi foto
9.      Follou
torak penyebab
tidak efekti
10.  Evaluasi kondisi
10.  Mengukur
klien pada HD keberhasila
berikutnya tindakan
11.  Evaluasi kondisi
11.   Untuk fol
klien pada HD kondisi klie
berikutnya
2 Kelebihan volume Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
1.      Observasi status1.      Pengkajian
cairan b.d 1x24 jam diharapkan cairan, timbang merupakan
penurunan haluaran Keseimbangan volume cairan tercapai setelah bb pre dan post untuk
urine, diet cairan dilakukan HD 4-5 jam dengan Kriteria Hasil: HD, memperole
berlebih, retensi
a.       BB post HD sesuai dry weight keseimbangan pemantaua
cairan & natrium b.      Edema hilang masukan dan evaluasi
c.       Retensi 16-28 x/m haluaran, turgor intervens
d.      Kadar natrium darah 132-145 mEq/l kulit dan edema,
distensi vena
leher dan monitor
31

vital sign
2.      Batasi masukan
2.      Pembatasa
cairan pada saat cairan
priming & wash menetukan
out HD weight, h
urine &
terhadap te
3.      Lakukan HD
3.      UF & TM
dengan UF & sesuai ak
TMP sesuai dg kelebihan
kenaikan bb cairan ses
interdialisis target
edeal/dry w
4.      Identifikasi 4.      Sumber ke
sumber masukan cairan
cairan masa diketahui
interdialisis
5.       Jelaskan pada
5.      Pemahama
keluarga & klien ↑kerjasama
rasional & keluarga
pembatasan pembatasan
cairan
6.      Motivasi klien
6.      Kebersihan
untuk ↑ mengurang
kebersihan mulut kekeringan
sehingga
keinginan
untuk minu
32

3 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama


1.      Observasi status Sebagai
       

nutrisi, kurang dari 1x24 jam diharapkan nutrisi: untuk me


kebutuhan tubuh Keseimbangan nutrisi tercapai setelah        Perubahan BB perubahan
b.d anoreksia, mual dilakukan HD yang sdekuat (10-12 jam/mg)        Pengukuran intervensi
& muntah, selama 3 bulan, diet protein terpenuhi, dengan antropometri sesuai
pembatasan diet Kriteria Hasil:         Nilai lab.
dan perubahan
a.       Tidak terjadi penambahan atau ↓ BB yang (elektrolit, BUN,
membrane mukosa cepat kreatinin, kadar
oral b.      Turgor kulit normal tanpa udema albumin, protein
c.        Kadar albumin plasma 3,5-5,0 gr/dl 2.      Observasi pola Pola diet
       

d.      Konsumsi diet nilai protein tinggi diet & s


berguna
menentuka
3.      Observasi faktor Memberik
       

yang berperan informasi,


dalam merubah mana yan
masukan nutrisi dimodifika
4.      Kolaborasi Tindakan
       

menentukan yang adek


tindakan HD 4-5 kejadian
jam 2-3 minggu muntah
anoreksia,
sehingga ↑
makan
5.      Kolaborasi Pemberian
       

pemberian infus albumin


albunin 1 jam infus iv
terakhir HD albumin se
6.      Tingkatkan  Protein
       
33

masukan protein akan


dengan nilai keseimbang
biologi tinggi: nitrogen
telur, daging,
produk susu
7.      Anjurkan Kalori
        a
camilan rendah energi,
protein, rendah memberika
natrium, tinggi kesempatan
kalori diantara protein
waktu makan pertumbuh
8.      Jelaskan rasional        ↑ pem
pembatasan diet, klien s
hubungan dengan mudah me
penyakit ginjal masukan
dan ↑urea dan
kreatinin
9.       Anjurkan Untuk
       

timbang BB tiap menentuka


hari cairan & nu
10.  Observasi adanya
10.     Penurunan
masukan protein dapat ↓ a
yang tidak pembentuk
adekuat, edema, udema
penyembuhan perlambata
yang lama, penyembuh
albumin serum
turun
34

4 Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama


1.      Evaluasi respon
1.      Ketakutan
situasional 1x24 jam diharapkan kesadaran pasien terhadap verbal dan non terjadi
perasaan dan cara yang sehat untuk verbal pasien. nyeri
menghadapi masalah meningkatk
Kriteria hasil : perasaan
    Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dan kemun
dapat ditangani. pembedaha
    Tampak rileks.
2.      Berikan 2.      Meningkat
penjelasan pemahama
hubungan antara mengurang
proses penyakit takut
dan gejalanya. ketidaktahu
dan
membantu
menurunka
ansietas.
3.      Berikan
kesempatan 3.      Mengungk
pasien untuk rasa takut
mengungkapkan terbuka
isi pikiran dan rasa takut
perasaan ditujukan.
takutnya.

4.      Catat perilaku
4.      Orang
dari orang terdekat/ke
terdekat/keluarga mungkin
yang tidak
35

meningkatkan memungkin
peran sakit pasien
pasien. mempertah
ketergantun
dengan
melakukan
sesuatu
pasien
mampu
melakukan
5.      Identifikasi 5.      Memberik
sumber yang keyakinan
mampu pasien
menolong. sendiri
menghadap
masalah

5. Kerusakan Setelahdilakukanaskepselama 3x 24 jam 1.      Observasi kulit1.      Mengetahu


integritas kulit diharapkanintegritaskulitpasienterjagadengan dengan sering yang terjad
berhubungan criteria hasil : terhadap efek kulit.
dengan kerusakan            - Kulitpasiennampakbersih. samping kanker
jaringan akibat             - Menunjukkan perubahan yang 2.      Mandikan 2.      Mengurang
radiasi minimal pada kulit dan menghindari trauma dengan iritasi pada
pada area kulit yang sakit. menggunakan air
3.      Mencegah
hangat dan sabun
ringan terjadinya

3.      Hindari perlukaan

menggosok atau kulit.


menggaruk area.4.      Mencegah
36

pada kulit p
4.      Anjurkan pasien5.      Mencegah
untuk terjadinya
menghindari perlukaan.
krim kulit
apapun, bedak,
salep apapun
kecuali diijinkan
dokter.
5.      Hindarkan 6.      Memberik
pakaian yang asupan
ketat pada aea pada kul
tersebut. mencegah
kulit
6.      Oleskan vitamin kering.
A dan D pada
area tersebut.
7.      Tinjau ulang 7.      Mengetahu
efek samping perubahan

dermatologis terjadi pad

yang dicurigai pada

pada kemoterapi. pengobatan


kemoterapi
37

b.      Intra HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasion
1 Resiko cedera b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
1.      Observasi 1.      AV yg
akses vaskuler & 1x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami kepatenan AV tidak baik
komplikasi cedera dengan Kriteria hasil: shunt sebelum dipaksakan
sekunder terhadap
a.       Kulit pada sekitar AV shunt utuh/tidak rusak HD terjadi r
penusukan &
b.      Pasien tidak mengalami komplikasi HD vaskuler
pemeliharaan 2.      Monitor 2.      Posisi kate
akses vaskuler. kepatenan berubah
kateter terjadi r
sedikitnya setiap vaskuler/em
2 jam
3.      Observasi 3.      Kerusakan
warna kulit, jaringan
keutuhan kulit, didahului
sensasi sekitar kelemahan
shunt kulit,
bengkak, ↓s
4.      Monitor TD
4.      Posisi
setelah HD lama stlh H
menyebabka
orthostatik
hipotensi
5.      Lakukan 5.       Shunt
heparinisasi mengalami
pada sumbatan &
shunt/kateter dihilangkan
pasca HD heparin
6.       Cegah 6.      Infeksi
38

terjadinya mempermud
infeksi pd area rusakan jari
shunt/penusukan
kateter

2 Resiko terjadi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1.      Monitor tanda-


1.      Penurunan
perdarahan 1x4jam, diharapkan tidak terjadi perdarahan tanda penurunan trombosit
berhubungan dengan trombosit yang merupakan
dengan Kriteria hasil : disertai tanda adanya keb
penggunaan 1.      TD 120/80 mmHg, klinis. pembuluh
heparin dalam N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat yang pada
proses 2.      Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, tertentu
hemodialisa trombosit meningkat. menimbulka
tanda-tanda
seperti epis
ptekie
2.      Anjurkan pasien
2.      Aktifitas
untuk banyak yang
istirahat terkontrol
(bedrest) menyebabka
terjadinya
perdarah
3.      Berikan 3.      Keterlibatan
penjelasan pasien
kepada klien dan keluarga
keluarga untuk membantu
melaporkan jika penaganan d
ada tanda bila terja
perdarahan perdarah
39

seperti:
hematemesis,
melena,
epistaksis.

4.      Antisipasi Mencegah
   

adanya terjadinya
perdarahan: perdarahan
gunakan sikat lanjut.
gigi yang lunak,
pelihara
kebersihan
mulut, berikan
5.      Dengan tro
tekanan 5-10 yang di
menit setiap setiap hari,
selesai ambil diketahui t
darah kebocoran
5.      Kolaborasi, pembuluh
monitor dan kemun
trombosit setiap perdarahan
hari dialami p
40

c.       Post HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan
1.      Observasi faktor yang1.    Menyediakan informasi
aktivitas b.d keperawatan & HD, selama menimbulkan tentang indikasi tingkat
keletihan, anemia, 1x24 jam diharapkan klien keletihan: Anemia, keletihan
retensi produk mampu berpartisipasi dalam Ketidakseimbangan
sampah dan aktivitas yang dapat ditoleransi, cairan & elektrolit,
prosedur dialisis dengan Kriteria Hasil: Retensi produk
a.       Berpartisipasi dalam aktivitas sampah depresi 2.    Meningkatkan aktifitas
perawatan mandiri yang dipilih 2.      Tingkatkan ringan/sedang &
b.      Berpartisipasi dalam ↑ aktivitas kemandirian dalam memperbaiki harga diri
dan latihan aktifitas perawatan3.    Mendorong latihan &
c.       Istirahat & aktivitas diri yang dapat aktifitas yang dapat
seimbang/bergantian ditoleransi, bantu jika ditoleransi & istirahat
keletihan terjadi yang adekuat
3.      Anjurkan aktivitas4.    Istirahat yang adekuat
alternatif sambil dianjurkan setelah
istirahat dialisis, karena adanya
perubahan
keseimbangan cairan &
elektrolit yang cepat
pada proses dialisis
4.      Anjurkan untuk sangat melelahkan
istirahat setelah
dialisis
2 Harga diri rendah Setelah diberikan asuhan        Observasi respon &
1.       Menyediakan data
b.d keperawatan selama 1x24 jam reaksi klien & klien & keluarga dalam
ketergantungan, diharapkan keluarganya terhadap menghadapi perubahan
perubahan peran Memperbaiki konsep diri, penyakit & hidup
41

dan perubahan dengan penanganannya. 2.       Penguatan & dukungan


citra tubuh dan  Kriteria Hasil: terhadap klien
fungsi seksual a.       Pola koping klien dan keluarga        Observasi hubungan diidentifikasi
efektif klien dan keluarga
3.       Pola koping yang
b.      Klien & keluarga bisa terdekat efektif dimasa lalu bisa
mengungkapkan perasaan & berubah jika
reaksinya terhadap perubahan        Observasi pola menghadapi penyakit &
hidup yang diperlukan koping klien & penanganan yang
keluarganya ditetapkan sekarang
4.       Klien dapat
mengidentifikasi
masalah dan langkah-
langkah yang harus
Ciptakan diskusi yang dihadapi
       

terbuka tentang
perubahan yang
terjadi akibat penyakit
& penangannya
Perubahan peran,
Perubahan gaya hidup,
Perubahan dalam
pekerjaan, Perubahan
5.       Bentuk alternatif
seksual dan aktifitas seksual dapat
Ketergantungan dg diterima.
center dialisis
Gali cara alternatif
       

untuk ekspresikan
6.       Seksualitas mempunyai
seksual lain selain arti yang berbeda bagi
hubungan seks tiap individu,
42

tergantung dari
Diskusikan
        peran maturitasnya.
memberi dan
menerima cinta,
kehangatan dan
kemesraan

3 Resiko infeksi b.d Setelah diberikan asuhan


1.      Pertahankan area
1.      Mikroorganisme dapat
prosedur invasif keperawatan selama 3x24 jam steril selama dicegah masuk kedalam
berulang diharapkan penusukan kateter tubuh saat insersi
Pasien tidak mengalami infeksi kateter
dengan Kriteria Hasil: 2.      Kuman tidak masuk
a.       Suhu tubuh normal (36-37 C) 2.      Pertahankan teknik kedalam area insersi
b.      Tak ada kemerahan sekitar steril selama kontak
shunt dg akses vaskuler:
c.        Area shunt tidak nyeri/bengkak penusukan, pelepasan
3.      Inflamasi/infeksi
kateter ditandai dg kemerahan,
3.      Monitor area akses nyeri, bengkak
HD terhadap
4.      Gizi yang baik ↑daya
kemerahan, bengkak, tahan tubuh
nyeri
4.      Beri pernjelasan pada
pasien pentingnya
5.       Pasien HD mengalami
↑status gizi sakit kronis, ↓imunitas
5.      Kolaborasi pemberian
antibiotik
43

D.    IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang direncanakan.

E.     EVALUASI
a.      Pre HD
1.      Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
2.      Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
3.      Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
4.      Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
5.      Integritas kulit tidak mengalami kerusakan

b.      Intra HD
1.      Resiko cedera tidak terjadi
2.      Tidak terjadi perdarahan

c.       Post HD
1.      Dapat beraktivitas seperti biasa
2.      Harga diri rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif
3.      Tidak terjadi infeksi
44

BAB III
TINJAUN KASUS

Pada bab ini penulis akan menguraikan laporan mengenai Asuhan Keperawatan
pada Ny. C dengan Gagal Ginjal Kronik ( GGK ) di ruangan Hemodialisa RSUD
Pasar Rebo Jakarat Timur. Asuhan Keperawatan ini dilakukan selama dua hari, pada
tanggal 3 dan 6 Maret 2020 yang disusun sesuai dengan lima tahap proses
keperawatan meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Klien bernama Ny. C berusia 59 tahun berjenis kelamin perempuan dan
beragama islam, status perkawinan menikah. Klien tinggal di wilayah Ta jung
Barat Rt/Rw : 03/03 Kel. Tanjung Barat Jakarta Selatan. Pekerjaan Klien saat ini
sebagai Ibu rumah tangga. Latar belakang pendidikan klien adalah tamat SMP.
Klien datang ke ruangan Hemodialisa untuk melaksnakan Hemodialisa secara
rutin 2 minggu sekali yaitu di hari Selasa dan Jumat dengan keluhan merasa
berat badannya berat dan BAK sedikit sedikit 1 hari hanya 4 kali BAK dengan
diagnosa medis Kelebihan Voluem Cairan d. d Hipervolemia. Riwayat
perawatan klien sebelumnya pernah di rawat di pernah di rawat di RS Pasar
Rebo 1 tahun yang lalu dengan keluhan tekanan darah dan DM.Riwayat
pemakaian obat klien mengkonsumsi Asam folat 3 x 1 mg, amblodipin 1 x 1,
B12 2 x 1, sejak tahun 2019. Riwayat keluarga klien mengatakan kedua orang
tua klien meninggal karena sakit namun bukan gagal ginjal dalam latar belakang
kerurunan juga tidak ada riwayat penyakit gagal ginjal.

Hasil anamnesa pada tanggal 3 Maret 2020 klien mengeluh merasa berat
badannya berat dan BAK sedikit sedikit 1 hari hanya 4 kali BAK. Pada hasil
pemeriksaan fisik klien didapatkan data yaitu kesadaran klien compos mentis,
keadaan umum sedang, tekanan darah 175/71 mmHg, pernapasan 18 x/menit,
nadi 99 x/menit, irama teratur dan teraba kuat dan suhu tubuh klien 36 ᵒC. Klien
45

tampak pucat, berat badan klien sekarang 50,3 kg, BB Post HD terakhir :50,
2 kg BB Kering : 53, 2 Kg, tinggi badan 155 cm, berat badan ideal 45 kg,
IMT: 14,5 kg/m2 (kategori dalam rentangsangat ideal), LILA 24,3 cm, tidak
terdapat asites. Terpasang cimino di lengan kiri, tidak ada tanda-tanda
perdarahan atau plebitis pada area penusukan. Mesin HD Fresenius No Mesin
4008B , Dialisat Low Calium ( Ca ‹ 13 mmol/L ), Dialiser Baru, Type Dialiser :
F8HPS, HD dilakukan selam 5 jam dengan Ulttrafiltration Gol ( UFG ) 2500 ml,
Heparin Reguler Total 4000 unit dengan kontiyu 1000 unit. Sistem penglihatan
posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,
konjungtiva anemis, kornea normal, sklera anikterik, pupil isokor 2 mm, otot-
otot mata tidak ada kelainan, fungsi pengihatan kabur, tanda-tanda radang tidak
ada, pemakaian kacamata ya ( silinder ), reaksi terhadap cahaya tidak ada.

Sistem pendengaran daun telinga normal, kondisi telinga tengah normal, tidak
ada cairan dari telinga, tidak ada perasaan penuh ditelinga seperti berdenging,
tidak ada tinitus, fungsi pendengaran baik, tidak ada gangguan keseimbangan
kalau berdiri tidak terasa sempoyongan, tidak memakai alat bantu
pendengaran, nyeri saat bernafas tidak ada, tidak ada pernapasan cuping
hidung, jalan nafas bersih, tidak ada sesak, irama napas teratur, jenis
pernapasan spontan. Sistem kardiovaskuler nadi 99 x/menit, irama tidak teratur,
tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat,
pengisian kapiler 4 detik, tidak ada edema. Sistem hematologi kulit pucat, tidak
ada perdarahan. Sistem saraf pusat tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial, GCS: 15. Sitem pencernaan gigi klien caries, tidak ada stomatitis,
lidah bersih, saliva normal, tidak ada muntah, terdapat nyeri abdomen skala 5,
Saat di palpasi hepar teraba, limpa tidak teraba, bising usus 12 x/menit, Sistem
urogenital klien, warna urin putih dan sedikit 1 hari 4x, Total output/UF tercapai
intra hemodialisis : 290 ml, Total intake intra hemodialisis :440 ml,
Balance Cairan intra hemodialisis : 2460 . Hasil pemeriksaan pada
sistem integumen: turgor kulit hangat, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat,
keadaan kulit baik, tidak terdapat ada luka abdomen, tidak ada kemerahan,
tidak terdapat pengeluaran cairan atau rembesan, kulit teraba normal, tidak ada
46

kelainan kulit, tidak ada tanda-tanda peradangan di daerah pemasangan


cimino. Hasil pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal didapatkan data
pergerakan klien bebas, sakit pada tulang tidak ada, fraktur tidak ada, kelainan
struktur tulang dan sendi tidak ada, kelainan struktur tulang belakang tidak ada,
keadaan tonus otot baik, kekuatan otot
5555 5555
5555 5555

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 11 febuari 2020 pada pukul 09. 05 wib
adalah Hemoglobin 7,7 g/dl (N: 13.3,7-17,3), Hematokrit 24 % (N: 40-52),
Eritrosit 2,5 ( N: juta/uL ), Leukosit 6,20 10^3/ul ( 3.8 – 10.6 ), Trombosit 289
ribu/uL ( N : 150 – 440 ), Ureum 105 mg/d ( N : ‹48 ), Kreatun 8.45 mg/dL,
eGFR 5.2 mL/min/1.73m”2.

Mengobesrvasi Terapi Hemodialisa


Intake (ml) Output/
UF Suh
QB TD Nadi RR Infuse Makan Lain2 UF
Jam Rate u Ket
(ml/mnt) (mmHg) (x/mnt) (x/mnt) Tercapai
(ml) (oC) /Minum
(ml)
14.0 - - 175/7 99 36 18 - 220ml - -
0 1
14.0 200 0 175/7 94 36 18 - 200 - 0
5 1 gr
16.0 230 140 140/6 96 36 18 - - - 1402
0 2 5
17.0 230 206 147/6 97 36 16 - 220ml - 2060
0 0 6
19.0 150 350 142/7 96 36 18 - - - 3500
0 0 1

Terapi obat Asam Folat 2 x 1, B12 2 x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1,


Bignat 3 x 1.

B. Diagnosa Keperawatan
47

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan dan pengolahan data,


penulis menemukan satu diagnosa keperawatan pada klien. Diagnosa
keperawatan yang ditemukan penulis adalah Diagnosa kelebihan Volume
cairan.
C. Perencanaan Keperawatan

Berikut adalah perencana keperawatan yang telah penulis buat sesuai prioritas
masalah yang ada pada Ny. C pada tanggal 3 Maret 2020.
Perencana keperawatan diagnosa pertama Kelebihan Volume cairan. Tujuan
perencanaan keperawatan: setelah dilakukan intervensi selama 5 jam maka
Kelebihan, dengan kriteria hasil: pemantauan respirasi dan fase ekspirasi
memanjang (1) Memonitor frekuensi nadi (2) Memonitor Tekanan darah (3)
Memonitor Berat badan sebelum dan sesudah dialisis (4) - Memonitor hasil
pemeriksaan Laboratorium ( ureum, kreatin , HB ) (5) - Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan (6) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan (7) Kolaborasi
untuk HD

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada tanggal 3 dan 6 Maret 2020
sudah sesuai dengan rencana yang penulis buat, berikut adalah implementasi
yang sudah dilakukan oleh penulis:
Implementasi diagnosa pertama, Kelebihan Volume cairan berhubungan
dengan Hipervolemia yaitu, (1) Memonitor frekuensi nadi, hasil:94x/menit (2)
Memonitor Tanda – tanda vital TD: 140/65 mmHg, RR: 18 x/mrnit, S: 36ºC,
Memberikan obat oral Asam Folat 3 x 1, B12 2 x 1, Aminasol, mengobservasi
intek dan output cairan (3 ) Mengobeservasi terapi Hemodialisa

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi akhir dari setiap diagnosa pada tanggal 3 dan 6 Maret yaitu :
Kebelihan Volume cairan yang berhubungan dengan hipervolemia d.d :
kelebihan melaksanakan reduksi dan kelebihan asupan cairan yaitu, data
subjektif: Pasien mengatakan badan terasa ringan dan lebih enak, data
objektif: Tanda – tanda Vital, TD: 142/71 mmHg, RR: 18 x/menit, N: 99, RR: 18
48

x/menit x/Menit, S: 36,3 ºC, nadi teaba teratur, BB :50, 2 kg, intake oral Asam
Folat 2 x 1, B12 2 x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1, Bignat 3 x 1, Total
output/UF tercapai intra hemodialisis : 290 ml, Total intake intra
hemodialisis : 440 ml, Balance Cairan intra hemodialisis :
2460, analisa: masalah keperawatan Kelebihan Volume teratasi, rencana:
intervensi dilanjutkan klien melaksanakan Hemodialisa satu minggu dua kali
yaitu di hari Selasa dan hari Jumat, kolaborasi pemberian obat Folat 2 x 1,
B12 2 x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1, Bignat 3 x 1, pasien pulang.
49

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesesuaian ataupun


kesenjangan kondisi klien dengan teori berupa perbandingan yang ditemukan
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. C yang mengalami
Hemodialisa di Ruangan hemodialisa RSUP Pasar rabo Jakarta Rebo. Uraian
pada pembahasan ini disesuaikan berdasarkan tahapan proses keperawatan
yang meliputi pengkajian keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap
ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
kesehatan klien. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait
dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan
pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data
dasar klien (Rahmah, 2013). Pengkajian keperawatan adalah tahap awal
dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk merupakan data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien (Budiono dan
Mulyanti, 2016).
Menurut Gagal ginjal kronis merupakan penyakit pada ginjal yang
perisisten (berlangsung lebih dari 3 bulan) dengan kerusakan ginjal dan
kerusakan Glomerular Fitration Rate (GRF) dengan angka GRF lebih dari
50

60 ml/menit/1.73 m2 (Prabowo & Pranata, 2014) dan PPNI (2016)


pengkajian pada pasien gagal ginjal kronik menggunakan pengkajian
mendalam mengenai nausea dengan kategori psikologis serta subkategori
nyeri dan kenyamanan. Pengkajian yang dilakukan pada pasien nausea
dengan gejala mayor yaitu mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak
berminat makan. Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremiaatau terjadi retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer & Bare, 2008)
Hipervolemia adalah peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial,
dan intraseluler (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Kelebihan volume
cairan ekstraselular 11 (ECF) dapat terjadi jika natrium dan air kedua-
duanya tertahan dengan proporsi yang lebih kurang sama Dilakukan
pengkajian klien, klien mengeluh mengatakan merasa berat badannya
berat dan BAK sedikit sedikit 1 hari hanya 4 kali BAK Pada hasil
pemeriksaan fisik klien didapatkan data yaitu kesadaran klien compos
mentis, keadaan umum sedang, tekanan darah 175/71 mmHg,
pernapasan 18 x/menit, nadi 99 x/menit, irama teratur dan teraba kuat
dan suhu tubuh klien 36 ᵒC. Klien tampak pucat, berat badan klien
sekarang 50,3 kg, BB Post HD terakhir :50, 2 kg BB Kering: 53, 2
Kg, tinggi badan 155 cm, berat badan ideal 45 kg, IMT: 14,5 kg/m2
(kategori dalam rentangsangat ideal), LILA 24,3 cm, tidak terdapat asites.
Terpasang cimino di lengan kiri. Pasien mengatakan pernah di rawat di di
rawat di RS Pasar Rebo 1 tahun yang lalu dengan keluhan tekanan darah
dan DM. Riwayat pemakaian obat klien mengkonsumsi Folat 2 x 1, B12 2
x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1, Bignat 3 x 1, sejak tahun 2019
Beberapa data pada Ny. C menunjukan tidak ada kesenjangan dengan
Faktor pendukung dalam membuat perencanaan keperawatan yaitu
tersedianya pedoman seperti buku SDKI, SIKI (PPNI, 2016) untuk
menetapkan rencana keperawatan.
51

Pada saat melakukan pengkajian faktor pendukung yang ditemukan


penulis ialah klien sangat koperatif sehingga mempermudah penulis dalam
melakukan pemeriksaan fisik dan anamnesa.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang
menggambarkan respons manusia dalam keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi aktual/potensial dari individu atau kelompok. Diagnosa
keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan aktual potensial sebagai dasar intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang optimal (Budiono dan Mulyanti, 2016).
Penulis merumuskan 3 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori.
Diagnosa pertama:
Diagnosa keperawatan pertama PPNI (2016) yaitu Kelebihan Volume
Cairan b.d Hipervolemia d.d gangguan melaksanakan reduksi d.d
kelebihan asupan cairan. data subjektif: Pasien mengatakan badan terasa
ringan dan lebih enak, data objektif: Tanda – tanda Vital, TD: 142/71
mmHg, RR: 18 x/menit, N: 99, RR: 18 x/menit x/Menit, S: 36,3 ºC, nadi
teaba teratur, BB :50, 2 kg, intake oral Asam Folat 3 x 1, B12 2 x 1,
Aminasol 3 x 1, output urine: 584 cc, feses: - cc, Total output/UF tercapai
intra hemodialisis : 290 ml, Total intake intra hemodialisis
:440 ml, Balance Cairan intra hemodialisis : 2460, analisa:
masalah keperawatan Kelebihan Volume teratasi, rencana: intervensi
dilanjutkan klien melaksanakan Hemodialisa satu minggu dua kali yaitu di
hari Selasa dan hari Jumat, kolaborasi pemberian obat mengkonsumsi
Folat 2 x 1, B12 2 x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1, Bignat 3 x 1.

C. Perencanaan Keperawatan
52

Perencanaan keperawatan adalah strategi untuk mencegah, mengurangi,


dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis
keperawatan (Budiono dan Mulyanti, 2016). Perencanaan (planning)
merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat
rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan (Rahmah,
2013). Perencanaan yang telah penulis buat sudah sesuai dengan kondisi
yang ada pada klien dan prioritas masalah, 1 diagnosa utama untuk
dilakukan intervensi keperawatan yaitu: Kelebihan Volume cairan.
Diagnosa pertama:
Diagnosa keperawatan pertama yaitu Kelebihsn Volume Cairan yang
berhubungan dengan Hipervolemia d.d gangguan melaksanakan reduksi
d.d kelebihan asupan cairan. Definisi Hipervolemia adalah peningkatan
volume cairan intravaskular, interstisial, dan intraseluler (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016). Kelebihan volume cairan ekstraselular 11 (ECF) dapat
terjadi jika natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang
lebih kurang sama Ditemukan Pada klien data Subjektif Pasien
mengatakan badan terasa ringan dan lebih enak, data objektif: Tanda –
tanda Vital, TD: 142/71 mmHg, RR: 18 x/menit, N: 99, RR: 18 x/menit
x/Menit, S: 36,3 ºC, nadi teaba teratur, BB :50, 2 kg

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rahmah, 2013).
Implementasi yang penulis lakukan sudah sesuai dengan rencana yang
telah dibuat, implementasi dilakukan pada tanggal 3 dan 6 Maret 2020.

Implementasi diagnosa pertama, Kelebihsn Volume Cairan yang


berhubungan dengan Hipervolemia d.d gangguan melaksanakan reduksi
d.d kelebihan asupan cairan yaitu, (1) Memonitor frekuensi nadi,
hasil:94x/menit (2) Memonitor Tanda – tanda vital TD: 140/65 mmHg, RR:
53

18 x/mrnit, S: 36ºC, Memberikan obat oral mengkonsumsi Folat 2 x 1, B12


2 x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1, Bignat 3 x 1, mengobservasi intek
dan output cairan (3 ) Mengobeservasi terapi Hemodialisa

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rahmah, 2013).
Dalam melakukan evaluasi keperawatan harus menerapkan langkah-
langkah evaluasi keperawatan SOAP (Subjektif, Objetif, Assesment, dan
Planning) (Budiono dan Mulyanti, 2016).
Kriteria hasil yang diharapkan dari diagnosa , Kelebihsn Volume Cairan
yang berhubungan dengan Hipervolemia d.d gangguan melaksanakan
reduksi d.d kelebihan asupan cairan adalah Hipervolemia adalah
peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan intraseluler.
Pasien mengatakan badan terasa ringan dan lebih enak, data objektif:
Tanda – tanda Vital, TD: 142/71 mmHg, RR: 18 x/menit, N: 99, RR: 18
x/menit x/Menit, S: 36,3 ºC, nadi teaba teratur, BB :50, 2 kg, intake oral
mengkonsumsi Folat 2 x 1, B12 2 x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1,
Bignat 3 x 1, output urine: 584 cc, feses: - cc, Total output/UF tercapai
intra hemodialisis : 290 ml, Total intake intra hemodialisis :
440 ml, Balance Cairan intra hemodialisis : 2460, analisa: masalah
keperawatan Kelebihan Volume teratasi, rencana: intervensi dilanjutkan
klien melaksanakan Hemodialisa satu minggu dua kali yaitu di hari Selasa
dan hari Jumat, kolaborasi pemberian obat mengkonsumsi Folat 2 x 1,
B12 2 x 1 , Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1, Bignat 3 x 1, pasien pulang.
54

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. C di ruang
hemodialisa RSUD Pasar rebo maka penulis akan menyimpulkan
sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada dalam proses keperawatan
yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
1. Hasil pengkajian pada Ny. C sudah menggambarkan secara nyata
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Gagal Ginjal
Kronik ( GGK ), didapatkan beberapa hasil data yang sesuai
dengan teori adanya kelebihan Volume cairan. Cara pengumpulan
data diperoleh melalui metode anamnesa, observasi, pemeriksaan
fisik dan melalui rekam medik. Pada saat dilakukan anamnesa
dengan klien penulis tidak menemukan hambatan karena klien dan
keluarga cukup koperatif. Pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistematis dan sesuai prosedur tidak terdapat hambatan.

2. Berdasarkan hasil pengkajian penulis merumuskan diagnosa


keperawatan sesuai dengan referensi dan data yang ada pada
klien. Penulis merumuskan masalah yang ada sesuai dengan data
aktual yang ada, yaitu: Kelebihsn Volume Cairan yang
55

berhubungan dengan Hipervolemia d.d gangguan melaksanakan


reduksi d.d kelebihan asupan cairan.

3. Perencanaan keperawatan dalam memecahkan masalah yang


ditemukan telah disusun berdasarkan prioritas masalah, tujuan,
kriteria hasil dan intervensi keperawatan klien mengenai Kelebihsn
Volume Cairan yang berhubungan dengan Hipervolemia d.d
gangguan melaksanakan reduksi d.d kelebihan asupan cairan
dengan Kontratilitas dengan menggunakan standar intervensi
keperawatan Indonesia

4. Implementasi keperawatan pada Ny. C telah disusun sesuai dengan


perencanaan keperawatan klien. Implementasi yang telah penulis
lakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada dengan
melakukan pemeriksaan fisik Implementasi diagnosa pertama,
Kelebihan Volume Cairan yang berhubungan dengan Hipervolemia
d.d gangguan melaksanakan reduksi d.d kelebihan asupan cairan
yaitu, (1) Memonitor frekuensi nadi, hasil:94x/menit (2) Memonitor
Tanda – tanda vital TD: 140/65 mmHg, RR: 18 x/mrnit, S: 36ºC,
Memberikan obat oral mengkonsumsi Folat 2 x 1, B12 2 x 1 ,
Aminasol 3 x 1, Tanaprey 1 x 1, Bignat 3 x 1, mengobservasi intek
dan output cairan (3 ) Mengobeservasi terapi Hemodialisa

5. Evaluasi keperawatan yang sudah dilakukan terhadap 3 diagnosa


keperawatan pada Tn. U adalah evaluasi sumatif dan formatif yaitu
Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan penurunan
enregy d.d Pola Nafas abnormal ( tekipnea ), intoleransi aktivitas
yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supley dan
kebutuhan oksigen, Resiko penurunan curah jantung yang
berhubungan dengan Kontratilitas menunjukan adanya perbaikan
sesuai tujuan dan kriteria hasil di perencanaan keperawatan.

B. Saran
56

1. Bagi mahasiswa
Penulis berharap agar mahasiswa keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jakarta I dapat terus mempelajari teori-teori yang sudah
diajarkan oleh para dosen saat perkuliahan dan mengulang kembali
cara pemeriksaan fisik dan anamnesa yang benar serta sistematis
sehingga dapat memudahkan mahasiswa pada saat penerapan
asuhan keperawatan pada klien di rumah sakit.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Penulis berharap bahwa institusi dapat meningkatkan media dan
metode pembelajaran mengenai pemeriksaan fisik pada klien dan
juga mengenai metode anamnesa yang tepat pada klien dengan
berbagai kasus dan kasus-kasus tertentu, khususnya Gagal Ginjal
Kronik ( GGK ).

3. Bagi Wahana Praktik


Penulis berharap rumah sakit dapat lebih meningkatkan
kelengkapan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan dalam rangka
melakukan pengkajian, melengkapi data-data rekam medis klien.
Dan untuk perawat ruangan khususnya ruangan Hemodialisa
RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur untuk terus menerapkan proses
keperawatan pada klien dengan menerapkan prinsip caring
57

DAFTAR PUSTAKA

Dinarti., Aryani, R., Nurhaeni, H., & Chairani, R. (2009). Dokumentasi


Keperawatan. Jakarta: TIM.

(Prabowo & Pranata, 2014) Gagal ginjal kronis merupakan penyakit pada
ginjal : dengan kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular Fitration Rate
(GRF);Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipervolemia adalah peningkatan volume
cairan intravaskular, interstisial, dan intraseluler. Jakarta

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2012). Rencana asuhan


keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hurst, M. (2016). Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah. Vol. 2. Jakarta:

Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai