Anda di halaman 1dari 4

Landasan kurikulum

Landasan kurikulum yang pada hakikatnya adalah faktor – faktor yang harus diperhatikan
dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau
merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut dapat berupa
sekolah maupun lembaga pendidikan luar sekolah.

Dasar – dasar landasan kurikulum tersebut adalah filsafat, kemasyarakatan, kebudayaan,


psikologi belajar, pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta organisasi kurikulum.

1. FALSAFAH

Falsafah atau pandangan hidup adalah sistem nilai dan berbagai norma yang disetujui,
baik oleh individu maupun masyarakat suatu bangsa. Dari falsafah pendidikan, diperoleh
gambaran ideal manusia yang dicita – citakan oleh masyarakat dalam bangsa yang
bersangkutan . Berdasarkan falsafah pendidikan, ditentukan tujuan pendidikan nasional, yang
selanjutnya mendasari tujuan institusional, tujuan kurikulum, dan tujuan instruksional.

Walaupun pemikiran Filosofis ini dikenal dengan sebutan yang berbeda, dan dalam
sekolah juga terdapat falsafah pendidikan, pada umumnya terdapat empat falsafah yaitu
rekonstruksisme, perenialisme, esensialisme, dan progresivisme.

 Rekonstruksi

George S. Counts, dalam bukunya “Dare the School Build a New Social Order ?”
menantang para pendididk untuk kembali mempertimbangkan peran sekolah dalam
masyarakat.

Beberapa pendidik setuju bahwa pemuda harus memikirkan tantangan dan


masalah sosial, ekonomi, dan politik, serta berusaha untuk mencapai mufakat dalam
mencari solusi. Premis utama dari falsafah ini adalah untuk menjadikan sekolah sebagai
agen utama dalam perubahan sosial.

 Perenialisme

Menurut Robert M. Hutchins , pereniaalisme diajukan dari kebutuhan –


kebutuhan sekarang siswa, spesifikasi pendidikan, dan latihan kejujuran. Hutchins
memberi penekanan ini ketika ia menyampaikan bahwa pendidikan yang disempurnakan
untuk kebutuhan yang mendesak, bukanlah sebuah pendidikan yang bermanfaat.
Pendidikan ideal adalah sebuah pendidikan yang ikut memperhatikan pengembangan
pikiran. Secara garis besar, perenialisme tidak dapat membuktikan sebuah filsafat yang
menarik untuk sistem pendidikan.

 Esensialisme

Menurut esensialis, pendidikan bertujuan untuk menyebarkan budaya. Apabila


rekonstruksionis hendak mengubah masyarakat secara aktif, sebaliknya esensialis
menghindari hal tersebut.

Dalam falsafah ini terdapat prinsip behavioristik, yaitu esensialitas menemukan


dasar – dasar tingkah laku yang selaras dengan keyakinan filosofis. Kemampuan dasar
menjadi prioritas bagi esensialis. Begitu pula halnya dengan berbagai program
pendidikan dan latihan, yang menjadi titik orientasi esensialis.

 Progresivisme

Sikap progresivis, yang menyatakan bahwa anak harus memahami pengalaman


pendidikan “ di sini” dan “sekarang" , mempunyai filosofi “pendidikan adalah hidup" dan
“belajar dengan melakukan". Para progresivis mendorong sekolah agar menyediakan
pelajaran bagi setiap individu yang berbeda, baik dalam mental, fisik, emosi, spiritual,
dan perbedaan sosial.

2. KEMASYARAKATAN

Kemasyarakatan beranjak dari suatu masyarakat tertentu. Masyarakat merupakan suatu


sistem, yakni sistem keyakinan, sistem nilai, sistem kebutuhan, dan sistem permintaan. Oleh
karenanya, kurikulum yang dikembangkan harus berpijak dan relevan dengan masyarakat tempat
kurikulum tersebut akan dilaksanakan.

Subsistem kepercayaan menjadi dasar munculnya subsistem nilai, yang kemudian


mendasari subsistem kebutuhan, dan selanjutnya mendasari subsistem permintaan. Pemenuhan
atau suatu subsistem akan memengaruhi atau mengubah subsistem berikutnya, demikian
seterusnya.

Masyarakat suatu sistem maupun subsistem berikutnya dapat memengaruhi proses


pendidikan, oleh karenanya mereka harus dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.

 Subsistem kepercayaan atau keyakinan hidup


Setiap masyarakat mempunyai kepercayaan atau keyakinan tentang bentuk
manusia yang mereka cita – citakan. Cita – cita tersebut biasanya terkandung dalam
kepercayaan agama atau falsafah hidup masyarakat. Bangsa kita memiliki keyakinan,
bahwa manusia yang diharapkan atau dicita – citakan oleh masyarakat adalah manusia
pembangunan yang berpancasila. Di dalam Pancasila telah terkandung keyakinan
beragama, sehingga dapat kita tafsirkan bahwa manusia Pancasila sudah tentu memiliki
keyakinan beragama. Falsafah Pancasila ini menjadi dasar dari tujuan pendidikan
nasional, yang berarti pula mendasari kurikulum di berbagai sekolah kita.
 Subsistem nilai
Nilai adalah ukuran umum yang dipandang baik oleh masyarakat dan menjadi
pedoman dari tingkah laku manusia tentang cara hidup yang sebaik – baiknya. Nilai –
nilai ini sesungguhnya bersumber dari subsistem pandangan hidup yang telah dijelaskan
sebelumnya. Nilai – nilai tadi merupakan pertimbangan dan memberikan arah, umumnya
terhadap pendidikan dan khususnya terhadap pembinaan kurikulum.
 Subsistem kebutuhan masyarakat
Pada dasarnya, pendidikan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Oleh katena itu, kurikulum harus berdasarkan kebutuhan masyarakat dan diarahkan untuk
memenuhu kebutuhan tersebut. Kurikulum yang demikian adalah kurikulum yang
relevan dengan masyarakat. Di balik itu, masyarakat merupakan lingkungan pendidikan,
dalam artian suatu lingkungan yang memengaruhi sekolah dan sebaliknya sekolah
memengaruhi kehidupan masyarakat. Hal ini sejalan dengan prinsip ekosistem.
Apabila kebutuhan masyarakat dianalisis, hal ini akan sangat membantu para
penyusun kurikulum dalam merumuskan masalah masyarakat (social problems), yang
terkait dalam pemilihan dan penyusunan bahan – bahan dam pengalaman – pengalaman
kurikuler.
 Subsistem permintaan atau tuntutan (Demands)
Kebutuhan masyarakat mendorong munculnya permintaan yang perlu dipenuhi.
Sebagai contoh, andaikan masyarakat membutuhkan atau menuntut adanya perumahan,
penyelesaian kenakalan remaja, keterampilan, pengupahan dan perburuhan, pendidikan,
kesehatan, dan sebagainya. Berdasarkan permintaan – permintaan tersebut, maka
perencana kurikulum dapat memilih bahan – bahan dan pengalaman – pengalaman
kurikulum yang relevan.

3. KEBUDAYAAN

Kebudayaan bukan hanya berupa material belaka, melainkan juga berupa sikap mental,
cara berpikir, dan kebiasaan hidup. Kebudayaan mencakup berbagai dimensi, di antaranya
keluarga, pendidikan, politik, ekonomi, sosial, teknologi, rekreasi, dan bantuan bagi kaum lemah.
Semua dimensi tersebut hendaknya dipertimbangkan dalam proses pengembangan kurikulum.

4. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SISWA

Dalam proses pengembangan kurikulum, pertumbuhan dan perkembangan siswa perlu


diperhatikan. Pertumbuhan berkenaan dengan jasmaniah sedangkan perkembangan berkenaan
dengan rohaniah. Dalam konteks ini, kebutuhan, motivasi, pribadi, hubungan sosial, dan
emosional, semuanya tercakup di dalam pola perkembangan itu.

5. PSIKOLOGI BELAJAR

Psikologi belajar mengetengahkan beberapa teori belajar, yang masing – masing


menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang
dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa.

6. ORGANISASI KURIKULUM

Organisasi kurikulum merujuk pada pola dan struktur kurikulum yang sedang
dikembangkan. Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang sedang paling menonjol, yakni
kurikulum mata pelajaran terpisah, kurikulum yang mengorelasikan mata ajarandalam bentuk
bidang studi, dan kurikulum terintegrasi, yang mengintegrasikan semua mata ajaran dalam satu
masalah atau proyek.

Anda mungkin juga menyukai