Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

SISTEMATIKA KELOMPOK FITOPLANKTON DARI FILUM


EUGLENOPHYTA DAN PYRROPHYTA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Planktonologi Tahun Akademik


2019/2020

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3/ PERIKANAN A

RIVALDO T. C. TARIGAN 230110170017


MAYAPADA FAJARWATI 230110190002
VIKA NURHABIBAH 230110190003
ALIFIA AJMALA PALSA 230110190015
AGNESTHA AURELLIAN SILVIA H. 230110190016
NAURAH NAZHIFAH ZURAIDA 230110190038
EZEKIEL DANOVIC RAMBING 230110190040

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Planktonologi
dengan judul “Euglenophyta dan Pyrophyta” dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk menambah ilmu pengetahuan tentang


Euglenophyta dan Pyrophyta bagi pembaca, serta untuk memenuhi tugas mata kuliah
Planktonologi. Dengan disusunnya makalah ini penulis mengharapkan agar pembaca
dapat memahami isi dari makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih, karena
terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari bimbingan yang telah diberikan oleh
beberapa pihak.

Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diperlukan untuk
memperbaiki penulisan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi para pembacanya.

Jatinangor, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Euglenophyta dan Pyrrophyta.......................................................4


2.2 Euglenophyta..................................................................................................4
2.3 Pyrrophyta.....................................................................................................12
III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................25
3.2 Saran……………..........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Plankton adalah makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya mengapung,
mengambang, atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya sangat
terbatas, hingga selalu terbawa hanyut oleh arus. Istilah plankton diperkenalkan oleh
Victor Hensen tahun 1887, berasal dari bahasa Yunani, yaitu planktos, yang berarti
menghanyut atau mengembara. Plankton dapat dibagi menjadi beberapa golongan
sesuai dengan fungsinya, ukurannya, daur hidupnya, atau sifat sebarannya.
Berdasarkan fungsinya, plankton dapat digolongkan menjadi empat golongan utama,
yakni fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton.
Fitoplankton terdiri dari lima divisi, yaitu Cyanophyta, Chlorophyta, Chrysophyta,
Euglenophyta, dan Pyrrophyta. Masing-masing mempunyai perbedaan dalam hal
pigmen yang dimiliki, habitat, ukuran tubuh, cara reproduksi, alat gerak, maupun
bentuk hidup.
Euglenophyta merupakan sel berflagela dan merupakan sel tunggal yang
berklorofil, namun dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan untuk
berfotosintesa. Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada nutrien
komplek tanpa adanya cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke dalam filum
protozoa. Contohnya strain mutan alga genus Chlamydomonas yang tidak berklorofil,
dapat dimasukkan ke dalam kelas Protozoa genus Polytoma. Hal ini merupakan
contoh bagaimana sulitnya membedakan dengan tegas antara alga dan protozoa.
Secara umum mempunyai cara hidup yang lengkap, yaitu dapat bersifat saprofit,
holozoik, dan fototrofik. Oleh karena itu, dapat hidup secara heterotrof dan autotrof.
Tetapi yang lebih sering dilakukan adalah secara heterotrof, autotrof dilakukan
apabila lingkungan kurang terdapat bahan organik. Oleh karena itu, Euglenophyceae
sering disebut bersifat miksotrof.

1
2

Dinoflagelata atau Pyrrophyta hampir seluruhnya terdiri atas bentuk-bentuk


uniseluler yang hidup dilaut. Pyrro berarti “Api”, dan tidak diragukan lagi warna
merah yang dimiliki banyak spesies Pyrrophyta-lah yang menginspirasi nama
keseluruhan kelompok organisme tersebut. Pigmen merah yang sama terlibat dalam
pasang merah yang sebagai akibat pertumbuhan Dinoflagelata secara berlebihan,
terkadang muncul di sepanjang pesisir. Toksin yang dilepaskan membunuh banyak
sekali ikan dan banyak spesies invertebrata. Dinoflagelata adalah alga uniselular
(bersel satu) dengan dua flagel yang berlainan, berbentuk pita, keluar dari sisi perut
dalam suatu saluran. Mengandung pigmen (klorofil A, C2 dan piridinin, sementara
yang lain memiliki klorofil A, C1, C2 dan fucosantin) yang dapat berfotosintesis.
Hanya dinoflagellata yang memiliki kemampuan untuk berfotosintesis. Alga yang
termasuk Pyrrophyta ini disebut Dino Flagellata, tubuh tersusun atas satu sel
memiliki dinding sel dan dapat bergerak aktif. Ciri yang utama bahwa di sebelah luar
terdapat celah dan alur, masing-masing mengandung satu flagel.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas, antara
lain sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Euglenophyta dan Pyrrophyta?
2. Bagaimana ciri-ciri morfologi dari Euglenophyta dan Pyrrophyta?
3. Bagaimana reproduksi dari Euglenophyta dan Pyrrophyta?
4. Dimana habitat dar Euglenophyta dan Pyrrophyta?
5. Apa saja peranan dari Euglenophyta dan Pyrrophyta?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk dan ciri morfologi dari euglenophyta dan
pyrrophyta
2. Untuk mengetahui habitat dari euglenophyta dan pyrrophyta
3

3. Untuk mengetahui cara reproduksi dari euglenophyta dan pyrrophyta


4. Untuk mengetahui peranan bagi kehidupan dari euglenophyta dan pyrrophyta

1.4 Manfaat
1. Dapat menglasifikasikan euglenophyta dan pyrrophyta
2. Dapat membedakan spesies dari euglenophyta dan pyrrophyta
3. Menambah ilmu pengetahuan tentang kehidupan euglenophyta dan
pyrrophyta
4. Mengetahui kelebihan dari euglenophyta dan pyrrophyta
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Euglenophyta dan Pyrrophyta


Euglenid pertama kali didefinisikan oleh Otto Bütschli pada tahun 1884
sebagai urutan flagellate Euglenida. Ahli botani kemudian merawat divisi alga
Euglenophyta; dengan demikian mereka diklasifikasikan sebagai hewan dan
tumbuhan, karena mereka berbagi karakteristik dengan keduanya. Konflik ini adalah
contoh mengapa kerajaan Protista diadopsi. Namun, mereka mempertahankan
penempatan ganda hingga flagellate terpecah, dan kedua nama masih digunakan
untuk merujuk pada grup. uglenid dibedakan terutama oleh kehadiran pelikel, yang
terdiri dari strip protein di bawah membran sel, didukung oleh mikrotubulus dorsal
dan ventral. Ini bervariasi dari kaku hingga fleksibel, dan memberikan bentuk sel,
sering memberikan lurik yang berbeda. Dalam banyak euglenid, strip dapat bergeser
melewati satu sama lain, menyebabkan gerakan beringsut yang disebut metabolisme.
Kalau tidak, mereka bergerak menggunakan flagela.

Euglenophyta selnya berflagela dan merupakan sel tunggal yang berklorofil,


tetapi dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan untuk berfotosintesa.
Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada nutrien komplek tanpa adanya
cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke dalam filum protozoa Divisi
Euglenophyta terdiri hanya satu kelas yaitu Euglenophyceae.Sebagian besar
kelompok ini hidup di air tawar, tetapi ada beberapa yang hidup di air laut, contohnya
Eutreptia dan klepsiella.Euglenophyceae terutama banyak hidup di tempat yang
banyak mengandung bahan organik, hidup bebas senagai zooplankton.Beberpara ada
yang bersifat andozoik, contohnya Euglenomorpha (hidup pada perut berudu Rana
sp). Secara umum mempunyai cara hidup yang lengkap, yaitu dapat bersifat saprofit,
holozoik, dan fototrofik. Oleh karena itu, dapat hidup secara heterotrof dan
autotrof.Tetapi yang lebih sering dilakukan adalah secara heterotrof, autotrof

4
5

dilakukan apabila lingkungan kurang terdapat bahan organik. Oleh karena itu,
Euglenophyceae sering disebut bersifat miksotrof.

Filum Pyrrophyta disebut ganggang api karena memiliki fosfor yang mampu
memendarkan cahaya pada kondisi yang gelap. Ganggang ini sebagian besar hidup di
air laut, tetapi ada pula yang hidup di air tawar. Beberapa contoh anggota Filum ini
antara lain Noctiluca, Ceratium dan Gonyaulax.

2.2 Euglenophyta

2.2.1 Bentuk dan Ciri Morfologi Euglenophyta

Organisme ini mempunyai inti yang tetap dan mempunyai khloroplast seperti
pada tumbuhan tinggi.

Karena itu Euglena dapat melangsungkan fotosinthesa dan tumbuh seperti halnya
pada tumbuhan tinggi. Yang berfotosintesis disebut Phototrophic Yang tidak
berfotosintesis disebut Osmotrophic (makan dengan cara diffusi) Kelompok yang
ketiga disebut Phagotrophic (makan dengan cara menangkap makanan). Jumlah
genus hanya 40 dan jumlah spesies -/+ 800.

Semua euglenoid mempunyai satu atau dua flagella yang menyebabkan mereka dapat
bergerak secara aktif. Selnya telah mempunyai bentuk yang tetap, dinding sel bukan
terdiri dari selulosa melainkan suatu selaput tipis yang dapat mengikuti gerakan sel
6

euglenoid yang sewaktu-waktu dapat berubah bentuk. Sel mempunyai sebuah pigmen


merah menyerupai bintik mata.Pigmen merah ini merupakan astaxanthin yang hanya
dijumpai pada golongan Crustaceae. Dinding sel tersusun atas lapisan-lapisan
protein berbentuk spiral, yang disebut "pellicle“ Memiliki bintik mata yang disebut
stigma. Pigmen yang dimiliki klorofil a dan b,  carotene Disebut Euglenozoa,
euglenoids, euglenophytes. Kebanyakan euglenid berwarna memiliki stigma, atau
bintik mata (hilang dalam bentuk tidak berwarna sekunder), yang merupakan bercak
kecil pigmentasi merah yang menaungi kantong bendera. Di dasar flagel terkemuka
adalah kumpulan kristal peka cahaya, jadi keduanya bertindak sebagai semacam
mata pengarah. Ini sebenarnya dari mana nama grup berasal: Gr eu + glêne,
eyeball

a. Alat Gerak
Flagella dari Euglenophyta pangkalnya
tertanam pada dasar waduk dan keluar sepanjang
sitofarinx dan sitostoma.Yang mempunyai satu
flagella, tumbuh ke muka. Genera yang
mempunyai dua flagella, flagellanya sama
panjang dan tumbuh ke arah depan tetapi lebih
banyak genera yang flagellanya tidak sama
panjang (Heterokontae). Flagelnya mempunyai
rumbai-rumbai sepanjang batang (tipe tinsel).  Gambar 1. Alat Gerak Flagella
Sumber : biologi-note.com
b. Cadangan Makanan
Cadangan makanan berupa paramilum yaitu bentuk antara dari polisakarida,
jadi bukan berupa amilum seperti pada tumbuhan tinggi atau glycogen seperti pada
binatang.
7

c. Bentuk Hidup
Euglenophyta dapat hidup secara autotrof tetapi juga secara saprofit; tidak
dapat hidup dalam medium yang hanya mengandung garam-garam anorganik, tetapi
akan cepat tumbuh bila dalam medium ditambah dengan sejumlah asam amino.
Beberapa jenis hidup secara obligat saprofit sedang yang lain obligat autotrof,
disamping ada yang hidup secara holozoik yaitu dapat menangkap dan menelan
mangsanya seperti pada binatang.

1. Protista yang memliki ciri-ciri seperti hewan (Protozoa)

Berikut ini yang termasuk protista yang memiliki ciri seperti hewan (protozoa).

a) Rhizopoda Rhizopoda bergerak dan menangkapi makanan menggunakan kaki


semu atau pseupodia. Rhizopoda hidup di laut, air tawar, tubuh he wan, atau manusia.
Contoh: Entamoeba histolityca (penyebab disentri).
b) Flagellata Flagellata bergerak menggunakan flagel atau bulu cambuk, hidup di
laut, air tawar, tubuh hewan, atau manusia. Contoh: Trypanosoma evansi (penyebab
penyakit surra pada hewan ternak).
c) Cilliata Cilliata hidup bebas di air tawar atau laut, bergerak menggunakan
rambut getar silia. Contoh: Paramecium caudatum.
d) Sporozoa Spor ozoa tidak memiliki alat gerak, dan semua jenis sporozoa
hidup sebagai parasit. Contoh: Plasmodium (penyebab malaria).

2. Protista yang memiliki ciri-ciri seperti tumbuhan (ganggang/ algae)


Berikut ini adalah yang termasuk protista yang memiliki ciri-ciri seperti tumbuhan
(ganggang/algae).
a) Euglenophyta Cirinya adalah uniseluler, tidak memiliki dinding sel,
mempunyai klorofil sehingga mampu berfotosintesis, dan memiliki flagel. Contoh:
Euglena.
8

b) Pyrophyta S ebagian besar Pyrophyta adalah Dinoflagellata, hidup di air laut,


tapi ada juga yang hidup di air tawar, uniseluler, memiliki dinding sel, dan mampu
bergerak secara aktif. Contoh: Ceratium.

3. Protista yang memiliki ciri-ciri seperti jamur (fungi)

Berikut ini yang termasuk protista yang memiliki ciri-ciri seperti jamur (fungi).
a) Myxomycota (jamur lendir) Dalam siklus hidupnya, Myxomycota menghasilkan
sel-sel yanghidup bebas yang berbentuk seperti amoeboid. Bila kekurangan makanan,
sel-sel bebas ini membentuk massa yang berlendir. Selain itu, dapat pula membentuk
spora bila keadaan kering. Contoh: Physarium.

b) Oomycota (jamur air) Oomycota hidup bebas, makanan diperolehnya dari sisa-
sisa tumbuhan di danau atau kolam, dan reproduksi secara seksual dan aseksual.
Secara seksual menghasilkan hifa. Sedangkan, secara aseksual menghasilkan
zoospora, yaitu spora yang mempunyai dua flagel yang da pat tumbuh menjadi hifa
baru. Contoh: Saprolegnia (menempel pada tubuh ikan sebagai parasit).

2.2.2 Habitat Euglenophyta


Sebagian besar kelompok Euglenophyta hidup di air tawar, tetapi juga
ada yang hidup di air laut, contohnya Eutreptia klepsiella. Euglenophyta
terutama hidup pada tempat yang banyak mengandung bahan organik, hidup
bebas sebagai zooplankton. Beberapa ada yang bersifat andozoik, contohnya
Euglenomorpha (hidup pada perut berudu Rana sp) Secara umum
Euglenophyta mempunyai cara hidup yang lengkap, dapat bersifat saprofit,
holozoik, dan fototrofik oleh karena itu dapat hidup secara heterotrof dan
autotrof. Tetapi yang lebih sering dilakukan adalah heterotrof, autotrof
dilakukan apa bila lingkungan kurang terdapat bahan organik. Oleh karena itu,
Euglenophyta sering disebut miksotrof. (Sulisetijiono, 2013)
9

2.2.3 Cara Reproduksi Euglenophyta


a. Aseksual

Dengan pembelahan sel, baik waktu sedang aktif bergerak atau dalam
keadaan istirahat. Pada genera yang mempunyai lorika (pembungkus sel)
protoplast membelah di dalam lorika, kemudian salah satu anak protoplast
keluar dari lorikanya dan membentuk lorika baru, sedang yang satu tetap di
dalam lorika lamanya dan tumbuh menjadi sel baru. Pada sel yang bergerak
aktif, pembelahan memanjang sel dan dimulai dari ujung anterior.

Gambar 2. Reproduksi euglenophyta

Sumber : biologi-note.com

Pada genera yang mempunyai satu flagella, mula-mula blepharoplast


membelah menjadi dua, satu membawa flagelanya dan satu lagi akan
menghasilkan flagella baru. Pada yang mempunyai dua flagella, dapat terjadi
salah satu sel anakan membawa dua flagel lamanya dan sel anakan yang lain
akan menghasilkan dua flagella baru atau dapat terjadi masing-masing sel
10

anakan membawa satu flagella dan kemudian masing-masing menghasilkan


satu flagella lagi.

Pembelahan sel pada yang tidak bergerak aktif dapat berlangsung


dalam keadaan dibungkus oleh selaput lendir. Kadang-kadang protoplast
anakan tidak keluar dari selaput pembungkusnya sebelum membelah lagi.
Dalam kasus seperti ini akan terbentuk koloni yang tidak permanen, yang
pada waktu tertentu selnya akan bergerak aktif kembali. Pada banyak genera
dijumpai bentuk berupa siste berdinding tebal.Bentuk siste ada yang
menyerupai sel vegetatifnya, tetapi kebanyakan bentuknya berbeda, bulat atau
polygonal.Protoplast dapat menghasilkan sangat banyak euglenarhodone,
sehingga berwarna sangat merah.Biasanya siste berkecambah dengan
keluarnya protoplast dari dalam dinding yang tebal dan tumbuh manjadi sel
baru yang bergerak aktif.

2.2.4 Klasifikasi

Berikut merupakan contoh-contoh spesies euglenophyta:

Euglenophyta terdiri dari satu kelas, yaitu Euglenophyceae yang dibagi


menjadi tiga ordo, yaitu:

1. Euglenales

Ada satu famili yaitu Euglenaceae. Contoh genus: Euglena, Phacus,


dan Trachelomonas. Klasifikasi:

a. Phacus longicauda

Phacus longicauda memiliki ciri-ciri diantaranya, yaitu selnya kaku,


bulat dan sangat datar, dan bentuknya seperti daun. Ada satu flagel terlihat.
11

Sel memiliki kloroplas banyak hijau bulat, dan eye spot merah. Habitatnya di
rawa dan kolam. Phacus longicausa memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Filum : Euglenophyta

Kelas : Euglenophyceae

Ordo : Euglenales

Famili: Euglenaceae

Genus: Phacus

Spesies: Phacus longicauda

b. Euglena viridis
Euglena viridis memiliki ukuran tubuh 35-60 mikron. Ujung tubuhnya
meruncing dengan satu bulu cambuk. Euglena viridis ini memiliki stigma
(bintik mata berwarna merah) yang digunakan untuk membedakan gelap dan
terang. Selain itu, memiliki kloroplas yang mengandung klorofil untuk
berfotosintesis. Euglena viridis banyak dijumpai di kolam-kolam dan sering
memberikan warna hijau pada air kolam. Hal tersebut karena Euglena viridis
ini memiliki kloroplas dalam tubuhnya. Euglena viridis memiliki klasifikasi
sebagai berikut:
Filum : Euglenophyta
Kelas : Euglenophyceae 
Ordo :Euglenales
Famili: Euglenaceae
Genus: Euglena
Spesies: Euglena viridis

2. Peranemales/Eutreptiales
12

Peranemales/Eutreptiales memiliki satu famili, yaitu Eutreptiaceae.


Contoh genusnya adalah Astacia yang memiliki morfologis sama seperti
Euglena, Peranema, dan Hyalophacus.
a. Astacia

Mempunyai bentuk mirip Euglena, hanya tidak berwarna karena tidak


memiliki kloroplas, sehingga bersifat heterotrof. Astacia diklasifikasikan
seperti berikut:

Filum : Euglenophyta

Kelas : Euglenophyceae

Ordo : Peranemales/Eutreptiales

Famili: Eutreptiaceae

Genus: Astacia

Spesies : Astacia sp.

b. Rhabdomonadales

Rhabdomonadales memiliki satu famili, yaitu Rhabdomonadaceae.


Contoh genus: Colacium, Petalomonas.

c. Colacium calvum

Colacium calvum bersifat epizoik pada copepoda, rotifera dan


zooplankton air tawar lainnya. Sel-sel dari Colacium dibungkus oleh selaput
lendir yang melekat dengan suatu tangkai pada inangnya, ujung anterior sel
menghadap ke bawah. Tangkai lendir terbentuk karena bagian anterior sel
manghasilkan lebih banyak lendir. Mempunyai banyak kloroplas berbentuk
cakram, dengan atau tanpa pirenoid.
13

Inti tunggal pada Colacium calvum berukuran besar, terletak pada


bagian posterior (atas) dari sel. Bagian anterior (bawah) sel/protoplast
mengandung gullet yang jelas dan juga ada bintik mata. Pada koloni bentuk
pohon, protoplastnya tidak mempunyai flagella. Colacium calvum
diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Euglenophyta
Kelas : Rhabdomonadales
Ordo : Rhabdomonadales
Famili: Rhabdomonadaceae
Genus: Colacium
Spesies : Colacium calvum

2.2.5 Peranan Euglenophyta bagi Kehidupan


a) Peran menguntungkan

1. Digunakan sebagai indikator adanya polusi perairan. Sebagai contoh,


permukaan air yang di dalamnya banyak terdapat Euglena viridis,
akan tampak bewarna kehijauan. Sedangkan yang banyak terdapat
Euglena sanguinea tampak bewarna kemerahan.
2. Bidang perikanan, ganggang merupakan fitoplankton yang berfungsi
sebagai makanan ikan.
3. Ekonomi perairan dalam ekosistem perairan, ganggang merupakan
produsen primer, yaitu sebagai penyedia bahan organik dan oksigen
bagi bagi hewan-hewan air, seperti ikan, udang, dan serangga air.
4. Dalam dunia sains, Euglena sering dijadikan sebagai objek, karena
ganggang ini mudah didapat dan dibiakkan dan sebagai sebagai
pencernaan organik.

b) Peran merugikan
14

1. Penimbun endapan tanah pada kolom atau laut.


2. Mencemari sumber air.
3. Upaya penanggulangannya yang bisa dilakukan dengan cara
pengurangan beban pencemaran, diantaranya dengan cara :
4. Pengurangan penggunaan air.
5. Pengurangan penggunaan zat-zat kimia, terutama bahan berbahaya dan
beracun (B3).
6. Penggantian jenis zat-zat kimia ke bahan lain yang lebih ramah
lingkungan
7. Pemanfaatan kembali zat-zat sisa.

2.3 Pyrrophyta

Pyrrophyta (Yunani, pyrrhos = api) atau ganggang api adalah alga uniseluler
yang menyebabkan air laut tampak bercahaya (berpendar) di malam hari karena sel-
selnya mengandung fosfor. Pyrrophyta atau Dinophyta disebut juga Dynoflagellata
(Yunani, dinos = berputar, flagel = cambuk) karena memiliki flagella yang tidak
sama panjang (heterokontae), kosmopolitan, tipe Pyrrophyta yaitu holofitik dan
holozoik, Pyrrophyta bersifat saprofit dan parasit.) Pada 1753 dinoflagellata
modern pertama dideskripsikan oleh Baker dan dinamai oleh Muller pada tahun
1773. Istilah ini berasal dari kata Yunani δῖνος (dinos), yang berarti 'berputar-
putar', dan bahasa Latin 'flagellum', istilah kecil untuk cambuk atau momok.
Dinoflagellata yang sama ini pertama kali didefinisikan oleh Otto Bütschli pada
tahun 1885 sebagai dinoflagellida ordo flagellate. Ahli botani memperlakukan
mereka sebagai pembagian ganggang, bernama Pyrrhophyta ("alga api"; pyrrhos
Yunani, api) setelah bentuk bioluminscent, atau Dinophyta.
. Tubuh Pyrrophyta terdiri atas satu sel, memiliki dinding sel berupa lempengan
selulosa yang berbentuk poligonal dengan alur membujur dan melintang, memiliki
klorofil a, klorofil c, fikobilin, dinoxantin, dan xantofil, serta dua flagela yang
15

terletak di bagian samping atau ujung sel sehingga dapat bergerak aktif (Ahmad,
2014). Pyrrophyta adalah alga uniselular (bersel satu) dengan dua flagel yang
berlainan, berbentuk pita, keluar dari sisi perut dalam suatu saluran. Mengandung
pigmen (klorofil A, C2 dan pirimidin, sementara yang lain memiliki klorofil A, C1,
C2 dan fucosantin) yang dapat berfotosintesis. Hanya Dynoflagellata yang memiliki
kemampuan untuk berfotosintesis (Susyawati, 2011). Pyrophyta disebut juga
Dynoflagellata dimana tubuhnya tersusun atas satu sel, memiliki dinding sel
berdinding tebal (theca) terbuat dari selulosa, ada tidak berdinding dan dapat
bergerak aktif serta habitat di laut, bersifat fosforesensi yaitu memiliki fosfor yang
memancarkan cahaya, yang kemampuannya disebut bioluminescent (dapat
menghasilkan cahaya sendiri). Nama Dynoflagellata berasal dari gerakan berputar
dari sel swimming. Meskipun kebanyakan Dynoflagellata adalah flagellata
uniselular, koloni dari sel flagellata, sel non-flagellata, pengumpulan palmelloid,
dan filamen telah diketahui. Cadangan makanan berbentuk tepung atau minyak
(Susyawati, 2011). Inti sel Dynoflagellata peralihan antara prokariot dan eukariot
(eukariot yang primitif). Dynoflagellata merupakan komponen penting dari
fitoplankton laut dan air tawar. Terdapat sekitar 3000 spesies, masing-masing
memiliki bentuk yang khas. Bentuk dari masing-masing spesies, ditentukan oleh
plat selulosa keras yang terletak di bawah vesikel membran plasma (Nabors, 2004).

Gambar 3. Pyrrophyta
16

Sumber : biologi-note.com

2.3.1 Ciri-ciri

a. Struktur Sel
Sebagaian besar spesiesnya merupakan organisme uniseluler dan ada
yang membentuk koloni.Sel Dynoflagellata ditutupi oleh cangkang dari
selulosa, beberapa diantaranya juga mengandung silica yang memberikan
kekuatan terhadap cangkangnya.Sebagian besar Dynoflagellata merupakan
organisme fotosintetik dan memiliki pigmen klorofil a, klorofil c, dan
karotenoid.Keistimewaannya, karotenoid kuning-coklat, fucoxanthin, hanya
terdapat pada Dynoflagellata dan beberapa diantaranya pada beberapa
kelompok alga (diatom dan alga coklat). Akan tetapi, Dynoflagellata yang lain
ada yang tidak berwarna (atau bukan Dynoflagellata fotositetik) dan memakan
organisme lain untuk dijadikan makanan. (Berg, 2008).

b. Alat Gerak
17

Dinofalgelata memiliki dua cambuk (flagela) yang dapat menghasilkan


pergerakan memutar. Oleh karena itu, filum ini diberi nama Dynoflagellata
(Yunani, dino = pusaran air) (Karmana, 2007).
Tubuh Dynoflagellata primitif pada umumnya berbentuk ovoid tapi
asimetri, mempunyai dua flagella, satu terletak di lekukan longitudinal dekat
tubuh bagian tengah yang disebut sulcus dan memanjang ke bagian posterior.
Sedangkan flagella yang lain ke arah transversal dan ditempatkan dalam
suatu lekukan (cingulum) yang melingkari tubuh atau bentuk spiral pada
beberapa belokan. Lekukan tranversal disebut girdle, merupakan cincin yang
simpel dan jika berbentuk spiral disebut annulus.Flagellum transversal
menyebabkan pergerakan rotasi dan pergerakan kedepan, sedangkan
flagellum longitudinal mengendalikan air ke arah posterior (Muliya, 2012).

c. Cadangan Makanan
Cadangan makanan pada Dynoflagellata biasanya disimpan dalam bentuk
minyak atau polisakarida.
d. Bentuk Hidup

Sebagian besar Dynoflagellata hidup secara endosimbiosis di dalam


tubuh invertebrate laut lainnya seperti pada ubur-ubur, koral, dan hewan
moluska.Simbiosis pada Dynoflagellata dikarenakan kekurangan lapisan
selulosa dan flagel yang disebutzooxanthellae.Fotosistesis
zooxanthellaemenyediakan karbohidrat untuk invertebrate yang
ditempatinya. Dynoflagellata lain yang tidak memiliki pigmen atau klorofil
tidak dapat melakukan fotosintesis didalam tubuh invertebrata yang
ditempatinya, sehingga Dynoflagellata yang demikian hidup dengan cara
heterotrof maupun parasit pada inang yang ditempati (Berg, 2008).

2.3.2 Habitat
18

Dinoflagellata sekarang terdiri dari bagian utama EDplanktonik lautan,


terlebih dalam bentuk autotrof dan memegang peranan penting dalam rantai
makanan. Jenis dinnoflagellata autotrof biasanya hidup pada daerah fotik dan
menerima sebagian besar nutrisi dari aktifitas Up Welling. Umumnya
dinoflagellata hidup pada kisaran suhu 1-35oC. Banyak dinoflagellata yang
tersebar secara geografis dan menggambarkan temperatur lautan yang
digunakan sebagai indikator pergeseran iklim, karena dinoflagellata spesies
tertentu tumbuh optimal pada suhu yang berbeda pula. Beberapa genera
ditemukan pada air tawar dan air asin meskipun sebagian besar hidup di
perairan asin dan sangat sensitive pada perubahan salinitas.

2.3.3 Klasifikasi

Gambar 4. Klafisikasi Pyrrophyta

Sumber : biologi-note.com

Pyrrophyta terdiri dari 2 kelas, yaitu:


1. Desmophyceae
 Ciri-ciri:

-Memiliki flagel yang keluar dari ujung anterior (apical, subapical)

-Motil

-Memiliki 1 ordo: Prorocentrales

-Memiliki dinding sel yang tebal, tersusun atas duabelahan (theca)

-Berbentuk speris, oval, atau tetes air mata (teardrops)


19

-Terdapat di air tawar, payau, laut

 Contoh spesies :

Klasifikasi menurut Ehrenberg 1833:

Filum : Dinoflagellata
Kelas : Desmophyceae
Ordo : Prorocentrales
Famili : Prorocentraceae
Genus : Prorocentrum
Spesies : Prorocentrum micans

2. Dinophyceae
 Ciri-ciri:

-Flagelnya keluar dari posisi ventral. Satu flagel terletak pada bagian sulcul,
yang lainnya pada bagian cingulum.

-Memiliki anggota lebih banyak.

-Salah satu flagella terdapat pada bagian transversal, yang lainnya pada bagian
longitudinal.

-Memiliki 6 ordo:

a. Dinophysiales
Dinophysiales Bersifat motil, hidupnya soliter, memiliki dinding sel,
berbentuk pipih lateral, ,mempunyai tutup cingulum pada bagian
ujunganterior, Epitheca pendek, menghasilkan toksin. Contoh spesies:
Dinophysis sp dan Ornithocercus thurni. Ehrenberg (1833)
mengklasifikasikannya sebagai berikut:

Filum :Dinoflagellate
Kelas : Dinophyceae
20

Ordo :Dinophysiales
Famili :Dinophysiaceae
Genus :Dinophysis
Spesies : Dinophysis sp

Filum : Dinoflagellate
Kelas : Dinophyceae
Ordo : Dinophysiales
Famili : Dinophysaceae
Genus : Ornithocercus
Spesies : Ornithocercus thurni

b. Gymnodiniales
Selnya motil, tidak memiliki dinding sel, berbentuk oval, memliki
girdle berbentuk spiral, kosmopolitan, beberapa diantaranya holozik, tidak
menghasilkan toksin. Contoh spesies :Gymnodinium sp, Amphidinium sp.
Stein (1878) mengklasifikasikannya sebagai berikut:
Phylum: Dinoflagellata
Class : Dinophyceae
Order : Gymnodiniales
Family : Gymnodiniaceae
Genus : Amphidinium
Species: A. Carterae

Phylum: Dinoflagellata
Class : Dinophyceae
Order : Gymnodiniales
Family : Gymnodiniaceae
Genus : Gymnodinium
Spesies: Gymnodinium sp.
21

c. Noctilucales
Ukuran organisme ini sekitar 200 hingga 2000 µm. Menghasilkan
cahaya à bioluminescent, memiliki vacuola besar berperan sebagai
pelampung. Pada umumnya holozoik, hidup di air Laut, memiliki tentakel
panjang, dan tidak menghasilkan toksin. Contoh spesies: Noctiluca
Scintillans.

Filum : Dinoflagellata
Kelas : Dinophyceae
Ordo : Noctilucales
Famili : Noctilucaceae
Genus : Noctiluca
Species: N. Scintillans

Bioluminescence ini diproduksi oleh luciferin-luciferase sistem yang


terletak di ribuan organel-organel berbentuk bola atau “microsources”,
lokasinya berada di sitoplasma pada protista bersel tunggal (Prakasita 2012).

d. Peridiniales
Berdinding sel à tidak dapat berubah-ubah, motil, holozoik, sebagian
besar hidup di laut, dan beberapa spesies memiliki tanduk. Contoh spesies:
Peridinium sp.
Filum : Dinoflagellata
Kelas : Dinophyceae
Ordo : Peridiniales
Famili : Peridiniaceae
Genus : Peridinium
Spesies: Peridinium sp.
22

e. Gonyaulucales
Memiliki dinding yang keras, menghasilkan cahaya, dan
Kosmopolitan. Epitecha membentuk sebuah tanduk, hipotheca membentuk
dua atau tiga tanduk, mengalami cyclomorfosis, sebagian besar holofitik.
Contoh genus Ceratium, Gonyaulax.
Filum :Dinoflagellata
Class :Dinophyceae
Order : Gonyaulacales
Famili :Gonyaulaceae
Genus :Ceratium
Spesie : Ceratium sp.

Filum :Dinoflagellata
Class :Dinophyceae
Order : Gonyaulacales
Family : Gonyaulacaceae
Genus : Gonyaulax
Spesies:Gonyaulax sp.

f. Pyrocystales

Memiliki bentuk speris, bulan sabit, dan menghasilkan cahaya. Pada


umumnya holofitik, Dinding sel tebal tersusun atas dua lapis (atas
sporopellenin, bawah selulosa). Contoh spesies: Pyrocystis lunula.

Phylum: Dinoflagellata
Class : Dinophyceae
Order : Pyrocystales
Family : Pyrocystaceae
Genus : Pyrocystis
Spesies : Pyrocystis lunula

2.3.4 Reproduksi

Reproduksi pada Pyrrophyta umumnya yang utama adalah secara


aseksual, namun ada beberapa spesies bereproduksi secara seksual. Nukleus
23

Pyrrophyta merupakan nukleus yang tidak biasa karena kromosom mengalami


kondensasi dan selalu terlihat jelas. Pembelahan meosis dan mitosis pada
Pyrrophyta sangat unik karena sisa membran inti seluruhnya membelah dan
benang spindle berada di luar nukleus (Berg, 2008).

Reproduksi pada Pyrrophyta biasanya dengan cara pembelahan


aseksual sederhana dan mereka memiliki kapasitas untuk mereproduksi
sampai beberapa kali perhari, dengan sel membelah miring untuk membentuk
dua sel dengan ukuran yang sama. Techa mungkin membelah, dengan
masing-masing sel baru membentuk setengah baru, atau techa mungkin hilang
sebelum pembagian, dalam hal masing-masing sel baru membentuk dinding
sel yang baru.
Reproduksi seksual juga terjadi pada beberapa spesies Pyrrophyta, hal
ini dapat menyebabkan pembentukan berdinding tebal, kista aktif yang
menetap di dasar laut, di mana mereka dapat bertahan hidup selama bertahun-
tahun. Ketika dipicu oleh perubahan lingkungan, kista tumbuh dan
berkembang untuk menghasilkan sel baru yang kemudian bebas berenang.
Kebanyakan Pyrrophyta memperlihatkan reproduksi secara aseksual
atau pembelahan sel mitosis. Proses ini membagi organismee menjadi
kembaran identik, theca mereka mungkin pecah, terbagi pada tiap-tiap
kembarannya, jadi tiap kembaran menerima separuh dan meregenerasi
separuhnya. Beberapa generasi tumbuh sebagai filament ketika sel mereka
tidak terpisah setelah pembelahan. Pyrrophyta dewasa bersifat haploid, jadi
ketika reproduksi seksual dimulai, gamet mengalami mitosis, mungkin
tumbuh dengan atau tanpa dinding, terlihat sebagai individu tua dalam versi
kecil. Gamet jantan dan betina tidak jelas dibedakan, tetapi dapat berenang
bebas. Setelah penggabungan dua gamet, lalu menjadi zigot yang aktif
berenang, pada kondisi yang tidak menguntungkan, sel akan membentuk
24

hystrichosphere, ini adalah dorman kapsul yang melindungi dinoflagelata


sampai keadaan menguntungkan kembali (Alia,dkk, 2013).

Pyrrophyta atau Dynoflagellata memiliki 2 cara perkembangbiakan, yaitu


secara:

a. Vegetatif, yaitu pembelahan sel biasa dengan arah transversal,


longitudinal, oblique atau dengan pembelahan sel yang bergerak, jika sel
memiliki panser, maka selubung akan pecah. Dapat juga dengan cara
protoplas membelah membujur, lalu keluarlah dua sel telanjang yang dapat
mengembara yang kemudian masing – masing membuat panser lagi. Setelah
mengalami waktu istirahat zigot yang mempunyai dinding mengadakan
pembelahan reduksi, mengeluarkan sel kembar yang telanjang (Susyawati,
2011).

b. Seksual, dalam sel terbentuk 4 isogamet yang masing-masing dapat


mengadakan perkawinan dengan isogamet dari individu lain Sporik, yaitu
dengan zoospora (contohnya Gloeonidium) dan aplanospora (contohnya
Glenodinium) (Susyawati, 2011).
25

Gambar 5. Reproduksi Pyrrophyta


Sumber : biologi-note.com

Pada Alexandrium sp, cara perkembangbiakannya yaitu : kista-kista


tidur dalam dasar laut, tertimbun oleh sedimen. Jika tak terganggu oleh
kekuatan fisik atau alam, mereka dapat berada di dasar laut dalam kondisi
tertidur untuk waktu bertahun-tahun. Jika terdapat kandungan oksigen dan
kondisi memungkinkan, mereka daapt melakukan proses perkecambahan. Jika
suhu hangat dan banyak cahaya yang merangsang perkecambahan ini, kista
akan pecah dan mengeluarkan sel yang dapat berenang. Sel ini direproduksi
oleh pembelahan sederhana dalam beberapa hari pengeraman.

Jika kondisi tetap optimal, sel akan terus membelah diri secara
berlipat, dari dua menjadi empat, empat menjadi delapan, dan seterusnya.
Setiap satu sel dapat menghasilkan beberapa ratus sel dalam se minggu. Pada
saat nutrisi telah habis, pertumbuhan sel berhenti dan terbentuklah sel-sel
gamet. Setiap dua sel gamet yang berbeda bersatu membentuk satu sel baru
yang berkembang menjadi sebuah zigot dan akhirnya menjadi kista. Kista ini
lalu jatuh ke dasar laut dan dapat berbiak pada tahun berikutnya.

Bioluminescen Dan Circadian hanya terdapat pada spesies yang di


laut. Organisme yang menghslkannya Noctiluca, Gonyaulax, Pyrocystis,
Pyrodinium, Peridinium. Bioluminescence, emisi cahaya dari organisme hidup,
tanpa panas yang cukup. Cahaya dihasilkan dari reaksi kimia yang dimediasi
oleh enzim dan melibatkan molekul khusus yang mengandung fosfor dalam
organisme.Bioluminesensi ditemukan pada spesies bakteri, alga, jamur, dan
hewan invertebra. Beberapa ikan laut dalam dilengkapi dengan organ yang
menghasilkan pendaran yang menarik mangsa.
26

1. Kista istirahat. Kista yang beristirahat merupakan tahap tidak aktif di


mana proses kehidupan normal sangat berkurang. Kista istirahat
Dinoflagellate, sejauh ini, telah ditemukan sebagai hasil dari fusi seksual;
karena itu mereka adalah kista peristirahatan zigotik, disebut hipnozygot.
Dinding kista yang beristirahat biasanya diperkuat oleh bahan seperti
sporopollenin (dinosporin) dan dapat terdiri dari beberapa lapisan.
Sebagian besar fosil dinoflagellata mungkin merupakan hypnozygotes,
meskipun hal ini tidak secara langsung terbukti untuk spesies yang punah.
2. Kista sementara. Sel dinoflagellate motil dengan pelikel yang
berkembang dengan baik dapat, dalam kondisi buruk, melepaskan flagela
dan dinding luarnya (termasuk pelat, jika ada) dan membentuk kista
sementara yang dikelilingi oleh pelikel (lihat halaman berikutnya).
3. Vegetative cysts. Kista vegetatif adalah sel nonmotil yang dikelilingi
oleh dinding kontinu, mungkin pelikel. Sel-sel ini aktif secara metabolik
dan / atau reproduktif, berbeda dengan kista yang beristirahat dan
sementara. Dalam beberapa dinoflagellata, terutama taksa parasit dan
simbiotik seperti Blastodinium dan Symbiodinium, tahap siklus hidup utama
diwakili oleh kista vegetatif. Pyrocystis adalah contoh dari dinoflagellate
yang hidup bebas yang melewati sebagian besar siklus hidupnya sebagai
kista vegetatif.

Kategori toksin yang dihasilkan

1. Membunuh ikan dan sedikit invertebrata

2. Membunuh invertebrata

3. Membunuh sedikit populasi, tetapi toksin yang dihasilkan terkonsentrasi


dalam spihon atau alat pencernaan moluska
27

4. Toksin yg dihslkan Saxitoksin (neurotoksin) toksisitasnya 100.000 kali


kokain

Dinoflagellata kadang-kadang mekar dalam konsentrasi lebih dari


satu juta sel per mililiter. Beberapa spesies menghasilkan neurotoksin, yang
dalam jumlah tertentu membunuh ikan dan menumpuk di pengumpan filter
seperti kerang, yang pada gilirannya dapat menularkannya kepada orang
yang memakannya. Fenomena ini disebut red tide, mulai dari warna yang
ditanam hingga air.

Organisme penyebab red tide

1. Prorocentrum

2. Gymnodinium

3. Gonyaulax

4. Ceratium

5. Trichodesmium eritreum (Cyanophyceae)

Pengaruh toksin: Kelumpuhan (paralytic), Gangguan syaraf (neurotic),


hilang ingatan (amnetic), mencret (diarrhetic) yang terbanyak adl PSP dan
DSP
28

Gambar 6. Ceratium

Gambar 7. Peridinium

Gambar 8. Bioluminescens
29

2.3.5 Peranan

1. Peran menguntungkan
Peran yang menguntungkan dari phyrrohyta pada perairan seperti halnya
plankton yang lain yaitu sebagai produsen primer. Selain itu, dapat
menghasilkan O2 salah satunya Alga api yang dapat berfotosintesis karena
mengandung figmen klorofil a, klorofil c dan fucosantrin (Edhy W.A et al.
2003). Sebagai makanan ikan. Jika terjadi red tide. Kompetitor bagi ikan
dalam memperoleh fitoplankton dan oksigen

2. Peranan Merugikan
a. Menyebabkan redtide. Red tide yang disebabkan oleh suatu adanya
blooming dari genera Gymnodium brevis, Gymnodium sanguines, Gonyaulax
xantella dan Noctiluca yang memberikan dampak ditimbulkan yang
menyebabkan perairan menjadi kekurangan oksigen. Selain itu, menghasilkan
racun sehingga ikan bisa saja mati. Perairan Indonesia terjadi blooming di
beberapa perairan seperti di Teluk Jakarta dan Laut Arafura yaitu blooming
Noctiluca, Trichodesmium.
b. Menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan keracunan. Dalam
beberapa kasus, racun dapat menyebabkan kematian ikan atau menyebabkan
keracunan pada manusia yang makan makanan tersebut.
c. Menurut Adnan Quraisyin (1985) jenis gangga api yang menghasilkan
racun antara lain :

1) Pfiesteria menghasilkan racun yang menyebabkan kerusakan sistem saraf


(neurotoksin). Neurotoksin dapat menyebabkan kematian ikan, udang,
kepiting, dan burung. Manusia akan mengalami gangguan kesehatan apabila
mengonsumsi produk laut yang terkontaminasi neurotoksin.
30

2) Gymnodinium breve menghasilkanracun brevetoksin atau gymnocin A


yang menyebabkan keracunan dengan gejala pusing, muai, muntah, dan
ataksia (gangguan koordinasi gerakan otot).

3) Lingulodium polyedrum dan Gonyaulax menghasilkan racun saksitoksin


yang dapat menyebabkan muntah, diare, hingga hilangnya koordinasi tubuh
jika dikonsumsi manusia. Gambierdiscus toxicus menghasilkan ciguatoksin.
d. Noticula sebagai food competion ikan.

3. Cara Penanggulangan
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menanggulangi red tide adalah
sebagai berikut :

a. Surveillance, yaitu melakukan pengamatan toksisitas pada kerangkerang


ditempat yang sudah pernah mengalami red tide secara langsung. Negara-
negara yang pernah mengalami ledakan PSP disarankan untuk membentuk
"Shellfish Surveillance Programs" (Adnan Quraisyin, 1985). Jika toksin yang
terkandung dalam kerangkerang menujukkan kadar yang membahayakan
maka kultur kerangkerang dari tempat tersebut tidak boleh dipanen atau
dihentikan. Jika kerang-kerang tersebut tidak lagi mengandung toksin maka
kultur dapat dilakukan kembali.

b. Depuration, yaitu membebaskan kerang dari toksin agar dapat


diperdagangkan secepatnya, cara yang dapat dilakukan dengan penyediaan
oksigen yang cukup dengan ditambahkan harum-haruman yang seger yang
akan menetralkan toksin secara cepat. Cara sederhana yang dapat dilakukan
pada kerang yang terkena racun yaitu dengan merendam kerang pada air yang
bebas racun. Akan tetapi cara dapat memakan waktu yang lama sehingga
terlambat dipasarka
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Euglenophyta adalah organisme bersel satu yang mirip hewan karena tidak be
rdinding sel dan mempunyai alat gerak berupa flagel sehingga dapat bergerak bebas
. Sedangkan Pyrrophyta (Yunani, pyrrhos= api) atauganggang api adalah alga unise
luler yang menyebabkan air laut tampak bercahaya (berpendar) di malam hari karen
a selnya mengandung fosfor.Pyrrophyta atau Dinophyta disebut2.Euglenophyta me
miliki habitat di air tawar, misalnya air kolam, sawah,danau, dan banyak ditemukan 
diparit peternakan yang banyakmengandung kotoran hewan.

Euglenophyta terdiri dari satu kelas, yaitu Euglenophyceae. Ordonya ada tiga,
antara lain: Euglenales, Peranemales/Eutreptiales, dan Rhabdomonadales.Sedangka
n Pyrrophyta terdiri dari 2 kelas, yaitu: Desmophyceae danDinophyceae. Dinophyc
eae memiliki 6 ordo:, antara lain: Dinophysiales,Gymnodiniales, Noctilucales, Peri
diniales, Gonyaulucales, Pyrocystales4.Euglenophyta bereproduksi secara aseksual 
dengan pembelahan sel.Sedangkan Pyrrophyta dengan 2 metode, yaitu metode utam
a (normal): pembelahan sel biasa dengan arah transversal, longitudinal, oblique dan
metode lain: isogamus (lebih sering), anisogamus (jarang), pembentukanresting kist
a.

3.2 Saran

Sebagai mahasiswa yang penerus bangsa dan juga tanah air sebaiknya tidak
mengabaikan keberadaan dari spesies euglenophyta dan pyrrophyta sebagai
plankton yang hidup dibumi yang sudah banyak memberi keuntungan sehingga kita
bisa lebih menjaga lingkungan kita untuk kelestarian hidup berbagai jenis
plankton,serta mengambil langkah untuk meneliti bagaimana cara memanfaatkan

25
26

plankton jenis euglenophyta dan pyrrophyta untuk keberlangsungan hidup kita di


bumi.
27

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Quraisyin. 1985. RED TIDE. Oseana, Vol. X No.2 (48-55).

Alia, Nur. Nur, Fitriana. Muh, Badawi. Yanas, Istiqamah. dan Ika, Astriana. 2013.

Dynoflagellata. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Berg, Linda. 2008. Introductory Botany Plants, People, and The Environment. USA
Brooks/Cole.
Edhy W.A, Januar P, Kurniawan. 2003. Plankton Lingkungan PT Central Pertiwi
Bahari. Tulang Bawang.

Susyawati, Endang. 2011. Euglonophyta dan Pyrrophyta. Universitas Brawijaya.


Malang. 104 hlm.
.

Anda mungkin juga menyukai