1. PENDAHULUAN
Paper ini mencoba menerangkan aspek transfer pricing dari sudut (angle) etika bisnis
(business ethics). Diharapkan dengan adanya sudut etika bisnis akan memperkaya tulisan
serupa mengenai transfer pricing dengan tambahan angle yang berbeda yaitu sudut
pandang etika bisnis.
Transfer pricing – selanjutnya disebut TP – (OECD, 2010) didefinisikan sebagai
suatu harga, diadopsi untuk tujuan pembukuan, yang digunakan untuk menilai transaksi
antara perusahaan afiliasi dibawah manajemen yang sama pada tingkat tinggi atau rendah
secara artisifial agar supaya terjadi perpindahan (transfer) penghasilan atau modal antara
perusahaan afiliasi tersebut.
Terjadinya TP dalam era globalisasi merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan
terutama untuk perusahaan-perusahaan multinasional (Multinational Corporations –
selanjutnya disebut MNC) yang mempunyai perusahaan-perusahaan afiliasi yang tersebar
di seluruh dunia. Ukuran dari MNC terhadap ekonomi global sangat luar biasa. Eden et al
(2011) menerangkan bahwa sekarang ada lebih dari 82.000 MNC diseluruh dunia dengan
rata-rata 10 perusahaan afiliasi di luar negeri. Pada tahun 2009, nilai tambah tambah
kegiatan MNC mencapai 11 persen dari GDP dunia. Pada tahun 2010, 42 dari 100 besar
kegiatan ekonomi didunia adalah MNC, bukan negara. Total pendapatan 5 besar MNC
lebih besar daripada kombinasi 110 GDP negara-negara miskin di dunia.
Sebagai keputusan logis dari sistem kapitalisme, maka kewajiban dari MNC adalah
maksimalisasi keuntungan (profit) bagi pemegang saham melalui perdagangan
internasional. Perdagangan internasional mempunyai kapasitas untuk meningkatkan
investasi, tenaga kerja dan perkembangan ekonomi. Namun demikian melalui
perdagangan internasional dapat juga menciptakan penghindaran pajak dan capital
flight (Sikka et al,2010). Selanjutnya Sikka juga menjelaskan motif utama praktek TP
adalah untuk penghindaran pajak (tax avoidance) bahkan pelanggaran pajak (tax
evasion). Praktek TP adalah sangat besar serta sulit dan mahal untuk dideteksi oleh
otoritas (pemerintah). TP merupakan permainan kompleks yang melibatkan aktor-aktor
seperti MNC, akuntan, pengacara, konsultan, pemerintah, otoritas pajak, NGO dan
sebagainya. Penghindaran pajak melalui praktek TP disebabkan adanya perbedaan tarif
pajak antara negara dan diperparah dengan adanya negara bebas pajak (Tax Haven
Countries). Melalui perusahaan-perusahaan afiliasinya maka MNC membuat skema TP
untuk tujuan pajak keseluruhan group menjadi minimal (bahkan zero) sehingga
keuntungan yang diperoleh pemegang saham bisa menjadi semaksimal mungkin.
Hansen et al (1992) dalam tulisannya Moral Ethics vs Tax Ethics mengajukan 3
pertanyaan atas praktek TP tersebut di atas yaitu :
1. Apakah skema minimalisasi pajak melalui TP harmonis dengan sikap etis yang
dilakukan oleh para top executive?;
2. Apakah skema minimalisasi pajak termasuk dalam petunjuk (guidelines) kode etik
profesional para praktisi pajak?;
3. Apakah peraturan pajak yang mengarahkan International TPmencerminkan
kesejahteraan?
Selain masalah tersebut di atas ternyata TP juga mempunyai implikasi yang lebih
besar yaitu bagaimana etika tersebut berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat
luas. Mehafdi (2000) dalam tulisannya Ethics of International Transfer
Pricing menggambarkan praktek TP tersebut dapat membuat suatu negara yang
seharusnya memperoleh pajak tetapi tidak memperolehnya, akhirnya malah mendapatkan
kerusakan secara fisik, ekonomi dan psikologis. Gambaran permasalahan TP di atas
menunjukkan TP menjadi pusat perhatian dari stakeholdersbaik pemerintah, NGO, MNC
serta para konsultan yang merancang TP.
Bagi banyak orang pemahaman atas etika sangat sederhana. Jennings (2012)
menyatakan ungkapan : “…I didn’t do anything illegal. That’s where ethics come in;
ethics apply where there are no laws ...” Dari ungkapan tersebut dapat diartikan bahwa
bagi sebagian besar orang sepanjang tidak melanggar hukum berarti etis. Etika hanya ada
ketika tidak ada hukum. Fakta yang terjadi di dalam kehidupan kita terutama terkait
dengan topik yang akan dibahas mengenai praktek TP di MNC menunjukkan hal yang
berbeda dengan ungkapan tersebut.
Tujuan penulisan ini adalah membahas etika praktek TP dalam MNC melalui teori
yang relevan, contoh praktek-praktek TP yang dilakukan MNC di luar negeri maupun
MNC di dalam negeri. Selanjutnya dianalisis sesuai teori yang ada dan akan dibuat saran
dan kesimpulan menyikapi praktek TP dari sudut pandang etika bisnis.
1. TINJAUAN PUSTAKA
Kebanyakan jurnal maupun literatur hanya membahas TP dari sisi aspek teknis.
Sangat sedikit yang membahas TP dari sisi etika. Mc Gee (2010) menyatakan bahwa
melalui ProQuest(mesin pencari jurnal internasional) hanya diperoleh 2 artikel TP yang
terkait dengan isu etika. Kedua paper tersebut adalah Moral Ethics vs. Tax Ethics karya
Hansen et al serta The Ethics of International Transfer Pricing karya Messaoud Mehafdi.
Sebagai catatan, oleh penulis, kedua jurnal tersebut telah termasuk sebagai referensi
penulisan.
TP Ethics dapat dilihat sebagai irisan (subset) dari literature etika bisnis (Eden et
al.,2011). Jadi, untuk memperoleh gambaran secara komprehensif maka sebelum dibahas
etika TP dibahas dulu teori-teori etika bisnis yang terkait dengan MNC sebagai pengguna
TP.
Bersumber dari diktat kuliah Prof. Aida minggu ke – 8 diperoleh gambaran teori etika
bisnis sebagai berikut :
2.1 Etika dan moralitas
Etika merupakan kajian moralitas untuk menyelidiki standar moral perseorangan dan
standar moral masyarakat. Moralitas sebagai pedoman bertingkah laku bagi individu atau
kelompok menetapkan segala sesuatu mengenai apa yang benar dan salah, apa yang baik
dan buruk, serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Standar moral dipelajari
sambil berjalan (evolusioner) tanpa disadari, dimulai dari lingkungan rumah, teman
sepergaulan, lingkungan sekolah, lingkungan tempat kerja dan masyarakat luas.
Konstruksi sosial (pembelajaran dan pengalaman intelektual) seseorang akan mengkaji
ulang hal-hal yang telah didapat selama ini.
2.2 Pedoman moral untuk MNC
Menurut diktat Prof. Aida, dalam melakukan suatu bisnis MNC mempunyai 7 (tujuh)
pedoman moral sebagai berikut :
Dalam konteks TP yang mempunyai motif utama penghindaran pajak maka pedoman
moral nomor 5 lima di atas adalah sangat sesuai yaitu MNC membayar bagian pajak yang
adil. Bagaimana definisi yang adil tentu sudut pandang MNC dengan pemerintah pasti
berbeda. Untuk melihat lebih jauh pemahaman atas perbedaan tersebut maka kita akan
eksplorasi lebih lanjut pada paper ini.
2.3 Perbaikan etika bisnis global pada MNC serta aksi perbaikan
Perbaikan etika bisnis global pada MNC menghadapi dilema adanya tekanan dari negara
asal bisnisstakeholder dan negara tempat berbisnis stakeholder. Tekanan tersebut
mencakup standar budaya serta standar etika/ moral yang berbeda antara negara asal
berbisnis dengan tempat berbisnis. Penerapan etika sendiri merujuk adanya sinkronisasi
standar budaya tersebut dengan hukum internasional yang merupakan tata aturan global.
Demi menciptakan etika bisnis global yang baik maka diperlukan aksi perbaikan etika
bisnis internasional. Aksi tersebut mencakup :
1. Menciptakan berbagai aturan global yakni aturan dan standar perusahaan global
serta aturan dan standar organisasi internasional global;
2. Mengintegrasikan etika kedalam strategi global;
3. Menunda aktivitas bisnis di negara-negara tempat tujuan berbisnis yang tidak
mempunyai etika bisnis; dan
4. Menciptakan berbagai pernyataan etika yang berdampak baik.
1. Menghormati stakeholderdibanding shareholders;
2. Kontribusi terhadap ekonomi, sosial dan pembangunan lingkungan;
3. Membangun kepercayaan melalui hukum tertulis;
4. Menghormati aturan dan konvensi;
5. Mendukung tanggungjawab globalisasi;
6. Menghormati lingkungan; dan
7. Menghindari aktivitas tidak sah atau bertentangan dengan hukum.
1. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Eden, L., Smith, L.M., 2011, The Ethics of Transfer Pricing, for Presentation at the AOS
Workshop on “Fraud in Accounting, Organizations and Society., London.
Hansen, D.R., Crosser, R.L., Laufer, D., 1992, Moral Ethics vs Tax Ethics : The Case of
Transfer Pricing Among Multinational Corporations, Journal of Business Ethics, 11 :
679-686, Kluwer Academic Publishers., Netherlands.
Hubeis, A.V.S., 2013, Isu Etika Dalam Arena Global, Diktat Kuliah Minggu ke – 8.,
DMB IPB Bogor.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2012, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK), Jakarta.
Jennings, M.M., 2012, Business Ethics, South-Western Cengage Learning., 7th ed., USA.
McGee, R.W., 2010, Ethical Issues in Transfer Pricing, Manchester Journal of
International Economic Law., Vol. 7., Issue 2 : 24-41, Manchester.
Mehafdi, M., 2000, The Ethics of International Transfer Pricing, Kluwer Academic
Publishers., Netherlands.
OECD., 2010, OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax
Administration, OECD., Paris
Sikka, P., Willmott. H., 2010, The Dark Side of Transfer Pricing : Its Role in Tax
Avoidance and Wealth Retentiveness, Essex Business School., UK.
Wilmshurst, P., 2013, UK Transfer Pricing and the Tax Avoidance Debate, The Tax
Executive Institue, Inc., UK.
http://www.detik.com, 5 Juni 2013, Kasus Asian Agri, Dirjen : Sejarah Pertama di RI
Ada Wajib Pajak Kena Denda Rp 2,5 trilyun, Jakarta
http://www.vivanews.com, 28 April 2011, Vincent Beberkan Kasus Pajak Asian Agri,
Jakarta