Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Keluarga merupakan fondasi bagi berkembang majunya masyarakat.


Keluarga membutuhkan perhatian yang serius agar selalu eksis kapan dan
di manapun. Perhatian ini dimulai sejak pra pembentukan lembaga
perkawinan sampai kepada memfungsikan keluarga sebagai dinamisator
dalam kehidupan anggotanya terutama anak-anak, sehingga betul-betul
menjadi tiang penyangga masyarakat.
Secara tegas dapat digarisbawahi bahwa tujuan keluarga ada yang
bersifat intern yaitu kebahagian dan kesejahteraan hidup keluarga itu sendiri, ada
tujuan ekstern atau tujuan yang lebih jauh yaitu untuk mewujudkan generasi
atau masyarakat muslim yang maju dalam berbagai seginya atas dasar tuntunan
agama. Keluarga merupakan sumber dari umat, dan jika keluarga merupakan
sumber dari sumber-sumber umat, maka perkawinan adalah pokok keluarga,
dengannya umat ada dan berkembang.
Institusi keluarga yang merupakan lembaga terkecil dalam sebuah
masyarakat selalu dibutuhkan dimana dan kapan pun, termasuk di era
disrupsi. Sebagai institusi yang terdiri dari individu- individu sebagai anggota,
keluarga harus berkembang dan beradaptasi dengan lingkungan dan
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Era disrupsi yang melahirkan
banyak kreasi berbagai fasilitas untuk mempermudah memenuhi kebutuhan
manusia nampaknya membawa dampak yang cukup signifikan terhadap
kehidupan keluarga, baik dampak positif maupun negatif. Bagaimana suatu
keluarga akan mampu menyesuaikan diri dan mempertahankan eksistensinya
di era disrupsi ini?
Makalah ini akan membahas problematika keluarga di era disrupsi serta
alternatif solusi efek negatif disrupsi terhadap kelangsungan kehidupan
keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Disrupsi
Dewasa ini zaman sudah semakin berkembang, zaman dimana daya
saing serta tantangan menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Era ini disebut
juga dengan era disrupsi. Apa itu era disrupsi? Menurut KBBI, disrupsi adalah
hal yang tercabut dari akarnya. Apabila diartikan dalam bahasa sehari-hari
maka dapat berarti perubahan yang mendasar atau fundamental.
Era disrupsi ini merupakan fenomena ketika masyarakat menggeser
aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata, ke dunia maya.
Fenomena ini berkembang pada perubahan pola dunia bisnis. Kemunculan
transportasi gadget / daring adalah salah satu dampaknya yang paling populer
di Indonesia.

B. Pilar-Pilar Keluarga Sakinah


Kata sakinah diambil dari akar kata yang terdiri atas huruf sin,
kaf, dan nun yang mengandung makna ketenangan, atau anonim dari
guncang dan gerak. Berbagai bentuk kata yang terdiri atas ketiga huruf
tersebut semuanya bermuara pada makna di atas. Rumah dinamai maskan
karena ia merupakan tempat untuk meraih ketenangan setelah sebelumnya
sang penghuni bergerak (beraktivitas di luar). Sedangkan menurut
Quraish Shihab, sakinah terambil dari akar kata sakana yang berarti
diam atau tenangnya sesuatu setelah bergejolak.
Penggunaan kata sakinah dalam pembahasan keluarga pada
dasarnya diambil dari Al-Quran surat al-Rum ayat 21 ”litaskunu ilaiha”
yang artinya bahwa Allah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang
satu merasa tentram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah
di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang,
mantap dan memperoleh pembelaan. Dengan demikian dapat dipahami,
bahwa keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan
keluarga.
Kata sakinah yang digunakan dalam mensifati kata
”keluarga” merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan
penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat
memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan
keselamatan akhirat. Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang
tenang bagi setiap anggota keluarganya. Ia merupakan tempat kembali
kemana pun mereka pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan
penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya
dalam masyarakat. Dalam istilah sosiologi ini disebut dengan unit terkecil
dari suatu masyarakat.
Keluarga sakinah tidak terjadi begitu saja, akan tetapi ditopang oleh
pilar-pilar yang kokoh yang memerlukan perjuangan dan butuh waktu dan
pengorbanan. Keluarga sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial
(social system) menurut Al-Quran, dan bukan “bangunan” yang berdiri di
atas lahan yang kosong. Pembangunan keluarga sakinah juga tidak
semudah membalik telapak tangan, namun sebuah perjuangan yang
memerlukan kobaran dan kesadaran yang cukup tinggi. Namun
demikian semua langkah untuk membangunnya merupakan sesuatu yang
dapat diusahakan. Meskipun kondisi suatu keluarga cukup seragam, akan
tetapi ada langkah- langkah standar yang dapat ditempuh untuk
membangun sebuah bahtera rumah tangga yang indah, keluarga sakinah.
Said Agil Husin al-Munawwar, menyatakan bahwa simpul- simpul
yang dapat mengantar atau menjadi prasyarat tegaknya keluarga sakinah
adalah :

1. Dalam keluarga ada harus mahabbah, mawaddah dan rahmah;


2. Hubungan suami isteri harus didasari oleh saling membutuhkan, seperti
pakaian dan pemakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun
lahunna);
3. Dalam pergaulan suami istri, mereka harus memperhatikan hal-hal
yang secara sosial dianggap patut, tidak asal benar dan hak
(wa’asyiruhinna bil ma’ruf), besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan
sebagainya harus memperhatikan nilai-nalai ma’ruf;
Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima, yaitu:
pertama, memliliki kecenderungan kepada agama; kedua, mudah
menghormati yang tua dan menyayangi yang muda; ketiga, sederhana
dalam belanja; keempat, santun dalam bergaul; dan kelima, selalu
introspeksi;
Menurut hadis Nabi yang lain disebutkan bahwa ada empat hal
yang menjadi pilar keluarga sakinah, yaitu: pertama, suami istri yang
setia (shalih dan shalihah) kepada pasangannya; kedua, anak-anak
yang berbakti kepada orang tuanya; ketiga, lingkungan sosial yang sehat
dan harmonis; keempat, murah dan mudah rezekinya.
Pendapat Said Agil Husin di atas berpijak pada ajaran-ajaran
Islam yang bersumber dari al-Quran dan hadis Nabi.

C. Hal yang Terjadi dalam Era Disrupsi


1. Penghematan biaya bisnis secara fisik karena bisnisnya dilakukan pada
dunia maya dan menjadi lebih simple
2. Menjadikan kualitas produk dari bisnis tertentu menjadi lebih baik dengan
perkembangan yang pesat
3. Era disrupsi menciptakan pasar baru sehingga bisnis yang selama ini
tertutup dapat terbuka kembali
4. Produk atau layanan pada era disrupsi lebih mudah di akses dan dipilih
seperti online shop dimana kita hanya membuka took melalui didunia
maya lalu memesan serta mengaksesnya dari internet
5. Era disrupsi membuat segala hal sekarang menjadi serba smart. Lebih
pintar, lebih menghemat waktu dan lebih akurat.
D. Problematika Keluarga dalam Era Disrupsi
Era disrupsi menginisiasi lahirnya banyak model baru dengan
pendekatan, metode, dan strategi yang lebih visioner dan transformatif.
Cakupan perubahan era ini, meliputi ranah bisnis, perbankan, transportasi,
sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini mengajak dan menuntut kita
untuk berani beradaptasi dan berubah. Sebab jika tidak, kita akan tergilas, lalu
akhirnya hilang tak berbekas.
Realitas tersebut tentu menjadi tantangan semua pihak, tak terkecuali
keluarga. Pada era disrupsi ini, keluarga dituntut menjadi oasis, samudera
kehangatan, dan surga bagi anak. Keluarga sebagai bagian terkecil dari
masyarakat harus menjadi tempat bersemayam inspirasi, motivasi, dan sugesti
positif.
Gempuran perkembangan teknologi dan informasi tidak boleh
membuat goyah keluarga. Sebaliknya, realitas tersebut harus menjadi alasan
untuk memperkuat ikatan keluarga. Dalam era disrupsi, semua serba cepat
seolah tak terbatas oleh jarak dan tempat. Orang tua sebagai penjaga dan
pengelola keluarga harus bersinergi untuk menyikapi dan menyambut
tantangan tersebut.
Pada era disrupsi ini, pergaulan dan pendidikan anak harus
mendapatkan perhatian yang serius. Melalui ponsel pintar, anak bisa
berselancar di dunia maya. Apabila tidak mendapatkan arahan dan
pemahaman terhadap nilai-nilai positif dari orang tua, apa yang dilihat dan
dipelajari anak dari dunia maya akan menjadi landasan dalam berpikir dan
bersikap.

E. Solusi dalam Membangun Keluarga Sakinah di Era Desrupsi


1. Seorang anak senantiasa ingin merasa nyaman, damai, dan aman. Karena
itu, keluarga seyogianya menjadi sebuah tempat yang sangat
menyenangkan dan menenangkan bagi anak.
2. Keluarga harus menjadi surga bagi anak: sebuah tempat yang penuh
keriangan dan kebahagiaan. Keluarga menjadi tempat yang membuat anak
nyaman. Keluarga yang nyaman akan membuat anak bisa menikmati
kehidupannya. Muaranya, anak merasa bahagia, yang tentu saja bisa
menjadi titik awal anak untuk terus belajar dan berkarya. Orang tua
mempunyai peran yang sangat urgent dalam mewujudkan suasana
keluarga yang menyenangkan. Sebuah kehidupan akan memberikan
makna yang sugestif-transformatif jika yang bersangkutan senantiasa
mempraktikkan kebajikan dan kebijaksanaan. Sebagai sebuah masyarakat
terkecil, keluarga bisa memainkan peran yang sangat penting apabila di
dalamnya ada nilai-nilai arif tersebut. Beralas pada tesis ini, maka keluarga
akan menjadi surga bagi anak. Strategi yang seharusnya diterapkan dan
diaktualisasikan pun mutlak untuk memperhatikan kejiwaaan semua
anggota keluarga.
3. Orang tua harus menampilkan keteladanan yang baik. Sebab, anak akan
belajar dan meniru nilai-nilai positif tersebut. Orang tua juga harus
memperhatikan semua potensi, kecerdasan, dan gaya belajar anak.
Pemahaman ini akan membuat anak senantiasa termotivasi untuk
menampikan pola pikir dan pola sikap yang positif.
Keluarga yang menginspirasi ini akan melahirkan anak-anak juara.
Juara yang dimaksud bukanlah juara di ranah kognitif-intelektual saja,
melainkan juara di semua ranah kehidupan. Pola perkembangan anak sangat
berhubungan dengan kondisi sekitarnya. Seorang anak akan sangat berpotensi
menjadi juara dan berkepribadian unggul jika hidup bersama orang-orang
yang bermental juara dan memiliki kepribadian luar biasa.
Sebaliknya, jika yang ada di sekitarnya adalah pribadi-pribadi pemalas
dan pasif, anak pun akan berkecenderungan untuk bersikap demikian.
Kecenderungan anak berbaris lurus dengan bagaimana dia dididik. Karena itu,
keluarga sebagai tempat anak tumbuh dan berkembang punya peran sangat
fundamental. Pengondisian keluarga agar selalu menjadi tempat inspiratif dan
menyenangkan bagi anak akan membentuk anak menjadi juara dan
berkarakter positif. Anak pun akan menjadi juara dengan makna sebenarnya.
Untuk menjadi orang tua favorit dan keluarga inspiratif bagi anak,
harus memiliki sumber kekuatan berupa kebijaksanaan sikap, kerendahan hati,
berpikiran terbuka, senantiasa menggunakan bahasa cinta, dan selalu
menampilkan keteladanan yang baik. Selanjutnya, anak yang berkepribadian
juara inilah yang akan sangat siap menyambut dan menyapa era disrupsi,
sebuah era yang penuh percepatan dan pergerakan eksponensial. Era disrupsi
atau era apa pun yang menyapa kehidupan akan disambut dengan penuh
kesiapan oleh keluarga yang demikian. Alhasil, era disrupsi tak akan mampu
menggoyahkan atau memorakporandakan keluarga.
PENUTUP

Keluarga merupakan fondasi bagi kehidupan masyarakat, oleh karena itu


ia membutuhkan perhatian yang serius agar selalu eksis. Eksistensi keluarga
sangat tergantung pada tingkat ketenangan dan kebahagiaan serta kesejahteraan
anggotanya. Secara garis besar, untuk menjamin kebahagiaan atau ke-sakinahan
keluarga harus terpnuhinya dua unsur pokok, yaitu materi dan imateri yaitu moral
spiritual. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama dalam menjamin
kelangsungan kebahagiaan oleh karena itu harus sama-sama dipenuhi demi
terciptanya keluarga sakinah atau sejahtera.

Era destrupsi yang datang seiring dengan bergulirnya waktu membawa


dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan keluarga, baik dampak positif
maupun negatif. Dampak positif seperti mudahnya mendapatkan informasi baik
tentang politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan bahkan sumber tentang
agama serta mudahnya akses mobilitas. Dampak negatif globalisasi antara lain
pudarnya nilai-nilai kebudyaan lokal, dekadensi moral, perubahan gaya hidup (life
style) yang mempengaruhi perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rochim, CN, (penterj), Hak Asasi Manusia dalam Islam, Syekh Syaukat
Hussain. Jakarta: Gema Insani, 1996.
Afni Rasyid, (ed), Muamalah Dunyawiyah, Jakarta: UHAMKA Press. 2007
Hasan Basri, (ed), Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syariat Islam, Jakarta: Ar
Raniry Press dan Mihrab, 2004

Anda mungkin juga menyukai