Anda di halaman 1dari 88

Kode: VTK14210

Dosen Pengampu: Hermawan Dwi Ariyanto, ST., M.Sc., Ph.D.


Outline
1. Pendahuluan [Persamaan Fundamental]
2. Potensial Kimia & Kesetimbangan Fasa
3. Partial Property
4. Hubungan Antara Molar Property dan Partial
Molar Property
5. Campuran Gas Ideal
6. Pengertian Fugasitas dan Koefisien Fugasitas
7. Fugasitas & Koefisien Fugasitas Zat Murni
8. Fugasitas dan Koefisien Fugasitas Komponen
Dalam Campuran
9. Koefisien Fugasitas Dari Cubic EOS
Persamaan Fundamental

Hubungan antara G dengan T dan P untuk sistem tertutup:

d(nG) = (nV) dP – (nS) dT

Untuk fluida fasa tunggal dalam sistem tertutup tanpa reaksi


kimia:

  nG 
  P   nV
T ,n

  nG     nS
  T  P ,n
Untuk sistem terbuka fasa tunggal:

nG = g(P, T, n1, n2, . . . , ni, . . . )

Diferensial total:

  nG   nG   nG


d nG    dP   T  dT  i  n  dni
 P  T , n P, n  i  T , P , nj  i

Potensial kimia didefinisikan sebagai:

  nG
i    (5.1)
 ni  T , P, nj  i
Sehingga pers. di atas menjadi

d nG   nV  dP  nS dT    i dni (5.2)


i

Untuk sistem yang terdiri dari 1 mol, n = 1 dan ni = xi

dG  V dP  S dT    i dxi (5.3)
i

Pers. (5.3) ini menyatakan hubungan antara energi Gibbs


molar dengan variabel canonical-nya, yaitu T, P, dan {xi}:

G = G(T, P, x1, x2, . . . , xi, . . . )


Dari pers. (5.3):

 G 
S   
 T P, x

 G 
V  
 P T , x
Potensial Kimia dan Keseimbangan Fasa
Ditinjau satu sistem tertutup yang
terdiri dari dua fasa yang berada
 gas dalam keadaan keseimbangan.

 cair Setiap fasa berlaku sebagai satu


sistem terbuka.


d nG 
 nV  dP 

nS   
dT    i dn i
i

d nG   nV  dP  nS  dT    i dn i


  

i
d(nG) = (nV) dP – (nS) dT
Perubahan total energi Gibbs untuk sistem merupakan
jumlah perubahan dari masing-masing fasa

d nG   nV  dP  nS dT    i dni    i dn i


i i

Secara keseluruhan, sistem merupakan sistem tertutup,


sehingga persamaan hubungan antara G dengan T dan P
untuk sistem tertutup juga berlaku:
   

 i dn i  
 i dn i  0
i i

dn i dan dn i ada akibat transfer massa antar fasa.


Menurut hukum kekekalan massa:
dni   dni 
 i 
 
 i 
dni dni  0
i i
 dn  dn
 
i i

 i

dn 
i   i i 0
 
dn 

i i

  
i   i  dn i  0  
i

i dn   dn   0

i

i

i
i

Karena dni independen dan sembarang, maka satu-satunya


cara agar ruas kiri pers. di atas = 0 nol adalah bahwa setiap
term di dalam tanda kurung = 0:
 i   i  0
 i   i (i = 1, 2, . . . , N)

Jadi pada keadaan keseimbangan, potensial kimia setiap


spesies adalah sama di setiap fasa.
Penurunan dengan cara yang sama menunjukkan bahwa
pada keadaan keseimbangan, T dan P kedua fasa adalah
sama.

Untuk sistem yang terdiri dari lebih dari 2 fasa:

  
i  i  . . .  i (i = 1, 2, . . . , N) (5.6)
Partial Property
Definisi dari partial molar property:
  nM 
Mi    (5.7)
 ni  T , P, nj

M i mewakili U i , H i , Si , G i , dll.
Partial molar property merupakan suatu response function,
yang menyatakan perubahan total property nM akibat
penambahan sejumlah diferensial spesies i ke dalam
sejumlah tertentu larutan pada T dan P konstan.

Pembandingan antara pers. (5.1) dan (5.7):

 i  Gi (5.8)
When one mole of water is added to a large volume of
water at 25 ºC, the volume increases by 18 cm3.

The molar volume of pure water would thus be reported


as 18 cm3 mol-1.

However, addition of one mole of water to a large volume


of pure ethanol results in an increase in volume of only
14 cm3. The reason that the increase is different is that
the volume occupied by a given number of water
molecules depends upon the identity of the surrounding
molecules.

The value 14 cm3 is said to be the partial molar volume of


water in ethanol.
Hubungan Antara Molar Property dan
Partial Molar Property
nM = M(T, P, n1, n2, . . . , ni, . . . )

Diferensial total:

  nM    nM  dT    nM 


d nM     dP   T  P , n   dni
 P  T , n i   ni  T , P , nj

Derivatif parsial pada suku pertama dan kedua ruas kanan


dievaluasi pada n konstan, sehingga:

 M   M    nM 
d nM   n   dP  n   dT     dni
 P  T , x  T  P, x i   ni  T , P , nj
Derivatif parsial pada suku ketiga ruas kanan didefinisikan
oleh pers. (5.7), sehingga:

 M   M 
d nM   n   dP  n   dT   M i dni
 P  T , x  T  P , x i

(5.9)

Karena ni = xi n, maka

dni = xi dn + n dxi

Sedangkan d(nM) dapat diganti dengan:

d(nM) = n dM + M dn
Sehingga pers. (5.9) menjadi:

 M   M 
n dM  M dn  n   dP  n   dT
 P T , x  T P, x

  M i  xi dn  n dxi 
i

Suku-suku yang mengandung n dikumpulkan, demikian juga


suku-suku yang mengandung dn:

  M   M  
dM   P  dP   T  dT   M i dxi  n 
  T , x   P, x i 

 M   xi M i  dn  0
 i

n dan dn masing-masing independen dan sembarang,
sehingga satu-satunya cara untuk membuat ruas kanan
sama dengan nol adalah dengan membuat term yang berada
dalam kurung sama dengan nol.

 M   M 
dM    dP    dT   M i dxi  0
 P T , x  T P, x i

 M   M 
dM    dP    dT   M i dxi (5.10)
 P T , x  T P, x i

Pers. (5.10) ini sama dengan (5.9), jika n = 1.


M   xi M i  0
i

M   xi M i (5.11)
i

Jika pers. (5.11) dikalikan dengan n, maka

nM   ni M i (5.12)
i

Diferensiasi terhadap pers. (5.11) menghasilkan:

dM   xi dM i   M i dxi
i i

Jika dimasukkan ke pers. (5.10) maka akan menjadi:


 xi dM i   M i dxi 
i i

 M   M 
  dP    dT   M i dxi
 P T , x  T  P, x i

Selanjutnya akan diperoleh persamaan GIBBS/DUHEM:

 M  dP   M  dT  x dM  0
     i i
(5.13)
 P T , x  T  P, x i

Untuk proses yang berlangsung pada T dan P konstan:

 xi dM i  0 (5.14)
i
Campuran Gas Ideal

Jika n mol gas ideal memenuhi ruangan dengan volume Vt


pada temperatur T, maka tekanannya adalah:

nRT (A)
P
Vt

Jika ni mol spesies i dalam campuran ini memenuhi


ruangan yang sama, maka tekanannya:

ni RT
pi  (B)
Vt
Jika pers. (B) dibagi dengan pers. (A), maka

pi ni
  xi
P n

pi = yi P (i = 1, 2, . . . , N)

Partial molar volume untuk gas ideal:

  nV ig    n RT P
Vi ig    
 ni  T , P, nj  ni  T , P, nj

RT  n  RT
   
P  ni  nj P
Jadi untuk gas ideal:

Vi ig  Viig (5.15)

Gas ideal merupakan gas


model yang terdiri dari Property setiap spesies
molekul-molekul imajiner tidak dipengaruhi oleh
yang tidak memiliki keberadaan spesies
volume dan tidak saling lainnya
berinteraksi

Dasar dari Teori Gibbs


Teori Gibbs

Partial molar property (selain volume) dari suatu


spesies dalam campuran gas ideal sama dengan molar
property tersebut untuk spesies dalam keadaan murni
pada temperatur campuran tapi tekanannya sama
dengan tekanan partial spesies tersebut dalam
campuran.

Pernyataan matematis untuk teori Gibbs:

M iig T , P  M iig T , pi  untuk M iig  Vi ig (5.16)


Karena enthalpy tidak tergantung pada P, maka

H iig T , pi   H iig T , P

Sehingga:

H iig T , P  H iig T , P

H iig  H iig (5.17)

Dengan memasukkan pers. (5.11):

H ig   yi H iig (5.18)
i
Persamaan yang sejenis juga berlaku untuk Uig dan
property lain yang tidak tergantung pada tekanan.

Pers. (5.18) dapat ditulis ulang dalam bentuk:

H ig   yi H iig  0
i

Untuk gas ideal, perubahan enthalpy pencampuran = 0


Untuk gas ideal:
ig RT
PV  RT V ig
P
 V ig  R
  
 T  P P
Jika dimasukkan ke persamaan sebelumnya:

 ig   V ig  
dH ig  C Pig dT  V  T    dP
  T  P 

ig ig  ig  R 
dH  C P dT   V  T    dP
  P P 

dH ig  CPig dT (5.19)
Jika dimasukkan ke persamaan sebelumnya:

dT   V ig 
dSig  C Pig    dP
T  T  P
ig ig dT dP (5.20)
dS  C P R
T P
Untuk proses pada T konstan:
dSig   R d ln P (T konstan)
P P
ig
 dS   R  d ln P (T konstan)
pi pi

P P
S T , P  S T , pi    R ln   R ln
ig
i
ig
i  R ln yi
pi yi P
Siig T , pi   Siig T , P  R ln yi
Menurut per. (5.16):
Siig T , P  Siig T , pi 

Sehingga:
Siig T , P  Siig T , P  R ln yi
Siig  Siig  R ln yi (5.21)
Menurut summability relation, pers. (5.12):
S   yi S
ig
i
ig
  y S i
ig
i  R ln yi 
i i
Sehingga pers. (5.21) dapat ditulis sebagai:

Sig   yi Siig  R  yi ln yi (5.22)


i i
Perubahan entropy yang menyertai pencampuran gas ideal
dapat diperoleh dengan menyusun ulang pers. (5.22)
menjadi:

Sig   yi Siig   R  yi ln yi
i i

Atau:
1
S   yi S  R  yi ln
ig ig
i
i i yi

Karena 1/yi >1, maka ruas sebelah kanan selalu positif,


sesuai dengan hukum kedua Termodinamika.

Jadi proses pencampuran adalah proses ireversibel.


Energi bebas Gibbs untuk campuran gas ideal:

Gig = Hig – T Sig

Untuk partial property:

Giig  H iig  T Siig

Substitusi pers. (5.17) dan (5.21) ke persamaan di atas:

Giig  H iig  T Siig  RT ln yi


Atau:

 iig  Giig  Giig  RT ln yi (5.23)


Cara lain untuk menyatakan potensial kimia adalah dengan
menggunakan persamaan:

dG iig   Siig dT  V iig dP

Pada temperatur konstan:

ig ig RT dP (T konstan)
dG i  Vi dP  dP  RT
P P

Hasil integrasi:

G iig  i T   RT ln P (5.24)
Jika digabung dengan pers. (5.23):

 iig  i T   RT ln  yi P (5.25)

Energi Gibbs untuk campuran gas ideal:

Gig   yi i T   RT  yi ln  yi P (5.26)
i i

Karena Giig   yi Giig   yi  iig


i i

  yi i T   RT ln  yi P
i
Pengertian Fugasitas dan Koefisien
Fugasitas

Fugasitas adalah besaran dari suatu tekanan ekuivalen yang


dinyatakan dalam dimensi tekanan sebagai pengganti
tekanan p menurut hukum gas ideal.
Pengertian Fugasitas dan Koefisien
Fugasitas

Koefisien Fugasitas didefinisikan sebagai perbandingan


antara fugasitas di fasa uap dan tekanan parsial komponen.
Sedangkan, fugasitas di fasa cair umumnya dinyatakan dalam
bentuk koefisien aktifitas yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara fugasitas di fasa cair dan hasil kali
antarafraksi mol komponen di fasa cair dan fugasitas
komponen pada keadaan standar dalam perhitungan-
perhitungan koefisien aktifitas adalah kondisi cairan murni.
Fugasitas dan Koefisien Fugasitas Untuk
Zat Murni
Persamaan yang Pers. (5.24) hanya berlaku
analog untuk untuk zat murni i dalam
fluida nyata: keadaan gas ideal.

Gi  i T   RT ln fi (5.27)

Dengan fi adalah fugasitas zat murni i.


Pengurangan pers. (5.24) dengan (5.27) menghasilkan:
ig fi
Gi  G  RT ln
i
P
ig fi
Menurut persamaan: Gi  G  RT ln
i
P
ig R
Gi  G  G
i

Sedangkan rasio fi/P merupakan property baru yang disebut


KOEFISIEN FUGASITAS dengan simbol i.

G  RT lni
R GRi
i ln i  (5.28)
RT

fi
dengan i  (5.29)
P
Definisi dari fugasitas dilengkapi dengan pernyataan
bahwa fugasitas zat i murni dalam keadaan gas ideal
adalah sama dengan tekanannya:

f i ig  P (5.30)

Sehingga untuk gas ideal GR = 0 dan i = 1.

Menurut persamaan sifat sisa:

G iR P dP
   Z i  1 (T konstan)
RT 0 P
Persamaan (5.28) dan persamaan sifat sisa dapat disusun
ulang menjadi:

P
dP
ln  i    Z i  1  (T konstan) (5.31)
0 P

Persamaan (5.31) dapat langsung digunakan untuk


meng-hitung koefisien fugasitas zat murni i dengan
menggunakan persamaan keadaan dalam bentuk
volume explicit.

Contoh persamaan keadaan dalam bentuk volume explicit


adalah pers. Virial 2 suku:
Bi P Bi P
Zi  1  Zi 1 
RT RT
P
dP P Bi
ln  i    Z i  1   dP (T konstan)
0 P 0 RT

Karena Bi hanya tergantung pada temperatur, maka

Bi P
ln  i   dP (T konstan)
RT 0

Bi P
ln  i  (5.32)
RT
Bagaimana untuk persamaan keadaan kubik yang
merupakan persamaan yang berbentuk P eksplisit?

Gunakan persamaan keadaan:


GRi Vi
 dVi 
 Z i  1  ln Z i   Z i  1  
RT   Vi 
Vi
 dVi 
ln  i  Z i  1  ln Z i   Z i  1   (5.33)
  Vi 

Atau:

1 Vi
 RT 
ln  i  Z i  1  ln Z i    P  V  dVi (5.34)
RT  i 
Koefisien Fugasitas Senyawa Murni dari
Beberapa Persamaan Keadaan:
1. Van der Waals
RT a
P  2
Vb V
a   b 
ln   Z  1   ln Z 1    (5.34)
RTV   V 
2. Virial
B C
Z  1  2
V V
P  C  B  P  D  3BC  2B  P 
2 2 2 3

ln   B         ... (5.35)
 RT  2  RT  3  RT 
3. Redlich-Kwong
RT a
P 
V  b V V  b 

  b   a  b (5.36)
ln   Z  1  ln Z 1     ln 1  
  V   bRT  V
4. Soave-Redlich-Kwong

RT a
P 
V  b V V  b 

  b   a  b
ln   Z  1  ln Z 1     ln 1   (5.37)
  V   bRT  V
5. Peng-Robinson

RT a
P  2
V  b V  2bV  b2

  b  a  V  2,414b  (5.38)
ln   Z  1  ln Z 1     ln 
  V   2 2 bRT  V  0 ,414b 
Keseimbangan Fasa Uap-Cair Untuk Zat
Murni
Pers. (5.27) untuk zat murni i dalam keadaan uap jenuh

G  i T   RT ln f
V
i i
V
(5.27a)

Untuk cair jenuh:

GiL  i T   RT ln fiL (5.27b)

Jika keduanya dikurangkan:


V
f
GiV  GiL  RT ln i L
fi
Proses perubahan fasa dari uap menjadi cair atau
sebaliknya terjadi pada T dan P konstan (Pisat).

Pada kondisi ini:

GiV  GLi  0

Sehingga:

fiV  fiL  fisat (5.38)

Untuk zat murni, fasa cair dan uap ada bersama-


sama jika keduanya memiliki temperatur, tekanan
dan fugasitas yang sama
Cara lain: fisat
 sat
i  sat (5.39)
Pi

Sehingga: iV  Li  isat (5.40)

Untuk zat murni, fasa cair dan uap ada bersama-


sama jika keduanya memiliki temperatur, tekanan
dan koefisien fugasitas yang sama

Persamaan (5.40) lebih banyak digunakan sebagai


kriteria keseimbangan, karena koefisien fugasitas dapat
dihitung/ diturunkan dari persamaan keadaan
(persamaan 5.34 – 5.38)
Dalam perhitungan keseimbangan fasa uap dan cair untuk
zat murni, sebenarnya kita harus menyelesaikan
serangkaian persamaan:

V V  f T ,P  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(a)

VL  fT , P  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(b)

 V  f T , P , V V  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(c)

L  f T , P, V L  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(d)

 V  L . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(e)
Dalam hal ini kita memiliki 5 persamaan dengan 6 buah
variabel (T, P, VV, VL, V, dan L).

Agar persamaan tersebut dapat diselesaikan maka


jumlah persamaan harus sama dengan jumlah variabel,
atau derajat kebebasan harus sama dengan nol.

derajat kebebasan = jml variabel bebas – jml


persamaan

Dalam hal ini:

derajat kebebasan = 6 – 5 = 1

Hal ini berarti bahwa kelima persamaan tersebut dapat


diselesaikan hanya bila salah satu variable bebas
ditentukan nilainya.
Dalam hal keseimbangan fasa-uap cair zat murni,
variabel bebas yang dipilih adalah T atau P.

Jika yang ditentukan adalah T, maka serangkaian


persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung
tekanan jenuh atau tekanan uap jenuh.

Sistem persamaan tersebut pada dasarnya dapat


direduksi menjadi satu persamaan:

 V  L

atau

V
f P   L  1  0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(f)

Jadi intinya adalah kita akan menyelesaikan satu
persamaan (pers. f) dengan satu variabel, yaitu P.

Yang menjadi masalah adalah bahwa persamaan


tersebut bukan merupakan persamaan linier.

Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan


persamaan tersebut adalah dengan cara NUMERIK.
Algoritma:
1. Tebak nilai P
2. Hitung ZV dan ZL dengan metoda analitis
3. Hitung VV
4. Hitung VL
5. Hitung V dengan pers. (C)
6. Hitung L dengan pers. (D)
7. Hitung Rasio = V/L
8. Jika Rasio  1, tebak nilai P yang baru  HOW???
9. Ulangi langkah 2-8
Ada banyak metoda numerik yang dapat digunakan,
tetapi dalam persoalan perhitungan keseimbangan fasa
ini cara yang paling mudah adalah BISECTION METHOD.

fL

fM
xR
xL xM
fR
ALGORITMA:
1. Tebak nilai xL dan xR (= xL + x)
2. Hitung fL = f(xL) dan fR = f(xR)
3. Hitung fL  fR
4. i = 0
5. Jika (fL  fR) > 0 maka :
a. Jika fL  <  fR  maka:
 xR = xL
 xL = xR – x
 Kembali ke langkah 2
b. Jika fL  >  fR  maka:
 xL = xR
 xR = xL + x
 Kembali ke langkah 2
6. Jika (fL  fR) < 0 maka :
7. i = i + 1
xL  xR
8. Hitung xM: x M 
2
9. Hitung fM = f(xM)
10. Jika fM  1  10-6 maka x = xM, selesai
11. Hitung fL  fM

12. Jika (fL  fM) > 0 maka :


a. xL = xM
b. xR = xR
c. Hitung fL dan fR
b. Kembali ke langkah 7
9. Jika (fL  fM) < 0 maka :
a. xL = xL
b. xR = xM
c. Hitung fL dan fR
b. Kembali ke langkah 7
CONTOH SOAL
Data eksperimental untuk tekanan uap n-heksana pada
100C adalah 5,86 atm. Prediksikan tekanan uap tersebut
dengan menggunakan persamaan RK dan SRK
PENYELESAIAN:
RT a
P 
V  b V V  b

Tc = 469,7 K
Pc = 33,25 atm
R = 0,082057 L3 atm K-1 mol-1
R 2 Tc2
a  0 ,42748  19,098
Pc
R Tc
b  0 ,08662  0 ,1004
Pc

T r
1 2
  0 ,7944  1 2
 1,1219

Pada tekanan uap jenuh, fugasitas fasa cair = fasa uap

 
V L iV
i i 1
iL

VV dan VL dihitung sebagai akar terbesar dan terkecil


dari persamaan kubik.
Selesaikan persamaan kubik dengan metoda analitis.
V untuk persamaan RK:

  b   a  b 
ln   Z  1  ln Z  1  V   
V V
ln  1  V  (A)
  V   bRT  V 

L untuk persamaan RK:

  b   a  b  (B)
ln   Z  1  ln  Z  1  L   
L L
ln  1  L 
  V   bRT  V 
Fugasitas Cairan Murni
Fugasitas cairan murni i dihitung melalui 2 tahap:

1. Menghitung koefisien fugasitas uap jenuh dengan pers.


(5.31) atau (5.34)

P sat
dP
ln  i
sat
   Z i  1 (5.31)
0 P

Visat
1  RT 
ln i
sat
Z sat
i  1  ln Z sat
i   P   dVi
RT V0  Vi 

(5.34)
Selanjutnya fugasitas uap jenuh dihitung dengan
menggunakan pers. (5.36)

f i sat   isat Pi sat

Fugasitas ini juga merupakan fugasitas cair jenuh

2. Menghitung perubahan fugasitas akibat perubahan


tekanan dari Pisat sampai P, yang mengubah keadaan
cairan jenuh menjadi cairan lewat jenuh.

Menurut persamaan sifat sisa fungsi G untuk T konstan:


Gi P

dG i  V i dP  dG i   V i dP
G isat Pisat
P
G i  G isat   V i dP (5.38)
sat
Pi

Vi adalah molar volume dari cairan.

Sedangkan menurut pers. (5.27):

Gi  i T   RT ln fi

G isat  i T   RT ln f i sat

sat fi
Gi  G i  RT ln (5.39)
fisat
Pers. (5.38) = (5.39):

fi 1 P
ln   V i dP
f i sat RT Pisat

Molar volume cairan (Vi) hanya sedikit dipengaruhi oleh P


pada T << Tc, sehingga pada persamaan di atas Vi dapat
dianggap konstan.

fi V i P  Pi sat 
ln 
f i sat RT
fi  V i P  Pi sat 
sat
 PF  exp   (5.40)
fi  RT 

Poynting factor

Dengan mengingat bahwa:

f i sat   isat Pi sat


maka


f i   i Pi exp 
sat sat V i P  Pi
sat
 (5.41)
RT 
 
Fugasitas dan Koefisien Fugasitas
Komponen Dalam Campuran
Definisi dari koefisien fugasitas suatu komponen dalam
campuran/larutan sama dengan definisi fugasitas zat murni
(pers. 5.25)  iig  i T   RT ln  yi P

 i  i T   RT lnˆfi (5.42)
f̂i Adalah fugasitas spesies i dalam larutan bukan
merupakan partial molar property

Kriteria keseimbangan larutan:

ˆfi  ˆfi  . . .  ˆfi (i = 1, 2, . . . , N) (5.43)


Untuk keseimbangan uap-cair multikomponen:

ˆfiV  ˆfiL (i = 1, 2, . . . , N) (5.44)

Definisi dari residual property:


MR  M – Mig

Jika dikalikan dengan n:

nMR  nM – nMig

Diferensiasi terhadap ni pada T, P dan nj konstan:

  nM R    nM    nM ig 


 n     
 i  T , P, nj  ni  T , P, nj  ni  T , P, nj
R ig
M  Mi  M
i i (5.45)

Untuk energi bebas Gibbs:

G iR  G i  G iig (5.46)

 i  i T   RT lnˆfi (5.42)

 iig  i T   RT ln  yi P (5.25)

ˆfi
i   ig
i  RT ln
yi P
Dengan mengingat bahwa  i  Gi , maka:

G iR  RT ln ̂ i (5.47)

Dengan definisi:

ˆfi
ˆ i  (5.48)
yi P
Fundamental Residual Property Relation

Besaran yang berhubungan dengan nG yang banyak


digunakan adalah (nG/RT).

Jika dideferensialkan:

 nG  1 nG
d   d nG   2
dT (5.49)
 RT  RT RT

d(nG) pada persamaan di atas diganti dengan pers. (5.2)

d nG   nV  dP  nS dT    i dni (5.2)


i
Sehingga diperoleh:

 nG  nV nS i nG
d   dP  dT   dni  2
dT
 RT  RT RT i RT RT

 nG  nV n Gi
d   dP  2
TS  G  dT   dn i
 RT  RT RT i RT

Dengan mengingat bahwa G = H – TS, maka:

 nG  nV nH Gi
d  dP  2
dT   dni (5.50)
 RT  RT RT i RT
Untuk gas ideal:
 nGig  nV ig nHig Giig
d    dP  2
dT   dni
 RT  RT RT i RT

Jika pers. (5.50) dikurangi dengan pers. untuk gas ideal:

 nGR  nV R nHR GiR (5.51)


d    dP  2
dT   dni
 RT  RT RT i RT

Jika Pers. (5.47) dimasukkan ke pers. (5.51), maka:

 nGR  nV R nHR
d    dP  dT   ln̂i dni
 RT  RT RT 2
i (5.52)
V R   nGR RT 
  (5.53)
RT  P  T ,x

HR   nGR RT 
 T   (5.54)
RT  T  P, x


lnˆ i  
 nG R
RT 
(5.55)
n 
 i  T , P, nj
Koefisien Fugasitas Dari Volume Explicit
EOS
Hubungan antara Residual Gibbs free energy dengan
persamaan keadaan:

R P
G dP
   Z  1
RT 0 P
Untuk campuran dengan n mol:

nG R P dP
  nZ  n
RT 0 P
Diferensiasi terhadap ni pada T, P dan nj konstan:

  nG R RT  P
  nZ  n  dP
    
  ni  T , P , nj 0   ni  T , P , nj P

ˆ
P
   nZ  n   dP P
  nZ  n dP
ln  i       
0   ni  T , P , nj P 0   ni  T , P , nj P

P
dP
ln  i   Z i  1 
ˆ (5.56)
0 P

  nZ
dengan Zi   
 ni  T , P, nj
Untuk persamaan virial 2 suku:

BP
Z 1
RT
nBP
nZ  n 
RT
  nZ P   nB
Zi    1  n 
 ni  T , P, nj RT  i  T , nj

Jika disubstitusikan ke pers. (5.55):



P
P    nB   dP
ln ˆ i   1     1
0  RT   ni  T , n j  P

1 P   nB
    dP
RT 0   ni  T , n j

ˆ P   nB
ln  i  (5.57)
RT  ni  T , nj

Koefisien virial kedua (B) dalam pers. di atas adalah


koefisien untuk campuran:

B    y i y j Bij (5.57)
i j
Untuk campuran 2 komponen: B    y i y j Bij
i j

B  y12 B11  2 y1 y 2 B12  y 22 B22

 n1  2  n1 n2   n2 
2

nB  n   B11  2  2  B12    B22 
 n   n   n 

nB  n1 B11  2 n1 n2 B12  n22 B22 


1 2
n

  nB
  2 n1 B11  2 n1 n2 B12  n2 B22  

1 2 2
 n  n
 1  T , n2

1
 2 n1 B11  2 n2 B12 
n
  nB
 n    y1
2
B11  2 y y B
1 2 12  y 2 B22  
2

 1  T , n2

 2 y1B11  2 y 2 B12  (5.58)

  nB
 n    B  2  y j Bij
 i  T , nj j
Contoh Soal
Hitung koefisien fugasitas N2 (1) dan CH4 (2) yang berada
dalam campuran dengan komposisi y1 = 0,4 pada 200 K dan
30 bar. Data eksperimental untuk koefisien virial kedua:

B11 = – 35,2 cm3 mol–1


B22 = – 105 cm3 mol–1
B12 = – 59,8 cm3 mol–1

PENYELESAIAN

P    nB    nB
lnˆ i   n    B  2  y j Bij
RT  ni  T , nj  i  T , nj j

B    yi y j Bij
i j
B  y 12 B11  2 y 1 y 2 B12  y 22 B 22

= (0,4)2(–35,2) + 2(0,4)(0,6)(–59,8) + (0,6)2(–105)

= – 72,136 cm3 mol–1

P    nB 
ln ˆ 1 
RT   n1  T , n
2

  nB 
 n    B  2  y 1 B11  y 2 B12 
 1  T , n2

 72 ,14  2 0 ,4  35 , 2   0 ,6  59 ,8    27 ,78


30
lnˆ1   27 ,78    0 , 0501
83 ,14 200 
ˆ1  0 ,9511

ˆ P   nB
ln2 
RT  n2  T , n
1

  nB
 n    B  2  y1B12  y2 B22   101 ,70
 2  T , n1

30
lnˆ 2  101 ,70    0 ,1835
83 ,14 200 
ˆ 2  0 ,8324
Koefisien Fugasitas Dari Cubic EOS
Definisi fugasitas parsial menurut pers. (5.42):

Gi   i  i T   RT lnˆfi
Jika dideferensialkan:
dGi  RT d lnˆfi
Sedangkan pada T konstan juga berlaku hubungan:
d G i  V i dP
Jika kedua persamaan terakhir digabung akan dihasilkan:

ˆ   nV 
RT d ln f i  V i dP    dP (5.59)
  ni 
dP dapat dieliminasi dengan bantuan aturan berantai untuk
diferensial parsial:

  nV   ni   P   1
 n   
 i   P    nV 

  nV   P 
 n  dP    n  dnV  (5.60)
 i   i

Sehingga:
 P 
ˆ
RT d ln fi     dnV  (5.61)
 ni 
Jika kedua sisi pers. (5.61) ditambah dengan
RT d ln (V/RT) maka:

ˆfi V  P  V
RT d ln    dnV   RT d ln
RT  ni  RT

  P  RT 
     dnV 
  ni  nV 

Mengingat bahwa:

ˆfi V ˆfi
lim ln  lim ln  ln yi
V  RT P0 P
Maka:

lnˆfiˆfi V V   P  RT 
RT  d ln       dnV 
ln yi RT    ni  nV 

 ˆfi V    P  RT 
RT  ln  ln yi       dnV 
 RT  V  ni  nV 

   P  RT 

V
ˆ
RT ln fi  ln yi      dnV   RT ln
V  ni  nV  RT

 ˆfi    P  RT  V
RT ln       dnV   RT ln
 yi  V  ni  nV  RT
Kedua sisi dikurangi dengan RT ln P

 ˆfi    P  RT  PV
RT ln    
   dnV   RT ln
 yi P  V  ni  nV  RT


  P  RT 
RT ln ˆ i      d nV   RT ln Z (5.62)
V    ni  nV 
 1   nbm   V  bm 
ˆ
lni     ln   ln Z
 V  bm  ni  V 

a m  V   nbm 

bmRT  V  bm V  bm  ni

a m  1 1  n2 a m  1 nbm   V  bm 


      ln  
   bmRT a m  n ni  bm ni   V  bm 

dengan: 
1  n2 a m 
 2  y j a ij
n ni j

 nbm 
 bi
ni
Van der Waals:

ˆ  b i   V  bm   am bi
ln i     ln    ln Z 
 V  b m   V  bmRTV

Redlich-Kwong:

  b   V  b    a    b 
ln ˆ i   i
  ln m
   ln Z 
m

i

 V  b m   V  b mRT   V  b 
m 

 2 y j a ij
a m  j bi   V 
    ln  
bmRT  a m bm   V  bm 
 
Soave-Redlich-Kwong:

ˆ  b i   V  bm   a m  bi 
ln i     ln    ln Z 
 V  b m   V  bmRT  V  bm 

 2 y j a ij
a m  j bi   V 
    ln  
bmRT  a m bm   V  bm 
 
Peng-Robinson:

ˆ  b i   V  bm   a m bi V
ln i     ln    ln Z 
 V  b m   V  b mRT V 2
 2bV  b 2

a m  2 y j a ij b   V  2,414b 


 
j
 i
 ln  m

2,828 bmRT   a m bm   V  0 ,414bm 
 

Anda mungkin juga menyukai