Anda di halaman 1dari 60

KASUS

Data pasien:
 Nama : Tn. T

 Umur : 61 th
 Pendidikan : SMA

 Pekerjaan : Petani
 Alama t: Jl. Margomulyo

Diantar oleh
 Nama : Tn. A

 Jenis Kelamin : Laki-laki


 Pendidikan : SMA

 Pekerjaan : Swasta
 Hubungan dengan Klien : Menantu

 Alamat :Jl. Margomulyo

Pasien untuk control ke penyakit dalam dengan keluhan mudah lelah dan

berkeringat dingin, hasil EKG didapatkan aritmia dan disarankan untuk rawat
inap. Saat dikaji pasien mengeluh nyeri dada kiri. Pasien mengatakan memiliki

riwayat asma sejak kecil, dan sering d rawat inap dengan keluhan sesak nafas.
Dirumah rutin minum obat maag dan obat hipertensi, adapun obat yang

diminum adalah amlodipine 10 mg, candesartan mg, sucrafat syr 3x10 ml.
Pasien juga mengatakan pernah punya riwayat operasi hernia 3 tahun lalu.

Pasien merupakan anak ke 4 dari 6 bersaudara, orang tua pasien sudah


meninggal dunia pasien mengatakan tidak ada di keluarga yang memiliki

riwayat penyakit yang sama dengan dirinya. Pasien sudah menikah dan istrinya
merupakan anak ke 2 dari 7 bersaudara, mereka dikaruniai 2 anak laki-laki dan

2 anak perempuan.

Pada pengkajian didapatkan suara nafas tambahan weezing, perkembangan

dinding dada simetris namun dangkal, tidak teratur dan terdapat retraksi
dinding dada, pasien mengeluhkan sesak nafas, CRT pasien > 2dtk, pasien
terpasang nasal kanul 3 lpm dengan SPO 2: 96%. Pada perhitungan balance

cairan psien didapatkna input: 1750 cc, output: 670 cc.

Keadaan umum pasien lemah dengan TD: 122/69 mmHg, N: 82x/m, RR:

34x/m, S: 36,70C. pasien mengeluhkan nyeri dada kiri yang muncul saat pasien
banyak bergerak, dan akan merda jika beristirahat, pasien mengatakna skla

nyeri 6. Pasien terpasang kateter dengan keluaran urin kuning jernih, saat di RS
4 hari 1 kali BAB dengan konsistensi lunak. Pasien merasa lemah dan mudah

lelah, tidak terdapat nyeri ataupun kaku sendi. Pasien tidak mengeluhkan
gangguan makan selama di RS, BB: 60kg, TB: 158 cm, LILA: 31 cm. Tidak ada

penurunan berat badan yang berarti dalam 3 bulan trakhir.

Terapi yang didapatkan selama di RS:

 Pantoprazole 1x40mg
 Lasix 3x20mg

 CPG 1x75mg
 Concor 1x0mg
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN ITKES WHS

BIODATA PASIEN
Nama / Inisial : Tn. T

Usia : 61 thn
Jenia Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMA
Pekerjaaan : Petani

Status Pernikahan : Menikah


No RM : 58.39.35

Diagnosa Medis : Nstemi, CHF


Tanggal Masuk RS : 18 Juni 2020
Alamat : Jl. Margomulyo

BIODATA PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki


Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan Klien : Menantu

Alamat :Jl. Margomulyo

I. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian Primer

 Menurut Sheehy, (2018) Primary survey adalah penilaian yang cepat dan
sistematis yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengenali kondisi

yang mengancam hidup pasien dan menginisiasi treatment sesegera


mungkin.

 Menurut Dougles Graham, et all (2014) Primary survey adalah


pemeriksaan yang memerlukan waktu sekitar 5-10 menit.

 Menurut Kartikawati (2013) Primary survey adalah penilaian awal untuk


mempersiapkan dan menyediakan metode perawatan yang secara

konsisten dan terfokus pada prioritas perawatan.


a. Airway

Bertujuan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas pasien serta


membebaskan jalan napas dari yang dapat menggangu saluran

pernapasan (Sheeny, 2018).


Jalan Napas Tidak paten
Obstruksi Terdapat obstruksi Jalan nafas
Suara Napas Terdapat suara tambahan Wheezing

b. Breathing

Berikut pengkajian breathing pada kasus:


Inspeksi  Pergerakan dada simetris, dan terdapat

retraksi otot dada


 Frekuensi napas 34x/menit

 Pola napas tidak teratur


 Irama pernapasan dangkal

 Klien sesak napas


 Saturasi oksigen 96%
Palpasi  Pergerakan dinding dada simetris kanan
kiri namun dangkal
Perkusi  Tidak terkaji
Auskultasi  Terdapat suara napas tambahan

(wheezing)
 Tidak terkaji suara lapang paru

c. Circulation

Dilakukan untuk menilai kondisi perfusi dan status sirkulasi yang


mencakup adanya perdarahan, dan denyut nadi (Dougles, 2014).

Inspeksi  Bentuk dada simetris kanan kiri


 Tidak ada sianosis
Palpasi  Frekuensi nadi : 82x/menit,
 Tekanan darah : 122/69 mmHg

 Suhu : 36,7 ºC
 Akral dingin

 CRT : >2 detik


Perkusi  Tidak terkaji karena pasien nyeri dada
Auskultasi  Tidak terkaji

d. Disablility

Untuk menilai status neurologis, mengkaji, dan mendokumentasikan


tingkat kesadaran pasien.

Pada Kasus
 Pasien sadar dan pasien mengatakan nyeri pada daerah dada kiri pada

saat pasien banyak bergerak dan mereda pada saat beristirahat.


 Dikasus tidak dikaji reflek pupil

 Tidak terkaji reflek cahaya

Kritisi Kelompok
A – alert Kesadaran pasien compos mentis, dapat
mematuhi perintah yang diberikan
V- vocalizes Respon verbal
P- respons to paint only Merespon stimulus nyeri maupun verbal
U- unresponsive to pain Pasien merespon baik stimulus nyeri maupun

verbal

e. Exposure

Untuk menilai adanya masalah lain yang terjadi pada pasien.


Deformitas : Tidak ada
Cuntosio : Tidak ada
Suhu : 36,7֯C
Fraktur : Tidak ada
Laserasi : Tidak ada
Edema : Tidak ada

II. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat penyakit dahulu dapat berkaitan dengan dengan keluhan


utama saat ini.

 Kien mengatakan memiliki riwayat asma sejak kecil, dan sering


dirawat inap dengan keluhan sesak nafas. Dirumah rutin minum

obat maag dan obat hipertensi, adapun obat yang diminum adalah
amlodipine 10 mg, candesartan mg, sucrafat syr 3x10 ml. Klien juga

mengatakan pernah punya riwayat operasi hernia 3 tahun lalu.


b. Riwayat penyakit sekarang

Untuk memperoleh riwayat yang sesuai dan relevan dengan kondisi


pasien adalah penting. Data riwayat kesehatan saat ini termasuk

keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan,


pengobatan yang sedang dijalani serta riview sistem.

 Pada kasus
Pasien control ke penyakit dalam dengan keluhan mudah lelah dan

berkeringat dingin, hasil EKG didapatkan aritmia dan disarankan untuk


rawat inap. Saat dikaji pasien mengeluh nyeri dada kiri. Pasien

mengatakan memiliki riwayat asma sejak kecil, dan sering di rawat inap
dengan keluhan sesak nafas. Dirumah rutin minum obat maag dan

obat hipertensi, adapun obat yang diminum adalah amlodipine 10 mg,


candesartan mg, sucrafat syr 3x10 ml. Pasien juga mengatakan pernah

punya riwayat operasi hernia 3 tahun lalu.


Keadaan umum pasien lemah dengan TD: 122/69 mmHg, N: 82x/m, RR:

34x/m, S: 36,70C. pasien mengeluhkan nyeri dada kiri yang muncul saat
pasien banyak bergerak, dan akan merda jika beristirahat, pasien

mengatakan skla nyeri 6. Pasien terpasang kateter dengan keluaran


urin kuning jernih, saat di RS 4 hari 1 kali BAB dengan konsistensi lunak.

Pasien merasa lemah dan mudah lelah, tidak terdapat nyeri ataupun
kaku sendi. Pasien tidak mengeluhkan gangguan makan selama di RS,

BB: 60kg, TB: 158 cm, LILA: 31 cm. Tidak ada penurunan berat badan
yang berarti dalam 3 bulan terakhir.Pada pengkajian didapatkan suara

nafas tambahan weezing, perkembangan dinding dada simetris namun


dangkal, tidak teratur dan terdapat retraksi dinding dada, pasien

mengeluhkan sesak nafas, CRT pasien > 2dtk, pasien terpasang nasal
kanul 3 lpm dengan SPO2: 96%. Pada perhitungan balance cairan

pasien didapatkna input: 1750 cc, output: 670 cc.


 Dikasus tidak terkaji untuk alergi obat, serta makanan terakhir

yang dimakan oleh pasien.


 Dikasus tidak disertakan pemeriksaan laboratorium pada pasien.

 Pada kasus masih dimasukan data pada saat pasien control ke


penyakit dalam dan di rawat di ruang Iccu. .

 Dikasus juga menjelaskan obat yang dikonsumsi pasien selama


dirumah dan dirawat dirumah sakit :

Dirumah : Amlodipine 10, mgcandesartan mg, sucrafat syr 3x10 ml


Dirumah sakit : Pantoprazole 1x40mg, Lasix 3x20mg, CPG 1x75mg,

Concor 1x0mg.
S Pasien control ke penyakit dalam dengan keluhan

(Sign and Symptom) mudah lelah dan berkeringat dingin, hasil EKG
didapatkan aritmia dan disarankan untuk rawat

inap. Pasien mengatakan memiliki riwayat asma


sejak kecil, dan sering d rawat inap dengan keluhan

sesak nafas. Didapatkan hasil pemeriksaan fisik saat


ini

Pasien control ke penyakit dalam dengan keluhan


mudah lelah dan berkeringat dingin, hasil EKG

didapatkan aritmia dan disarankan untuk rawat


inap. Saat dikaji pasien mengeluh nyeri dada kiri.

Pasien mengatakan memiliki riwayat asma sejak


kecil, dan sering di rawat inap dengan keluhan

sesak nafas. Dirumah rutin minum obat maag dan


obat hipertensi, adapun obat yang diminum adalah

amlodipine 10 mg, candesartan mg, sucrafat syr


3x10 ml. Pasien juga mengatakan pernah punya

riwayat operasi hernia 3 tahun lalu. Didapatkan


hasil pengkajian

 GCS: E4 V5 M6

 Kesadaran compos mentis, klien mampu

berbicara dan mengatakan nyeri di bagian


dada kiri, serta mudah lelah dan berkeringat

dingin

 TTV: TD=122/69 mmHg, RR 34x/i, Nadi 82 x/i,


suhu 36,7 ºC peraxila, BB: 60kg, TB: 158 cm,
LILA: 31 cm, CRT > 2dtk, terpasang nasal kanul
3 lpm dengan SPO2: 96%.

 Terdengar suara nafas tambahan weezing,

perkembangan dinding dada simetris namun


dangkal, tidak teratur dan terdapat retraksi

dinding dada.

 Klien tampak lemah, dan mudah lelah.


A Tidak terlampir serta tidak terkaji
(Alergi)
M Tidak terlampir serta tidak terkaji

(Medikamentosa)
P Pasien memiliki riwayat penyakit asma sejak kecil,
(Pass medical or riwayat operasi hernia 3 tahun yang lalu

surgical history)
L Tidak terlampir serta tidak terkaji
(Last oral intake)
E Pasien mengatakan nyeri pada daerah dada daerah
(Events leading up dada sebelah kiri yang muncul saat pasien banyak
c. Riwayat Penyakit Keluarga (Genogram Keluarga)

Keluarga pasien mengatakan bahwa didalam keluarga tidak ada


yang mengalami asma, maag, hipertens, dll.

Keterangan :

: Laki-laki : Pasien
: Perempuan : Garis keturunan

: Meninggal

2. Pengkajian Nyeri

 Pada kasus
Terdapat keluhan nyeri pada klien nyeri dada kiri yang muncul saat

pasien banyak bergerak, dan akan merda jika beristirahat.


 Kritisi Kelompok

Pengkajian Nyeri menurut OPQRST

O Klien mengatakan nyeri muncul pada

Onset/Origin (Asal) saat klien banyak bergerak.


P Klien mengatakan nyeri saat merasa

Provokasi lelah dan lemah


Q Tidak terkaji
Quality
R Klien mengatakan bahwa nyeri yang
Radiation/Region dirasakan hanya di dada sebelah kiri.
S Pada skala 1-10 klien mengatakan
Severity bahwa nyeri berada pada skala 6
T Pasien mengatakan nyeri akan merda
Treatment jika beristirahat.

 Teori

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat


individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap

sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Hal
tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien

(Asmadi, 2008). Menurut Mahon (1994) dalam Potter dan Perry (2005),
nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal

yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan


sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang

bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan
aktual dan pada fungsi ego seseorang individu (Potter dan Perry, 2005).

Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya


sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam

hal skala atau tingkatannya. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan


lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Nyeri adalah

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari


kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer, 2002).

Terdapat berbagai macam teori yang menjelaskan proses


terjadinya atau yang menggambarkan bagaimana nosiseptor dapat

menghasilkan rangsangan nyeri. Sampai saat ini di kenal berbagai teori


yang menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang

kendali dianggap yang paling relavan.


1. Teori Spesivisitas (Specivicity Theory) Teori ini didasarkan pada

kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus


mentransmisi rasa nyeri. Saraf ini diyakini dapat menerima rangsangan

nyeri dan mentransmisikan melalui ujung dorsal dan substansia


gelatinosa ke talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah

yang lebih tinggi sehingga timbul respon nyeri. Teori ini tidak
menjelaskan bagaimana faktor-faktor multidimensional dapat

memengaruhi nyeri.
2. Teori Pola (Pattern Theory) Teori ini menerangkan bahwa ada dua

serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu menghantarkan rangsang


dengan cepat dan serabut yang mampu menghantarkan dengan

lambat. Kedua serabut saraf tersebut bersinapsis pada medula spinalis


dan meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan

tipe input sensori nyeri yang menafsirkan karakter dan kuantitas input
sensori nyeri.

3. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory) Pada tahun 1959,
Melzack & Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri, yang

menyatakan terdapat semacam “pintu gerbang” yang dapat


memfasilitas atau memperlambat transmisi sinyal nyeri.

Teori Gerbang Kendali Nyeri


Terdapat dua respons nyeri yang akan timbul jika seseorang
merasakan atau terpapar oleh nyeri, yaitu respons fisiologis dan

respons perilaku.
1. Respons Fisiologis Perubahan respons fisiologis dianggap

sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibandingkan dengan


laporan verbal pasien. Respons fisiologis terhadap nyeri dapat

sangat membahayakan individu. Pada saat impuls nyeri naik ke


medula spinalis 25 menuju ke batang otak dan hipotalamus,

sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari


respons stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem

saraf otonom menghasilkan respons fisiologis. Apabila nyeri


berlangsung secara terus-menerus, berat, dalam, dan

melibatkan organ-organ dalam/viseral, maka sistem saraf


simpatis akan menghasilkan suatu aksi (Andarmoyo, 2013:67) .

2. Respons Perilaku Respons ini ditunjukkan oleh klien dengan


cara yang sangat beragam. Meskipun dapat menjadi indikasi

pertama bahwa ada sesuatu yang tidak beres, respons perilaku


seharusnya tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk

mengukur nyeri, kecuali dalam situasi yang tidak lazim di mana


pengukuran tidak memungkinkan (contoh pengukuran nyeri

yang dilakukan pada klien dengan retradasi mental yang berat


atau pada klien tidak sadar) (Andarmoyo, 2013:69).

RESPONS PERILAKU NYERI YANG DAPAT TERJADI


Vokalisasi Mengaduh, menangis, sesak napas, serta

mendengkur.
Ekspresi Wajah Meringis, menggeletukkan gigi,

mengernyitkan dahi, menutup mata/mulut


dengan rapat atau membuka mata/mulut

dengan lebar, serta menggigit bibir.


Gerakan Tubuh Gelisah, imobilisasi, ketegangan otot,

peningkatan gerakan jari dan tangan,


aktivitas melangkah yang tanggal ketika

berlari atau berjalan, gerakkan


ritmik/menggosok, serta gerakkan

melindungi bagian tubuh yang terasa nyeri.


Interaksi Sosial Menghindari percakapan, fokus hanya pada

aktivitas untuk menghilangkan nyeri,


menghindari kontak sosial, serta penurunan

rentang perhatian.
Sumber : Potter & Perry, (2006) dalam Andarmoyo, (2013:69)

3. Respons Psikologis

Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien


tentang nyeri. Klien yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu

yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati sedih,


berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa

marah/frustasi. Sebaliknya, bagi klien yang memiliki persepsi


yang “positif” cenderung menerima nyeri yang dialaminya

(Zakiyah, 2015:16).
Untuk menilai skala nyeri terdapat beberapa macam skala

nyeri yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri


seseorang antara lain:

1. Verbal Descriptor Scale (VDS) Verbal Descriptor Scale (VDS)


adalah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata

pendeskripsi yang telah disusun dengan jarak yang sama


sepanjang garis. Ukuran skala ini diurutkan dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri tidak tertahan”.Perawat


menunjukkan ke klien tentang skala tersebut dan meminta

klien untuk memilih skala nyeri terbaru yang


dirasakan.Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri

terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa


tidak menyakitkan.Alat VDS memungkinkan klien untuk

memilih dan mendeskripsikan skala nyeri yang dirasakan


(Potter & Perry, 2006).

2. Visual Analogue Scale (VAS) VAS merupakan suatu garis


lurus yang menggambarkan skala nyeri terus

menerus.Skala ini menjadikan klien bebas untuk memilih


tingkat nyeri yang dirasakan.VAS sebagai pengukur

keparahan tingkat nyeri yang lebih sensitif karena klien


dapat menentukan setiap titik dari rangkaian yang tersedia

tanpa dipaksa untuk memilih satu kata (Potter & Perry,


2006). Penjelasan tentang intensitas digambarkan sebagai

berikut:
Skala pengukur Nyeri VAS
Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala
nyeri pada skala 1-3 seperti gatal, tersetrum, nyut-nyutan,

melilit, terpukul, perih, mules.Skala nyeri 4-6 digambarkan


seperti kram, kaku, tertekan, sulit bergerak, terbakar,

ditusuk-tusuk.Skala 7-9 merupakan skala sangat nyeri


tetapi masih dapat dikontrol oleh klien, sedangkan skala 10

merupakan skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat


dikontrol.Ujung kiri pada VAS menunjukkan “tidak ada rasa

nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri yang


paling berat”.

3. Numeric Rating Scale (NRS)


Skala Pengukur Nyeri NRS

Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3


menunjukkan nyeri yang ringan, angka 4-6 termasuk dalam

nyeri sedang, sedangkaan angka 7-10 merupakan kategori


nyeri berat. Oleh karena itu, skala NRS akan digunakan

sebagai instrumen penelitian (Potter & Perry, 2006).


Menurut Skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:

 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.


 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.

 4-6 : rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan


usaha untuk menahan, nyeri sedang.

 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat


ditahan, meringis, menjerit bahkan teriak, nyeri berat.

4. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale


Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang

menggambarkan wajah yang sedang tersenyum untuk


menandai tidak adanya rasa nyeri yang dirasakan,

kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah


kurang bahagia, wajah sangat sedih, sampai wajah yang

sangat ketakutan yang berati skala nyeri yang dirasakan


sangat nyeri.

Skala Pengukur Nyeri FRS

Skala nyeri tersebut Banyak digunakan pada pasien

pediatrik dengan kesulitan atau keterbatasan


verbal.Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan

mimik wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai


rasa nyeri yang dirasakannya.

3. Pemeriksaan Body of System

a. Pernafasan (B1 : Breathing )


 Inspeksi : perkembangan dinding dada simetris namun
dangkal, pola napas tidak teratur dan terdapat retraksi dinding
dada, pasien terpasang nasal kanul 3 lpm, terdapat retraksi
dinding dada
 Palpasi : RR: 34x/m
 Auskultasi : terdengar adanya suara nafas tambahan weezing
b. Cardiovascular (B2 : Bleeding/Circulation )
 Inspeksi : hasil EKG didapatkan aritmia, SPO2: 96%, sianosis (-),
perdarahan (-)
 Palpasi : CRT pasien > 2dtk, TD: 122/69 mmHg, N: 82x/m, S:
36,70C, berkeringat dingin
 Perkusi : terdengar suara pekak.
 Auskultasi : S3 atau S4 dapat menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel, biasanya
terdapat bunyi murmur
c. Persyarafan (B3 : Brain )
 Kesadaran : compos mentis
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, gerakan bola mata mampu mengikuti perintah,
 Pendengaran : fungsi pendengaran baik
 Mulut : tidak ada kesulitan menelan, tidak terdapat obstruksi
 Leher : daerah leher tidak terdapat pembesaran kelenjar dan
vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
d. Perkemihan – Eliminasi urine ( B4 : bladder )
 Inspeksi : terpasang kateter dengan jumlah urine, warna urine
kuning jernih, tidak ada gangguan perkemihan, output cairan
670 cc.
 Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar inguinalis, tidak ada
nyeri tekan
e. Pencernaan – eliminasi ( B5 : Bowel )
 Inspeksi : saat di RS 4 hari 1 kali BAB dengan konsistensi lunak,
tidak terdapat obstipasi maupun diare,
 Palpasi : hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada asites ataupun distensi abdomen
 Perkusi : suara tympani (+) pada abdomen, suara pekak pada
daerah hepar.
 Auskultasi : Peristaltik normal
f. Tulang – otot – integumen ( B6 : bone )
 Kemampuan pergerakan sendi : Keadaan umum pasien lemah
dan mudah lelah, tidak terdapat nyeri ataupun kaku sendi
 Kulit : tidak terdapat luka dekubitus, Turgor menurun, akral
kulit hangat.

4. Pengkajian Saat ini


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan memiliki riwayat asma sejak kecil, dan sering
dirawat inap dengan keluhan sesak nafas. Dirumah rutin minum
obat maag dan obat hipertensi, adapun obat yang diminum
adalah amlodipine 10 mg, candesartan mg, sucrafat syr 3x10 ml.
Pasien juga mengatakan pernah punya riwayat operasi hernia 3
tahun lalu.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum Sakit : BB: 60kg, TB: 158 cm, LILA: 31 cm. Tidak ada
penurunan berat badan yang berarti dalam 3 bulan trakhir.
Pada perhitungan balance cairan psien didapatkna input: 1750
cc, output: 670 cc.
 Saat Sakit : Pasien tidak mengeluhkan gangguan makan
selama di RS.
c. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit : eliminasi normal, tidak ada obstipasi
ataupun diare
 Saat sakit : saat di RS 4 hari 1 kali BAB dengan konsistensi
lunak, tidak terdapat obstipasi maupun diare
2) BAK
 Sebelum sakit : warna urine kuning jernih, tidak ada
gangguan perkemihan
 Saat sakit : terpasang kateter dengan jumlah urine, warna
urine kuning jernih, tidak ada gangguan perkemihan,
output cairan 670 cc.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Aktivitas

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0 : Mandiri,
1 : alat bantu,
2 : dibantu orang lain,
3 : alat bantu dan dibantu orang lain,
4 : tergantung total
2) Latihan
 Sebelum sakit : Pekerjaan pasien sebagai petani, pasien
mengatakan memiliki riwayat asma sejak kecil, dan sering
dirawat inap dengan keluhan sesak nafas
 Saat sakit : pasien mengeluhkan nyeri dada kiri yang muncul
saat pasien banyak bergerak, dan akan mereda jika
beristirahat
e. Pola Kognitif dan Persepsi
Status mental : Klien sadar dan orientasi baik, tidak ada
gangguan bicara, Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia,
proses melihat, mendengar, mencium dan meraba cukup baik,
berfikir lancar, isi pikiran dapat dimengerti.
f. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit : tidak terdapat gangguan tidur
 Saat sakit : klien tidak mengalami gangguan tidur
g. Pola Peran-Hubungan
Hubungan klien dengan orang lain dan keluarga baik, sebagai
ibu rumah tangga, klien termasuk orang yang kooperatif
dengan sesamanya.
h. Pola Seksual-Reproduksi
 Sebelum sakit : Pasien sudah menikah dengan satu orang
suami dan mempunyai 2 anak laki-laki dan 2 anak
perempuan
 Saat sakit : Selama sakit klien tidak dapat memenuhi
kebutuhan seksualnya bersama suaminya
i. Pola Toleransi Stress-Koping
Klien merasa terganggu dengan riwayat penyakitnya namun ia
tetap berusaha mengatasinya dengan rutin kontrol dan minum
obat.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Rontgen dll)

Pemeriksaan Laboratorium

Kritisi Pemeriksaan Laboratorium Kasus dari Kelompok


Dari hasil kritisi kelompok untuk kasus Ny. T kelompok tidak menemukan adanya

lampiran hasil dari pemeriksaan laboratorium pasien. Pemeriksaan laboratorium


pada pasien bertujuan untuk mendeteksi penyakit, menentukan resiko,

memantau perkembangan penyakit, dan memantau sejauh mana perkembangan


pengobatan yang telah diberikan.

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Penjelasan


HEMATOLOGI
Leukosit Tidak 4.80 – 10.80 10^3/µL Fungsi utama leukosit adalah
terlampir melawan infeksi, melindungi

pada kasus tubuh dengan


memfagosit organisme asing

dan memproduksi atau


mengangkut/

mendistribusikan antibodi.
 Nilai krisis leukositosis:

30.000/mm3. Lekositosis
hingga 50.000/mm3

mengindikasikan
gangguan di luar sumsum

tulang (bone marrow).


 Nilai leukosit yang sangat

tinggi (di atas


20.000/mm3) dapat

disebabkan oleh
leukemia. Penderita

kanker post-operasi
(setelah menjalani
operasi) menunjukkan

pula peningkatan leukosit


walaupun tidak dapat

dikatakan infeksi.
 Waspada terhadap

kemungkinan leukositosis
akibat pemberian obat.

 Perdarahan, trauma, obat


(mis: merkuri, epinefrin,

kortikosteroid), nekrosis,
toksin, leukemia dan

keganasan adalah
penyebab lain

leukositosis.
 Makanan, olahraga,

emosi, menstruasi, stres,


mandi air dingin dapat

meningkatkan jumlah sel


darah putih

 Leukopenia, adalah
penurunan jumlah

leukosit <4000/mm3.
Penyebab leukopenia

antara lain:
1. Infeksi virus,

hiperplenism,
leukemia.

2. obat (antimetabolit,
antibiotik,

antikonvulsan,
kemoterapi)

3. Anemia
aplastik/pernisiosa

4. Multipel mieloma
Eritrosit Tidak 4.20 – 5.40 10^6/µL Fungsi utama eritrosit adalah

terlampir untuk mengangkut oksigen


pada kasus dari paru-paru ke jaringan

tubuh dan mengangkut CO2


dari jaringan tubuh ke paru-

paru oleh Hb.


 Jumlah sel darah merah

menurun pada pasien


anemia leukemia,

penurunan fungsi ginjal,


talasemin, hemolisis dan

lupus eritematosus
sistemik. Dapat juga

terjadi karena obat (drug


induced anemia).

Misalnya: sitostatika,
antiretroviral.

 Sel darah merah


meningkat pada

polisitemia vera,
polisitemia sekunder,

diare/dehidrasi, olahraga
berat, luka bakar, orang

yang tinggal di dataran


tinggi.
Hemoglobin Tidak 12.0 – 16.0 g/dL Hemoglobin adalah
terlampir komponen yang berfungsi
pada kasus sebagai alat transportasi

oksigen
(O2) dan karbon dioksida

(CO2). Secara umum, jumlah


hemoglobin kurang dari 12

gm/dL
menunjukkan anemia Nilai

Hb <5,0g/dL adalah kondisi


yang dapat memicu gagal

jantung
dan kematian. Nilai >20g/dL

memicu kapiler clogging


sebagai akibat

hemokonsenstras.
MCV Tidak 37.0 – 54.0 % MCV adalah indeks untuk

terlampir menentukan ukuran sel


pada kasus darah merah.

 Penurunan nilai MCV


terlihat pada pasien

anemia kekurangan besi,


anemia pernisiosa dan

talasemia, disebut juga


anemia mikrositik.

 Peningkatan nilai MCV


terlihat pada penyakit

hati, alcoholism, terapi


antimetabolik,

kekurangan folat/vitamin
B12, dan terapi valproat,

disebut juga anemia


makrositik.
MCH Tidak 28– 34 pg/ sel Indeks MCH adalah nilai

terlampir yang mengindikasikan berat


pada kasus Hb rata-rata di dalam sel

darah merah, dan oleh


karenanya menentukan

kuantitas warna
(normokromik, hipokromik,

hiperkromik) sel darah


merah. MCH dapat

digunakan untuk
mendiagnosa anemia.

 Peningkatan MCH
mengindikasikan anemia

makrositik
 Penurunan MCH

mengindikasikan anemia
mikrositik.
MCHC Tidak 27.0 – 31.0 pg/sel Indeks MCHC mengukur
terlampir konsentrasi Hb rata-rata

pada kasus dalam sel darah merah;


semakin kecil sel, semakin

tinggi konsentrasinya.
Perhitungan MCHC

tergantung pada Hb dan Hct.


Indeks ini adalah indeks Hb

darah yang lebih baik, karena


ukuran sel akan

mempengaruhi nilai MCHC,


hal ini tidak berlaku pada

MCH. Implikasi Klinik:


 MCHC menurun pada
pasien kekurangan besi,

anemia mikrositik, anemia


karena piridoksin,

talasemia dan anemia


hipokromik.

 MCHC meningkat pada


sferositosis, bukan

anemia pernisiosa.
PT Tidak 10-15 detik PT (Prothrombin time)

terlampir Mengukur secara langsung


pada kasus kelainan secara potensial

dalam sistem tromboplastin


ekstrinsik (fi brinogen,

protrombin, faktor V, VII dan


X).

 Nilai meningkat pada


defisiensi faktor

tromboplastin ekstrinsik,
defi siensi vit.K, DIC

(disseminated
intravascular

coagulation),
hemorrhragia pada bayi

baru lahir, penyakit hati,


obstruksi bilier, absorpsi

lemak yang buruk, lupus,


intoksikasi salisilat. Obat

yang perlu diwaspadai:


antikoagulan (warfarin,

heparin)
 Nilai menurun apabila
konsumsi vit.K

meningkat.
APPT Tidak 21-45 detik Pemeriksaan untuk

terlampir mendeteksi kelainan dari


pada kasus faktor-faktor pembekuan

darah.
Neutrofil Tidak 0.15 – 0.40 % Neutrofil adalah leukosit

terlampir yang paling banyak. Neutrofil


pada kasus terutama berfungsi sebagai

pertahanan terhadap invasi


mikroba melalui fagositosis.

Sel ini memegang peranan


penting dalam kerusakan

jaringan yang berkaitan


dengan penyakit noninfeksi

seperti artritis reumatoid,


asma dan radang perut.

Neutrofilia, yaitu
peningkatan persentase

neutrofil, disebabkan oleh


infeksi bakteri dan parasit,

gangguan metabolit,
perdarahan dan gangguan

myeloproliferatif.

 penurunan produksi
neutrofil, peningkatan

kerusakan sel, infeksi


bakteri, infeksi virus,

penyakit hematologi,
gangguan hormonal dan
infeksi berat.

 Peningkatan jumlah
neutrofil berkaitan

dengan tingkat
keganasan infeksi.

 Jika peningkatan
neutrofil lebih besar

daripada peningkatan sel


darah merah total

mengindikasikan infeksi
yang berat.

 Pada kasus kerusakan


jaringan dan nekrosis

(seperti: kecelakaan, luka


bakar, operasi).
Limfosit Tidak 15 - 45% Merupakan sel darah putih
terlampir yang kedua paling banyak

pada kasus jumlahnya. Sel ini kecil dan


bergerak ke daerah infl amasi

pada tahap awal dan tahap


akhir proses infl amasi.

Merupakan sumber
imunoglobulin yang penting

dalam respon imun seluler


tubuh. Kebanyakan limfosit

terdapat di limfa, jaringan


limfatikus dan nodus limfa.

Hanya 5% dari total limfosit


yang beredar pada sirkulasi.

Limfositosis dapat terjadi


pada penyakit virus, penyakit
bakteri dan gangguan

hormonal. Penurunan
limfosit < 500/mm3

menunjukkan pasien dalam


bahaya dan rentan terhadap

infeksi, khususnya infeksi


virus. Harus dilakukan

tindakan untuk melindungi


pasien dari infeksi.
Monosit Tidak 19-48 % Monosit merupakan sel
terlampir darah yang terbesar. Sel ini

pada kasus berfungsi sebagai lapis


kedua pertahanan tubuh,

dapat memfagositosis
dengan baik dan termasuk

kelompok makrofag. Manosit


juga memproduksi

interferon. Monositosis
berkaitan dengan infeksi

virus, bakteri dan parasit


tertentu serta kolagen,

kerusakan jantung dan


hematologi.Monositopenia

biasanya tidak
mengindikasikan penyakit,

tetapi mengindikasikan stres,


penggunaan obat

glukokortikoid, myelotoksik
dan imunosupresan.
Esonofil Tidak 0 - 6% Eosinofil memiliki
terlampir kemampuan memfagosit,
pada kasus eosinofil aktif terutama pada

tahap akhir inflamasi ketika


terbentuk kompleks antigen-

antibodi. Eosinofil juga aktif


pada reaksi alergi dan infeksi

parasit sehingga
peningkatan nilai eosinofil

dapat digunakan untuk


mendiagnosa atau

monitoring penyakit.
 Eosinofilia adalah

peningkatan jumlah
eosinofil lebih dari 6%

atau jumlah absolut lebih


dari 500. Penyebabnya

antara lain: respon tubuh


terhadap neoplasma,

penyakit Addison, reaksi


alergi, penyakit collagen

vascular atau infeksi


parasit.

 Eosipenia adalah
penurunan jumlah

eosinofil dalam sirkulasi.


Eosipenia dapat terjadi

pada saat tubuh


merespon stres

(peningkatan produksi
glukokortikosteroid).

 Eosinofil cepat hilang


pada infeksi pirogenik
Basofil Tidak 0 - 2% Fungsi basofil masih belum
terlampir diketahui. Sel basofil

pada kasus mensekresi heparin dan


histamin. Jika konsentrasi

histamin meningkat, maka


kadar basofil biasanya tinggi.

Jaringan basofil disebut juga


mast sel.

 Basofilia adalah
peningkatan basofil

berhubungan dengan
leukemia granulositik dan

basofi lik myeloid


metaplasia dan reaksi

alergi
 Basopenia adalah

penurunan basofi l
berkaitan dengan infeksi

akut, reaksi stres, terapi


steroid jangka panjang.
Trombosit Tidak 150.000-450.000 Cmm Trombosit adalah elemen
terlampir terkecil dalam pembuluh

pada kasus darah. Trombosit diaktivasi


setelah kontak dengan

permukaan dinding
endotelia. Trombosit

terbentuk dalam sumsum


tulang. Masa hidup

trombosit sekitar 7,5 hari.


Sebesar 2/3 dari seluruh
trombosit terdapat disirkulasi

dan 1/3 nya terdapat di


limfa. Penurunan trombosit

di bawah 20.000 berkaitan


dengan perdarahan spontan

dalam jangka waktu yang


lama, peningkatan waktu

perdarahan petekia/ekimosis.
KIMIA KLINK
Gula darah sewaktu Tidak 70-140 mg/dL Pemeriksaan glukosa darah
terlampir adalah prosedur skrining

pada kasus yang menunjukan


ketidakmampuan sel

pankreas memproduksi
insulin, ketidakmampuan

usus halus mengabsorpsi


glukosa, ketidakmampuan

sel mempergunakan glukosa


secara efi sien, atau

ketidakmampuan hati
mengumpulkan dan

memecahkan glikogen.
 Peningkatan gula darah

(hiperglikemia) atau
intoleransi glukosa (nilai

puasa > 120 mg/dL)


dapat menyertai penyakit

cushing (muka bulan),


stres akut,

feokromasitoma,
penyakit hati kronik, defi
siensi kalium, penyakit

yang kronik, dan sepsis.


Kadar gula darah menurun

(hipoglikemia) dapat
disebabkan oleh kadar

insulin yang berlebihan atau


penyakit Addison.
LDL Tidak <130 mg/dL LDL adalah B kolesterol
terlampir  Nilai LDL tinggi dapat

pada kasus terjadi pada penyakit


pembuluh darah koroner

atau hiperlipidemia
bawaan. Hal ini terjadi

pada
hiperlipoproteinemia tipe

Ha dan Hb, DM,


hipotiroidism, sakit

kuning yang parah,


sindrom nefrotik,

hiperlipidemia bawaan
dan idiopatik serta

penggunaan kontrasepsi
oral yang mengandung

estrogen. Penurunan LDL


dapat terjadi pada pasien

dengan hipoproteinemia
atau alfa-beta

lipoproteinemia.
HDL Tidak 30-70 mg/dL HDL merupakan produk

terlampir sintetis oleh hati dan saluran


pada kasus cerna serta katabolisme
trigliserida.

 Peningkatan HDL dapat


terjadi pada pasien yang

alkoholisme, sirosis bilier


primer, tercemar racun

industri atau poliklorin


hidrokarbon.

Peningkatan kadar HDL


juga dapat terjadi pada

pasien yang
menggunakan klofi brat,

estrogen, asam nikotinat,


kontrasepsi oral dan

fenitoin. Penurunan HDL


terjadi dapat terjadi pada

kasus fibrosis sistik,


sirosis hati, DM, sindrom

nefrotik, malaria dan


beberapa infeksi akut.

Penurunan HDL juga


dapat terjadi pada pasien

yang menggunakan
probucol, hidroklortiazid,

progestin dan infus


nutrisi parentera.
Trigliserida Tidak L: 40-160 mg/dL Trigliserida ditemukan dalam
terlampir P: 35-135 mg/dL plasma lipid dalam bentuk

pada kasus kilomikron dan VLDL (very


low density lipoproteins).

 Trigliserida meningkat
dari ambang batas
normal dapat terjadi

pada pasien yang


mengidap sirosis

alkoholik, alkoholisme,
anoreksia nervosa, sirosis

bilier, obstruksi bilier,


trombosis cerebral, gagal

ginjal kronis, DM,


Sindrom Down’s,

hipertensi, hiperkalsemia,
idiopatik,

hiperlipoproteinemia
(tipe I, II, III, IV, dan V),

penyakit penimbunan
glikogen (tipe I, III, VI),

gout, penyakit iskemia


hati hipotiroidism,

kehamilan, porfi ria akut


yang sering kambuh,

sindrom sesak nafas,


talasemia mayor,

hepatitis viral dan


sindrom Werner,s

 Penurunan trigliserida
dari ambang batas

normal dapat terjadi


pada pasien dengan

obstruksi paru kronis,


hiperparatiroidism,

hipolipoproteinemia,
limfa ansietas, penyakit

parenkim hati,
malabsorbsi dan

malnutrisi.
Albumin Tidak 3,5-5,5 mg/dL Albumin di sintesa oleh hati

terlampir dan mempertahankan


pada kasus keseimbangan distribusi air

dalam tubuh (tekanan


onkotik koloid). Albumin

membantu transport
beberapa komponen darah,

seperti: ion, bilirubin,


hormon, enzim, obat.

 Nilai albumin meningkat


dari ambang batas

normal dapat terjadi


pada keadaan dehidrasi.

Nilai albumin menurun dari


ambang batas dapat terjadi

pada keadaan: malnutrisi,


sindroma absorpsi,

hipertiroid, kehamilan,
gangguan fungsi hati, infeksi

kronik, luka bakar, edema,


asites, sirosis, nefrotik

sindrom, SIADH, dan


perdarahan.
Ureum Tidak 19,3-49,2 mg/dL Ureum yaitu tes untuk
terlampir menentukan kadar urea

pada kasus nitrogen dalam darah yang


merupakan zat sisa dari
metabolisme protein dan

seharusnya dibuang melalui


ginjal.

 kadar ureum darah Anda


terbaca lebih tinggi dari

normal, maka bisa jadi


Anda mengalami

berbagai kondisi penyakit


ginjal, gagal ginjal,

obstruksi saluran kemih,


Perdarahan saluran cerna,

penyakit jantung, gagal


jantung kongestif,

dehidrasi, kelebihan
kadar protein, stress,

syok, dan hamil, Nilai


ureum darah terbaca

lebih rendah daripada


normal, maka ada

kemungkinan memiliki
kondisi gagal hati,

malnutrisi, kekurangan
protein di tubuh, dan

overhidrasi
Creatinin Tidak 0,5-1,1 mg/dL Kreatinin adalah produk

terlampir antara hasil peruraian


pada kasus kreatinin otot dan

fosfokreatinin yang
diekskresikan melalui ginjal.

Produksi kreatinin konstan


selama masa otot konstan.
Penurunan fungsi ginjal akan

menurunkan ekskresi
kreatinin.

 Pada konsentrasi
kreatinin serum dapat

meningkat pada pasien


dengan gangguan fungsi

ginjal baik karena


gangguan fungsi ginjal

disebabkan oleh nefritis,


penyumbatan saluran

urin, penyakit otot atau


dehidrasi akut.

 Pada Konsentrasi
kreatinin serum dapat

menurun akibat distropi


otot, atropi, malnutrisi

atau penurunan masa


otot akibat penuaan.
SPGT Tidak 5-35 U/L Konsentrasi enzim ALT yang
terlampir tinggi terdapat pada hati.

pada kasus ALT juga terdapat pada


jantung, otot dan ginjal. ALT

lebih banyak terdapat dalam


hati dibandingkan jaringan

otot jantung dan lebih


spesifik menunjukkan fungsi

hati daripada AST.


 Peningkatan kadar ALT

dapat terjadi pada


penyakit hepatoseluler,
sirosis aktif, obstruksi

bilier dan hepatitis.


 Nilai juga meningkat

pada keadaan: obesitas,


preeklamsi berat, acute

lymphoblastic leukemia
(ALL).
SGOT Tidak 5-35 U/L AST (SGOT) adalah enzim
terlampir yang memiliki aktivitas

pada kasus metabolisme yang tinggi,


ditemukan di jantung, hati,

otot rangka, ginjal, otak,


limfa, pankreas dan paru-

paru. Penyakit yang


menyebabkan perubahan,

kerusakan atau kematian sel


pada jaringan tersebut akan

mengakibatkan terlepasnya
enzim ini ke sirkulasi.

 Peningkatan kadar AST


dapat terjadi pada MI,

penyakit hati, pankreatitis


akut, trauma, anemia

hemolitik akut, penyakit


ginjal akut, luka bakar

parah dan penggunaan


berbagai obat, misalnya:

isoniazid, eritromisin,
kontrasepsi oral

 Penurunan kadar AST


dapat terjadi pada pasien
asidosis dengan diabetes

mellitus
ELECTROLYTE
Natrium Tidak 135-155 mmo/L Natrium merupakan kation
terlampir yang banyak terdapat di

pada kasus dalam cairan ekstraseluler.


Berperan dalam memelihara

tekanan osmotik,
keseimbangan asam-basa

dan membantu rangkaian


transmisi impuls saraf.

 jumlah natrium kurang


dari 135 mmo/L

menunjukkan adanya
kondisi hipovolemia

(kekurangan cairan
tubuh). Yang biasaya

terjadi pada pasien


dengan pengguna

diuretik, defisiensi
mineralokortikoid,

hipoaldosteronism, luka
bakar, muntah, diare,

pankreatitis.
 Jumlah natrium yang

lebih dari normal


menunjukkan adanya

kondisi hypervolemia
(kelebihan cairan tubuh)

yang sering terjadi pada


pasien gagal jantung
penurunan fungsi ginjal,

sirosis, sindrom nefrotik


Kalium Tidak 3,6-5,5, mmo/L Kalium merupakan kation

terlampir utama yang terdapat di


pada kasus dalam cairan intraseluler,

(bersama bikarbonat)
berfungsi sebagai buffer

utama. Lebih kurang 80% -


90% kalium dikeluarkan

dalam urin melalui ginjal.


 Pada kondisi

hyperkalemia (yang
menunjukkan kelebihan

kalium dari jumlah


normal), terdapat faktor

yang mempengaruhi
penurunan ekskresi

kalium yaitu: gagal ginjal,


kerusakan sel (luka bakar,

operasi), asidosis,
penyakit Addison,

diabetes yang tidak


terkontrol dan transfusi

sel darah merah


Pada kondisi hipokalimea

(yang menunjukkan
kekuarangn kalium dari

jumlah normal), akan


menjadi hal yang

menghawatirkan dan akan


lebih berat pada pasien
diare, muntah, luka bakar

parah, aldosteron primer,


asidosis tubular ginjal,

diuretik, steroid, cisplatin,


tikarsilin, stres yang kronik,

penyakit hati dengan asites,


dan terapi amfoterisin.
Chloride Tidak 98-108 mmo/L Klorida berperan penting
terlampir dalam memelihara

pada kasus keseimbangan asam basa


tubuh dan cairan melalui

pengaturan tekanan osmotis


 Penurunan konsentrasi

klorida dalam serum


dapat disebabkan oleh

muntah, gastritis, diuresis


yang agresif, luka bakar,

kelelahan, diabetik
asidosis, infeksi akut.

 Peningkatan konsentrasi
klorida dalam serum

dapat terjadi karena


dehidrasi, hiperventilasi,

asidosis metabolik dan


penyakit ginjal.
ANALISA GAS DARAH (AGD)
SaO₂ Tidak 95-99 %O₂ Jumlah oksigen yang

terlampir diangkut oleh hemoglobin,


pada kasus ditulis sebagai persentasi

total oksigen yang terikat


pada hemoglobin.
Implikasi Klinik:

 Saturasi oksigen
digunakan untuk

mengevaluasi kadar
oksigenasi hemoglobin

dan kecukupan oksigen


pada jaringan

 Tekanan parsial oksigen


yang terlarut di plasma

menggambarkan jumlah
oksigen yang terikat

pada hemoglobin.
PaO₂ Tidak 75-100 mmHg PaO2 adalah ukuran tekanan

terlampir parsial yang dihasilkan oleh


pada kasus sejumlah O2 yang terlarut

dalam plasma. Nilai ini


menunjukkan kemampuan

paru-paru dalam
menyediakan oksigen bagi

darah.
Implikasi Klinik:

 Penurunan nilai PaO2


dapat terjadi pada

penyakit paru obstruksi


kronik (PPOK), penyakit

obstruksi paru, anemia,


hipoventilasi akibat

gangguan fisik atau


neuromuskular dan

gangguan fungsi
jantung. Nilai PaO2
kurang dari 40 mmHg

perlu mendapat
perhatian khusus.

 Peningkatan nilai PaO2


dapat terjadi pada

peningkatan
penghantaran O2 oleh

alat bantu (contoh: nasal


prongs, alat ventilasi

mekanik), hiperventilasi,
dan polisitemia

(peningkatan sel darah


merah dan daya angkut

oksigen).
PaCO₂ Tidak 35-45 mmHg PaCO2 menggambarkan

terlampir tekanan yang dihasilkan oleh


pada kasus CO2 yang terlarut dalam

plasma. Dapat digunakan


untuk menentukan efektifi

tas ventilasi alveolar dan


keadaan asam-basa dalam

darah.
Implikasi Klinik:

 Penurunan nilai PaCO2


dapat terjadi pada

hipoksia,
anxiety/nervousness dan

emboli paru. Nilai kurang


dari 20 mmHg perlu

mendapat perhatian
khusus.
 Peningkatan nilai PaCO2

dapat terjadi pada


gangguan paru atau

penurunan fungsi pusat


pernafasan. Nilai PaCO2

> 60 mgHg perlu


mendapat perhatian.

 Umumnya, peningkatan
PaCO2 dapat terjadi

pada hipoventilasi
sedangkan penurunan

nilai menunjukkan
hiperventilasi.
pH Tidak 7,35-7,45 mmHg serum pH menggambarkan
terlampir keseimbangan asam basa

pada kasus dalam tubuh. Sumber


ion hidrogen dalam tubuh

meliputi asam volatil dan


campuran asam (seperti

asam laktat dan asam keto)


Implikasi Klinik:

 Umumnya nilai pH akan


menurun dalam keadaan

asidemia (peningkatan
pembentukan asam)

 Umumnya nilai pH
meningkat dalam

keadaan alkalemia
(kehilangan asam)

 Bila melakukan evaluai


nilai pH, sebaiknya
PaCO2 dan HCO3

diketahui juga untuk


memperkirakan

komponen pernafasan
atau metabolik yang

mempengaruhi status
asam basa.
CO₂ Tidak 22-32 mmol/L Dalam plasma normal, 95%
terlampir dari total CO2 terdapat

pada kasus sebagai ion bikarbonat


(HCO3-1), 5% sebagai

larutan gas CO2 terlarut dan


asam karbonat (H2CO3).

Kandungan CO2 plasma


terutama adalah bikarbonat,

suatu larutan yang bersifat


basa dan diatur oleh ginjal.

Gas CO2 yang larut ini


terutama bersifat asam dan

diatur oleh paru-paru. Oleh


karena itu nilai CO2 plasma

menunjukkan konsentrasi
bikarbonat.

Implikasi klinik:
 Peningkatan kadar CO2

dapat terjadi pada


muntah yang parah, emfi

sema, dan
aldosteronisme

 Penurunan kadar CO2


dapat terjadi pada gagal
ginjal akut, diabetik

asidosis dan
hiperventilasi
AG Tidak 13-17 mEq/L Anion gap digunakan untuk
terlampir mendiagnosa asidosis

pada kasus metabolik. Perhitungan


menggunakan elektrolit yang

tersedia dapat membantu


perhitungan kation dan

anion yang tidak terukur.


Kation dan anion yang tidak

terukur termasuk Ca+ dan


Mg2+, anion yang tidak

terukur meliputi protein,


fosfat sulfat dan asam

organik.
Implikasi Klinik:

 Nilai anion gap yang


tinggi (dengan pH

tinggi) menunjukkan
penciutan volume

ekstraseluler atau pada


pemberian penisilin

dosis besar.
 Anion gap yang tinggi

dengan pH rendah
merupakan manifestasi

dari keadaan yang sering


dinyatakan dengan

singkatan "MULEPAK",
yaitu: akibat asupan
metanol, uremia, asidosis

laktat, etilen glikol,


paraldehid, intoksikasi

aspirin dan ketoasidosis


 Anion gap yang rendah

dapat terjadi pada


hipoalbuminemia,

dilution, hipernatremia,
hiperkalsemia yang

terlihat atau toksisitas


litium

 Anion gap yang normal


dapat terjadi pada

metabolik asidosis akibat


diare, asidosis tubular

ginjal atau hiperkalsemia.


Sistem Buffer Tidak 21-28 mEq/L Sistem buffer bikarbonat
Bikarbonat terlampir terdiri atas asam karbonat
pada kasus (H2CO3) dan bikarbonat

(HCO3). Secara kuantitatif,


sistem buffer ini merupakan

sistem buffer utama dalam


cairan ektraseluler.

Digambarkan dalam
hubungan sebagai berikut :

Total CO2 mengandung :


asam karbonat + bikarbonat

Implikasi Klinik:
 Peningkatan bikarbonat

menunjukan asidosis
respiratori akibat
penurunan ventilasi

 Penurunan bikarbonat
menunjukan adanya

alkalosis respiratori
(akibat peningkatan

ventilasi alveolar dan


pelepasan CO2 dan air)

atau adanya asidosis


metabolik (akibat

akumulasi asam tubuh


atau hilangnya

bikarbonat dari cairan


ekstraseluler).

Pemeriksaan penunjang

No Pada Kasus Kritisi Kelompok


.
1. EKG (Elektrokardiogram)

Hasil yang di dapat :


Irama aritmia, HR 82x/menit
Pemeriksaan yang perlu
ditambahkan
1. CT-Scan CT-scan jantung adalah pemeriksaan

yang menggunakan radiasi sinar-X,


untuk mengetahui beberapa gangguan

pada jantung, seperti penyakit jantung


bawaan, bekuan darah di jantung, plak

lemak pada arteri koroner,


pembengkakan pada jantung, dan

kelainan katup jantung.

Dibandingkan dengan foto rongsen, CT

scan lebih detil karena mengambil


gambar dari potong-potongan organ
yang diperiksa. Pemeriksaan CT Scan ini

menggabungkan serangkaian gambar


yang diperoleh dari sinar-X, diambil

dari berbagai macam sudut, kemudian


mengggunakan sistem komputerisasi

untuk menggabungkan potongan-


potongan gambar tersebut dan

menciptakan suatu kesatuan gambar


organ tubuh yang akan diperiksa

dengan arah tertentu, selapis demi


selapis.

Pencitraan organ tubuh dapat


dilakukan untuk organ tubuh manapun,

seperti tulang, pembuluh darah, kepala,


dan juga jaringan lunak di dalam tubuh,

seperti ginjal, hati, dan lain-lain.


Kritisi kkelompok Dari gambaran EKG

Ny. T didapatkan hasil EKG aritmia,


aritmia bisa menandakan adanya

masalah pada organ jantung maka


perlu dilakukan pemeriksaan CT scan

yang akan membantu memberikan


gambar dari jantung dan arteri jantung

secara detail untuk mendiagnosis atau


mendeteksi penyakit.

2. Rongten Foto Rontgen adalah prosedur


pemeriksaan dengan menggunakan
radiasi gelombang elektromagnetik
guna menampilkan gambaran bagian
dalam tubuh. Gambaran dari benda
padat seperti tulang atau besi
ditampilkan sebagai area berwarna
putih, sedangkan udara yang terdapat
pada paru-paru akan tampak berwarna
hitam, dan gambaran dari lemak atau
otot ditampilkan dengan warna abu-
abu.
Rotgen normal pada jantung dalam
ukuran dan bentuk, serta jaringan
terlihat normal. Pembuluh darah dari
dan yang mengarah ke jantung juga
normal baik dalam ukuran, bentuk
dan tampilan. Bentuknya khasnya
seperti buah pear / buah jambu /
alpokat.
Abnormal pada jantung Terlihat adanya
masalah seperti pembesaran jantung
yang dapat mengakibatkan gagal
jantung, penyakit katup jantung, atau
cairan disekitar jantung. Atau terlihat
adanya masalah dengan pembuluh
darah, seperti pembesaran aorta,
aneurisma, atau pengerasan arteri
(atherosclerosis). bentuk khasnya
seperti (sepatu, oval, kotak), pinggang
jantung dapat dangkal ( cekung ) atau
melurus , atau menonjol.

Kritisi klompok Dari gambaran EKG Ny.

T didapatkan hasil EKG aritmia, aritmia


bisa menandakan adanya masalah pada

organ jantung maka perlu dilakukan


pemeriksaan rontgen thoraks untuk

membantu memberikan gambar dari


jantung untuk mendiagnosis atau

mendeteksi penyakit.

3. Endoskopi
aritm

IV. TERAPI YANG DIDAPAT


2. Terapi yang didapatkan selama d RS

No Terapi yang ada di dalam kasus Kritisi Kasus dari Kelompok

.
1. Pantoprazole 1 x 40mg Pantoprazole merupakan obat yang digunakan

untuk meredakan gejala meningkatnya asam


lambung seperti sakit maag dan gejala refluks asam

lambung, misalnya rasa perih dan panas di dada


(heartburn), sulit menelan, serta batuk yang tidak

berhenti. Pantoprazole bekerja dengan cara


menghambat sel-sel di lapisan lambung untuk

menghasilkan asam lambung, sehingga produksi


asam lambung berkurang.

Pada kasus Ny. T diberikan terapi Pantoprazole

1x40mg dikarnakan pasien mempunyai riwayat


penyakit maag sehingga pasien dianjurkan untuk

rutin mengkonsumsi obat maag.


2. Lasix 3 x 20mg Lasix adalah obat yang berfungsi sebagai diuretic.
Diuretic merupakan obat yang digunakan untuk
mengurangi cairan di dalam tubuh dan

membuangnya melalui saluran kemih. Lasix


digunakan pada pasien yang mengalami edema

(penumpukan cairan berlebihan di dalam tubuh)


atau kelebihan asupan cairan. Cairan yang

berlebihan akan bertumpuk di tubuh, terutama


paru-paru, perut, dan anggota gerak. Penumpukan

cairan pada paru-paru akan menyebabkan pasien


sesak nafas dan mengancam jiwa, cairan yang

berlebihan di anggota gerak mengakibatkan kaki


menjadi bengkak.

Pada kasus Ny. T diberikan terapi lasix karena

dilihat dari data kasus keluhan pasien yaitu pasien


mengeluhkan sesak, balance cairan pasien tidak

seimbang didapatkan data input: 1750cc output


670cc. Diagnosa medis yang di tetapkan yaitu

Aritmia dan diagnosa penyertanya adalah CHF.


Sehingga pasien mengalami edema (penumpukan

cairan berlebihan di dalam tubuh) atau kelebihan


asupan cairan.
3. CPG 1 x 75mg Merupakan obat yang digunakan untuk
mengurangi risiko penyakit jantung, membantu

menjaga darah mengalir lancar di dalam tubuh.


obat ini biasanya diberikan untuk pasien yang

menderita sindrom koroner akut baik itu Non-ST


segment elevation acute coronary syndrome

(unstable angina atau non-Q-wave myocardinal


infarction) atau STEMI dikombinasikan dengan

acetylsalicylic acid (ASA/aspirin).

Pada kasus Ny. T diberikan terapi CPG karena


dilihat dari keluhan pasien dan hasil EKG

ditetapkan diagnosa NSTEMI.


4. Concor 1 x 10mg Concor merupakan obat yang mengandung

Bisoprolol. Bisoprolol adalah obat yang digunakan


dengan atau tanpa obat lain untuk mengobati

tekanan darah tinggi (hipertensi), menurunkan


tekanan darah tinggi, membantu mencegah stroke,

serangan jantung, dan masalah ginjal. Concor


memberikan efek untuk menurunkan denyut
jantung, tekanan darah, dan ketegangan pada

jantung.

Pada kasus Ny. T diberikan terapi concor


dikarenakan pasien mempunyai riwayat hipertensi

sehingga untuk menurunkan menurunkan denyut


jantung, tekanan darah, dan ketegangan pada

jantung pasien diberikan terapi concor.


Terapi tambahan dari kelompok
1. Analgesik (terapi untuk Pada kasus Ny. T kelompok tidak menemukan
manajemen nyeri) adanya pemberian obat anti nyeri pada pasien, dari

pengkajian yang didapatkan hasil pasien


mengeluhkan nyeri dada kiri yang muncul saat

pasien bergerak dengan skala nyeri 6 (nyeri


sedang).
I. ANALISA DATA

N Data Etiologi Masalah


o
1 Data Subjektif : Agen Pencedera Fisiologis Nyeri Akut
a. Klien mengatakan (Iskemia Miokard)
keluhannya yaitu nyeri
pada dada sebelah kiri
b. Nyeri muncul pada
saat banyak bergerak
dan akan mereda jika
beristirahat
Skala nyeri 6 (nyeri
sedang)
P:-
Q : seperti tertusuk
R : dada sebelah kiri
S : skala 6
T : hilang timbul

Data Objektif :
a. Terdapat suara nafas
tambahan (wheezing)
b. Pasien terpasang
Nasal Kanul (3lpm)
c. Perkembangan
dinding dada simetris
namun dangkal
d. RR : 34 x/menit
e. SPO2 : 96 %

2 Data Subjektif : Spasme Jalan Nafas Bersihan


a. Klien mengatakan Jalan Nafas
keluhannya yaitu nyeri Tidak Efektif
pada dada sebelah kiri
b. Nyeri muncul pada
saat banyak bergerak
dan akan mereda jika
beristirahat
c. Skala nyeri 6 (nyeri
sedang)
P:-
Q : seperti tertusuk
R : dada sebelah kiri
S : skala 6
T : hilang timbul
Data Objektif :
a. Terdapat suara nafas
tambahan (wheezing)
b. Pasien terpasang Nasal
Kanul (3lpm)
c. Perkembangan dinding
dada simetris namun
dangkal
d. RR : 34 x/menit
e. SPO2 : 96 %

3 Data Subjektif : Perubahan Irama Jantung Penurunan


a. Pasien mengeluh lelah Curah
b. Pasien mengatakan Jantung
sesak nafas

Data Objektif :
a. Gambaran EKG aritmia
b. BP :122/69 mmHg
c. RR : 34 x/menit
d. Nadi : 84 2/menit
e. Suhu : 36,7%
f. SPO2 : 96%
g. CRT : >2 dtk
h. Akral dingin
4 Data subjektif : Kelemahan Intoleransi
Pasien mengeluh lelah, Aktivitas
meras lemah, pasien
mengeluh nyeri

Data Obyektif :
a. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah
beraktivitas

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cidera Fisiologi (Iskemia


Miokard)
2. Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Spasme Jalan Napas
3. Penurunan Curah Jantung Berhubungan Dengan Perubahan Irama
Jantung
4. Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Kelemahan

IX . INTERVENSI KEPERAWATAN

N Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


o Keperawatan Hasil
SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri 1.
(D.0078) (L.08066) (I.08238)
(Kategori
:Psikologi) Setelah dilakukan Intervensi yang
(Subkategori: Nyeri tindakan dilakukan :
dan Kenyamanan) keperawatan di a. Identifikasi lokasi,
harapkan nyeri akut karakteristik, durasi,
Definisi : dapat teratasi frekuensi, kualitas, dan
Pengalaman dengan kriteria intensitas nyeri
sensorik atau hasil sebagai b. Identifikasi faktor yang
emosional yang berikut : memperberat dan
berkaitan dengan a. Keluhan nyeri memperingan nyeri
kerusakan jaringan (skala 5: c. Kolaborasi pemberian
actual atau menurun) analgetik
fungsional, dengan b. Pola napas
onset mendadak (skala 5: Pengaturan Posisi
atau lambat dan membaik) (I.01019)
berintensitas a. Monitor status
ringan hingga Keterangan : oksigenasi sebelum
berat dan konstan, 1. Meningkat dan sesudah
yang berlangsung 2. Cukup mengubah posisi
kurang dari 3 meningkat b. Atur posisi untuk
bulan. 3. Sedang mengurangi sesak
4. Cukup menurun (semi fowler)
5. Menurun c. Informasikan saat
dilakukan perubahan
posisi
2 Bersihan Jalan Bersihan Jalan Manajemen Jalan Nafas -
Napas Tidak Efektif Napas (I.01011)
(D. 0001) (L.01001) Intervensi yang
(kategori: Setelah dilakukan dilakukan :
fisiologis) tindakan a. Monitor pola nafas
(Subkategori:respir keperawatan di ( frekuensi,
asi) harapkan bersihan kedalaman, usaha
jalan napas tidak nafas)
Definisi: efektif dapat b. Monitor bunyi nafas
Ketidakmampuan teratasi dengan (wheezing)
membersihkan kriteria hasil c. Posisikan semi fowler
sekret atau sebagai berikut : d. Berikan oksigen 3 Lpm
obstruksi jalan a. Wheezing
napas untuk (skala 4: cukup
mempertahankan menurun)
jalan napas tetap b. Dispnea
paten. (skala 5:
menurun)
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup
meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

c. Frekuensi napas
(skala 5:
membaik)
d. Pola napas
(skala 5:
membaik)
Keterangan:
1. Memburuk
2. Cukup
memburuk
3. Sedang
4. Cukup
membaik
5. Membaik

3 Penurunan Curah Curah Jantung Perawatan Jantung


Jantung (L.02008) (I.02075)
(D.0008)
(Kategori : Setelah dilakukan Intervensi yang
Fisiologis) tindakan dilakukan :
(Subkategori: keperawatan di a. Identifikasi tanda dan
Sirkulasi) harapkan curah gejala primer
jantung dapat penurunan curah
Definisi : membaik dengan jantung (meliputi
Ketidakadekuatan kriteria hasil dipsnea, kelelahan)
jantung memompa sebagai berikut : b. Monitor tekanan
darah untuk a. Gambaran EKG darah
memenuhi aritmia c. Monitor aritmia
kebutuhan (5: menurun) (kelainan irama dan
metabolisme b. Lelah frekuensi)
tubuh. (5: menurun) d. Berikan oksigen
c. Dipsnea e. Kolaborasi pemberian
(5: menurun) antiaritmia

Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup
meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

d. Capillary refill
time (CRT)
(5: membaik)
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup
memburuk
3. Sedang
4. Cukup
membaik
5. Membaik
4 Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen energi
Aktivitas (L.05047)
(D.0056) Intervensi yang dilakukan:
(kategori: Setelah dilakukan 1. Monitor kelelahan
fisiologis) tindakan fisik dan emosional
(subkategori: keperawatan di 2. Monitor pola dan jam
aktivitas/istirahat) harapkan curah tidur
jantung dapat 3. Anjurkan melakukan
Definisi: membaik dengan aktivitas secara
Ketidakcukupan kriteria hasil bertahap
energi untuk sebagai berikut :
melakukan a. Keluhan lelah Manajemen Aritmia
aktivitas sehari- (5: menurun) 1. Monitor saturasi
hari. b. Perasaan lemah oksigen
(4: cukup 2. Pasang monitor
menurun) jantung
c. Frekuensi napas 3. Berikan oksigen
(5: membaik)

Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup
meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

Anda mungkin juga menyukai