Anda di halaman 1dari 20

Kegawatdaruratan Urologi Non Trauma

Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa

disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia, biasanya

dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai,

biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya dengan

kedaruratan urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis dengan benar,

menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke

tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan

ancaman terhadap jiwa pasien.

Beberapa kedaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya adalah:

1. Urosepsis

2. Sumbatan aliran urine akut (Retensi urine, anuria, kolik)

3. Hematuria

4. Strangulasi (torsio testis, priapismus, parafimosis).

Makalah ini menjelaskan beberapa kedaruratan urologi non traumatik tentang gejala

klinis dan diagnosis agar terdiagnosis dengan benar. Dengan diagnosis yang benar maka

dapat dilakukan penanganan yang cepat dan mengurangi komplikasi yang ditimbulkan dari

penyakit tersebut.

1. Urosepsis

Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius

sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik.1Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh

kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus

urinarius.2 Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan

immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima

obat-obatan antikanker dan imunosupresan.3


Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan sepsis2,3
Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel,
policystic kidney disease
Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus
urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi
Instrumentasi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube,
prosedur urologik.
Impaired voiding Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral
Abnormalitas metabolik Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif,
neutropenia.

Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena itu

pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan komplikasi lebih

lanjut.3 Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan

kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliform gram

negatif seperti Eschericia coli  (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter

(15%), dan Pseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi

frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%. Penelitian The European Study Group on

Nosocomial Infections (ESGNI-004 study) dengan membandingkan antara pasien yang

menggunakan kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien

dengan kateter dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% pada pasien dengan kateter

dan 6,6% pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter dan 4,1% pada

non-kateter.2
Patogenesis

Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin, suatu

komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah.

Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan menyebabkan:4

1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara

lain tumor necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang

memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera

dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan

disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction syndrome (MODS).

2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi

trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.


3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena

terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk

ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses

glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang

dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein.

Diagnosis

Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,

laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya demam,

panas badan dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran

urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien

yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah

gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat

mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi

urologik.3,5,6

Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu,

takikardi, dan demam kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini,

keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih normal, nadi biasanya meningkat

dan temperatur biasanya meningkat antara 38-40 C.3,5


Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan

beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal,

pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat.5

Tabel 2. Definisi Sepsis5


Keadaan Kriteria
SIRS (Systemic Terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria
Inflammatory dibawah ini :
Respond Syndrome) 1. suhu tubuh > 38 ° C atau <>
2. Denyut nadi > 90 x/’
3. Frekuensi nafas > 20 x/’ atau PaCO2 <>
4. Leukosit > 12000/mm3 atau <4000/mm3 atau lekosit
muda > 10%
MODS (Multiple SIRS dengan disfungsi organ dan hemostasis tidak dapat
Organ Dysfunction dipertahankan tanpa adanya intervensi
Sydrome)
Sepsis SIRS dengan tanda-tanda infeksi
Sepsis Berat Sepsis disertai dengan hipotensi (sistole <>
Syok Septik Sepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi
Dikutip dari : concencus Conference Criteria Defining Sepsis dalam Lazaron V dan Barke
RS.Uro Clin of N Am 1999, 26, hal 688

Pemeriksaan status lokalis daerah abdomen sepanjang traktus urinarius penting untuk

menentukan pre eksisting anomalinya dan yang diketemukan sangat bervariasi tergantung

kelainan primernya. Dilakukan palpasi pada daerah costophrenikus, abdomen bawah, regio

pubis, kelenjar limfe inguinal, genital, serta pemeriksaan transvaginal dan

transrektal.5 Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya

lekositosis dengan hitung deferensial ke kiri, lekosituria dan bakteriuria.6

Untuk menegakkan diagnosis urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang berada

dalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam saluran kemih (kultur urin).

Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika sangat penting untuk menentukan jenis

antibiotika yang diberikan. Pemeriksaan roentgen yang sederhana yang dapat dikerjakan

adalah foto polos abdomen. Pemeriksaan ini membantu menunjukkan adanya kalsifikasi,

perubahan posisi dan ukuran dari batu saluran kemih yang mungkin merupakan fokus infeksi.

Yang diperhatikan pada hasil foto adalah adanya bayangan radio opak sepanjang traktus

urinarius, kontur ginjal dan bayangan/garis batas muskulus psoas. Pemeriksaan pyelografi

intravena (IVP) dapat memberikan data yang penting dari kaliks, ureter, dan pelvis yang

penting untuk menentukan diagnosis adanya refluk nefropati dan nekrosis papilar. Bila

pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan karena kreatinin serum terlalu meningkat, maka

pemeriksaan ultrasonografi akan sangat membantu menentukan adanya obstruksi dan juga

dapat untuk membedakan antara hidro dan pyelonefrosis. Selain pemeriksaan tersebut juga

dapat dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI.3,4,7

Penatalaksanaan

Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya penanganan

terdiri dari:4
1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC

2. Pemberian antibiotika

3. Resusitasi cairan dan elektrolit

4. Tindakan definitif (penyebab urologik)

Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi kuman

penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik harus cepat dan

efektif sehingga antibiotika yang diberikan adalah yang berspektrum luas dan mencakup

semua kuman yang sering menyebabkan urosepsis yaitu golongan aminoglikosida

(gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan ampicilin yang dikombinasi dengan asam

klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin generasi ke III atau golongan florokuinolon.

Sefalosforin generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk

golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam. Penelitian oleh Naber et al

membuktikan bahwa pemberian antibiotik injeksi golongan florokuinolon dan

piperacillin/tazobaktam direkomendasikan untuk terapi urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh

Concia dan Azzini terhadap levofloksasin membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi

tambahan memiliki efek pada ekskresi renal dan tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan

oral.2,4,6

Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan tersebut
menjadi normal. Urosepsis adalah penyakit yang cukup berat sehingga biasanya “oral intake”

menurun. Keadaan demam/febris juga memerlukan cairan ekstra. Kebutuhan cairan dan

terapinya dapat dipantau dari tekanan darah, tekanan vena sentral dan produksi urine. Bila

penderita dengan hipotensi atau syok (tensi <>2O dan diberikan larutan kristaloid dengan

kecepatan 15-20 ml/menit.4,8

Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7 meq/L atau

lebih perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila terdapat Kreatinin serum

> 10 mg%, BUN > 100 mg% atau terdapat edema paru. Drainase yang segera perlu

dikerjakan bila terdapat timbunan nanah misalnya pyonefrosis atau hidronefrosis berat

(derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis yang berat menyebabkan terjadinya iskemia

sehingga mengurangi penetrasi antibiotika. Drainase dapat dikerjakan secara perkutan atau
dengan operasi biasa (lumbotomi). Penderita yang telah melewati masa kritis dari septikemia

maka harus secepatnya dilakukan tindakan definitif untuk kelainan urologi primernya.4,8

2. Retensi Urine

Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang

terkumpul didalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli terlampaui. Adapun

kapasitas maksimal pada dewasa adalah 400-500 cc, sedangkan anak-anak : (umur + 2) x 30

ml.4,8

Adapun penyebab retensi urine antara lain:4,6

A. Kelemahan detrusor

Cedera/gangguan pada medula spinalis atau kerusakan saraf perifer (misalnya diabetes

melitus), detrusor yang mengalami peregangan/dilatasi yang berlebihan untuk waktu yang

lama.

B. Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi) :

Cedera/gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equina.

C. Hambatan/obstruksi uretra : kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca), striktura uretra, batu

uretra, kerusakan uretra (trauma), fimosis, parafimosis, gumpalan darah di dalam buli-buli

(clot retention) dll.

Akibat retensi urin tersebut akan menyebabkan:4,6


- Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan didalam

lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.

- Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen akan

menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter dan

hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.

- Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan didaerah uretra,

urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit) tanpa bisa ditahan oleh

penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan urin. Keadaan ini disebut

inkontinensia paradoksa atau “overflow incontinence”

- Tegangan dari dinding buli-buli terus meningkat sampai tercapai batas toleransi dan setelah

batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga kapasitas buli-buli
melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan kontraksi otot buli-buli akan

menyusut.

- Retensi urine merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan bila

ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat darurat yang serius seperti pielonefritis,

urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut.

Gambaran klinis

Pasien mengeluh tertahan kencing atau kencing keluar sedikit-sedikit. Keadaan ini

harus dibedakan dengan inkontinensia paradoksa, yaitu keluarnya urin secara menetes, tanpa

disadari dan tidak mampu ditahan oleh pasien. Selain itu, tampak benjolan kistus pada perut

bagian bawah disertai dengan rasa nyeri yang hebat.4

Pemeriksaan pada genitalia eksterna mungkin teraba batu di uretra anterior, terlihat batu di

meatus uretra eksternum, teraba spongiofibrosis di sepanjang uretra anterior, terlihat fistel

atau abses di uretra, fimosis/parafimosis, atau terlihat darah keluar dari uretra akibat cedera

uretra. Pemeriksaan colok dubur setelah buli-buli dikososngkan ditujukan untuk mencari

adanya hiperplasia prostat/karsinoma prostat, dan pemeriksaan refleks bulbokavernosus

untuk mendeteksi adanya buli-buli neurogenik.4

Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat

bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli. Pada pemeriksaan uretrografi tampak
adanya striktur uretra.4

Penatalaksanaan

Urin yang tertahan lama dalam buli-buli secepatnya harus dikeluarkan karena jika dibiarkan

akan menimbulkan beberapa masalah yaitu, infeksi saluran kemih, kontraksi otot buli-buli

menjadi lemah, dan timbul hidroureter dan hidronefrosis yang selanjutnya dapat

menimbulkan gagal ginjal. Urin dapat dikeluarkan dengan cara kateterisasi, sistotomi, atau

pungsi suprapubik. Tindakan penyakit primer penyebab retensi urin dikerjakan setelah

keadaan pasien stabil.4

3. Anuria

Anuria adalah tidak adanya produksi urin tetapi dalam praktek klinik didefinisikan

sebagai produksi urin kurang dari 100 mL dalam 24 jam. Anuria sering dihubungkan dengan
obstruksi total dari saluran kemih bagian bawah dengan diagnosis banding yang terbatas

(tabel 3). Secara umum penyebab dari anuria sendiri bisa bersifat prerenal, intrarenal atau

postrenal.9
Tabel 3. Diagnosis banding anuria9

Gambaran klinis

Pada anamnesis pasien mengeluh tidak kencing atau kencing hanya sedikit, yang

kadang kala didahului oleh keluhan obstruksi yang lain yaitu nyeri di daerah pinggang atau

kolik, dan tidak jarang diikuti dengan demam. Jika didapatkan riwayat adanya kehilangan

cairan, asupan cairan yang berkurang, atau riwayat menderita penyakit jantung, harus

diwaspadai adanya faktor penyebab pre renal. Perlu ditanyakan kemungkinan pemakaian

obat-obat nefrotoksik, pemakaian bahan kontras untuk foto radiologi, setelah menjalani

radiasi di daerah perut sebelah atas, riwayat reaksi tranfusi hemolitik, atau riwayat penyakit

ginjal sebelumnya. Semuanya untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab intrarenal.

Diperiksa keadaan hidrasi pasien dengan mengukur tekanan darah, nadi dan perfusinya.

Lebih baik jika dapat dipasang manometer tekanan vena sentral atau CVP sehingga dapat

diketahui keadaan hidrasi pasien dengan tepat dan mudah. Pemeriksaan laboratorium

sedimen urine menunjukkan lekosituria atau hematuria. Pemeriksaan darah rutin diketemukan

leukositosis, terdapatnya gangguan faal ginjal, tanda asidosis atau hiperkalemia. Foto polos

abdomen ditujukan untuk mencari adanya batu opak pada saluran kemih, atau bayangan

pembesaran ginjal. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen penting karena dapat mengetahui

adanya hidronefrosis atau pionefrosis, dan dengan tuntunan USG dapat dilakukan

pemasangan kateter nefrostomi.4,6,8

Penatalaksanaan

Jika tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan penyulit berupa uremia, infeksi dan

terjadi SIRS yang berakhir dengan kematian. Oleh karena itu sambil memperbaiki keadaan

pasien, secepatnya dilakukan diversi/pengeluaran urine. Pengeluaran urine dapat dilakukan

melalui pemasangan kateter nefrostomi atau mungkin dilakukan pemasangan kateter double


J. Pemasangan kateter nefrostomi dapat dilakukan perkutan yaitu dengan tuntunan

ultrasonografi atau dengan operasi terbuka, yaitu memasang kateter yang diletakkan di kaliks

ginjal agar urine atau nanah yang berada pada sistem pelvikalises ginjal dapat dikeluarkan.

Kadang-kadang pasien membutuhkan bantuan hemodialisa untuk mengatasi penyulit akibat

uremia.4,6,8

4. Kolik Ureter atau Kolik Ginjal

Kolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak,

hilang timbul (intermiten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu

hambatan. Keluhan nyeri ini bersifat gawat darurat sehingga harus didiagnosis dengan cepat

dan penatalaksanaan yang tepat. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat

menjalar ke seluruh perut, ke daerah inguinal, testis atau labium disertai dengan atau tanpa

keluhan mual, muntah, disuria atau hematuria. Nyeri ini biasanya disebabkan oleh obstruksi

saluran kemih akibat urolitiasis, bekuan darah, infark renal, pielonefritis akut, nyeri pada

kegawatan abdomen lain seperti divertikulitis, apendisitis, dan ruptur aneurisma aorta

abdominal.4,10

Gambaran klinis

Pasien tampak gelisah, nyeri pinggang, selalu ingin berganti posisi dari duduk, tidur,

kemudian berdiri guna memperoleh posisi yang dianggap tidak nyeri. Denyut nadi meningkat
karena gelisah dan tekanan darah meningkat pada pasien yang sebelumnya normotensi. Tidak

jarang dijumpai adanya pernapasan cepat dan grunting terutama pada saat puncak nyeri. Jika

disertai demam harus diwaspadai terhadap adanya infeksi yang serius atau urosepsis. Dalam

keadaan ini pasien harus secepatnya dirujuk karena mungkin memerlukan tindakan drainase

urine. Palpasi pada abdomen dan perkusi pada daerah pinggang akan terasa nyeri.4,8

Keluhan kolik pada urolitiasis jika batu kecil yang turun ke pertengahan ureter pada

umumnya menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika

batu turun mendekati buli-buli biasanya disertai dengan keluhan lain berupa sering kencing

dan urgensi.4,8

Laboratorium
Pemeriksaan sedimen urine sering menunjukkan adanya sel-sel darah merah. Tetapi

pada sumbatan total saluran kemih tidak didapatkan sel-sel darah merah, yaitu kurang lebih

terdapat pada 10 % kasus. Ditemukannya piuria perlu dicurigai kemungkinan adanya infeksi,

sedangkan didapatkannya kristal-kristal pembentuk batu (urat, kalsium oksalat, atau sistin)

dapat diperkirakan jenis batu yang menyumbat saluran kemih.4,8

Pencitraan

Pemeriksaan foto polos perut ditujukan untuk mencari adanya batu opak di saluran

kemih, tetapi hal ini seringkali tidak tampak karena tidak disertai persiapan pembuatan foto

yang baik. Ultrasonografi dapat menilai adanya sumbatan pada ginjal berupa hidronefrosis.

Sekitar 70% kasus kolik renal dapat didiagnosis dengan cepat menggunakan USG selain

untuk menyingkirkan kegawatan abdomen yang lain. USG memiliki sensitivitas 90% tetapi

spesifisitasnya sekitar 65-84% untuk mendeteksi adanya obstruksi. Setelah episode kolik

berlalu dilanjutkan dengan pemeriksaan foto PIV. Foto PIV atau CT scan merupakan gold

standard untuk menentukan derajat obstruksi, ukuran batu dan akibat obstruksi terhadap

fungsi ekskresi renal.4,10,11

Penatalaksanaan

Serangan kolik harus segera diatasi dengan medikamentosa ataupun dengan tindakan

lain. Obat-obat yang sering dipakai untuk mengatasi serangan kolik adalah antispasmodik dan
analgetik. Namun terapi konservatif dengan analgetik tidak dianjurkan untuk pasien dengan

resiko urosepsis, obstruksi lama, nyeri persisten, atau adanya infeksi. 12Jika pasien mengalami

episode kolik yang sulit ditanggulangi, ditawarkan untuk pemasangan kateter ureter double

J (DJ stent) yaitu suatu kateter yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis, ureter hingga buli-

buli. Pasien yang menunjukkan gejala-gejala gangguan sistem saluran cerna (muntah-muntah

atau ileus) sebaiknya dimasukkan ke rumah sakit agar hidrasi pasien tetap terjaga. Diuresis

pasien harus diperbanyak karena peningkatan diuresis akan mengurangi frekuensi serangan

kolik. Tindakan penyakit primer penyebab retensi urin dikerjakan setelah keadaan pasien

stabil.4,8

5. Hematuria
Hematuria berarti didapatkannya sel darah merah pada urine, pada umumnya

dikategorikan baik gross maupun mikroskopik. Untuk mikroskopik hematuria dikatakan

apabila didapatkan >3 s/d 5 sel darah merah/lapang pandang.

Gross hematuria jika didapatkan darah atau bekuan darah berwarna merah atau kecoklatan

yang dapat berasal dari perdarahan di ureter/ginjal, buli-buli dan prostat.4,13

Beberapa jenis hematuria berdasarkan penyebab yaitu:

Inisial hematuria: penyebabnya ada pada proksimal urethra atau di leher/dasar buli-buli.

Total hematuria: penyebabnya ada di buli-buli, ureter atau ginjal.

Idiopatic hematuria adalah hematuria dimana penyebabnya tidak dapat ditentukan.

False/pseudohematuria: adalah diskolorasi dari urine karena pigmen dari pewarna makanan

dan myoglobin.

Hematuria dapat disebabkan oleh faktor renal (infeksi, kongenital anomali, tumor,

trauma, batu), buli (infeksi, batu, tumor, trauma), urethra (penyakit menular seksual, trauma,

benda asing, instrumentasi), prostat (infeksi, BPH, kanker prostat), atau bleeding disorder.

Adapun sebanyak ± 20 % dari penderita tidak diketahui penyebabnya meskipun telah

dilakukan pemeriksaan urologi lebih lanjut.4,6

Diagnosis

Diagnosis pada saat awal adalah dengan memastikan adanya sel darah merah pada
urine. Hal ini penting oleh karena warna darah pada urine bisa disebabkan oleh:

hemoglobinuria, myoglobinuria, pigmen makanan, zat pewarna makanan, obat-obatan seperti

phenothiazine, phenazopyridine, porphyrin, phenolptalein.4,13

Dari anamnesis dicari penyebab hematuria perlu digali data yang terjadi pada saat

episode hematuri, antara lain : bagaimanakah warna urine yang keluar?, apakah diikuti

dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?, dibagian manakah pada saat miksi urine berwarna

merah?, apakah diikuti dengan perasaan sakit?.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik tanda vital diperhatikan terutama tekanan darah dan suhu

badan.13 Perlu diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan manifestasi dari

penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin disebabkan karena banyak darah
yang keluar. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat

tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan

karena retensi bekuan darah pada buli-buli. Colok dubur dapat memberikan informasi adanya

pembesaran prostat benigna maupun karsinoma prostat.4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan urinalisis dapat mengarahkan kita kepada hematuria yang disebabkan

oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat

alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih,

sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat. Sitologi

urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel urotelial. IVP dapat

mengungkapkan adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor-tumor

urotelium, trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih. Pemeriksaan

USG berguna untuk melihat adanya massa yang solid atau kistus, adanya batu non opak,

bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar.

Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belum

dapat menyimpulkan penyebab hematuria. Tindakan ini biasa dilakukan setelah bekuan darah

yang ada di dalam buli-buli dibersihkan sehingga dapat diketahui asal perdarahan.4

Penatalaksanaan
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, dicoba

dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis,

tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi

bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi

eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian transfusi darah,

demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. Setelah hematuria dapat

ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya

menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria.4

6. Akut Skrotum

Akut skrotum adalah keadaan-keadaan dimana didapatkan adanya nyeri mendadak

yang hebat didalam skrotum dan seringkali disertai pembengkakan dari isi skrotum dan gejala
umum lainnya. Keadaan ini memerlukan penanganan yang cepat dan tepat karena beberapa

penyebab dari akut skrotum ini adalah problem vaskular sehingga prognosanya sangat

dipengaruhi oleh lamanya gangguan vaskular tersebut berlangsung. Akut skrotum ini sering

terjadi pada remaja, dewasa muda dan atlet.4,8,14

Adapun diferensial diagnosis yang harus dipertimbangkan dalam menangani akut

skrotum adalah:4,14

1. Torsio testis

2. Epididimitis

3. Hernia inkarserata

4. Torsio apendik testis

5. Torsio apendik epididimis

6. Tumor testis

7. Torsio Testis

Torsio testis terjadi karena testis terputar di dalam skrotum sehingga terjadi obstruksi

aliran darah arteri dan vena testis.15 Angka kejadiannya 1 diantara 4000 pria yang berumur

kurang dari 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20

tahun).4 Ada 2 puncak insiden torsio testis, yaitu tahun pertama dan pubertas. Insiden torsio

testis pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi dan mungkin sebagian besar darinya terjadi
intrauterin sehingga pada saat lahir penderita ini mempunyai massa intraskrotal padat, dan

akhirnya kehilangan testis karena orchidektomi atau atropi. Pada masa pubertas resiko

meningkat karena mereka mempunyai deformitas yang disebut dengan “bell-clapper”.

Bentuk deformitas ini berupa perlekatan testis pada tunica vaginalis yang tidak kuat sehingga

testis menggantung bebas dalam skrotum. Perlekatan yang tidak kuat ini menyebabkan testis

mudah bergerak dan terputar.4,15

Gambar 1. Deformitas testis “bell-clapper”15

Secara fisiologis otot kremaster berfungsi untuk menggerakkan testis mendekati dan

menjauhi rongga abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan
sistem penyangga testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara

berlebihan. Beberapa keadaaan yang menyebabkan pergerakan berlebihan dari testis yaitu

adalah perubahan suhu yang mendadak (saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan,

batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Terputarnya

funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami

hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.4

Gambaran Klinis

Gejala utama dari torsio testis adalah nyeri testis yang hebat dan biasanya mendadak

diikuti pembengkakan pada testis. Nyeri ini biasanya terbatas pada skrotum tetapi bisa juga

menjalar sepanjang perjalanan funikulus spermatikus yakni ke inguinal dan perut bagian

bawah. Pada beberapa penderita nyeri terutama dirasakan di perut bagian bawah ipsilateral

bahkan di perut bagian atas atau di pinggang. Testis yang membengkak letaknya lebih tinggi

dan horisontal dengan funikulus spermatikus yang menebal, kadang-kadang bisa diraba

adanya lilitan funikulus spermatikus. Pada saat permulaan epididimis masih teraba tetapi

tidak pada posisi yang normal. Penderita mengalami mual, muntah dan panas badan.4,6

Torsio testis sering mengalami reposisi spontan, hal ini dapat dibuktikan dengan

banyaknya penderita yang mempunyai riwayat serangan yang sama pada masa sebelumnya

dan sembuh dengan sendirinya. Kesalahan diagnosa yang seringkali dibuat adalah
epididimitis dan merupakan penyebab utama keterlambatan pengobatan dan rendahnya angka

viabilitas testis. Tanda dari Prehn adalah berkurang atau hilangnya nyeri pada epididimitis

apabila testis diangkat, sedangkan pada torsio testis nyerinya tidak akan berkurang. Akan

tetapi banyak ahli yang berpendapat bahwa tanda dari Prehn ini tidak bisa dijadikan

pegangan.4,6

Penatalaksanaan

Evaluasi dan penatalaksanaan harus secepat mungkin karena torsio testis

menyebabkan iskemia dan jarang bertahan lebih dari 12 jam. 15 Penatalaksanaan torsio testis

dapat dilakukan dengan:

1. Detorsi Manual
Detorsi manual yaitu mengembalikan posisi testis ke asalnya,yaitu dengan jalan memutar

testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka

dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu. Kemudian jika tidak terjadi

perubahan dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan

bahwa detorsi telah berhasil. Keberhasilan detorsi manual tidak menghilangkan indikasi

untuk melakukan eksplorasi oleh karena reposisi manual testis tidak menjamin bisa

mengembalikan testis ke posisinya yang normal.

2. Operasi

Pembedahan eksplorasi dilakukan dengan tujuan, yaitu memperbaiki viabilitas testis,

reposisi testis kearah yang benar dan fiksasi testis kontralateral untuk mencegah

berulangnya torsio. Jika testis masih viable maka dilakukan orchidektomi atau

orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos dan dianjurkan orchidopeksi pada testis

kontralateral.4,15

Cara orchidopeksi adalah dengan memasang 3 jahitan antara tunika albuginea dan

tunika dartos dengan mempergunakan bahan yang tidak diserap misalnya sutera. Tamil

melaporkan terjadinya torsio testis kontra lateral 5 tahun setelah orchidopeksi

mempergunakan “chromic catgut”. Sedangkan Kuntze melaporkan 2 kasus torsio pada testis

yang telah difiksasi dengan “chromic catgut”.6,8


8. Kedaruratan Penis

Anatomi penis

Penis terdiri dari 3 jaringan erektil yaitu 2 buah korpora kavernosa dan 1 korpus

spongiosum yang membungkus urethra anterior dan berakhir disebelah distal sebagai glans

penis. Korpora kavernosa dibungkus oleh tunika albuginea yang merupakan jaringan elastis

dan kolagen yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri pada saat ereksi atau

flaksid. Ketiga korpora ini secara bersama-sama dibungkus oleh fasia dari “colles”. Tiap-tiap

korpus terdiri dari jaringan berongga yang berupa lakunae atau trabekel dan terdiri atas

endotel dan lapisan otot polos. Korpora akan menjadi tegang dan mengeras bila lakuna-

lakuna tersebut penuh berisi darah (saat ereksi) dan jika darah sudah dipompa keluar maka

penis akan melemah (flaksid).6,8


Gambar 2. Potongan melintang anatomi penis

Ereksi

Yang memegang peranan penting pada proses ereksi adalah jaringan erektil penis

yaitu : otot-otot polos kavernosus, arteriolar dan arteri. Pada keadaan flaksid (rangsangan

simpatik) terjadi peningkatan tonus dari otot-otot polos tersebut sehingga darah tidak dapat

mengisi rongga-rongga sinusoid. Sebaliknya rangsangan parasimpatik akan menyebabkan

relaksasi sinusoid, dilatasi arterial dan kompresi vena sehingga rongga sinusoid akan terisi

darah dan korpora menjadi tegang/keras.6,8

9. Priapismus

Priapismus adalah ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering

disertai rasa nyeri. Istilah priapismus berasal dari kata Yunani “Priapus” yaitu nama dewa

kejantanan. Menurut etiologinya, priapismus dibedakan menjadi primer (idiopatik) dan

sekunder. Priapismus sekunder dapat disebabkan oleh kelainan pembekuan darah (anemia

bulan sabit, leukemi dan emboli lemak), trauma perineum/genitalia, nerogen (anestesi

regional), keganasan, obat-obatan (alkohol, psikotropik, antihipertensi) dan injeksi

intrakavernosa dengan zat vasoaktif yang saat ini mulai banyak dilakukan oleh para dokter

sebagai salah satu cara diagnosis dan terapi impotensia.4

Kegagalan penis untuk melemas kembali ini dapat terjadi karena : gangguan
mekanisme veno-oklusi (“outflow”) sehingga darah tak dapat keluar dari jaringan erektil, atau

akibat peningkatan aliran darah ke jaringan erektil (“inflow), sehingga dibedakan 2 jenis

priapismus yaitu:4

1. “Low-flow” Priapismus (statis=Ischemic) yaitu berupa ereksi berkepanjangan dan diikuti

rasa nyeri.

2. “High-Flow” Priapismus (non-ischemic) yang sering tanpa rasa nyeri dan prognosanya

baik.

Lue dkk (1986) membedakan keduanya dengan mengukur tekanan dan memeriksa gas

darah intrakavernosa. Ereksi berkepanjangan 4-6 jam harus dicurigai priapismus. Nyeri

biasanya terjadi 6-8 jam. Spycher & Hauri (1986) menyatakan bahwa akibat kegagalan

hemodinamik pada korpora kavernosa pertama-tama akan terjadi edem jaringan pada
interstitiel trabekula, yang kemudian setelah 24 jam terjadi kerusakan dan nekrosis sel-sel

yang luas. > 48 jam terjadi pembekuan darah dalam kaverne dan destruksi endotel sehingga

jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya.4,6

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan

pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti diharapkan

dapat diketahui penyebab priapismus. Pemeriksaan lokal akan dijumpai batang penis yang

tegang tanpa disertai ketegangan pada glans penis. Adanya pulsasi a.kavernosa dengan

bantuan Doppler Sonografi dan analisa gas darah yang diambil intrakavernosa dapat

membedakan jenis “ischemic” atau “non ischemic”.4

Penatalaksanaani

Prinsipnya adalah sesegera mungkin mengeluarkan darah yang ada di korpora

kavernosa karena akan memperberat kerusakan jaringan erektil yang amat menentukan

reversibilitas potensi seksual penderita. Terapi priapismus tidak spesifik, yaitu:4

1. Konservatif, dilakukan pada priapismus sekunder sambil mengobati penyakit primernya.

Meliputi pemberian hidrasi yang baik, sedativa, enema dengan es saline, kompres pada

skrotum atau penis, masase prostat dan epidural anestesi

2. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa, aspirasi darah intrakavernosa saja atau kemudian
disusul irigasi (instilasi) zat adrenergik yang diencerkan, memberi respon yang sangat

baik pada priapismus akibat injeksi vasodilator intrakavernosal. Cara ini dapat pula

dicobakan pada priapismus spontanea non iskemik atau iskemia derajat ringan dengan

hasil yang cukup baik.

3. Jalan pintas (shunting) dari kavernosa, tindakan ini harus segera diperkirakan terutama

pada priapismus veno-oklusive (static) atau yang gagal dengan terapi

medikamentosa/aspirasi. Hal ini untuk mencegah timbulnya sindrom kompartemen yang

akan menekan a.kavernosa yang berakibat iskemi korporal.

 Pintas Korporo-Granular, melakukan pintas korpora kavernosa dengan glans penis

sehingga aliran darah vena akan keluar dari korpora kavernosa dan diharapkan aliran

darah arterial akan kembali normal.


  Pintas Korporo-Spongiosum, pada priapismus yang terjadi

beberapa hari bagian distal kavernosum sering menjadi fibrotik sehingga tak mungkin

mengalirkan darah dari kavernosum ke spongiosum secara adekuat, sehingga perlu

dilakukan pintas disebelah proksimal.

Gambar 3. Pintas cavernosal-spongiosum proximal (Quackel shunt)

 Pintas Safeno-Kavernosum, dengan anestesi dibuat 2 insisi yaitu diatas v. Safena dan

pada lateral basis penis. V. Safena dibebaskan dari insersinya kedalam vena femoralis.

Dibuat terowongan subkutan antara v. Safena dengan basis penis. V. Safena ditarik

melalui terowongan tersebut kemudian di anastomosekan dengan jendela yang sudah


dibuat pada tunika albuginea korpus kavernosum dan dijahit jelujur 2 semisirkuler.

Gambar 4. Pintas cavernosal-saphenous proximal (Grayhack shunt)

10. Strangulasi Penis

Strangulasi penis adalah terjeratnya penis oleh benda yang melingkar pada penis

sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik disebelah distal jeratan, berupa bendungan

aliran darah vena yang berakibat edem, hipoksemia sampai nekrose jaringan. Merril

membedakan strangulasi penis menjadi dua, yaitu yang menimpa orang dewasa dan yang

menimpa anak-anak/bayi. Pada dewasa biasanya karena kesengajaan memasukkan benda

berongga atau menjerat penisnya pada saat ereksi. Benda yang dimasukkan bisa cincin

karet/logam, pipa, botol atau tali. Sedang pada anak/bayi dapat disebabkan oleh kelalaian

orang tua misalkan melingkarkan tali pada batang penis anaknya dengan tujuan mencegah
enuresis, atau karena terjerat seutas rambut yang terdapat pada popok bayi, ataupun karena

sengaja anak yang lebih besar bermain-main dengan melingkarkan tali pada penis.4

Karena strangulasi penis adalah kedaruratan vaskular pada penis maka pada

pemeriksaan fisik harus diperhatikan suhu, warna, sensibilitas, denyut nadi (dapat dibantu

dengan Doppler Sonografi) dan miksi. Kelainan yang ditemukan tergantung pada lamanya

strangulasi, mulai dari edem sampai nekrose penis bagian distal jeratan.4

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya benda yang menjerat penis harus segera dikeluarkan. Caranya

tergantung pada bahan, ukuran dan lama jeratan. Jeratan oleh cincin baja sulit dikeluarkan

apalagi bila ada edem hebat disebelah distal jeratan. Bila edem belum terlalu besar, pelepasan

dapat dilakukan seperti melepaskan cincin dari jari tangan. Seutas pita kecil atau nylon

dilewatkan dibawah cincin dengan bantuan klem bengkok yang telah diberi pelicin sampai ke

proksimal cincin. Disebelah distal cincin, pita dililitkan pada penis yang sebelumnya telah

pula diberi pelicin 2-3 cm. Ujung proksimal pita ditarik ke distal dengan sudut 95° sampai

cincin melewati lilitan pita. Prosedur ini diulangi sampai cincin keluar. Diameter penis yang

amat besar dan ketegangan penis yang hebat dapat dikurangi dengan menusuk glans dan kulit

penis hingga cairan edem beserta darah dapat dikeluarkan dan akan memperkecil diameter

penis. Cincin baja dapat pula dikeluarkan dengan memotongnya dengan gerinda baja
berkecepatan tinggi. Tetapi alat ini belum tentu tersedia dan sering menimbulkan panas yang

dapat merusak jaringan penis, karena itu selama digerinda harus selalu ditetesi air.

Pengambilan jeratan hanya merupakan awal pengobatan strangulasi penis, perawatan

selanjutnya tergantung derajat kerusakannya. Uretrografi perlu dilakukan bila ada kecurigaan

lesi uretra. Kerusakan kulit yang luas memerlukan debridemen dan tandur kulit.4

11. Parafimosis

Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak

dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus

koronarius. Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat

bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. Jika prepusium tidak secepatnya

dikembalikan ke tempat semula, menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial


sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan

dirasakan nyeri. Jika dibiarkan bagian penis disebelah distal jeratan makin membengkak yang

akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis.4

Penatalaksanaan

Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat

glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium

dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada

jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses

inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.4

Anda mungkin juga menyukai