Bagian Neurologi
MULTIPLE SCLEROSIS
DISUSUN OLEH :
Muhammad Hazim Hazlami Bin Haron C014182172
Muhammad Syafiq Izzuddin Bin Azman C014182173
Muhammad Rusydi Bin Ropli C014182174
Muhammad Nor Radzwan Bin Nazeri C014182175
RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Risna Fitriana Amusroh
Residen Pembimbing
REFARAT
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………..…………………………...........1
BAB II
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….2
2.1 Definisi…………………………………………………………………..2
2.2 Etiologi…………………………………………………………………..3
2.3 Patofisiologi……………………………………………………………..5
2.4 Manifestasi klinis………………………………………………………..6
2.5 Diagnosis……………………………………………………………….10
2.6 Penaktalaksanaan……………………………………………………….12
2.7 Prognosis………………………………………………………………..14
BAB III
KESIMPULAN…………………………………………………………………..16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....17
BAB 1
Pendahuluan
Multipel sclerosis (MS) adalah salah satu penyakit saraf yang menyerang sel-
sel saraf di bagian sistem saraf pusat. Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada
impuls pada saraf tersebut. MS mempengaruhi area dari otak dan syaraf tulang
belakang yang dikenal sebagai substansi alba. Sel-sel substansi alba membawa sinyal
antara area substansi grisea, dimana pemrosesan dilakukan, dan hasilnya dikirimkan
sel bertanggung jawab untuk membuat dan memelihara satu lapisan lemak, yang
dikenal sebagai sarung pelindung mielin, yang membantu neuron membawa sinyal
memotong perluasan neuron atau akson. Ketika mielin hilang, neuron tidak bisa lagi
secara efektif menghantarkan sinyal elektrik. Nama multipel sklerosa mengacu pada
jaringan parut (scleroses – lebih dikenal sebagai plak atau lesi) dalam substansi alba.
Tingkat kerusakan mielin dalam lesi ini menyebabkan sebagian dari gejala,
bervariasi tergantung atas daerah yang mengalami kerusakan. Hampir semua gejala
1
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
mielin otak dan medulla spinalis. Penyakit ini menyebabkan kerusakan mielin dan
yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia
alba dan merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya
dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses autoimun. Focal lymphocytic
infiltration atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke dalam sirkulasi
menembus sawar darah otak (blood brain barrier) secara terus-menerus menuju
lokasi dan melakukan penyerangan pada antigen mielin pada sistem saraf pusat
seperti yang umum terjadi pada setiap infeksi. Hal ini dapat mengakibatkan
efisien dalam potensial aksi. Transmisi impuls yang disampaikan oleh neuron yang
kelemahan dan kesulitan dalam mengendalikan otot atau kegiatan sensorik tertentu
2
2.2 Etiologi
menyatakan ada beberapa faktor yang berkaitan dengan multipel sklerosis adalah :
I. Faktor genetik.5
orang yang lahir di daerah resiko tinggi multiple sklerosis ke daerah resiko
resiko sesuai dengan tempat tinggal barunya. Jika orang bermigrasi dari
resiko tinggi MS ke daerah resiko rendah MS setelah usia dewasa maka tetap
3
kekebalan tubuh dan membantu melindungi tubuh terhadap penyakit
III. Infeksi.5
Paparan awal terhadap virus, bakteri dan mikroba lainnya selama masa
melapisi dan mengisolasi serabut saraf pada sistem saraf pusat) akan
Beberapa agen infeksi tersebut antara lain virus Epsstein-Barr, virus campak
pneumonia.
IV. Imunologi.5
Secara umum multipel sklerosis ini melibatkan proses autoimun yaitu respon
4
protein lemak yang melapisi dan mengisolasi serabut atau tonjolan saraf)
pada sistem saraf pusat (yaitu pada otak, sumsum tulang belakang dan saraf
optik).
Lapisan merujuk pada destruksi mielin, lemak dan material protein yang
Caucasian.
2.3 Patofisiologi
supresor pada sirkulasi pasien penderita MS serta adanya molecular mimicry antara
antigen dan MBP (myelin basic protein) yang mengaktifkan klon sel T yang spesifik
terhadap MBP (MBP specific Tcell clone). Limfosit T4 menjadi autoreaktif pada
5
paparan antigen asing yang strukturalnya mirip dengan MBP. Tidak hanya beberapa
virus dan peptida bakteri saja yang memiliki kesamaan struktural dengan MBP,
studi serologis awal sulit ditafsirkan. Namun, banyak pasien MS terdapat elevasi titer
CSF terhadap virus campak dan herpes simpleks (HSV), tetapi ini juga tidak
spesifik.1,2,3
demielinisasi. Plak ini merupakan gambaran patognomik MS. Pada fase akut tampak
sebukan sel radang, hilangnya myelin, dan pembengkakan parenkim. Pada fase
kronik, kehilangan myelin menjadi lebih jelas, dengan sel sel makrofag disekitarnya
Gambaran klinis yang muncul sesuai dengan daerah lesi yang terkena.
6
4. Gejala pada corda spinalis (otonom): gangguan BAB dan BAK, disfungsi seksual
6. Trigeminal neuralgia
7. Facial myokymia
9. Heat intolerance
11. Nyeri
13. Depresi
15. Tanda lhermitte (Sensasi listrik dari leher ke bawah yang dirasakan pada fleksi
leher):
timbul pertama kali pada multiple sklerosis adalah neuritis optik pada 14-23 %
pasien dan lebih dari 50% pasien pernah mengalaminya. Gejala yang dialami adalah
penglihatan kabur, pada orang kulit putih biasanya mengenai satu mata, sedangkan
pada orang asia lebih sering pada kedua mata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
refleks pupil yang menurun, penurunan visus, gangguan persepsi warna dan skotoma
sentral. Funduskopi pada fase akut menunjukkan papil yang hiperemis tetapi dapat
normal pada neuritis optika posterior/retrobulbar. Sedangkan pada fase kronis dapat
terlihat atrofi papil. Selain itu pada neuritis optika umumnya pasien mengeluh nyeri
7
pada orbita yang dapat timbul spontan terus-menerus atau pada pergerakan bola
mata. Selain itu terdapat suatu fenomena yang unik yang disebut fenomena Uhthofff
dimana gejala penurunan visus (bersifat temporal) dieksaserbasi oleh suhu panas
atau latihan fisik. Diplopia juga dapat muncul pada MS meskipun lebih jarang
dialami oleh 21-55% pasien MS. Umumnya gejala yang timbul berupa rasa baal
Kelainan tersebut dapat timbul pada satu ekstremitas atau lebih, dan pada tubuh atau
wajah. Selain itu proprioseptif, rasa vibrasi, dan diskriminasi dua titik juga dapat
baju. Gejala proprioseptif ini umumnya timbul bilateral dan bila terdapat lesi di
dalam beberapa bulan. Tanda yang sering terjadi pada penderita MS meskipun tidak
karakteristik adalah tanda Lhermitte; bila kepala difleksikan secara pasif, timbul
parestesi sepanjang bahu, punggung dan lengan. Hal ini mungkin disebabkan akson
gejala utama. Manifestasi klinisnya ataksia serebelaris, baik yang mengenai gerakan
8
artikulasi (scanning speech, disartria). Selain itu dapat timbul pula nistagmus,
frekuensinya lebih kecil. Demikian juga lesi di medula spinalis dapat menyebabkan
merupakan manifestasi yang lebih sering dan merupakan tanda lesi kortikospinal
bilateral. Yang karakteristik, meskipun kelemahan hanya pada satu sisi, refleks
patologis selalu bilateral. Spastisitas dapat menyebabkan gejala kram otot pada
pasien MS. Kelelahan/fatigue merupakan gejala non spesifik pada MS dan terjadi
pada hampir 90% pasien MS. Kelelahan dapat merupakan kelelahan fisik pada waktu
mental.1,2,4
gangguan lain pada batang otak berupa paresis n. facialis perifer (bilateral),
2.5 Diagnosis
Tidak ada satu tes pun yang dapat menunjang pastinya diagnosis MS.
9
menggunakan kriteria diagnostik seperti Kriteria McDonald. Saat ini yang
ataupun progresif dan tidak ditemukan penyebab lain yang dapat menjelaskan gejala
menjadi standar emas penegakan diagnosis MS, kecuali pada tipe PPMS 1.
10
Pada pemeriksaan MRI kepala dapat ditemukan lesi hiperintens pada
cukup khas pada lesi MS adalah ovoid lesion serta dawson finger. Multipel sklerosis
juga dapat menyerang daerah medula spinalis dan mengakibatkan gejala, seperti
mielitis. Multipel sklerosis yang mengenai medula spinalis perlu dibedakan dengan
sebagai varian dari MS tetapi, saat ini telah diketahui bahwa NMO adalah suatu
penyakit autoimun yang berbeda dengan MS. Membedakan MS dan NMO menjadi
penting karena pengobatan kedua penyakit ini berbeda. Seperti MS, NMO yang
dan eksaserbasi. Gejala utamanya adalah gangguan penglihatan yang umumnya lebih
berat berbanding MS dan gejala mielitis. Gambaran MRI kepala NMO biasanya
normal atau apabila ditemukan lesi, lesi tersebut haruslah tidak memenuhi kriteria
MS. Sedangkan gambaran lesi myelitis pada MRI memperlihatkan lesi hiperintens
11
Gambaran Dawson finger dan Ovoid lesion
Temuan yang dapat membantu pada analisa CSF adalah prningkatan lekosit
2.6 Penatalaksanaan
I. Pengobatan relaps
IV selama 3-5 hari. Metilprednisolon diberikan sekali pada pagi hari dalam saline
baik jenis interferon Beta 1a naupun 1b. Beta interferon dapat mengurangi jumlah
12
lesi inflamasi 50-80% yang terlihat pada MRI. Tipe SPMS juga direkomendasikan
Obat ini didesain untuk berkompetisi dengan myelin basic protein. Pemberian
RRMS.6,7
IV. Fingolimod
diindikasikan untuk tipe aktif RRMS atau dapat menjadi pilihan berikutnya apabila
pengobatan RRMS dengan interferon beta tidak memberikan hasil yang tidak
memuaskan.6,7
V. Natalizumab
yang agresif. Pada kasus RRMS yang tidak memberikan hasil optimal dengan
VI. Mitoxantrone
atau SPMS yang sangat progresif. Mitoxantrone tergolong dalam obat lini ke 3
13
VII. Terapi Simptomatik dan Terapi Suportif
penyebab lain yang dapat memperberat spasitisitas tersebut. Infeksi saluran kemih
Gabapentin. Keluhan lain seperti nyeri juga perlu ditatalaksana. Untuk nyeri
Pasien MS memerlukan latihan fisik sesuai kondisinya. Diet tinggi serat dan
asupan cairan yang cukup akan membantu mangatasi masalah buang air besar. Jika
2.7 Prognosis
Progresi dari MS dan prognosis seseorang tidak dapat diprediksi pada tahap
awal dengan akurasi tinggi. Orang dengan multiple sklerosis disarankan pada tahap
awal untuk mencoba menjalani kehidupan normal, sering berolahraga, dan mengikuti
diet sehat.6,7 Namun, tidak ada diet khusus untuk MS yang terbukti mempengaruhi
14
cepat memburuk dengann serangan akut intermitten yang menyebabkan hilangnya
BAB 3
KESIMPULAN
15
layak terjadi pada setiap infeksi) dan berakibat pada kerusakan mielin dan akson.
penyakit kronis yang terjadi pada sistem saraf pusat. Biasanya timbul dengan
episodik neurologis defisit, yang cenderung untuk tidak sembuh sepenuhnya, dan
meninggalkan sisa defisit neurologis yang semakin parah dan dapat menyebabkan
daerah infeksi yang berbeda dari SSP serta dipengaruhi juga oleh perjalanan penyakit
ini.
Daftar Pustaka
16
5. Richman. 2012. Multiple Sklerosis. Diakses pada tanggal 1 September 2019
dari http://web.ebscohost.com/ehost/search/advanced?sid=42c3aede-ee 4-
9ca1-d730747732f9%40sessionmgr112&vid=1&hid=108
6. Estiasari R. Sklerosis Multipel. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2015;41(6):425-427.
7. Esplay J. Multiple Sclerosis Overview. National Institute for Health and Care
Excellence. 2019;:1-10.
17