Anda di halaman 1dari 20

Tugas Referat September 2019

Bagian Neurologi

MULTIPLE SCLEROSIS

DISUSUN OLEH :
Muhammad Hazim Hazlami Bin Haron C014182172
Muhammad Syafiq Izzuddin Bin Azman C014182173
Muhammad Rusydi Bin Ropli C014182174
Muhammad Nor Radzwan Bin Nazeri C014182175

RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Risna Fitriana Amusroh

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muhammad Hazim Hazlami Bin Haron (C014182172)

Muhammad Syafiq Izzudin Bin Azman (C014182173)

Muhammad Rusydi Bin Ropli (C014182174)

Muhammad Nor Radzwan Bin Nazeri (C014182174)

Judul tugas referat : Multiple Sclerosis

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Neurologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 17 September 2019

Residen Pembimbing

dr. Risna Fitriana Amusroh


DAFTAR ISI

REFARAT
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………..…………………………...........1
BAB II
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….2
2.1 Definisi…………………………………………………………………..2
2.2 Etiologi…………………………………………………………………..3
2.3 Patofisiologi……………………………………………………………..5
2.4 Manifestasi klinis………………………………………………………..6
2.5 Diagnosis……………………………………………………………….10

2.6 Penaktalaksanaan……………………………………………………….12

2.7 Prognosis………………………………………………………………..14

BAB III

KESIMPULAN…………………………………………………………………..16

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....17
BAB 1

Pendahuluan

Multipel sclerosis (MS) adalah salah satu penyakit saraf yang menyerang sel-

sel saraf di bagian sistem saraf pusat. Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada

selubung mielin saraf manusia sehingga menyebabkan gangguan sistem hantaran

impuls pada saraf tersebut. MS mempengaruhi area dari otak dan syaraf tulang

belakang yang dikenal sebagai substansi alba. Sel-sel substansi alba membawa sinyal

antara area substansi grisea, dimana pemrosesan dilakukan, dan hasilnya dikirimkan

ke tubuh. Lebih khususnya, MS menghancurkan oligodendrocytes yang adalah sel-

sel bertanggung jawab untuk membuat dan memelihara satu lapisan lemak, yang

dikenal sebagai sarung pelindung mielin, yang membantu neuron membawa sinyal

elektrik. MS menyebabkan penipisan atau kerusakan total mielin dan sering

memotong perluasan neuron atau akson. Ketika mielin hilang, neuron tidak bisa lagi

secara efektif menghantarkan sinyal elektrik. Nama multipel sklerosa mengacu pada

jaringan parut (scleroses – lebih dikenal sebagai plak atau lesi) dalam substansi alba.

Tingkat kerusakan mielin dalam lesi ini menyebabkan sebagian dari gejala,

bervariasi tergantung atas daerah yang mengalami kerusakan. Hampir semua gejala

neurologis bisa menyertai penyakit ini.

1
BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Multipel sklerosis adalah suatu penyakit autoimun kronik yang menyerang

mielin otak dan medulla spinalis. Penyakit ini menyebabkan kerusakan mielin dan

juga akson yang mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf. peradangan

yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia

alba dan merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya

dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses autoimun. Focal lymphocytic

infiltration atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke dalam sirkulasi

menembus sawar darah otak (blood brain barrier) secara terus-menerus menuju

lokasi dan melakukan penyerangan pada antigen mielin pada sistem saraf pusat

seperti yang umum terjadi pada setiap infeksi. Hal ini dapat mengakibatkan

terjadinya inflamasi, kerusakan pada mielin (demielinisasi), neuroaxonal injury,

astrogliosis, dan proses degeneratif. Akibat demielinasi neuron menjadi kurang

efisien dalam potensial aksi. Transmisi impuls yang disampaikan oleh neuron yang

terdemielinisasi akan menjadi buruk. Akibat 'kebocoran' impuls tersebut, terjadi

kelemahan dan kesulitan dalam mengendalikan otot atau kegiatan sensorik tertentu

di berbagai bagian tubuh.1,2

2
2.2 Etiologi

Penyebab pasti multipel sklerosis belum diketahui, menurut Richman (2012)

menyatakan ada beberapa faktor yang berkaitan dengan multipel sklerosis adalah :

I. Faktor genetik.5

Adanya riwayat keluarga meningkatkan resiko multipel sklerosis terutama

saudara tingkat pertama pasien beresiko 1-5% terserang penyakit tersebut

atau kira-kira 8 kali lebih sering pada keluarga dekat.

II. Faktor lingkungan.5

Kejadian multipel sklerosis meningkat dengan semakin jauh jaraknya dari

ekuator/khatulistiwa. Studi menunjukkan bahwa migrasi yang dilakukan oleh

orang yang lahir di daerah resiko tinggi multiple sklerosis ke daerah resiko

rendah multiple sklerosis sebelum usia 15 tahun maka akan mempunyai

resiko sesuai dengan tempat tinggal barunya. Jika orang bermigrasi dari

resiko tinggi MS ke daerah resiko rendah MS setelah usia dewasa maka tetap

mempunyai resiko tinggi MS. Data menunjukkan bahwa paparan agen

lingkungan sebelum pubertas dapat mengembangkan MS dikemudian hari.

Sedangkan hubungannya dengan vitamin D (yang dapat diproduksi secara

alami karena paparan 8 sinar matahari) menunjukkan bahwa orang yang

dekat khatulistiwa terpapar sinar matahari sepanjang tahun sehingga produksi

vitamin D lebih tinggi yang berdampak menguntungkan terhadap sistem

3
kekebalan tubuh dan membantu melindungi tubuh terhadap penyakit

autoimun seperti MS.

III. Infeksi.5

Paparan awal terhadap virus, bakteri dan mikroba lainnya selama masa

kanak-kanak dapat memicu terkena MS. Menurut National MS Society

(2012) beberapa alasan virus dapat menjadi penyebab MS adalah :

 Virus diketahui dapat menyebabkan penyakit demielinasi pada hewan

dan manusia. Demieliasi (kerusakan myelin atau selubung lemak yang

melapisi dan mengisolasi serabut saraf pada sistem saraf pusat) akan

menyebabkan impuls saraf diperlambat atau dihentikan sehingga

menghasilkan gejala-gejala MS.

 Studi epidemiologi menunjukkan bahwa paparan agen infeksi

merupakan penyebab yang berjalan lambat atau laten antara paparan

awal dengan munculnya gejala klinis.

 Peningkatan antibodi dengan virus yang berbeda telah ditemukan dalam

darah dan cairan serebrospinal orang yang menderita MS.

Beberapa agen infeksi tersebut antara lain virus Epsstein-Barr, virus campak

(rubella), Canine distemper, human herpes virus-6 dan Chlamydia

pneumonia.

IV. Imunologi.5

Secara umum multipel sklerosis ini melibatkan proses autoimun yaitu respon

abnormal dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang mielin (kompleks

4
protein lemak yang melapisi dan mengisolasi serabut atau tonjolan saraf)

pada sistem saraf pusat (yaitu pada otak, sumsum tulang belakang dan saraf

optik).

Menurut Batticaca, Fransisca. B (2013) Multipel Sklerosis biasanya

disebabkan oleh beberapa hal seperti :

 Lapisan merujuk pada destruksi mielin, lemak dan material protein yang

menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medula spinalis

 Lapisan mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf

 Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut (scar) yang berefek

terhadap lapisan saraf

 Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan

disfungsi autoimun, kelainan genetik, atau proses infeksi

 Prevalensi terbanyak di wilayah lintang utaradan diantara bangsa

Caucasian.

 Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsang heat shock protein

sehingga menyebabkan pelepasan sitokin

2.3 Patofisiologi

Mekanisme autoimun diduga terjadi melalui penurunan aktifitas limfosit T-

supresor pada sirkulasi pasien penderita MS serta adanya molecular mimicry antara

antigen dan MBP (myelin basic protein) yang mengaktifkan klon sel T yang spesifik

terhadap MBP (MBP specific Tcell clone). Limfosit T4 menjadi autoreaktif pada

5
paparan antigen asing yang strukturalnya mirip dengan MBP. Tidak hanya beberapa

virus dan peptida bakteri saja yang memiliki kesamaan struktural dengan MBP,

tetapi beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat mengaktifkan MBPspesifik T-sel

klon pada pasien MS.1,2,3

Beberapa infeksi virus diketahui menyebabkan demyelinasi pada manusia

diantaranya progressive multifocal leukoencephalopathy yang disebabkan oleh

polyomavirus JC, subakut sclerosing panencephalitis oleh virus campak. Pada MS

studi serologis awal sulit ditafsirkan. Namun, banyak pasien MS terdapat elevasi titer

CSF terhadap virus campak dan herpes simpleks (HSV), tetapi ini juga tidak

spesifik.1,2,3

Secara patologi, lesi MS akan memperlihatkan plak yang merupakan lesi

demielinisasi. Plak ini merupakan gambaran patognomik MS. Pada fase akut tampak

sebukan sel radang, hilangnya myelin, dan pembengkakan parenkim. Pada fase

kronik, kehilangan myelin menjadi lebih jelas, dengan sel sel makrofag disekitarnya

disertai kerusakan akson dan apoptosis oligodendrosit.1,2,3

2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang muncul sesuai dengan daerah lesi yang terkena.

Terdapat beberapa gejala dan tanda yang timbul pada MS:

1. Kehilangan fungsi sensorik (paresthesia): gejala awal

2. Neuritis optik: gejala awal

3. Gejala pada corda spinalis (motorik): cramping akibat spastisitas

6
4. Gejala pada corda spinalis (otonom): gangguan BAB dan BAK, disfungsi seksual

5. Cerebellar symptom: triad charcot (disartia, tremor, ataksia)

6. Trigeminal neuralgia

7. Facial myokymia

8. Diplopia akibat ophtalmoplegia internuklear dan nistagmus

9. Heat intolerance

10. Mudah lelah (70% kasus)

11. Nyeri

12. Menurunnya fungsi kognitif

13. Depresi

14. Bipolar, dementia

15. Tanda lhermitte (Sensasi listrik dari leher ke bawah yang dirasakan pada fleksi

leher):

Pada MS yang menyerang medula spinalis, gejala neurologis yang sering

timbul pertama kali pada multiple sklerosis adalah neuritis optik pada 14-23 %

pasien dan lebih dari 50% pasien pernah mengalaminya. Gejala yang dialami adalah

penglihatan kabur, pada orang kulit putih biasanya mengenai satu mata, sedangkan

pada orang asia lebih sering pada kedua mata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

refleks pupil yang menurun, penurunan visus, gangguan persepsi warna dan skotoma

sentral. Funduskopi pada fase akut menunjukkan papil yang hiperemis tetapi dapat

normal pada neuritis optika posterior/retrobulbar. Sedangkan pada fase kronis dapat

terlihat atrofi papil. Selain itu pada neuritis optika umumnya pasien mengeluh nyeri

7
pada orbita yang dapat timbul spontan terus-menerus atau pada pergerakan bola

mata. Selain itu terdapat suatu fenomena yang unik yang disebut fenomena Uhthofff

dimana gejala penurunan visus (bersifat temporal) dieksaserbasi oleh suhu panas

atau latihan fisik. Diplopia juga dapat muncul pada MS meskipun lebih jarang

dibandingkan neuritis optika.1,2,4

Gangguan sensorik merupakan manifestasi klinis awal yang juga sering

dialami oleh 21-55% pasien MS. Umumnya gejala yang timbul berupa rasa baal

(hipestesi), kesemutan (parestesi), rasa terbakar (disestesi) maupun hiperestesi.

Kelainan tersebut dapat timbul pada satu ekstremitas atau lebih, dan pada tubuh atau

wajah. Selain itu proprioseptif, rasa vibrasi, dan diskriminasi dua titik juga dapat

terganggu sehingga menimbulkan kesulitan menulis, mengetik atau mengancing

baju. Gejala proprioseptif ini umumnya timbul bilateral dan bila terdapat lesi di

daerah lemniskus gangguan proprioseptif tersebut hanya mengenai lengan yang

dinamakan useless hand syndrome. Gejala tersebut umumnya mengalami remisi

dalam beberapa bulan. Tanda yang sering terjadi pada penderita MS meskipun tidak

karakteristik adalah tanda Lhermitte; bila kepala difleksikan secara pasif, timbul

parestesi sepanjang bahu, punggung dan lengan. Hal ini mungkin disebabkan akson

yang mengalami demyelinisasi sensitivitasnya meningkat terhadap tekanan ke spinal

yang diakibatkan fleksi kepala.1,2,4

Gangguan serebelum juga sering terjadi pada MS meskipun jarang menjadi

gejala utama. Manifestasi klinisnya ataksia serebelaris, baik yang mengenai gerakan

motorik halus (dismetria, disdiadokokinesia, intention tremor), gait, maupun

8
artikulasi (scanning speech, disartria). Selain itu dapat timbul pula nistagmus,

terutama yang horizontal dan vertical.1,2,4

Hemiparesis yang diakibatkan lesi kortikospinal dapat terjadi pada MS meski

frekuensinya lebih kecil. Demikian juga lesi di medula spinalis dapat menyebabkan

sindroma Brown-Sequard atau mielitis transversa yang mengakibatkan paraplegi

(umumnya tidak simetris), level sensorik dan gangguan miksi-defekasi. Refleks

patologis dan/atau hiperrefleksia bilateral dengan atau tanpa kelemahan motorik

merupakan manifestasi yang lebih sering dan merupakan tanda lesi kortikospinal

bilateral. Yang karakteristik, meskipun kelemahan hanya pada satu sisi, refleks

patologis selalu bilateral. Spastisitas dapat menyebabkan gejala kram otot pada

pasien MS. Kelelahan/fatigue merupakan gejala non spesifik pada MS dan terjadi

pada hampir 90% pasien MS. Kelelahan dapat merupakan kelelahan fisik pada waktu

exercise berlebihan ataupun pada temperature panas maupun kelelahan/kelambatan

mental.1,2,4

Gejala lainnya yang lebih jarang meliputi neuralgia trigeminal (bilateral),

gangguan lain pada batang otak berupa paresis n. facialis perifer (bilateral),

gangguan pendengaran, tinitus, vértigo, dan sangat jarang penurunan kesadaran

(stupor dan koma).1,2,4

2.5 Diagnosis

Tidak ada satu tes pun yang dapat menunjang pastinya diagnosis MS.

Multiple sclerosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinis. Penegakan diagnosis

9
menggunakan kriteria diagnostik seperti Kriteria McDonald. Saat ini yang

digunakan adalah kriteria McDonald revisi 2010. Diagnosis MS perlu dipikirkan

apabila didapatkan gejala-gejala neurologis dengan episode remisi dan eksaserbasi

ataupun progresif dan tidak ditemukan penyebab lain yang dapat menjelaskan gejala

tersebut.3 Oleh demikian, untuk menegakkan diagnosis MS, perlu dilakukan

pemeriksaan untuk mengeksklusi diagnosis diferensial, seperti tumor otak, infeksi

otak, stroke, trauma kepala maupun gangguan metabolik. Pemeriksaan pungsi

lumbal harus dilakukan gunanya bukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi

menyingkirkan kemungkinan infeksi otak.3 Pemeriksaan oligoclonal band bukan lagi

menjadi standar emas penegakan diagnosis MS, kecuali pada tipe PPMS 1.

Tabel kriteria Mc Donald.1

10
Pada pemeriksaan MRI kepala dapat ditemukan lesi hiperintens pada

periventrikular, jukstakortikal, infratentorial, dan medulla spinalis. Gambaran yang

cukup khas pada lesi MS adalah ovoid lesion serta dawson finger. Multipel sklerosis

juga dapat menyerang daerah medula spinalis dan mengakibatkan gejala, seperti

mielitis. Multipel sklerosis yang mengenai medula spinalis perlu dibedakan dengan

neuromielitis optika (NMO) atau Devic’s disease. NMO awalnya dikategorikan

sebagai varian dari MS tetapi, saat ini telah diketahui bahwa NMO adalah suatu

penyakit autoimun yang berbeda dengan MS. Membedakan MS dan NMO menjadi

penting karena pengobatan kedua penyakit ini berbeda. Seperti MS, NMO yang

merupakan penyakit autoimun dapat memperlihatkan gejala dengan episode remisi

dan eksaserbasi. Gejala utamanya adalah gangguan penglihatan yang umumnya lebih

berat berbanding MS dan gejala mielitis. Gambaran MRI kepala NMO biasanya

normal atau apabila ditemukan lesi, lesi tersebut haruslah tidak memenuhi kriteria

MS. Sedangkan gambaran lesi myelitis pada MRI memperlihatkan lesi hiperintens

yang mengenai medula spinalis sepanjang lebih dari 3 segmen vertebra.1,3

11
Gambaran Dawson finger dan Ovoid lesion

Temuan yang dapat membantu pada analisa CSF adalah prningkatan lekosit

dan protein ( khususnya meilin berdasarkan protein dan antibidi immunoglobulin G)

dalam proses elektroforesis.

2.6 Penatalaksanaan

I. Pengobatan relaps

Pada kondisi relaps perlu dipastikan terlebih dahulu kemungkinan penyebab

lain. Pengobatan relaps dilakukan dengan pemberian metilprednisolon 500-1000 mg

IV selama 3-5 hari. Metilprednisolon diberikan sekali pada pagi hari dalam saline

normal selama 60 menit. Pemberian metilprednisolon lebih dari 5 hari tidak

memberikan hasil yang lebih baik.6,7

II. Disease Modifying Grugs Interferon beta

Pasien RRMS direkomendasikan untuk mendapatkan terapi interferon beta,

baik jenis interferon Beta 1a naupun 1b. Beta interferon dapat mengurangi jumlah

12
lesi inflamasi 50-80% yang terlihat pada MRI. Tipe SPMS juga direkomendasikan

untuk mendapat interferon beta.6,7

III. Glatiramar asetat

Obat ini didesain untuk berkompetisi dengan myelin basic protein. Pemberian

Glatimar Asetat 20mg/hari subkutan dapat menurukan frekuensi relaps pada

RRMS.6,7

IV. Fingolimod

Obat ini merupakan satu-satunya obat MS dalam sediaan oral. Fingolimod

diindikasikan untuk tipe aktif RRMS atau dapat menjadi pilihan berikutnya apabila

pengobatan RRMS dengan interferon beta tidak memberikan hasil yang tidak

memuaskan.6,7

V. Natalizumab

Merupakan suatu antibodi monoclonal yang diberikan pada kasus-kasus MS

yang agresif. Pada kasus RRMS yang tidak memberikan hasil optimal dengan

interferon beta, GA maupun Fingolimod maka terapi dapat dialihkan ke

Natalizumab, atau pada kasus-kasus intoleran terhadapa obat-obat sebelumnya.

Natalizumab tergolong dalam obat lini kedua dalam terapi MS.6,7

VI. Mitoxantrone

Obat antikanker ini dapat menurukan frekuensi relaps dan menahan

progresifitas MS. Mitoxantrone direkomendasikan pada RRMS yang sangat aktif

atau SPMS yang sangat progresif. Mitoxantrone tergolong dalam obat lini ke 3

dalam terapi MS.6,7

13
VII. Terapi Simptomatik dan Terapi Suportif

Spastifitas sering didapatkan pada pasien Sebelum memulai terapi

farmakologi untuk mengatasi spastisitas, pastikan terlebih dahulu kemungkinan

penyebab lain yang dapat memperberat spasitisitas tersebut. Infeksi saluran kemih

ataupun infeksi lainnya perlu ditalaksanakan dengan adekuat.6

Pasien MS yang mengalami spasitisitas membutuhkan latihan fisik atau

fisioterapi di bawah pengawasan dokter. Keluarga perlu diajari teknik-teknik untuk

mengurangi spastisitas. Terapi farmakologi yang direkomendasikan adalah

Gabapentin. Keluhan lain seperti nyeri juga perlu ditatalaksana. Untuk nyeri

neuropatik, dapat diberikan antiepilepsi seperti gabapentin atau karbamezapin.6,7

Pasien MS memerlukan latihan fisik sesuai kondisinya. Diet tinggi serat dan

asupan cairan yang cukup akan membantu mangatasi masalah buang air besar. Jika

perlu, dapat diberikan laksatif pada kondisi konstipasi.6

2.7 Prognosis

Progresi dari MS dan prognosis seseorang tidak dapat diprediksi pada tahap

awal dengan akurasi tinggi. Orang dengan multiple sklerosis disarankan pada tahap

awal untuk mencoba menjalani kehidupan normal, sering berolahraga, dan mengikuti

diet sehat.6,7 Namun, tidak ada diet khusus untuk MS yang terbukti mempengaruhi

perjalanan penyakit. Perjalanan MS ini dapat berupa Primary Progressive,

Secondary Progressive, dan Progressive-Relapsing . Progressive-Relapsing dapat

14
cepat memburuk dengann serangan akut intermitten yang menyebabkan hilangnya

fungsi secara cepat dan berat tanpa remisi.4

BAB 3

KESIMPULAN

Sklerosis multipel  atau sklerosis ganda adalah suatu

kelainan peradangan yang terjadi pada otak dan sumsum tulang belakang yang

disebabkan oleh banyak faktor, terutama focal lymphocytic infiltration (sel T secara

terus-menerus bermigrasi menuju ke lokasi dan melakukan penyerangan seperti yang

15
layak terjadi pada setiap infeksi) dan berakibat pada kerusakan mielin dan akson.

Multiple sclerosis (MS) atau bisa juga disebut Diseminata encephalomyelitis adalah

penyakit kronis yang terjadi pada sistem saraf pusat. Biasanya timbul dengan

episodik neurologis defisit, yang cenderung untuk tidak sembuh sepenuhnya, dan

meninggalkan sisa defisit neurologis yang semakin parah dan dapat menyebabkan

disabilitas semakin parah. Manifestasi klinis dari MS sangatlah beragam tergantung

daerah infeksi yang berbeda dari SSP serta dipengaruhi juga oleh perjalanan penyakit

ini.  

Daftar Pustaka

1. Estiasari R. Sclerosis multiple. Departemen neurologi, fakultas kedokteran


universitas Indonesia RSCM. Jakarta. 2014
2. Allan H. Ropper, Martin A. Adams & Victor’s Principles of Neurology, 9th
Edition. Boston. 2009.
3. Simon R. Motor Deficit. Clinical Neurology.7 th. McGraw Hill. USA. 2009.
4. Multiple sclerosis. 2012. Medscape References. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1146199-overview was accessed on
September 7th, 2019

16
5. Richman. 2012. Multiple Sklerosis. Diakses pada tanggal 1 September 2019
dari http://web.ebscohost.com/ehost/search/advanced?sid=42c3aede-ee 4-
9ca1-d730747732f9%40sessionmgr112&vid=1&hid=108
6. Estiasari R. Sklerosis Multipel. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2015;41(6):425-427.
7. Esplay J. Multiple Sclerosis Overview. National Institute for Health and Care
Excellence. 2019;:1-10.

17

Anda mungkin juga menyukai