Anda di halaman 1dari 31

A.

Judul Percobaan:
Identifikasi Gugus Aldehid, Keton dan Karboksilat
B. Hari/tanggal Percobaan:
Selasa, 12 Maret 2019, 07.30 WIB
C. Selesai Percobaan:
Selasa, 12 Maret 2019, 12.00 WIB
D. Tujuan Percobaan:
1. Mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus aldehid.
2. Mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus keton.
3. Mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat.
4. Membedakan antara gugus aldehid, keton dan karboksilat yang terdapat di
dalam senyawa organik.
E. Dasar Teori
1. Aldehid
a) Pengertian Aldehid
Aldehid adalah suatu senyawa yangmengandung sebuah gugus
karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen.
Nama IUPEC dari aldehida diturunkan dari alkana dengan mengganti
akhiran “ana” dengan “al”. Nama umumnya didasarkan nama asam
karboksilat ditambahkan dengan akhiran dehida(Petrucci, 1992).
Aldehid dinamakan menurut nama asam yang mempunyai jumlah
atom C sama padanama alkana yang mempunyai jumlah atom sama.
Pembuatan aledhida adalah sebagai berikut: oksidasi alkohol primer,
reduksi klorida asam, dari glikol, hidroformilasi alkana,reaksi Stephens
dan untuk pembuatan aldehida aromatik (Fessenden, 1999).
Aldehid mempunyai setidaknya satu atom Hidrogen (H) yang
terikat pada gugus karbonilnya. Rumus umus dari aldehid adalah R –
COH. Penamaan secara IUPAC pada aldehid adalah dengan mengganti
huruf “a” pada alkana menjadi “al” sehinnga menjadi alkanal. Tata cara
penamaan adalah rantai terpanjang yang memiliki gugus fungsi
karbonil (Sudjadi, 1985).

1
Gambar 1. Struktur umum aldehid
b) Sifat-sifat Aldehid
Aldehid mengandung gugus karbonil polar sehingga senyawa ini
bersifat polar dengan gaya antar molekul yang lebih kuat daripada
hidrokarbon. Namun, aldehid tidak mempunyai ikatan yang kuat di
antara molekul-molekulnya (Damayanti, 2016).
Aldehid tidak memiliki ikatan O-H, sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan ikatan hidrogen antarmolekul. Sedangkan alkohol
dapat membentuk ikatan hidrogen antarmolekul, sehingga
menyebabkan gaya tarik antarmolekul lebih kuat. Hal inilah yang
menyebabkan titik didih alkohol relatif lebih tinggi daripada aldehida
dan keton (Damayanti, 2016).
Berdasarkan kelarutannya, aldehida merupakan senyawa yang larut
dalam pelarut organik. Namun, karena aldehida memiliki atom oksigen
dengan pasangan elektron bebas, maka aldehida dapat mengalami
ikatan hidrogen dengan molekul air. Selain itu, senyawa karbonil yang
memiliki berat molekul rendah dapat larut dalam air karena terjadi
ikatan hidrogen antara molekul air dengan gugus karbonil yang bersifat
polar (Damayanti, 2016).
2. Keton
a) Pengertian Keton
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah
gugus karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau
sebuah alkil. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon
karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak
mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil
(Achmadi, 1992).

2
Gambar 2. Struktur umum keton

b) Sifat-sifat Keton
Karakteristik dari sebuah keton ialah berupa cairan tak berwarna,
umumnya larut dalam air, bersifat polar, lebih mudah menguap
daripada alkohol dan asam karboksilat, mempunyai titik didih yang
relatif lebih tinggi daripada senyawa non polar, serta dapat direduksi
oleh gas H2 menghasilkan alkohol sekundernya. Keton memiliki sifat
yang sulit teroksidasi dan kurang reaktif terhadap adisi nukleofilik.
Keton dapat digunakan sebagai pelarut (Damayanti, 2016).
3. Pengujian Aldehid dan Keton
a) Reagen Tollens
Reagen tollens adalah senyawa perak nitrat yang apabila
dipanaskan bersama aldehid akan membentuk asam karboksil dan perak
itu sendiri. Dengan dilepaskannya perak dari reagen tollens oleh
aldehid, maka reaksi ini juga disebut tes cermin perak untuk aldehid
(Pine, 1988).
Uji tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk
membedakan mana yang termasuk senyawa aldehid dan mana yang
termasuk senyawa keton. Aldehid lebih mudah dioksidasi dibanding
keton. Oksidasi aldehid menghasilkan asam dengan jumlah atom
karbon yang sama (Hart, 1990).
Pereaksi Tollens sering disebut sebagai perak amoniakal,
merupakan campuran dari AgNO3 dan amonia berlebihan. Gugus aktif
pada pereaksi tollens adalah Ag2O yang bila tereduksi akan
menghasilkan endapan perak. Endapan perak ini akan menempel pada
tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak. Oleh karena itu,
pereaksi tollens sering disebut pereaksi cermin perak (Riswiyanto,
2005).

3
Aldehid Reagen Asam Cermin
Tollens karboksilat perak

Gambar 3. Reaksi tollens dengan aldehid

b) Reagen Fehling
Pada prinsipnya, pereaksi fehling (Fehling A/CuSO4 + Fehling
B/campuran NaOH dan natrium tartrat) merupakan oksidator lemah
(pereaksi organik) yang positif ketika menghasilkan warna merah bata
setelah dilakukan proses pemanasan. Ketika bereaksi dengan aldehid
atau gula pereduksi. Hal ini yang menyebabkan dihasilkannya endapan
merah bata karena ini berasal dari Fehling yang memiliki ion Cu 2+
direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan
berwarna merah bata (Cu2O) (Hart, 1990).

Aldehid Fehling Asam karboksilat Endapan


merah bara
Gambar 4. Reaksi fehling dengan aldehid

c) Reagen Benedict
Reagen benedict digunakan dalam uji kimia untuk mendeteksi gula
pereduksi dalam larutan yang dirancang oleh kimiawan Amerika, yaitu
S.R. Benedict. Reaksi ini terdiri atas larutan tembaga sulfat (CuSO4),
Natrium karbonat (Na2SO3), dan Natrium sitrat. Jika benedict
dipanaskan bersama larutan aldehid akan terjadi oksidasi menjadi
asamkarboksilat. Benedict akan mengalami reduksi menjadi Cu2O yang
mengendap pada bagian bawah tabung (Sumardjo, 1997).

4
Natrium Endapan hijau
Aldehid Benedict karboksilat kekuningan
Gambar 5. Reaksi benedict dengan aldehid
d) Senyawa Bisulfit
Aldehida dan keton tertentu yang tidak dihalangi oleh gugus besar
yang menempel pada keton karbon karbonil, dapat bereaksi dengan
larutan natrium bisulfit jenuh membentuk kristal putih.
+ -
R Na O3 S
- +
C O + HOSO2 Na CH O
R R H
Gambar 3. Reaksi natrium bisulfit dengan keton
Senyawa adisi ini mungkin dapat diubah kembali ke senyawa
karbonil yang asli dengan perlakuan asam. Oleh karena itu, reaksi
tersebut dapat digunakan untuk memisahkan senyawa karbonil dari
campuran dengan zat lain (Achmadi, 1992).
e) Fenilhidrazin
Fenilhidrazin bereaksi dengan aldehida dan keton membentuk
fenilhidrazon.

Aseton Fenilhidrazin Fenilhidrazon Air

Gambar 7. Reaksi fenilhidrazin dan keton

Produk tersebut berbentuk kristal yang kerap digunakan untuk


mengidentifikasi aldehida dan keton melalui penentuan titik lelehnya.
Jika reaksi 2,4- dinitrofenihildrazin digunakan, biasanya produk
reaksinya mempunyai titik leleh yang tinggi. Turunan dari fenihildrazin
dicurigai bersifat karsinogenik (Damayanti, 2016).

5
f) ReaksiHaloform
Senyawa keton yang memiliki gugus metil keton, dapat mengalami
halogenasi dalam suasana basa. Gugus metil keton memiliki tiga
prroton-α yang akan mengalami halogenasi sebanyak tiga kali,
menghasilkan trihalo metil keton. Trihalo metil keton jika bereaksi
dengan basa atau ion hidroksida akan menghasilkan asam karboksilat.
Pergantian proton yang cepat akan menghasilkan ion karboksilat dan
haloform (kloroform, bromoform, atau iodorform). Keseluruhan reaksi
tersebut dinamakan reaksi haloform (Damayanti, 2016).
g) Kondensasi Aldol
Suatu senyawa aldehida yang mempunyai hidrogen-α jika
direaksikan dengan basa kuat akan mengalami reaksi yang dikenal
dengan nama kondensasi aldol. Contoh paling sederhana dari
kondensasi aldol adalah reaksi dari dua molekul asetaldehida dengan
sedikit katalis basa yang akan menghasilkan 3-hidroksibutanal
(Damayanti, 2016).

Gambar 8. Reaksi kondensasi aldol

4. Asam Karboksilat
a) Pengertian Asam Karboksilat
Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang
mengandung gugus karboksil, -COOH. Gugus karboksil mengandung
gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil; antar aksi dari kedua gugus
ini mengakibatkan suatu kereaktifan kimia yang unik dan untuk asam
karboksilat (Fessenden, 1999).

6
Gambar 4. Struktur umum asam karboksilat

Asam asetat (CH3COOH) sejauh ini merupakan asam karboksilat


yang paling penting di perdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk
murninya disebut asam asetat glasial karena senyawa ini menjadi padat
seperti es bila didinginkan. Asam asetat glasial tidak berwarna, cairan
mudah terbakar (titik leleh 7℃, titik didih 80℃), dengan bau pedas
menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik
(Fessenden, 1999).
b) Sifat-sifat Asam Karboksilat
Asam karboksilat merupakan senyawa polar, dan membentuk
ikatan hidrogen satu sama lain. Pada fasa gas, Asam karboksilat dalam
bentuk dimer. Dalam larutan Asam karboksilat merupakan asam lemah
yang sebagian molekulnya terdisosiasi menjadi H+ dan RCOO-
(Riswiyanto, 2005).
Asam karboksilat tergolong polar. Sama halnya dengan alkohol,
asamkarboksilat membentuk ikatan hidrogen dengan sesamanya atau
dengan molekul lain.Jadi, asam karboksilat memiliki titik didih tinggi
untuk bobot molekulnya, bahkanlebih tinggi dibandingkan alkohol
padanannya. Misalnya, asam asetat dan propilalkohol, yang sama bobot
rumusnya (60), masing-masing mendidih pada 118℃ dan97℃. Asam
karboksilat membentuk dimer, dengan dua satuan yang terhubung
rapioleh dua ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen juga menjelaskan
kelarutan asamkarboksilat berbobot molekul rendah di dalam air (Hart,
1990)
c) Reaksi Asam Karboksilat
1. Reaksi Oksidasi
Reaksi terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat
kokoh dan kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam
karboksilat teroksidasi sangat lambat (Cahyono, 1991).
2. Reaksi Esterifikasi

7
Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus
-COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat
reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol.Secara
umum reaksinya adalah:
RCOOH + R’OH → RCOOR + H2O
(Sudjadi, 1986)
3. Reaksi Pembentukan Garam
Garam organik yang membentuk memiliki sifat fisik dari garam
anorganik padatannya, NaCl dan KNO3 adalah garam organik yang
meleleh pada temperatur tinggi larut dalam air dan tidak berbau
(Cahyono, 1991).
F. Alat dan Bahan
a) Alat

No Nama Jumlah
1 Tabung reaksi 10 buah
2 Termometer 1 buah
3 Erlenmeyer 250 mL 1 buah
4 Corong kaca 1 buah
5 Penjepit kayu 1 buah
6 Pembakar spiritus 1 buah
7 Gelas kimia 100 mL 1 buah
8 Gelas kimia 600 mL 1 buah
9 Gelas ukur 10 mL 1 buah
10 Rak tabung reaksi 1 buah
11 Kaki tiga 1 buah
12 Seng 1 buah
13 Pipet tetes 10 buah

b) Bahan
No Nama Jumlah
1 Larutan AgNO3 1 mL
2 Larutan NaOH 5% ±6 mL
3 Larutan NH4OH 2% secukupnya

8
4 Fehling A 5 mL
5 Fehling B 5 mL
6 Benzaldehid 22 tetes
7 Formalin 2 tetes
8 Aseton 17 tetes
9 Sikloheksanon 47 tetes
10 Reagen Benedict 10 Ml
11 Formaldehid 10 tetes
12 Asetaldehid 20 tetes
13 NaHSO3 jenuh 2,5 Ml
14 Etanol ±5 Ml
15 HCl pekat 25 tetes
16 Fenilhidrazin 5 Ml
17 Aquades secukupnya
18 Larutan Iodium 2 Ml
19 Isopropil alkohol 5 tetes
20 Larutan NaOH 1% 4 mL
21 Larutan CH3COOH 5 mL
22 Larutan KMnO41 N 2 mL
23 Larutan NaCH3COOH 10% 5 mL
24 Larutan FeCl3 3 mL
25 K4FeCN6 secukupnya

9
G. ALUR
Pembuatan Reagen

a. Reagen Tollens

1 mL larutan AgNO3 5 %

Dimasukkan kedala tabung reaksi yang sudah dicuci dengan sabun, air dan air suling
Ditambahkan 1 tetes larutan NaOH 5%
Dicampurkan
Ditambahkan tetes demu tetes larutan NH4OH 2% sambil dikocok sampai endapan larut

Reagen Tollens

b. Reagen Fehling

5 mL Fehling A

Dimasukkan kedalam erlenmeyer


Ditambahkan 5 mL Fehling B
Dikocok hingga homogen

Reagen Fehling
1. Uji Tollens
a. Uji Aldehid

1 mL reagen tollens % 1 mL reagen tollens %


Dimasukkan kedalam tabung reaksi Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ditambahkan 2 tetes larutan benzaldehid Ditambahkan 2 tetes formalin
Dikocok Dikocok
Didiamkan selama 10 menit Didiamkan selama 10 menit
Bila reaksi tidak terjadi ditempatkan tabung Bila
reaksireaksi
di dalam
tidakair panasditempatkan
terjadi 35-50⁰C selama 5 menit
tabung reaksi di dalam air panas 35-50

Hasil Pengamatan 10
Hasil Pengamatan
b. Uji Keton

1 mL reagen tollens % 1 mL reagen tollens %


Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ditambahkan 2 tetes aseton
Ditambahkan 2 tetes sikloheksanon
Dikocok
Dikocok
Didiamkan selama 10 menit
Didiamkan selama 10 menit
Bila reaksi tidak terjadi ditempatkan tabung reaksi di dalam air panas 35-50⁰C selama 5 menit
Bila reaksi tidak terjadi ditempatkan tabung reaksi di dalam air panas 35-50

Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan

2. Uji Fehling dan Benedict

5 mL Fehling A

Dimasukkan kedalam erlenmeyer


Ditambahkan 5 mL Fehling B
Dicampur hingga rata

Reagen Fehling

Tabung 1 Tabung 2

2,5 mL reagen Fehling 2,5 mL reagen Fehling

Dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 Dimasukkan kedalam tabung reaksi 2


Ditambahkan 2 tetes Formaldehid Ditambahkan 2 tetes aseton
Tempatkan tabung rekasi ke dalam air mendidih
Tempatkan tabung rekasi ke dalam air mendidih
Amati perubahan yang terjadi sekitar 10-15Amati
menitperubahan yang terjadi sekitar 10-15 menit

Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan

11
Tabung 3

2,5 mL reagen Fehling

Dimasukkan kedalam tabung reaksi 3


Ditambahkan 2 tetes sikloheksanon
Tempatkan tabung rekasi ke dalam air mendidih
Amati perubahan yang terjadi sekitar 10-15 menit

Hasil Pengamatan

Tabung 1 Tabung 2

2,5 mL reagen benedict 2,5 mL reagen benedict

Dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 Dimasukkan kedalam tabung reaksi 2


Ditambahkan 2 tetes Formaldehid Ditambahkan 2 tetes aseton
Tempatkan tabung rekasi ke dalam air mendidih
Tempatkan tabung rekasi ke dalam air mendidih
Amati perubahan yang terjadi sekitar 10-15Amati
menitperubahan yang terjadi sekitar 10-15 menit

Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan

Tabung 3

2,5 mL reagen benedict

Dimasukkan kedalam tabung reaksi 3


Ditambahkan 2 tetes sikloheksanon
Tempatkan tabung rekasi ke dalam air mendidih
Amati perubahan yang terjadi sekitar 10-15 menit

Hasil Pengamatan

12
3. Adisi Bisulfit

5 mL larutan jenuh Adisi Bisulfit

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL


Didinginkan di dalam air es dan catat hasilnya
Ditambahkan aseton tetes demi tetes sambil dikocok
Setelah 5 menit ditambahkan 10 mL etanol

Hablur

Disaring

Hablur Filtrat

Dimasukkan ke tabung reaksi


Ditambah beberapa tetes HCl pekat

Hasil pengamatan
4. Pengujian dengan Fenilhidrasin

2,5 mL fenilhidrasin 2,5 mL fenilhidrasin

Dimasukkan ke tabung reaksi Dimasukkan ke tabung reaksi


Ditambahkan 1 mL Benzaldehida Ditambahkan 1 mL Sikloheksana
Tutup tabun reaksi Tutup tabun reaksi
Diguncangkan dengan kuat selama 1-2 menitDiguncangkan dengan kuat selama 1-2 menit

Hablur Filtrat Hablur Filtrat

Dicuci dengan sedikir air dingin Dicuci dengan sedikir air dingin
Ditambahkan sedikir metanol/etanol Ditambahkan sedikir metanol/etanol
Dikerngkan di kaca arloji Dikerngkan di kaca arloji
Diuji titik lelehnya Diuji titik lelehnya

Hasil pengamatan Hasil pengamatan

13
5. Reaksi Haloform
Tabung I Tabung II

Ditambahkan 3 mL NaOH 5% Ditambahkan 3 mL NaOH 5%


Ditambahkan 5 tetes aseton Ditambahkan 5 tetes isopropil alkohol
Ditambahkan 1 mL larutan iodium Ditambahkan 1 mL larutan iodium
Diguncang sampai warna iodium tidak hilangDiguncang
lagi sampai warna iodium tidak hilang lagi

Endapan kuning Endapan kuning

Catat baunya Catat baunya

Hasil pengamatan Hasil pengamatan

Tabung III Tabung IV

Ditambahkan 3 mL NaOH 5% Ditambahkan 3 mL NaOH 5%


Ditambahkan 5 tetes 2-pentanon Ditambahkan 5 tetes pentanon
Ditambahkan 1 mL larutan iodium Ditambahkan 1 mL larutan iodium
Diguncang
Diguncang sampai warna iodium tidak hilang lagi sampai warna iodium tidak hilang lagi

Endapan kuning
Endapan kuning
Catat baunya
Catat baunya
Hasil pengamatan
Hasil pengamatan

6. Kondensasi Aldol

4 mL NaOH 1%

Dimasukkan kedalam tabung reaksi


Ditambah 0,5 mL Asetaldehid
Diguncang dengan baik
Catat baunya
Didihkan selama 3 menit dengan hati.hati
Catat bau tengiknya

Hasil pengamatan

14
7. Identifikasi Karboksilat
5 mL Asam cuka

Dimasukkan kedalam tabung reaksi


Ditambah 3 mL KmnO4
Amati perubahan yang terjadi ada endapan

Hasil pengamatan

5 mL CH3COONa encer 10%

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


Ditambahkan 3mL FeCl 5% sampai terjadi perubahan warna merah
Dipanaskan sampai terjadi endapan bergumpal warna merah bata
Disaring

Filtat Residu

Ditambah K4FeCN6 untuk uji tidak adanya ion fori


Dibandingkan dengan FeCl3 dalam jumlah yang sama

Hasil pengamatan

15
I. Analisis dan Pembahasan
Aldehid dan keton mempunyai gugus fungsi yang sama, yaitu gugus
karbonil C Osehingga aldehid dan keton dapat menjalankan reaksi-reaksi
yang sama pula. Aldehid umumnya dapat bereaksi lebih cepat daripada keton
terhadap suatu reagen yang sama karena atom karbon karbonil aldehid lebih
kurang terlindung daripada keton. Oleh karena itu, percobaan ini bertujuan
untuk mengidentifikasi senyawa yang mengandung gugus aldehid maupun
keton, serta membedakan gugus-gugusnya dalam senyawa organik.
Asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus
karboksil, -COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan sebuah
gugus hidroksil. Dalam percobaan, kami akan mengidentifikasi senyawa yang
mengandung gugus karboksilat.
1) Uji Tollens
Pada percobaan pertama, kami akan membedakan senyawa yang
mengandung gugus aldehid dan senyawa yang mengandung gugus keton
menggunakan reagen tollens. Reagen tollens merupakan larutan basa dari
perak nitrat. Larutan ini tak berwarna.
Dalam membuat dan mereaksikan reagen tollens dengan senyawa lain,
alat yang digunakan dipastikan benar-benar bersih agar hasil reaksinya
dapat terbentuk. Untuk itu, kami mencuci semua alat dengan sabun dan
aquades lalu mengeringkannya dalam oven selama beberapa jam.
Pertama, kami menyiapkan terlebih dahulu 1 mL larutan AgNO3 5%
tidak berwarna yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian,
ditambahkan 1 tetes larutan NaOH 5% yang tidak berwarna. Perubahan
yang terjadi yaitu larutan berubah menjadi coklat serta ada endapan coklat.
2AgNO3(aq) + 2NaOH(aq)  Ag2O(s) + 2NaNO3(aq)+ H2O(l)
Setelah itu, ditambahkan larutan NH4OH 2% yang tidak berwarna
hingga endapan larut. Larutan terus dikocok hingga dihasilkan larutan yang
tidak berwarna dengan reaksi sebagai berikut:
Ag2O(s) + 2NH4OH(aq)  2[Ag(NH3)2]OH(aq) + 3H2O(l)
Sesuai tujuan percobaan, kemudian kami mereaksikan reagen tollens
tersebut dengan senyawa aldehid yang dalam hal ini sampel benzaldehid dan

32
formalin. Untuk senyawa keton, kami menggunakan sampel aseton dan
sikloheksanon. Dengan cara yang sama, kami memasukkan 1 mL reagen
tollens ke dalam empat tabung reaksi yang akan diisi masing-masing
sampel. Kemudian, kami memasukkan 2 tetes sampel ke dalam tabung
reaksi. Lalu dikocok dan didiamkan selama 10 menit.
Dalam teori, jika aldehid direaksikan dengan reagen tollens maka akan
terbentuk asam karboksilat. Pada saat itu ion perak akan direduksi menjadi
logam perak. Perak biasanya mengendap seperti cermin pada tabung reaksi
(Damayanti, 2016).
Tabung dengan sampel formalin menunjukkan hasil yang positif
sesuai teori. Larutan berubah menjadi abu-abu dan terdapat cermin perak.
Hasil ini membuktikan bahwa formalin merupakan senyawa yang
mengandung gugus aldehid. Dalam hal ini, reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
O

H C H (aq) + 2[Ag(NH3)2]OH (aq) HCOO- + 2Ag(s) + NH4+ +H2O(l) + NH3(g)

Reaksi yang terjadi merupakan reaksi redoks. Formalin yang


merupakan aldehid teroksidasi menjadi asam karboksilat yang ditunjukkan
dengan naiknya bilangan oksidasi. Sedangkan ion perak direduksi menjadi
logam perak dengan turunnya bilangan oksidasi. Dapat dikatakan bahwa
senyawa formalin merupakan pereduksi reagen tollens, sedangkan reagen
tollens merupakan oksidator lemah.
Tabung dengan sampel benzaldehid berubah menjadi putih keruh.
Sebagai senyawa yang mengandung gugus aldehid. Persamaan reaksinya
O
O

C OH C OH

+ 2[Ag(NH3)2]+ + H2O(l) + 2Ag(s) +


4NH3(aq) + 2H+

33
Pada tabung dengan sampel aseton, perubahan yang terjadi yaitu
berwarna kuning jernih, sehingga reaksi:
CH3COCH3 (aq) + 2[Ag(NH3)2]OH (aq)

Sedangkan pada tabung dengan sampel sikloheksanon, larutan


berwarna kecoklatan

O (aq) + 2[Ag(NH3)2]OH(aq)

Gugus keton tidak reaktif dengan pereaksi tollens karena gugus keton
hanya dapat bereaksi dengan oksidator kuat, contohnya adalah kalium
permanganat (Winarno, 2008). Uji yang dilakukan sudah tepat karena
sampel aseton dan sikloheksanon tidak membentuk cermin perak.
2) Uji Fehling dan Benedict
Reagen fehling dan reagen benedict digunakan untuk membedalan
senyawa yang mengandung gugus aldehid dan senyawa yang mengandung
gugus keton. Pereaksi fehling dan benedict merupakan larutan basa
berwarna biru dari tembaga sulfat yang susunannya sedikit berbeda.
a) Uji Fehling
Untuk membuat reagen fehling, kami memasukkan 5 mL fehling A
ke dalam erlenmeyer. Larutan ini berwarna bitu muda. Kemudian,
ditambahkan dengan fehling 5 mL yang tidak berwarna. Setelah dikocok
hingga homogen, larutan ini menjadi berwarna biru. Reaksi yang terjadi
adalah:
2KNaC4H4O6 (aq) + 2Cu2+ (aq) + 2OH- (aq)  Cu[C4H4O6]22- (aq)
+Cu(OH)2 (aq) + 2Na+ (aq) + 2K+(aq) + 2H+ (aq)
Selanjutnya adalah menguji sampel aldehid dan keton menggunakan
reagen fehling. Reagen fehling dibagi rata ke dalam empat tabung reaksi
yang secara berturut-turut akan diberi sampel formaldehid, asetaldehid,
aseton, dan sikloheksanon. Kemudian, masing-masing sampel
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda sebanyak 5 tetes.

34
Kemudian, keempat tabung reaksi dimasukkan ke penangas air yang
mendidih. Setelah 10 menit, diamati perubahan yang terjadi.
Menurut teori, jika aldehid dioksidasi menjadi asam karboksilat
dengan pereaksi benedict dan fehling, maka akan diperoleh endapan
tembaga oksida (Cu2O) yang berwarna merah cerah (Damayanti, 2016).
Pada tabung reaksi dengan sampel formaldehid, terjadi perubahan
yaitu dengan terdapatnya endapan berwarna merah dengan larutan
berwarna biru. Hal ini menunjukkan bahwa uji fehling menghasilkan
hasil yang positif yaitu terdapatnya gugus aldehid pada formaldehid.
Mekanisme reaksi yang terjadi adalah:
O

H H (aq)
C + 2Cu 2+
+ 4OH- Cu2O (s) + 2H2O (l) + 2H2O (l) +
HCOO- + H+
Aldehida yang dalam hal ini adalah formaldehid akan teroksidasi
menjadi asam asetat. Hal ini ditunjukkan oleh bilangan oksidasi C yang
mulanya 0 menjadi +4. Sedangkan pada reagen fehling, ion Cu2+
tereduksi menjadi Cu+. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi redoks.
Pada tabung reaksi dengan sampel asetaldehid, tidak terjadi
perubahan sehingga larutannya tetap berwarna biru. Hal ini tidak sesuai
dengan teori karena seharusnya produk dari reaksi ini terdapat endapan
merah yang menunjukkan adanya gugus aldehid. Kegagalan uji ini
diduga karena tidak maksimalnya proses pemanasan yang dilakukan,
sehingga reaksi yang terjadi adalah:

+ + 2Cu2+ CH3 C H (aq) +4OH-

Tabung reaksi yang berisi sampel aseton


dan sikloheksanon menjadi berwarna biru (++), lebih gelap. Kedua
sampel ini tidak membentuk endapan merah sehingga hasil yang didapat
sudah sesuai dengan teori. Cu merupakan oksidator lemah sehingga tidak

35
dapat mengoksidasi senyawa yang mengandung gugus keton. Reaksi
pada aseton dan sikloheksanaon, secara berturut-turut adalah:

CH3 C CH 3 (aq)(aq)+ 4OH (aq)


+ 2Cu 2+ -

(aq) + 2Cu2+ (aq) + 4OH- (aq)

b) Uji Benedict
Pada uji benedict, tahapan yang dilakukan sama dengan uji fehling,
yang membedakan adalah penggunaan reagen.Jika benedict dipanaskan
bersama larutan aldehid akan terjadi oksidasi menjadi asamkarboksilat.
Benedict akan mengalami reduksi menjadi Cu2O yang mengendap pada
bagian bawah tabung (Sumardjo, 1997).
Tabung reaksi dengan sampel formaldehid mengalami perubahan
menjadi berwarna kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa formaldehid
berhasil diuji sebagai senyawa yang memiliki gugus aldehid, yang mana
sesuai dengan reaksi berikut:
O

H C H (aq) + 2Cu2+(aq) + 5OH-(aq)


O

H C O-(aq) + Cu2O(s) + 3H2O


Reaksi yang terjadi merupakan reaksi redoks. Formaldehid
mengalami oksidasi. Sedangkan pada benedict, mengalami reduksi
karena penurunan bilangan oksidasinya.
Tabung reaksi dengan sampel asetaldehid berubah menjadi larutan
yang berwarna biru agak keruh. Dalam hal ini, tidak berhasil dibuktikan
bahwa senyawa asetaldehid mengandung gugus aldehid. Maka,
persamaan reaksinya sebagai berikut:

36
O

CH3 C H 2Cu
+ (aq)2+ +4OH-
Pada tabung reaksi yang berisi sampel aseton, tidak terjadi
perubahan dengan tetapnya warna larutan yaitu biru. Tabung reaksi
sampel sikloheksanon warnanya menjadi biru (++). Dalam hal ini,
keduanya tidak dapat bereaksi dengan reagen benedict karena tidak
memiliki gugus aldehid, melainkan termasuk senyawa keton. Reaksinya
sebagai berikut:

CH3 C + CH (aq)
2Cu3 2+(aq)+ 4OH-(aq)

(aq) + 2Cu2+ (aq) + 4OH- (aq)

3) Adisi Bisulfit
Percobaan ketiga ini bertujuan untuk mengidentifikasi gugus keton
dengan senyawa bisulfit dan mengetahui reaksi adisi bisulfit terhadap
keton.Reaksi adisi merupakan pemutusan ikatan rangkap menjadi ikatan
tunggal.Keton memiliki gugus karbon karbonil yang mana dapat diadisi.
Dalam hal ini, sampel keton yang digunakan adalah aseton.
Pertama, kami memasukkan 2,5 mL larutan jenuh NaHSO 3 yang tidak
berwarna ke dalam erlenmeyer. Kemudian, didinginkan sebentar pada suhu
ruang. Pendinginan ini berfungsi untuk memperlambat jalannya reaksi
sehingga memudahkan dalam pengamatan saat terbentuknya endapan.
Dalam keeadaan temperatur rendah atom hidrogen yang seharusnya
menguap menjadi terperangkap dan memperlambat jalannya reaksi.
Kemudian,ditambakan 1,25 mL aseton yang diberikan tetes demi tetes. Hal
ini dimaksudkan agar reaksi berjalan dengan perlahan. Lalu, ditunggu
selama 5 menit agar reaksi benar-benar berjalan dengan
sempurna.Selanjutnya adalah penambahan etanol sebanyak 5 mL. Terjadi
perubahan pada larutan menjadi putih keruh dan terdapat endapat putih.

37
Fungsi penambahan etanol adalah untuk mempermudah pengamatan pada
hablur yang dihasilkan, sehingga reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:
O OH

H3C C CH3(aq) + NaHSO3(aq) H3C C SO3Na+

CH3
Dalam reaksi, dapat dilihat bahwa terjadi pemutusan pada gugus
karbonil yang ditunjukkan dengan endapan putih pada larutan. Gugus
karbonil ini berisfat polar, sehingga dapat dimasuki suatu nukleofil dalam
karbon karbonil dan suatu elektrofil pada oksigen kabonil. Dalam hal ini,
nukleofil menyerang ikatan pi dalam keton sehingga dapat terputus dan
membentuk ikatan tunggal dengan nukleofil. Rintangan sterik gugus
karbonil pada aseton tidak terlalu kuat yang mana membuat nukleofil
mampu menyerangan ikatan pi secara langsung dan menghasilkan hablur
sebagai hasil dari pemutusan ikatan.
Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan. Dihasilkan residu atau
hablur yang berwarna putih dan filtrat tidak berwarna yang tidak digunakan.
Residu dari kertas saring dimasukkan ke dalam gelas kimia. Kemudian,
ditambahkan larutan HCl pekat yang tidak berwarna tetes demi tetes. Fungsi
penambahan HCl pekat adalah membebaskan kembali senyawa karbonil
sehingga hablur menjadi larut. Setelah penambahan pada tetes 25, larutan
menjadi tidak berwarna yang mana hablur telah larut. Persamaan reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
OH

CH3 CH SO3Na+(aq) + HCl(aq)


O

CH3 C CH3(aq) + NaCl(aq) +SO2(g) + H2O(l)


Berdasarkan reaksi, dapat diketahui bahwa asam pekat dapat
membebaskan kembali gugus karbonil sehingga dapat membentuk ikatan
rangkap seperti semula.

38
Berdasarkan percobaan, dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa
bisulfit dapat mengidentifikasi gugus keton dengan menghasilkan hablur
yang berwarna putih.
4) Pengujian dengan Fenilhidrazin
Percobaan keempat bertujuan untuk membedakan senyawa yang
mengandung gugus aldehid dan gugus keton berdasarkan titik lelehnya
dengan menggunakan fenilhidrazin. Sampel yang digunakan untuk aldehid
adalah benzaldehid, sedangkan sampel untuk keton adalah sikloheksanon.
Sebanyak 5 mL larutan fenilhidzrin dimasukkan ke dalam dua tabung
reaksi secara merata. Larutan ini berwarna jingga. Pada tabung 1
ditambahkan 10 tetes benzaldehid, sedangkan tabung 2 ditambahkan
sikloheksanon dengan jumlah yang sama. Pada kedua tabung, tidak ada
perubahan yang terjadi, larutan tetap berwarna jingga. Kemudian, tabung
ditutup dan diguncangkan selama 1-2 menit. Hal ini bertujuan untuk
menghomogenkan endapan-endapan agar ketika disaring tidak tertinggal
banyak di dalam tabung reaksi. Pada tabung 1, dihasilkan larutan jingga
keruh dan terdapat endapan jingga atau hablur yang mengendap. Pada
tabung 2, dihasilkan endapan yang berwarna coklat gelap, kedua larutan
disaring dengan corong kaca yang diberi kertas saring. Setelah disaring,
endapan dicuci dengan sedikit air dingin dikarenakan pada keadaan dingin
endapan akan tetap menggumpal. Setelah itu, endapan juga dicuci dengan
etanol untuk membersihkan endapan dari filrrat yang masih tersisa.
Untuk menguji titik leleh, dibutuhkan sampel yang berbentuk padat
sehingga ketika berubah wujud menjadi cair, dapat dilihat titik lelehnya.
Maka, endapan dipindahkan ke kaca arloji dan dikeringkan dalam desikator.
Butuh waktu 2 hari hingga endapan dalam desikator benar-benar kering atau
memadat. Padatan itu kemudian dimasukkan ke dalam pipa kapiler untuk
diuji titik lelehnya. Lalu, dimasukkan ke dalam melting block yang telah
diletakkan di atas kompor listrik dan dipasangi termometer. Kami
menggunakan cahaya dari handphone untuk memperhatikan apakah padatan
sudah meleleh atau belum. Padatan dari tabung 1 meleleh pada suhu suhu
120°C, sedangkan padatan dari tabung 2 meleleh pada suhu 80°C

39
Dalam hal ini, titik leleh dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kereaktifan gugus aldehid dan gugus keton dengan turunan amina yaitu
fenilhidrazin. Benzaldehid bereaksi dengan fenilhidrazin melalui
mekanisme reaksi sebagai berikut:
O
H
C
H(aq) + NH2 N (aq)

C N NH
+ H2O(l)
H
(s)

Endapan yang dihasilkan tersebut merupakan benzil fenilhidrazon yang


dalam percobaan memiliki titik didih 100°C. Sedangkan reaksi dari
fenilhidfrazin dan keton dapat dituliskan sebagai berikut:
O

(aq) + NH2 N (aq)

N N
(aq) + H2O(l)
H

Reaksi antara fenilhidrazin dengan sikloheksanon menghasilkan


siklofenilhidrazon yang dalam percobaan memiliki titik leleh sebesar 80°C.
Dari kedua titik leleh tersebut, dapat diketahui bahwa senyawa yang
mengandung gugus keton memiliki titik leleh lebih rendah daripada
senyawa yang mengandung gugus aldehid. Hal ini disebabkan karena pada
benzil fenildrazon terdapat ikatan rangkap sehingga membutuhkan lebih
banyak kalor yang mengakibatkan titik lelehnya besar. Gugus siklo pada
siklofenilhidrazon tidak memiliki ikatan rangkap sehingga kalor yang

40
dibutuhkan untuk melelehkannya lebih sedikit dan membuat titik lelehnya
lebih kecil daripada benzil fenilhidrazon.
5) Reaksi Haloform
Percobaan kelima ini bertujuan untuk mengetahui reaksi keton dengan
halogen yang menghasilkan haloform. Dalam uji ini, sampel keton yang
digunakan adalah aseton. Halogenasi alfa merupakan dasar suatu uji kimia,
yang disebut uji iodoform, untuk metil keton. Gugus metil dari suatu metil
keton diiodinasi bertahap sampai terbentuk iodoform (CHI3) padat berwarna
kuning (Fessenden, 1999). Selain itu, kami juga akan melakukan pengujian
dengan isopropil alkohol.
Pertama, kami memasukkan 3 mL larutan NaOH 5% yang tidak
berwarna ke dalam tabung reaksi. Kemudian, menambahkan aseton yang
tidak berwarna sebanyak 5 tetes. Warna larutan tetap tidak berwarna.
Setelah itu, ditambahkan larutan iodium yang berwarna kuning. Perubahan
yang terjadi yaitu larutan berwarna kuning muda dan terdapat endapan
kuning. Aroma yang dihasilkan menyengat seperti aroma iodin povidion.
Dalam hal ini, persamaan reaksi yang terjadi adalah:
O O
OH-
H3C C CH3 (aq) + 3I2(aq) CH3 C O- (aq) + CHI3(s)

Persamaan reaksi tersebut menunjukkan bahwa hasil dari uji ini adalah
idoform yang berwarna kuning serta ion asetat. Penambahan NaOH pada
percobaan digunakan untuk menghadirkan susasana basa sehingga dapat
membentuk ion asetat.
Senyawa keton yang memiliki gugus metill keton, dapat mengalami
halogenasi dalam suasana basa. Gugus metil keton memiliki tiga proton-α
yang akan mengalami halogenasi sebanyak tiga kali, menghasilkan trihalo
metil keton. Trihalo metil keton jika bereaksi dengan basa atau ion
hidroksida akan menghasilkan asam karboksilat. Pergantian proton yang
cepat akan menghasilkan ion karboksilat dan haloform (klorofom,
bromoform, atau iodoform) (Damayanti, 2016). Berikut tahapan reaksi
ketika mengalami halogenasi sebanyak tiga kali :

41
O O O
-
OH I2
CH3 C CH3 CH3 C CH2- CH3 C CH2I + I-

O O O
OH- I2
CH3 C CH2I CH3 C CHI- CH3 C CHI2 + I-
O O O
-
OH I2
CH3 C CHI2 CH3 C CI2- CH3 C CI3 + I-

O O O O

CH3 C CHI3 CH3 C CI3 CH3C + -CI3 CH3 C + CHI3

OH- OH OH O-

Uji ini tidaklah spesifik untuk metil keton. Iod merupakan zat
pengoksidasi lembut dan senyawa yang dapat dioksidasi menjadi suatu
senyawa karbonil metil juga akan menunjukkan uji positif (Fessenden,
1999). Oleh karena itu, kami juga melakukan pengujian terhadap senyawa
isopropil alkohol.
Dengan cara yang sama seperti keton, maka senyawa aseton diganti
dengan senyawa isopropil alkohol yang tidak berwarna. Hasil yang didapat
yaitu larutan berwarna kuning muda, dan terdapat endapan kuning. Hal ini
seuai dengan persamaan reaksi yaitu:
OH O O
I2 I2
CH3 CH CH3 CH3 C CH3 CH3 C O- + CHI3
OH- OH-

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aseton dan isopropil aklohol
dapat membentuk haloform yang dalam percobaan ini adalah iodoform,
yang dibuktikan dengan adanya endapan berwarna kuning.
6) Kondensasi Aldol
Percobaan kelima bertujuan untuk mengidentifikasi adanya gugus
aldehid melalui reaksi kondensasi aldol. Reaksi kondensasi adalah reaksi
penggabungan dari dua atau lebih molekul yang sama atau berlainan dengan
atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil seperti air. Reaksi kondensasi
aldol merupakan reaksi antara senyawa aldehid yang memiliki hidrogen-α

42
dengan basa kuat. Produk yang dihasilkan disebut aldol karena mengandung
aldehid dan alkohol.
Pertama, 4 mL larutan NaOH 1% yang tidak berwarna dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan 0,5 mL asetaldehid sebagai
sampel senyawa aldehid. Larutan tetap tidak berwarna. Kemudian, larutan
dikocok dan muncul gelembung. Setelah dikocok agak lama, larutan
berubah menjadi keruh. Kemudian, larutan dipanaskan selama 3 menit.
Setelah diangkat, perubahan yang terjadi yaitu larutan keruh berkurang dan
terbentuk endapan yang berbau tajam. Dalam hal ini, reaksi yang terjadi
yaitu:

Gambar 5. Reaksi kondensasi aldol

Reaksi di atas merupakan reaksi dimana suatu spesis enol atau ion
enolat dari suatu aldehida yang dalam hal ini asetaldehida, bereaksi dengan
gugus karbonil dari asetaldehida lainnya, membentuk senyawa 3-
hidroksibutanal, yaitu senyawa aldehida-alkohol atau aldol. Katalis yang
digunakan adalah NaOH yang bersifat basa. Namun, katalis asam juga dapat
digunakan dalam reaksi aldol. Berikut adalah tahapan-tahapan reaksi
kondensasi aldol sebelum membentuk aldol:

43
Gambar 6. Tahapan reaksi kondensasi aldol

Melalui percobaan ini, dapat diketahui bahwa senyawa asetaldehid


positif mengandung gugsus aldehid karena dapat melakukan reaksi
kondensasi aldol yang menghasilkan krotonaldehid yang ditandai dengan
aroma yang menyengat.
7) Identifikasi Karboksilat
Percobaan ketujuh ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa asam
karboksilat dengan melalui duamacam percobaan.
a) Bagian A
Pada percobaan ini, kami memasukkan 5 mL asam cuka yang tidak
berwarna ke dalam tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan larutan
KMnO4 1 N yang berwarna ungu pekat ke dalam tabung reaksi. Tidak
terjadi perubahan sehingga larutan tetap berwarna ungu pekat. Dalam hal
ini reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH3COOH(aq) + 2KMnO4(aq)  3CO2(g) + 2MnO2(s) +
2KOH(aq) + 2H2O(l)
KMnO4 berfungsi sebagai katalis dan zat pengoksidasi kuat, hal ini
dibuktikan dengan turunnya bilangan oksidasi Mn dari +7 ke +4.
b) Bagian B
Pada percobaan bagian dua, kami memasukkan 10 mL
NaCH3COOH encer 10% yang tidak berwarna ke dalam tabung reaksi.
Kemudian, ditambahkan FeCl3 5% sebanyal 3 mL. Penambahan larutan
FeCl3 ini untuk menghasilkan endapan yang mengandung ion feri,
perubahan yang terjadi yaitu berubahnya larutan menjadi warna merah
bata.Pada proses ini, reaksi yang terjadi adalah:

44
6CH3COO-(aq) + 3Fe3+(aq) + 2H2O(l) 
[Fe3(OH)2(CH3COO)6]+(aq) + 2H+ (aq)
Dalam hal ini, ion kompleks yang terjadi ditunjukkan dengan
warna larutan yang berwarna merah bata. Atom pusat dari ion kompleks
ini adalah Fe, sedangkan ligannya adalah OH dan CH3COO.
Selanjutnya adalah mendidihkan larutan hingga ion kompleks larut
dan terdapat endapan yang berwarna merah kecoklatan dengan larutan
yang tidak berwarna. Mekanisme reaksinya yaitu:
[Fe3(OH)2(CH3COO)6]+(aq) + 4H2O(l) 3Fe(OH)2CH3COO(s)
+ 3CH3COOH + H+
Sesuai dengan reaksi, endapan tersebut mengandung ion feri.
Kemudian larutan disaring dan dihasilkan endapan merah kecoklatan dan
filtrat yang tidak berwarna. Filtrat kemudian ditambahkan beberapa tetes
K4FeCN6 yang berwarna kuning cerah. Penambahan K4FeCN6 digunakan
untuk menunjukkan apakah filtrat masih mengandung ion feri atau tidak.
Larutan yang dihasilkan yaitu berwarna kuning muda. Selanjutnya,
warna larutan ini dibandingkan dengan warna larutan K4FeCN6dan
didapatkan warna yang serupa. Hal ini menunjukkan bahwa ion feri
sudah mengendap sempurna dan tidak ada dalam filtrat. Karena, jika
masih terdapat ion feri, warna larutan akan berbeda dengan larutan
K4FeCN6. Namun, hasil yang didapatkan adalah warna yang sama yang
mana membuktikan bahwa K4FeCN6 tidak bereaksi dengan ion feri.

45
J. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan identifikasi gugu aldehid, keton, dan karboksilat
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Uji reagen tollens digunakan untuk mengidentifikasi senyawa aldehid
dengan ditandai terbentuknya endapan cermin perak. Sedangkan pada
senyawa keton tidak dapat bereaksi dengan reagen tollens.
2. Uji reagen fehling dan benedict digunakan untuk mengidentifikasi senyawa
adlehid. Uji fehling yang positif menghasilkan endapan merah bata,
sedangkan uji benedict yang positif menghasilkan endapan kehiajaun.
Senyawa keton tidak dapat bereaksi dengan reagen benedict.
3. Uji adisi bisulfit digunakan untuk memutus ikatan rangkap pada keton
menjadi ikatan tunggal. Ikatan tunggal dapat bebas dan menjadi ikatan
rangkap kembali dengan penambahan asam pekat.
4. Uji fenilhidrazin menunjukkan bahwa keton dan aldehid dapat membentuk
reaksi adisi dengan turunan amina. Titik leleh senyawa dari aldehid 100℃,
sedangkan titik leleh senyawa dari keton 80℃. Maka, dapat diketahui bahwa
titik leleh senyawa aldehid lebih tinggi dibandingkan titik leleh senyawa
keton.
5. Uji haloform menunjukkan bahwa aseton dan isopropil alkohol dapat
bereaksi dengan I2 dalam suasana basa dengan membentuk endapan
iodoform yang merupakan endapan berwarna kuning.
6. Uji kondensasi aldol menunjukkan bahwa asetaldehid dapat mengalami
reaksi kondensasi aldol dan menghasilkan krotonaldehid yang ditandai
dengan aroma yang menyengat..
7. Uji identifikasi karboksilat menunjukkan bahwa adanya ion asetat dalam
larutan serta menunjukkan adanya ion feri dalam larutan.

46
K. Datar Pustaka
Achmadi, Suminar. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung:
ITB.
Cahyono, Bambang. 1991. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa
Organik.Semarang: UNDIP Press.
Damayanti, Latifah Adelina & Ikhsan, Jaslin. 2016. Aldehida dan Keton.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Fessenden, Ralp J., & Fessenden, Joan S. 1999. Kimia Organik Edisi III.
Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam.
Suminar Achmadi, Penerjemah. Jakarta : Erlangga.
Petrucci, Ralph H. 1992. Kimia Dasar Edisi Keempat. Suminar Achmadi,
Penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Pine, dkk. 1988. Kimia Organik I. Bandung: ITB.
Riswiyanto. 2005. Kimia Organik. Jakarta: Eralngga.
Sudjadi, 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Sudjadi, 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Sumardjo, D. 1997. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan ProgramStrata1FakultasBioeksakta.Jakarta:EGC.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

47

Anda mungkin juga menyukai