Anda di halaman 1dari 20

2.

2 IUD
2.2.1 PENGERTIAN IUD

Pengertian IUD adalah salah satu alat kontrasepsi

modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk,

ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan

dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi

fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplementasi dalam uterus

(Hidayati, 2009).

Pengertian AKDR atau IUD atau Spiral adalah suatu

benda kecil yang terbuat dari plastic yang lentur, mempunyai

lilitan tembaga atau juga mengandung hormone dan di masukkan

ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang

(Handayani, 2010).

IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke

dalam rahim yang bentuknya bermacam-

macam, terdiri dari plastik (polythyline), ada yang

dililit tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi ada pula yang

dililit dengan tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula

yang batangnya berisi hormon progesterone. (Kusmarjati, 2011).

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti

mencegah dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur

dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan, sehingga

kontrasepsi adalah upaya untuk

1
mencegah terjadinya kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak

terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel

telur dengan sel sperma (Wiknjosastro, 2003).

2.2.2 PROFIL

Menurut Saifudin (2010), Profil pemakaian IUD adalah:

1) Sangat efektif, reversible dan berjangka panjang (dapat sampai 10

tahun: CuT-380A)

2) Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak

3) Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan

4) Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi

5) Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada Infeksi

Menular Seksual (IMS).

2.2.3 JENIS – JENIS IUD

Jenis - jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain :

1) Copper-T

Gambar 2.1 Jenis IUD Copper-T (Imbarwati : 2009)

Menurut Imbarwati,(2009). IUD berbentuk T, terbuat dari bahan

polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat


10
tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti

fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. Menurut ILUNI FKUI

( 2010). Spiral jenis copper T (melepaskan tembaga) mencegah

kehamilan dengan cara menganggu pergerakan sperma untuk

mencapai rongga rahim dan dapat dipakai selama 10 tahun.

2) Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif untuk 1

tahun dan dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat Copper-7.

Menurut Imbarwati (2009). IUD ini berbentuk angka 7 dengan

maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran

diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat

tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan

tembaga halus pada IUD Copper-T.

3) Multi load

Gambar 2.2 Jenis IUD Multi Load ( Imbarwati : 2009)

Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene)

dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel.

Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi

gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375

11
mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load

yaitu standar, small, dan mini.

4) Lippes loop

Gambar 2.3 Jenis IUD Lippes Loop (Imbarwati : 2009)

Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari polyethelene,

berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan

kontrol, dipasang benang pada ekornya Lippes loop terdiri dari 4 jenis

yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A

berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe

C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan

tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang

rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi

perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab

terbuat dari bahan plasti.

2.2.4 CARA KERJA

Menurut Saifudin (2010), Cara kerja IUD adalah:

1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ketuba falopi

12
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,

walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat

reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk

fertilisasi.

4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

2.2.5 EFEKTIVITAS

Keefektivitasan IUD adalah: Sangat efektif yaitu 0,5 – 1 kehamilan per

100 perempuan selama 1 tahun pertama penggunaan (Sujiyantini dan

Arum, 2009).

2.2.6 KEUNTUNGAN

Menurut Saifudin (2010), keuntungan IUD yaitu:

1) Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi

Sangat efektif → 0,6 - 0,8 kehamilan / 100 perempuan dalam 1 tahun

pertama ( 1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan).

2) AKDR dapat efektik segera setelah pemasangan.

3) Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT – 380A dan tidak

perlu diganti)

4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat –ingat

5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual

6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk

hamil

7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR ( CuT -380A)

13
8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus

(apabila tidak terjadi infeksi)

10) Dapat digunakan sampai menopause ( 1 tahun atau lebih setelah

haid terakhir)

11) Tidak ada interaksi dengan obat – obat

12) Membantu mencegah kehamilan ektopik.

2.2.7 KERUGIAN

Menurut Saifudin (2010), Kerugian IUD:

1) Efek samping yang mungkin terjadi:

(1)Perubahan siklus haid ( umum pada 3 bulan pertama dan akan

berkurang setelah 3 bulan)

(2)Haid lebih lama dan banyak

(3)Perdarahan ( spotting ) antar menstruasi

(4)Saat haid lebih sakit

2) Komplikasi Lain:

(1)Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah

pemasangan

(2)Merasa sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan

(3)Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang

memungkinkan penyebab anemia

(4)Perforasi dinding uteru (sangat jarang apabila pemasangannya

benar)

14
3) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS

4) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan

yang sering berganti pasangan

5) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS

memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas

6) Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik terganggu karena

fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal

2.2.8 MEKANISME KERJA

1) Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti,

ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang

menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebutan leukosit yang

dapat melarutkan blastosis atau seperma. Mekanisme kerja AKDR

yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam

konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus juga

menghambat khasiatanhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR

yang mengeluarkanhormon juga menebalkan lender sehingga

menghalangi pasasi sperma (Prawirohardjo, 2005).

2) Sampai sekarang mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan

pasti, kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa AKDR dalam kavum

uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai

dengan sebutan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau

sperma. Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan –

perubahan pada pemakaian AKDR yang menyebabkan blastokista

15
tidak dapat hidup dalam uterus. Walaupun sebelumnya terjadi nidasi,

penyelidik-penyelidik lain menemukan sering adanya kontraksi uterus

pada pemakaian AKDR yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini

disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada

wanita (Wiknjoastro, 2005).

3) Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan sexual

terjadi) AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan

mempengaruhi sel elur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi.

Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan sexual

terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki mekanisme yang

lebih mungkin adalah dengan mencegah terjadinya implantasi atau

penyerangan sel telur yang telah dibuahi ke dalam dinding rahim

4) Menurut Saefuddin (2003), mekanisme kerja IUD adalah:

(1)Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi

(2)Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

(3)AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu

walaupun AKDR membuat sperma sulit ke dalam alat reproduksi

perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi

(4)Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur ke dalam uterus.

2.2.9 KONTRA INDIKASI

Menurut Kusumaningrum (2009), Kontra indikasi dari IUD:

1) Hamil atau diduga hamil

16
2) Infeksi leher rahim atau rongga panggul, termasuk penderita penyakit

kelamin

3) Pernah menderita radang rongga panggul

4) Penderita perdarahan pervaginam yang abnormal

5) Riwayat kehamilan ektopik

6) Penderita kanker alat kelamin.

2.2.10 EFEK SAMPING

Menurut Sujiantini dan arum (2009), Efeksamping IUD:

1) Perdarahan ( menoragia atau spotting menoragia)

2) Rasa nyeri dan kejang perut

3) Terganggunya siklus menstruasi (umumnya terjadi pada 3 bulan

pertama pemakaian)

4) Disminore

5) Gangguan pada suami ( sensasi keberadaan benang iud darasakan sakit

atau mengganggu bagi pasangan saat melakukan aktifitas seksual)

6) Inveksi pelvis dan endometrium

Menurut Zahra (2008), Efek samping dari penggunaan IUD

meliputi,pada minggu pertama, mungkin ada pendarahan kecil. Ada

perempuan-perempuan pemakai spiral yang mengalami perubahan haid,

menjadi lebih berat dan lebih lama, bahkan lebih menyakitkan. Tetapi

biasanya semua gejala ini akan lenyap dengan sendirinya sesudah 3

bulan.

17
2.2.11 PERALATAN PEMASANGAN IUD

Gambar 2.4 alat untuk memasang IUD (Sunjiantini dan arum : 2009)

Menurut Sujiantini dan arum (2009), Peralatan Pemasangan IUD:

1) Bivalue speculum ( speculum cocor bebek )

2) Tampontang

3) Tenakulum

4) Gunting

5) Mangkuk untuk larutan antiseptic

6) Sarung tangan dan barakscort

7) Duk steril

8) Kapas cebok

9) Cairan antiseptic ( betadin )

2.2.12 PERLENGKAPAN PEMASANGAN IUD

Gambar 2.5 Perlengkapan pemasangan IUD (Sujiantini dan arum : 2009)


18
Menurut Sujiantini dan arum (2009), Perlengkapan Pemasangan IUD:

1) Meja ginekologi

2) Lampu sorot / lampu senter

3) Kursi duduk

4) Tempat klorin 0,5 %

5) Tempat sampah basah

2.2.13 PEMASANGAN IUD

Menurut Prawirohardjo (2008), IUD dapat dipasang dalam keadaan:

1) Sewaktu haid sedang berlangsung

Karena keuntungannya pemasangan lebih mudah oleh karena servik

pada waktu agak terbuka dan lembek. Rasa nyeri tidak seberapa keras,

perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa

dirasakan, kemungkinana pemasangan IUD pada uterus yang sedang

hamil tidak ada.

2) Sewaktu post partum

Pemasangan IUD setelah melahirkan dapat dilakukan:

(1)Secara dini yaitu dipasang pada wanita yang melairkan sebelum

dipulangkan dari rumah sakit

(2)Secara langsung yaitu IUD dipasang dalam masa 3 bulan setelah

partus atau abortus

(3)Secara tidak langsung yaitu IUD dipasang sesudah masa tiga bulan

setelah partus atau abortus

3) Sewaktu abortus

19
4) Beberapa hari setelah haid terakhir

2.2.14 KUNJUNGAN ULANG SETELAH PEMASANGAN IUD

Kunjungan ulang setelah pemasangan IUD Menurut BKKBN (2003):

1) 1 minggu pasca pemasangan

2) 2 bulan pasca pemasang

3) Setiap 6 bulan berikutnya

4) 1 tahun sekali

5) Bila terlambat haid 1 minggu

6) Perdarahan banyak dan tidak teratur

Menurut Prawirohardjo (2008), pemeriksaan sesudah IUD dipasang

dilakukan pada:

a. 1 minggu pasca pemasangan

b. 3 bulan berikutnya

c. Berikutnya setiap 6 bulan

2.2.15 PEMERIKSAAN PADA SAAT KUNJUNGAN ULANG

Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2006), Setelah IUD

dipasang seorang klien wanita, ia harus diarahkan untuk menggunakan

preparat spermisida dan kondom pada bulan pertama. Tindakan ini akan

memberi perlindungan penuh dari konsepsi karena IUD menghambat

serviks, uterus, dan saluran falopii tempat yang memungkinkan

pembuahan dan penanaman sel telur dan ini merupakan kurun waktu IUD

dapat terlepas secara spontan. Klien harus melakukan kunjungan ulang

pertamanya dalam waktu kurang lebih enam minggu. Kunjungan ini harus

20
dilakukan setelah masa menstruasi pertamanya pasca pamasangan IUD.

Pada waktu ini, bulan pertama kemungkinan insiden IUD lebih tinggi

untuk terlepas secara spontan telah berakhir. IUD dapat diperiksa untuk

menentukannya masih berada pada posisi yang tepat. Selain itu, seorang

wanita harus memiliki pengalaman melakukan pemeriksaan IUD secara

mandiri dan beberapa efeksamping langsung harus sudah diatasi.

Kunjungan ulang member kesempatan untuk menjawab pertanyaan dan

member semangat serta meyakinkan klien. Diharapkan, hal ini

membuahkan hasil berupa peningkatan jumlah pengguna IUD. Data-data

terkait IUD berikut dapat diperoleh pada kunjungan ulang ini.

1) Riwayat

(1) Masa menstruasi (dibandingkan dengan menstruasi sebelum

menggunakan IUD)

a) Tanggal

b) Lamanya

c) Jumlah aliran

d) Nyeri

(2) Diantara waktu menstruasi (dibading dengan sebelum

menggunakan IUD)

a) Bercak darah atau perdarahan: amanya, jumlah

b) Kram: lamanya, tingkat keparahan

c) Nyeri punggung: lokasi, lamanya, tingkat keparahan.

21
d) Rabas vagina: lamanya, warna, bau, rasa gatal, rasa terbakar

saat berkemih (sebelum atau setelah urine mulai mengalir)

(3) Pemeriksaan benang

a) Tanggal pemeriksaan benang yang terakhir

b) Benang dapat dirasakan oleh pasangan selama melakukan

hubungan seksual

(4) Kepuasaan terhadap metode yang digunakan (baik pada wanita

maupun pasangannya)

(5) Setiap obat yang digunakan: yang mana, mengapa

(6) Setiap kunjungan ke dokter atau keruang gawat darurat sejak

pemasangan IUD: mengapa

(7) Penggunaan preparat spermisida dan kondom: kapan, apakah ada

masalah

(8) Tanda-tanda dugaankehamilan jika ada indikasi

2) Pemeriksaan fisik

(1) Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada

bagian bawah abdomen

(2) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri tekan akibat CVA,

jika diindikasikan untuk diagnose banding

(3) Tanda-tanda kemungkinan kehamil, jika ada indikasi.

3) Pemeriksaan pelvic

(1) Pemeriksaan speculum

a) Benang terlihat

22
b) Panjang benang: pemotongan benang bila ada indikasi

c) Rabas vagina: catat karakteristik dan lakukan kultur dan apusan

basah bila diindikasikan.

(2) Pemeriksaan bimanual

a) Nyeri ketika serviks atau uterus bergerak

b) Nyeri tekan pada uterus

c) Pembesaran uterus

d) Nyeri tekan pada daerah sekitar

e) Tanda-tanda kemungkinan kehamilan bila diindikasikan

4) Laboratorium

(1) Hemoglobin atau hematokrit

(2) Urinalis rutin sesuai indikasi untuk diagnosis banding

(3) Kultur serviks dan apusan basah, jika ada indikasi

(4) Tes kehamilan, jika ada indikasi

Apabila hasil pemeriksaan diatas memuaskan, maka klien

akan mendapatkan jadwal untuk melakukan pemeriksaan fisik

rutinnya. Pada kunjungan tersebut bidan akan melakukan hal-hal

seperti mengkaji riwayat penapisan umum yaitu pemeriksaan fisik dan

pelvic, pap smear, kultur klamedia dan gonorea, tes laboratorium rutin

lain dan pengulangan kunjungan ulang IUD seperti dijelaskan diatas.

Pengarahan supaya klien memeriksakan IUD nya, kapan harus

menghubungi bila muncul masalah atau untuk membuat perjanjian

23
sebelum kunjungan tahunnya dapat ditinjau kembali bersama klien

selama kunjungan ulang ini.

2.2.16 PENYULUHAN SETELAH PEMASANGAN

1) Memberitahu kapan ibu harus dating kembali untuk control dan

mengingatkan kembali masa pemakaian IUD. Control setelah 4-6

minggu setelah pemasangan IUD

2) Memberitahukan pada ibu cara memeriksa sendiri benang IUD, yaitu

dengan cara memasukkan jari tangan yang sudah dicuci sebelumnya

kedalam alat kelaminnya, dan mencari / meraba apakah ada benang

seperti senar didalamnya.

3) Menganjurkan ibu untuk kembali memeriksakan diri bila:

(1) Tidak dapat meraba benang IUD

(2) Merasakan bagian yang keras dari IUD

(3) IUD terlepas

(4) Siklus haid terganggu

24
(5) Mengeluarkan cairan yang berlebihan dari vagina

(6) Adanya gejala infeksi pada alat kelamin yaitu cairan barbau,
bengkak, kemerahan, nyeri, panas.

(7) Nyeri setelah senggama

(8) Perdarahan setelah senggama

(9) Kram / kejang pada perut bagian bawah

(10) Memberitahukan pada ibu bahwa IUD Copper T-380 A perlu


dilepas setelah 10 tahun atau kurang dari saat pemasangan

(11) Menanyakan kepada ibu apakah ada yang mau ditanyakan lagi
tentang hasil penyuluhannya.

25
2.3 IUD POST PLASENTA
2.3.1 PENGERTIAN
IUD post plasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10
menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam
(EngenderHealth, 2008).
Pemasangan AKDR berdasarkan waktu pemasangan dapat dibagi
menjadi 3:
1) Immediate postplacental insertion (IPP) yaitu AKDR dipasang
dalam waktu 10 menit setelah plasenta dilahirkan.
2) Early postpartum insertion (EP) yaitu AKDR dipasang antara
10 menit sampai dengan 72 jam postpartum.
3) Interval insertion (INT)  yaitu AKDR dipasang setelah 6
minggu postpartum.
Pemasangan AKDR dalam 10 menit setelah plasenta lahir dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1) Dipasang dengan tangan secara langsung
Setelah plasenta dilahirkan dan sebelum perineorafi,
pemasang melakukan kembali toilet vulva dan mengganti
sarung tangan dengan yang baru. Pemasang memegang AKDR
dengan jari telunjuk dan jari tengah kemudian dipasang secara
perlahan-lahan melalui vagina dan servik sementara itu tangan
yang lain melakukan penekanan pada abdomen bagian bawah
dan mencengkeram uterus untuk memastikan AKDR dipasang
di tengah-tengah yaitu di fundus uterus. Tangan pemasang
dikeluarkan perlahan-lahan dari vagina. Jika AKDR ikut
tertarik keluar saat tangan pemasang dikeluarkan dari vagina
atau AKDR belum terpasang di tempat yang seharusnya, segera
dilakukan perbaikan posisi AKDR.
2) Dipasang dengan ring forceps
Prosedur pemasangan dengan AKDR menggunakan ring
forceps hampir sama dengan pemasangan dengan
menggunakan tangan secara langsung akan tetapi AKDR
diposisikan dengan menggunakan ring forceps, bukan dengan
tangan.

26
2.3.2 JENIS
Ada 3 macam IUD yang biasanya digunakan yaitu Copper T
380A, Multiload Copper 375, dan IUD dengan levonorgestrel. IUD
jenis Copper T 380A sangat banyak tersedia dan pada program pilihan
KB Pascapersalinan, jenis IUD Copper T 380A ini paling banyak
digunakan karena selain karakteristiknya yang baik, harga IUD jenis ini
juga lebih terjangkau dibanding dengan jenis IUD yang lain. IUD
dengan levonorgestrel (misal Mirena) belum terlalu banyak tersedia dan
jika tersedia harganya mahal, dan IUD jenis ini biasanya tidak
direkomendasikan sebagai IUD post partum.

2.3.3 CARA KERJA


IUD yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan
berfungsi seperti IUD yang dipasang saat siklus menstruasi. Pada
pemasangan IUD post plasenta, umumnya digunakan jenis IUD yang
mempunyai lilitan tembaga yang menyebabkan terjadinya perubahan
kimia di uterus sehingga sperma tidak dapat membuahi sel telur.

2.3.4 EFEKTIVITAS
Efektivitas sangat tinggi. Tiap tahunnya 3-8 wanita mengalami
kehamilan dari 1000 wanita yang menggunakan IUD jenis Copper T
380A. Kejadian hamil yang tidak diinginkan pada pasca insersi IUD
post plasenta sebanyak 2.0 - 2.8 per 100 akseptor pada 24 bulan setelah
pemasangan. Setelah 1 tahun, penelitian menemukan angka kegagalan
IUD post plasenta 0.8 %, dibandingkan dengan pemasangan setelahnya.
Sesuai dengan kesepakatan WHO, IUD dapat dipakai selama 10 tahun
walaupun pada kemasan tercantum efektifitasnya hanya 4 tahun
(BKKBN, 2010).

2.3.5 KEUNTUNGAN
1) Langsung bisa diakses oleh ibu yang melahirkan di pelayanan
kesehatan
2) Efektif dan tidak berefek pada produksi menyusui
3) Aman untuk wanita yang positif menderita HIV
4) Kesuburan dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan
27
5) Resiko terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 %
6) Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari
jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita
7) Mudah dilakukan pada wanita dengan epidural
8) Sedikit kasus perdarahan daripada IUD yang dipasang di waktu
menstruasi

2.3.6 KERUGIAN
Angka keberhasilannya ditentukan oleh waktu pemasangan, tenaga
kesehatan yang memasang, dan teknik pemasangannya. Waktu
pemasangan dalam 10 menit setelah keluarnya plasenta memungkinkan
angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan ketersediaan tenaga
kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan) dan teknik pemasangan
sampai ke fundus juga dapat meminimalisir kegagalan pemasangan.

2.3.7 EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI


1) Ekspulsi
Angka kejadian ekspulsi pada IUD sekitar 2-8 per 100 wanita pada
tahun pertama setelah pemasangan. Angka kejadian ekspulsi setelah
post partum juga tinggi, pada insersi setelah plasenta lepas kejadian
ekspulsi lebih rendah daripada pada insersi yang dilakukan
setelahnya. Gejala ekspulsi antara lain kram, pengeluaran per
vagina,spotting atau perdarahan, dan dispareni.
2) Kehamilan
Kehamilan yang terjadi setelah pemasangan IUD post plasenta
terjadi antara 2.0-2.8 per 100 akseptor pada 24 bulan.  Setelah 1
tahun, studi menyatakan angka kegagalannya 0,8 % dibandingkan
dengan pemesangan IUD saat menstruasi.
3) Infeksi
Prevalensi infeksi cenderung rendah yaitu sekitar 0,1 % sampai 1,1
%.
4) Perforasi
Perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah
populasi 1150 sampai 3800 wanita.

28

Anda mungkin juga menyukai