Anda di halaman 1dari 17

Nama Kelompok :

1. Ervin Nugrohosudin (kelas F 20180610225)

2. Intan Puspitasari (kelas F 20180610201)

3. Ramadhan Naufal (kelas F 20180610222)

4. Bagus Hermawan (kelas F 20180610233)

5. Mahendra Hazza (kelas F 20180610221)

Gus Dur Sang Bapak Bangsa dan Teladan Pluralisme

BAB 1 PENDAHULUAN

Kepemimpinan dalam arti luas sering diartikan sebagai usaha seseorang untuk

mengarahkan serta memengaruhi orang lain dalam suatu kelompoknya untuk mencapai

tujuan bersama. Dimana bertugas pula dalam pembagian program kerja guna tercapai

suatu efektivitas dalam pelaksanaan kegiatan, serta dapat juga memberikan wewenang

kepada orang lain dalam kelompokya untuk menjalankan suatu tugas

Dulu pemimpin sering kali dikaitkan dengan orang yang punya kuasa,yang bisa

mengatur hal apa saja yang cenderung menguntungkan dirinya serta

kelompoknya,karena seorang pemimpin dibekali dengan beberapa keistimewaan yang

dapat menunjang apa yang menjadi kehendak orang tersebut. Dimana gambaran seorang

pemimpin apalagi dalam memimpin suatu negara dikonotasikan negatif seperti orang

yang bisa melakukann segala cara demi tercapai tujuan sendiri maupun kelompok

maupun kelompoknya yang jarang sekali berita kebaikan seorang pemimpin negara

terdengar oleh publik,yang paling sering terdengar adalah beberapa kebijakan yang

diambil oleh pemimpin negara yang dianggap tidak sesuai dengan keadaan negara

tersebut, namun seiring dengan berjalan waktu pandangan-pandangan negatif tentang

seorang pemimpin negara mulai hilang dengan munculnya figur-figur pemimpin negara
yang berpihak pada rakyatnya,mau menampung keluh kesah rakyatnya serta membuat

kebijakan yang pro dengan rakyat

Dengan penjabaran yang ada diatas tadi maka dalam periode 1990-2019 mulai

bermunculan figur pemimpin negara yang begitu disegani oleh rakyatnya maupun

negara lain karena mempunyai cirikhas atau style tersendiri dalam memimpin

negaranya. Yang mana karena cirikhas maka para pemimpin negara tersebut dapat lebih

dikenal oleh masyarakat negara lain yang bahkan dijadikan contoh dalam memimpin

negara.

Seperti contoh jika di Indonesia mempunya presiden K.H Abdurahman Wahid

atau lebih dikenal dengan sebutan “Gus Dur”, beliau dikenal karena bisa menumbuhkan

rasa toleransi diantara umat beragama yang ada di Indonesia, karena jasa beliau maka

mendapat gelar “Bapak Pluralisme”

Ada pula contoh seperti presiden Afrika Selatan yaitu Nelson Mandela. Beliau

begitu dicintai oleh rakyat Afrika Selatan, serta masih banyak lagi tokoh pemimpin

dunia yang mempunyai kharisma tersendiri dihati masyarakatnya.

Dengan perkembangan jaman yang seperti sekarang, dimana masyarakat

sekarang sudah lebih cerdas dapat menentukan sikap bangsanya sendiri maka pola

kepemimpinan yang cenderung totaliter maupun otoriter harus dihapuskan dalam sistem

kepemimpinan suatu bangsa karena sudah tidak sejalan dengan pola pemikiran

masyarakat sekarang yang lebih menginginkan kebebasan yang bertanggung jawab.

Suwardiyamsyah. “Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Toleransi Beragama”.

Jurnal Al-Irsyad VIII, no.1(2007): 1-13.

Sahfutra, Surya Adi. “Gagasan Pluralisme Agama Gus Dur Untuk Kesetaraan dan Kerukunan”.

Jurnal Religi X, no.1(2014): 89-113.


BAB II PEMBAHASAN

1. Latar Belakang

Pemimpin pada era sekarang dituntut harus bisa memahami bagaimana yang

diinginkan oleh rakyatnya dengan harapan bangsa dan negara yang dipimpinnya dapat

disegani oleh bangsa lain dalam segi pemikiran dan kebudayaan.

Tidak hanya disegani karena punya alutsista persenjataan lengkap, tidak hanya

karena punya negara cengkraman yang banyak tidak pula hanya karena punya

pangkalan militer yang hebat dan punya pasukan tempur yang sanggup menghancurkan

suatu negara. Lebih dari semua alasan itu masyarakat pada era sekarang ini

menginginkan negara disegani karena kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi, kebudayaan, punya kemampuan dalam hubungan diplomatik dengan negara

lain yang mana dapat dimanfaatkan untuk mengupayakan terwujudnya kemerdekaan

bagi segala bangsa tanpa memandang bagaimana dia, apa agamanya, apa sukunya, apa

warna kulitnya. Serta bisa merangkul semua golongan masyarakat karena suatu negara

berdiri tidak karena hanya oleh satu kelompok atau satu golongan tetapi semua suku dan

golongan

Oleh karena kehadiran pemimpin yang bisa memenuhi kriteria seperti yang

dijabarkan diatas sangat dinanti karena diharapkan seluruh elemen masyarakat dapat

pula mendapat dampak positif dari kebijakan yang diambil oleh pemimpin tersebut

beserta seluruh jajarannya. Maka dari itu diera sekarang dibutuhkan pemimpin yang

visioner yang mau memikirkan masa depan bangsanya. Yang menyiapkan pondasi

dalam kepemimpinannya dulu untuk dijadikan pijakan untuk melihat bagaimana kelak

bangsa dan negara menghadapi persaingan secara global, yang tidak menata bangsa
negaranya untuk beberapa tahun tapi untuk beberapa puluh tahun kedepan agar anak

cucu kita dapat pula melihat kemajuan yang nantinya dapat diteruskan oleh generasi-

generasi emas bangsa dan negaranya.

Syarat pemimpin sekarang supaya dapat dicintai oleh rakyatnya adalah selain

beberapa kriteria diatas adalah bisa merakyat karena masyarakat ingin ada kehadiran

pemimpin karena dengan begitu itu menunjukkan suatu bentuk kepedulian pemimpin

kepada masyarakat yang dipimpinnya dan juga merupakan wujud nyata bahwa

sebenarnya tidak ada jarak antara pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnya.

2. Biografi Gusdur

Beliau adalah tokoh yang bisa dibilang fenomenal bahkan tidak hanya di Indonesia

saja tetapi juga di mancanegara karena gagasannya yang sangat maju pada masa itu

yang bahkan orang-orang pada masa itu belum memikirkan sampai sejauh apa yang

dipikirkan oleh Gus Dur. Lelaki yang mempunyai nama lengkap KH. Abdurrahman

Wahid atau yang biasa dikenal dengan sebutan Gus Dur adalah cucu dari seorang kyai

yang sangat terkenal yang juga merupakan pahlawan nasional yaitu pendiri Organisasi

Islam terbesar di Indonesia yaitu KH.Hasyim Ashari yang juga putra dari kyai terkenal

jawa timur yaitu KH. Wahid Hasyim lahir dikota Jombang Jawa Timur pada tanggal 04

agustus 1940. Adalah suami dari Nyai Haji Sinta Nuriya yang selama pernikahannya

beliau dikaruniai 3 orang putra.

Gus Dur waktu kecil belajar pertama kali pada sang kakek KH. Hasyim Asyari.

Ia diajari mengaji dan membaca al-Qur’an sat serumah dengan kakeknya. Karena itulah

saat usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an. Lalu ketika ayahnya pindah ke

Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat
Bahasa Belanda yang guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah

masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran

Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati

oleh orang dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari

sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.

Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk belajar di

Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama)

Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak. Sekolah ini meskipun dikelola oleh

Gereja Katolik Roma, akan tetapi sepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Di

sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang

hidup dalam dunia pesantren

Gus dur sejak muda mempunyai hobi yang unik diantara teman seumurannya

yaitu beliau gemar menulis yang karena hobinya tersebut beliau berhasil memenangkan

lomba karya tulis dan beliau mendapat hadiah dari pemerintah.Selain itu beliau juga

memiliki hobi membaca, beliau sanggup untuk membaca buku yang tebal yang

diantaranya adalah buku karangan penulis terkenal yang bahan bacaannya berat. Saat

memasuki sekolah menengah pertama, hobi membaca gus dur semakin mendapat

dukungan dari lingkungan nya. Beliau sanggup untuk membaca seluruh buku yang ada

diperpustakaan karena tipikal gus dur yang haus akan ilmu.

Setelah lulus dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo

Magelang Jawa Tengah yang diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok kyai yang ramah, soleh

dan guru dicintai. Kyai Chudhari inilah yang memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-

ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek ritual mistik.

Biografi Gusdur

https://www.gusdur.net/id/biografi (diakses pada 11 juni 2019)


3. Mengenal pluralisme Gus Dur

Jika membahas tentang teladan dari KH.Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan

Gus Dur yang banyak diteladani dari beliau adalah sikap pluralis yang beliau tunjukkan

kepada seluruh elemen masyarakat. Beliau tidak pernah memandang seorang itu lebih

tinggi atau lebih rendah,tidak pernah memandang apa agamanya,bagaimana pandangan

politik ataupun tidak pernah memandang apa warna kulitnya maupun sukunya. Beliau

ingin meneladani sifat tuhan yang tidak pernah membeda-bedakan dalam memberi

nikmat kepada makhluk walaupun ia tahu banyak makhluknya yang membangkang

terhadap perintahnya dan melanggar larangannya. Sikap itulah yang coba diterapkan

dalam kehidupannya dalam berbangsa dan bernegara

Sebab beliau tahu bahwa kondisi bangsa Indonesia yang seperti karena bangsa

Indonesia adalah satu-satunya negara yang dimana satu negara menampung ribuan

bangsa yang mempunyai karakternya masing-masing. Tidak bisa kita memaksakan

orang lain untuk seperti kita,seperti budaya kita. Gus Dur paham betul akan hal itu maka

beliau mencoba untuk mengimplementasikan dalil-dalil Al-Qur’an dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara dengan cara memberi teladan bahwa semua makhluk sama

disisi tuhan, tidak ada yang bisa membeda-bedakan kedudukan manusia disisi tuhannya

kecuali amal dan ibadahnya.

Konsep pluralisme Gus Dur sangat sesuai dengan sila-sila yang ada di Pancasila,

beliau mencoba untuk menerapkan sila-sila dalam pancasila yang salah satunya adalah

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia yang selama ini sila itu

hanyalah angan belaka karena faktanya yang terjadi selama ini banyak sekali terjadi

ketimpangan sosial dalam masyarakat yang imbasnya membuat masyarakat saling ada
jarak pemisah namun semua jarak itu coba untuk dihilangkan oleh Gus Dur dengan

membuat konsep baru yang memanusiakan manusia.

Gus Dur tahu betul bagaimana untuk menghargai serta menghormati orang lain

dengan tingkah laku yang sopan santun, welas asih yang membuat nyaman orang-orang

yang didekatnya. Beliau sangat paham bagaimana menjaga harkat martabat orang lain

dengan cara menghargai hak-hak kelompok lain tanpa harus menghakimi orang itu

salah atau benar.

Saat orang mulai mengabaikan hak-hak orang lain yang terkadang mencela hak

serta pilihan orang lain, beliau memberi teladan bahwa setiap manusia punya hak atas

hidupnya sendiri. Beliau tidak pernah seolah menjadi hukum yang bisa menilai baik

buruk seseorang dengan mencela setiap pilihan orang lain.

Gus Dur benar-benar hadir bagi orang-orang yang merasa terhina untuk

membantu mereka agar segera bangkit dengan memberi pengertian bahwa hidup mereka

juga berguna,tidak ada hal didunia ini yang diciptakan dengan sia-sia semata

Makna Islam dalam pandangan Gus Dur tidak terletak pada simbol-simbol yang

melekat dibadan, lebih dari itu Islam hadir untuk menjawab segala kegelisahan semua

umat beragama melalui pengamalan ayat demi ayat yang ada dikitab suci Al-Qur’an

yang bisa dirasakan oleh masyarakat secara luas.

Begitulah sosok Gus Dur bahkan kepada orang yang memusuhinya beliau tetap

berbuat baik tidak pernah memandang bagaimana masa lalu orang itu bahkan tidak akan

ragu untuk membantu jika bisa. Gus Dur lebih peduli akan nasib bangsanya dari pada

dengan dirinya karena Gus Dur sudah selesai dengan dirinya

Anwar,Syafi’i. Islamku Islam Anda Islam Kita. Edisi pertama.

Jakarta. The Wahid Institute. 2006.


4. Teori

Sosok Abdurrahman Wahid merupakan sosok yang unik dan pemikirannya

tergolong tipikal. Bagi kebanyakan orang, beliau dikategorikan sebagai nontradisionalis

konservatif, bukan pula modernis Islam.

Akan tetapi, dia seorang pemikir liberal, seorang pemimpin organisasi Islam

berbasis tradisi, dan seorang cendikiawan inovatif.Gusdir mempunyai teori-teori untuk

mempersatukan negara yg merupakan negara Indonesia sendiri adalah negara

nusantara,terdiri banyak pulau,suku,agama dan budaya yang berbeda-beda.Dan Gusdur

merupaka cucu dari pendiri NU (Nahdlatul ‘Ulama) yaitu Hasyim Asy’ari maka

tidaklah heran bahwa tingkat keagamaan islmnya sangat kuat.Maka dari itu Gusdur

memiliki pemikiran untuk menyatukan hubungan negara dengan agama yg berbeda

sedemikian rupa, bahwa hubungan agama dan Negara, merupakan suatu bidang kajian

yang sangat penting sebagai gejala sosial. Hubungan tersebut merupakan cermin dalam

masyarakat.Dan gusdur menjelaskan dalam hubungan agama islam dan negara

dikatakan bahwa:

 Islam tidak mengenal doktrin tentang negara. Dalam soal bentuk negara,

menurutnya tidak mempunyai aturan baku. Hal ini bergantung negara bersangkutan

apakah mau menggunakan model demokrasi, teokrasi atau monarchi. Hal yang

terpenting bagi Gusdur adalah terpenuhinya tiga kreteria, yaitu: pertama,

mengedepangkan prinsip-prinsip permusyawaratan. Kedua, ditegakkan keadilan.

Ketiga, adanya jaminan kebebasan Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat doktrin

tentang keadilan dan kemakmuran. Tak ada pula doktrin bahwa negara harus

berbentuk formalisme negara Islam, demikian pula dalam pelaksanaan hal-hal


kenegaraan. Negara dalam perspektif Gusdur adalah al-Hukum (hukum atau

aturan). Islam tidak mengenal konsep pemerintahan yang defenitif sehingga etik

kemasyarakatanlah yang diperlukan. Dalam persoalan mendasar misalnya Islam

tidak konsisten, terkadan memakai Istikhlaf, Bay'ah, ataupun Ahlu al-Halli wa al-

Aqdi. Apa yang menjadi keinginan Gusdur untuk tidak memformalkan Islam

sebagai ideologi dan acuan dalam negara sejalan dengan keinginan sebahagian

besar warga negara yang mayoritas Islam.Penerimaan Pancasila sebagai ideologi

negara yang dimotori oleh Gusdur dan paling tidak karena dua hal yaitu: Pertama,

Islam adalah agama Fitriah Sepanjang suatu nilai tidak bertentangan dengan

keyakinan Islam,dapat diarahkan agar selaras dengan tujuan-tujuan dalam Islam

ketika Islam diterima oleh masyarakat,ia tidak harus menganti nilai-nilai yang

terdapat di dalamnya tetapi bersikap menyempurnakan. Di sinilah letak

pertentangan Gusdur secara pribadi dengan sebahagian person ICMI(Ikatan

Cendekiawan Muslim Indonesia) sebagai sebuah lembaga.Dalam perspektif Ahlu

al-Sunnah Wa-al-Jamaah aliran yang diyakini pemerintah dinilai dari segi

fungsionalnya, bukan dari normal formal eksistensinya, negara Islam atau bukan.

Selama kaum muslimin dapat menyelengarakan kehidupan beragama mereka secara

penuh, maka konteks pemerintahannya tidak lagi menjadi pusat perhatiannya..

Teori gusdur yang ke dua adalah pluralisme,

 Pluralisme adalah sebuah paham yang mengakui dan mempercayai adanya

perbedaan dalam masyarakat yang meliputi perbedaan agama, ras, kelompok, suku

budaya, dan adat istiadat. Dalam membicarakan pluralisme, Gusdur tak jarang

menghubungkannya dengan agama, karena agama inilah yang sering dimanfaatkan oleh

mayoritas dalam menindas dan menekam secara diam-diam kaum minoritas. Pandangan
Gusdur terhadap pluralisme tercermin pada sikapnya yang membela minoritas dan non

muslim dan melakukan kerjasama dengan siapa saja secara terbuka, baik dengan

kelompok kristen, hindu, budha, maupun kelompok Islam yang lain.Kelompok

minoritas lain yang sering dibela Gusdur adalah penganut Konghucu, kendati negara

tidak mengakui keberadaan negara ini khususnya pada masa ode baru tapi Gusdur tetap

membelahnya sebagai hak pribadi terhadap suatu keyakinan tentang kebenaran ajaran

yang dianut. Pembelaan dan pengakuannya terhadap hak minoritas ini merupakan

wujud nyata dari tanggung jawab sosial kebangsaan dan praktek demokrasi.Yang

terakhir adalah teori pribumisasi,

 Istilah"Pribumisasi Islam" pertama kali dilontarkan tahun 1980-an oleh

Abdurrahman Wahid sebagai ganti atas istilah indigenization dalam bahasa

Inggris.Pribumisasi Islam lahir dalam konteks perhatian Gusdur untuk tidak menjadikan

Islam sebagai alternatif terhadap persoalan-persoalan kenegaraan dan kebangsaan. Ini

berbeda dengan sebahagian komunitas gerakan Islam pemurnian, para pencari "Islam

asli dan otentik".

Fitriah , Ainun. “Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Pribumi Islam”.

Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam 3, no.1(2013): 40-59.

Susila , Alif Pratama. “Studi Analisis Terhadap Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Agama”.

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam 2, no.1(2017): 113-129.

Asmara , Musda. 2017. “Islam dan Pluralisme Dalam Pembangunan Politik di Indonesia”

Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan 2, no.1(2017): 68-89.


5. Karya nyata yang telah dibuat Gus Dur selama memimpin negara

Indonesia

K. H. Abdurahman Wahid atau Gus Dur terpilih menjadi presiden Republik

Indonesia ke empat setelah menang dalam Pemilu pada bulan Oktober 1999. Setelah

menjadi Presiden, Abdurahman Wahid membentuk Kabinet yang disebut Persatuan

Nasional, ini adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik antara

lain PDIP,PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK), non partisan dan juga

TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Kabinet ini lahir di era krisis yang multi dimensi.

Kabinet ini diharapkan dapat menjadi Kabinet pertama dalam membangun tradisi

pemerintahan yang bersih dan efektif.

Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia mengalami ancaman

disintegrasi kedaulatan negara. Menghadapi hal itu, setelah pengangkatan dirinya

sebagai Presiden, Abdurahman Wahid melakukan pendekatan yang lembut terhadap

daerah - daerah yang berkecamuk terrhadap Aceh, Abdurahman Wahid memberikan

opsi referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur.

Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh yang dilakukan Abdurahman Wahid

dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut.

Netralisasi Irian Jaya, dilakukan Abdurahman Wahid pada 30 Desember 1999 dengan

mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannyaPresiden Abdurahman Wahid

berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan

nama Papua.

Abdurahman Wahid menjadi pemimpin yang meletak fondasi perdamaian Aceh.

Pada pemerintahan Abdurahman Wahid lah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh

Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal sebelumnya pembicaraan


dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat,

apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh

nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Abdurahman Wahid. tetap memilih

menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk

satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Pada masa pemerintahan

Abdurahman Wahid pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan. Selain

usaha perdamaian dalam wadah NKRI, Abdurahman Wahid disebut sebagai pionir

dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik.

Pada masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid ia mengeluarkan kebijakan

pertama, yaitu membubarkan Departemen Penerangan. Dimasa Orde Baru, Departemen

penerangan ini merupakan alat bagi Presiden Soeharto untuk mengekang kebebasan

pers. Dengan dibubarkannya Departemen tersebut maka kebebasan pers di Indonesia

semakin terjamin. Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (PKM), yang

selama pemerintahan Habibie menjadi lokomotif ekonomi kerakyatan dijadikan

kementerian non portofolio alias menteri negara. Keadaan ini berlangsung sampai

sekarang.

Abdurahman Wahid memberikan kebijakan lainnya yaitu mengeluarkan

Peraturan Presiden No.6/2000 yang mencabut Instruksi Presiden No.14/1967 yang

dikeluarkan pemerintahan Suharto. Dengan pencabutan larangan tersebut maka terbuka

jalan bagi etnik Tionghoa untuk menghidupkan budaya tradisional mereka. Masyarakat

Tionghua diberikan kebebasan untuk merayakan Tahun Baru Imlek, dan ini dibuktikan

Abdurahman Wahid sebagai figur yang mementingan masyarakat Indonesia. Hingga

sampai sekarang Tahun Baru Imlek tetap dirayakan masyarakat Tionghua. Dalam tahun

2000 itu juga Abdurahman Wahid mengumumkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur
nasional. Dengan demikian maka etnis Cina atau Tionghoa yang selama kekuasaan

Orde Baru mengalami diskriminasi, maka semenjak pemerintahan Presiden

Abdurrahman Wahid terlepas dari diskriminasi.

Abdurrahman Wahid atau Gus Dur merupakan bapak Pluralisme di Indonesia,

hal itu dikarenakan semasa hidup nya Abdurahman Wahid selalu membela kaum

minoritas dan sangat anti dengan yang namanya kekerasan dan ketidak adilan. Bahkan

dengan gagahnya Abdurahman Wahid berani meresmikan agama baru yaitu Konghucu

menjadi agama resmi di Indonesia. Sebelumnya selama puluhan tahun, penganut Kong

Hu Cu tidak bisa sepenuhnya mengklaim hak-hak mereka sebagai warga negara

Indonesia, karena agamanya tidak di akui. Sebagaimana perayaan Imlek, diskriminasi

terhadap agama Konghucu juga di awali di masa Orde Baru dengan terbitnya Inpres

No.14 Tahun 1967.

Dalam bidang Ekonomi untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki

ekonomi Indonesia, Abdurahman Wahid membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN)

yang bertugas untuk memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang belum pulih dari

krisis ekonomi yang berkepanjangan. Presiden Abdurrahman Wahid mewarisi ekonomi

Indonesia yang relatif lebih stabil dari pemerintahan Habibie. Selama pemerintahan

Abdurrahman Wahid, IMF tak pernah mencairkan pinjamannya, Bagaimanapun juga

presiden Abdurrahman Wahid telah membuktikan kepada dunia luar, bahwa Indonesia

bisa diurus tanpa bantuan dana dari IMF.

Setiawan , Eko. “Konsep Teologi Pluralisme Gus Dur dalam Meretas Keberagaman di Indonesia” .

Asketik 1 no 1(2017): 57-68.

Naim , Abu. 2014. “Tipologi Kepemimpinan Politik Gus Dur”. Jurnal pendidikan Komuikasi dan

Pemikiran Hukum Islam VI no.1(2014): 1-20.


6. Analisis Gaya kepemimpinan Serta Kelemahannya

Gaya kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid adalah seorang pemimpin

Kharismatik - Transformasional. Pola transformasional yang muncul ini berdasarkan

kebijakan Gus Dur yang cukup visioner, seperti pembubaran Departemen Penerangan

dan Departemen Sosial, membuka hubungan dagang dengan Israel, Pemisahan TNI-

POLRI, Seringnya melakukan reshuflle kabinet, mengeluarkan Dekrit Presiden,

seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri, serta seringnya konflik Internal PKB.

Meskipun Gus Dur dalam mengambil kebijakan tersebut cenderung mengandalkan

sikap kharismatik yang dimilikinya, namun Gus Dur tidak pernah melakukan tekanan

serta ancaman dengan menggunakan kekerasan atau kekuatan militer.

Kelemahan dari gaya kepemimpinan Abdurahman Wahid ini adalah karena

sikapnya yang terlalu berani (courage) serta kemauan kuatnya (passion) dalam

memutuskan kebijakan yang dalam perspektifnya dianggap paling benar. Gaya

kepemimpinan kharismatik – transformasional Gus Dur lebih mengarah pada

pembenaran pribadi yang kuat oleh Gus Dur sehingga menjadi egoisme politik yang

kemudian mengarah pada kebijakan yang kontroversial. Kharisma yang dimiliki Gus

Dur justru tidak dapat menjadi motivasi bagi para bawahanya untuk melaksanakan

tugas. Kepercayaan diri yang terlalu kuat itulah yang mengarahkan pada kesimpulan

bahwa pola komunikasi yang dibangun oleh Gus Dur lebih cenderung ke arah pola

komunikasi dalam kehidupan tradisonal pesantren, yaitu pola kharismatik seorang santri

terhadap kiainya, dan dalam hal ini Gus Dur menempatkan dirinya sebagai seorang kiai
yang harus selalu dipatuhi. Hal ini lah yang telah membuat Gus Dur harus merelakan

jabatanya karena kesalahannya sendiri dalam bertindak.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Setiap pemimpin negara mempunyai ciri khas masing-masing dan mempunyai

cara dalam memimpin negaranya. Tapi Gus Dur menunjukkan hal lain dalam

memimpin negara Indonesia kala itu. Beliau hadir bukan sebagai Presiden tapi dia hadir

sebagai bapak bangsa yang bisa mengayomi semua golongan. Beliau tidak pernah

membeda-bedakan apapun agamanya,apa sukunya itu semua tidak menjadi persoalan

bagi Gus Dur karena yang terpenting adalah kita indonesia.

Karena hal itulah Gus Dur menjadi teladan bagi bangsa indonesia maupun

pemimpin negara lain karena beliau mampu merangkul semua golongan. Beliau selalu

ingin membangun pondasi perdamaian di setiap sisi kehidupan berbangsa. Atas alasan

itu Gus Dur menjadi sosok yang dicintai oleh rakyatnya tanpa terkecuali.

2. Saran

Semoga dengan kemajuan zaman yang seperti sekarang ini diharapkan akan

hadir sosok pemimpin yang arif dan bijaksana serta merakyat dan mempunyai visi besar

untuk membawa kemajuan bagi bangsa dan negaranya. Yang tidk hanya memikirkan

dirinya sendiri maupun golongannya. Yang kelak bisa menjadi teladan bagi generasi

penerus untuk bisa membawa bangsa dan negara bersaing dalam segi ilmu pengetahuan

dan teknologi.

Arif , Syaiful. Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif. Edisi pertama.

Depok. Koekoesan. 2009.


Wahid , Abdurrahman. Ilusi Negara Islam. Edisi pertama.

Jakarta. The Wahid Institute. 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Wahid, Abdurrahman. 2009. Ilusi Negara Islam. Jakarta : The Wahid Institute.

Wahid, Abdurrahman. 2006. Islamku Islam Anda Islam Kita. Jakarta : The Wahid

Institute.

Arif, Syaiful. 2009. Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif. Depok : Koekoesan.

Ainun Fitriah. 2013. Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Pribumisasi Islam.

Volume 3 Nomor 1: 40-59.

Abu Naim. 2014. Tipologi Kepemimpinan Politik Gus Dur. Volume VI Nomor 1: 1-20.

Luk Luk Nur Mufidah. 2015.Pemikiran Gus Dur Tentang Pendidikan Karakter dan

Kearifan Lokal. Volume 15 Nomor 1: 91-110.

Suwardiyamsyah. 2017. Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Toleransi Beragama.

Volume VIII Nomor 1: 115-127.

Surya Adhi Sahfutra. Gagasan Pluralisme Agama Gus Dur Untuk Kesetaraan Dan

Kerukunan. Volume X Nomor 1: 89-113.

Alif Pratama Susila. 2017. Studi Analisis Terhadap Pemikiran Abdurrahman Wahid

Tentang Agama. Volume 2 Nomor 1: 113-129.

Zainal Abidin. 2012. Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Islam Dan Pluralitas.

Volume 3 Nomor 2: 373-386.


Gusdurian. 2019. Biografi Gus Dur di https://www.gusdur.net/id/biografi (diakses pada

11 juni 2019).

Indo Santalia. 2015. KH Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara Pluralisme

Demokratisasi dan Pribumisasi. Volume 1 Nomor 2: 138-146.

Usman. 2008. Pemikiran Kosmopolit Gus Dur Dalam Bingkai Penelitian Keagamaan.

Volume 10 Nomor 1: 185-195.

Paisun. 2015. Memahami Islam Ala Gus Dur. Volume 8 Nomor 1:146-148.

Musda Asmara. 2017. Islam dan Pluralisme Dalam Pembangunan Politik di Indonesia.

Volume 2 Nomor 1: 68-89.

Eko Setiawan. 2017. Konsep Teologi Pluralisme Gus Dur dalam Meretas

Keberagaman di Indonesia. Volume 1 Nomor 1: 57-68.

PERSENTASE PENILAIAN

Nomor Mahasiswa Nama Mahasiswa Persentase Bekerja (0-100)

20180610225 Ervin Nugrohosudin 90

20180610222 Ramadhan Naufal 90

20180610201 Intan Puspitasari 90

20180610233 Bagus Hermawan 85

20180610221 Mahendra Hazza 85

Anda mungkin juga menyukai