Anda di halaman 1dari 26

BAHAN AJAR

SIMULASI PELAKSANAAN AKAD NIKAH/RUJUK

Oleh:
Abdul Jalil
Widyaiswara Ahli Madya
NIP. 197008281997031004

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAN PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Mata Pelatihan


Seluruh rangkaian tugas dan fungsi penghulu yang tertuang dalam PMA
Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, mulai dari pendaftaran
kehendak nikah, pemeriksaan kehendak nikah, pengumuman kehendak nikah dan
seterusnya, bermuara pada pelaksanaan pencatatan nikah atau prosesi akad nikah pada
hari dan tanggal yang telah ditentukan serta disepakati oleh pemangku hajat dan
penghulu sebagai pelaksana tugas pencatatan peristiwa nikah.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, seorang penghulu harus melakukan


berbagai persiapan, terutama membekali diri dengan keahlian dan skill sesuai dengan
tuntutan tugas dan profesi sebagai penghulu fungsional. Melalui simulasi pelaksanaan
akad nikah dan rujuk pada kegiatan pelatihan calon penghulu, peserta diharapkan
memahami betul apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan di medan tugas dalam
memimpin dan memandu prosesi akad nikah.

Oleh karena itu, materi pelatihan calon penghulu lebih mengarah pada
pelatihan dalam bentuk simulasi pelaksanaan akad nikah dan rujuk seorang penghulu.
Ini bertujuan agar peserta dapat menunjukkan performa dan profesionalitasnya yang
terbaik di depan publik yang dilayani sebagai stake holder dan user (pengguna)
layanan publik Kantor Urusan Agama dengan mensimulasikan sosok seorang Pegawai
Pencatat Nikah/Penghulu.

B. Kompetensi Mata Pelatihan


Melalui pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat melaksanakan tugas
memandu dan memimpin jalannya prosesi akad nikah/rujuk dengan baik dan benar.
Karena itu, Petugas Pencatat Nikah atau Penghulu harus membekali diri dengan
kompetensi keilmuan khususnya di bidang fiqh munakahat dan kepenghuluan secara
komprehensip, baik dari sisi konsep teoretis maupun pada kegiatan praktis memandu
jalannya prosesi akad nikah yang benar serta khidmat.

Setelah membaca dan memahami konten pelatihan ini, peserta diklat


diharapakan dapat mendesain dan melaksanakan simulasi prosesi akad nikah/rujuk
yang dipandu oleh seorang penghulu secara profesional dengan performa handal di
tengah audience yang menghadiri upacara sakral akad nikah/rujuk.

1
BAB II
Simulasi Pelaksanaan Akad Nikah/Rujuk

A. Konsep Ideal
Dalam menjalankan tugas sebagai pejabat fungsional pencatatan peristiwa
nikah, seorang penghulu hendaknya memerhatikan beberapa hal:

1. Niat ikhlas karena Allah SWT


Pertama kali yang harus ditanamkan dalam diri seorang penghulu ketika
melaksanakan tugas untuk menghadiri, memandu prosesi akad nikah, dan
mencatatnya, yaitu niat ikhlas karena Allah SWT, agar memperoleh keberkahan.
Sejalan dengan keterangan sebuah hadis:

Dari Amir al-Mu’minin Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khaththab bin Nufail bin ‘Abd al-
‘Uzza bin Riyah bin Abdillah bin Qurth bin Razah bin ‘Ady bin Ka’ab bin Luayy bin
Ghalib al-Quraisy al-‘adawy r.a berkata: “aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Bahwasanya semua amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya apa yang
diperoleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang
hijrah karena Allah dan RasulNya , maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan
RasilNya, dan barangsiapa yang hijrahnya mencari dunia atau karena wanita yang
akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya
dalam hijrahnya tersebut” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
2. Tugas transendental

Seorang Penghulu hendaknya menyadari bahwa tugas yang diemban adalah


tidak semata-mata bersifat duniawi yang berkisar pada aspek legalitas administratif
pencatatan nikah semata, tetapi terkait erat dengan aspek legalitas syar’i, yakni
penghalalan hubungan dua insan yang semula hukumnya haram di hadapan Allah
SWT. Karena itu, output dari kinerja seorang penghulu yang diharapkan masyarakat
dari sisi syar’iah adalah terjadinya pertautan pasangan suami istri dalam sebuah
ikatan sakral dan perjanjian suci yang disebutkan dalam Al Qur'an dengan mitsaqan
ghalizhan, sebuah perjanjian agung yang penuh makna dan hikmah.
ٗ ‫غل‬
‫ِيظا‬ َ ‫ض َوأ َ َخ ۡذنَ مِنكُم مِي ٰث َقًا‬ ُ ‫ف ت َ ۡأ ُخذُونَهُۥ َوقَ ۡد أ َ ۡفض َٰى بَ ۡع‬
ٖ ‫ضكُمۡ إِلَ ٰى بَ ۡع‬ َ ‫َوك َۡي‬

"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah


bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu)
telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat" (QS al-Nisa’/4:21).
Mitsaqan ghalizhan di dalam QS al-Nisa’/4:21 memberikan isyarat bahwa
2
pernikahan merupakan perjanjian yang kukuh, kuat, dan sama nilainya dengan
perjanjian para nabi dalam menyampaikan ajaran agama kepada umatnya. Kukuh dan
kuatnya perjanjian dalam pernikahan, karena diterima dengan atas nama amanah
Allah, kemudian menghalalkan hubungan seksualnya dengan kalimatullah.
Pernikahan bukan sekadar hubungan antara dua insan yang berbeda jenis
kelamin (laki-laki dan perempuan), namun ia merupakan perjanjian suci yang
memiliki dimensi spiritual. Ini artinya, relasi dalam pernikahan tidak hanya
menyangkut hablun min al- nas (hubungan dengan sesama manusia), melainkan lebih
dari itu, yakni mengikat perjanjian teologis dengan Allah SWT. Rasulullah saw
menegaskan:
.‫إستوصوا بالنساء خيرا فإنكم أخذ تموهن بأ مانة هللا واستحللتم فروجهن بكلمة هللا‬
)‫(رواه البخارى‬
“Berpesanlah pada istri untuk berbuat baik, sungguh kamu menerimanya atas dasar
amanah Allah, dan kamu menjadi halal dalam hubungan seksual atas dasar kalimat
Allah” (Riwayat Bukhari).
Kesediaan seorang istri untuk hidup bersama dengan seorang laki-laki,
meninggalkan orang tua dan keluarga yang membesarkannya, dan mengganti semua
itu dengan penuh kerelaan untuk hidup bersama laki-laki asing yang menjadi
suaminya, serta bersedia membuka “rahasia yang paling dalam,” merupakan hal yang
sungguh mustahil, kecuali ia merasa yakin bahwa kebahagiaannya bersama suami
akan lebih besar dibanding dengan kebahagiaannya bersama dengan ibu-bapak, dan
pembelaan suami terhadapnya tidak lebih sedikit dari pembelaan saudara-saudara
sekandungnya. Keyakinan inilah yang dituangkan istri kepada suaminya, dan itulah
yang dimaksud al-Qur’an dengan mitsaqan ghalizhan (perjanjian yang amat kokoh).
Dalam pandangan Islam, pernikahan bukanlah urusan perdata semata, bukan
pula sekadar urusan keluarga dan masalah budaya, tetapi juga terkait dengan masalah
agama, karena pernikahan itu dilakukan untuk memenuhi dan menaati aturan Allah
dan sunnah Rasulullah saw. Sejalan dengan pesan QS al-Ahzab/33:71 yang terdapat
dalam khutbah nikah: “... Dan barangsiapa menaati Allah dan RasulNya, maka
sungguh ia memperoleh kemenangan yang besar.”
3. Duta kelestarian ikatan perkawinan

Seorang Penghulu membawa misi bagi para pasangan suami istri yang dipandu
akad nikahnya agar menjaga janji suci tersebut sebagai sebuah ikatan yang kekal dan
abadi hingga akhir hayat, bahkan akhirat. Sejalan dengan tujuan perkawinan yang
termaktub dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:
3
“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Tujuan pernikahan, yakni untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan
kekal, ini menafikan pernikahan temporal, seperti yang berlaku dalam nikah mut’ah
(pernikahan dengan waktu tertentu dan berakhir setelah habis masanya) atau
pernikahan tahlil (pernikahan yang disertai persyaratan setelah persetubuhan).
Sedangkan penyebutan ungkapan berdasarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”
menunjukkah bahwa pernikahan itu bagi Islam adalah peristiwa agama, dan
dilakukan untuk memenuhi perintah agama.
Pernikahan dilakukan oleh dua insan yang berbeda jenis, yang berjanji dan
bersedia mematuhi janji yang telah diucapkan sebagai makhluk sosial. Secara
otomatis juga mempunyai nilai kontrak sosial di antara laki-laki dan perempuan yang
sifatnya manusiawi. Secara khusus dijelaskan dalam al-Qur’an:
‫ق ٱل َّز ۡوج َۡي ِن ٱلذَّك ََر َو ۡٱۡلُنث َ ٰى‬
َ َ‫َوأَنَّهُۥ َخل‬
“Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan”.
(QS al-Najm/53:45).
Ayat tersebut memberikan informasi bahwa Allah SWT menciptakan manusia
yang terdiri dari pasangan laki-laki dan perempuan untuk saling menghormati dan
saling membantu sesuai kodrat masing-masing. Apabila dalam kehidupan riil antara
laki-laki dan perempuan, khususnya dalam kehidupan rumah tangga, suami dan istri
menjadi mitra sejajar yang harmonis, potensi sumber daya keduanya secara maksimal
dapat bermanfaat. Itulah tujuan Islam, sebagaimana tujuan Allah SWT menciptakan
manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Kemitrasejajaran adalah kesejajaran hak dan kewajiban, serta kesempatan
antara laki-laki (sebagai suami) dan perempuan (sebagai istri), baik di lingkungan
kehidupan keluarga maupun dalam masyarakat. Suami- istri dapat bekerja sama
sebagai mitra sejajar yang harmonis dalam arti selaras, serasi, dan seimbang yang
ditandai dengan sikap perilaku saling peduli, menghormati, menghargai, membantu,
memahami, mengerti, mengisi, yang dilandasi rasa silih asah, silih asih, dan silih
asuh.
4. Akhlak yang mulia dan menjadi teladan
Keluarga yang dilahirkan melalui pernikahan yang sah harus menjadi wadah
ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian dalam rumah tangga. Sebuah keterangan

4
menyatakan: “Baiti jannati” (rumahku laksana surgaku). Dalam sebuah doa, surga
disifati dengan ungkapan “Dar al-Salam” (tempat yang penuh kedamaian). Ini
mengandung pesan agar mewujudkan “sakinah”, yakni ketenangan, ketenteraman,
dan kedamaian dalam keluarga.
Islam adalah ajaran agung yang mengusung cita-cita mulia, yaitu membentuk
tatanan masyarakat yang terukir dalam kerangka kebersamaan hidup. Dalam skala
luas, kerangka tersebut termaktub di dalam hidup bertetangga atau hidup bernegara.
Sedangkan dalam skala mini, dapat disaksikan pada kehidupan berumah tangga.
Dalam tataran praktis, pembentukan masyarakat itu harus mengacu pada
contoh absolut yang menjadi barometer tunggal dalam kehidupan Islam, yaitu
perilaku Rasulullah saw. Beliau adalah suri teladan yang ideal dan begitu agung. Al-
Qur’an menegaskan:
َ َّ ‫ٱۡلخِ َر َوذَك ََر‬
٢١ ‫ٱَّلل َكث ِٗيرا‬ َ َّ ْ‫ة ِل َمن كَانَ يَ ۡر ُجوا‬ٞ َ‫سن‬
ٓ ۡ ‫ٱَّلل َو ۡٱليَ ۡو َم‬ َ ‫ٱَّلل أ ُ ۡس َوةٌ َح‬
ِ َّ ‫لَّقَ ۡد كَانَ لَكُمۡ فِي َرسُو ِل‬
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah saw itu suri teladan yang baik bagi kamu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kehidupan) hari akhirat serta
banyak menyebut (berdzikir) kepada Allah” (QS al-Ahzab/33:21).
Dikatakan Ibn Katsir, "kalimat bagi siapa yang mengharap (rahmat) Allah dan
hari akhirat” pada ayat di atas adalah untuk menggugah hati orang-orang yang
beriman agar meneladani Rasulullah saw.” Dengan demikian, umat Islam harus
sepakat bahwa tidak ada seorang pun manusia yang paling pantas menjadi figur untuk
dicontoh dan diteladani, kecuali Rasulullah saw. Berkenaan dengan ini, Syeikh
Khalid Abd al-Rahman al-‘ak menafsirkan “uswah al-hasanah” (suri teladan yang
baik) dengan ungkapan: qudwah shalihah fi kull al-umur (contoh yang baik dalam
segala hal), termasuk perihal rumah tangga.
Dalam keseluruha ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa
dan sangat penting. Rasulullah saw menjadikan baik buruknya akhlak seseorang
sebagai ukuran kualitas imannya. Hal ini diungkapkan dalam sebuah hadis:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”
(Riwayat Tirmidzi).
Berdasarkan itu, penghulu harus memiliki akhlak mulia yang sosoknya
menjadi teladan di tengah masyarakat. Keberadaan penghulu tidak hanya sebagai
pejabat fungsional pencatat nikah, namun publik memandangnya juga sebagai tokoh
agama yang menjadi panutan untuk diteladani. Kualitas pribadi penghulu tidak hanya
dinilai dari kemampuannya di bidang ilmu-ilmu agama dan kepiawaiannya dalam

5
memandu prosesi akad nikah, tetapi juga berkait dengan kemuliaan akhlak. Ketika
ada penghulu yang cacat moral, maka kredibilitas dirinya sudah tidak berarti lagi.
5. Menjaga lima nilai budaya kerja
Menjadi seorang penghulu itu merupakan profesi yang sangat strategis dan
mulia di tengah masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk itu, penghulu yang juga
bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama, wajib mengerti,
memahami, menjaga dan mengimplementasikan 5 Nilai Budaya Kerja Kementerian
Agama; yakni

a. Integritas, yakni keselarasan antara hati, pikiran, perkataan dan perbuatan yang
baik dan benar.

Integritas penghulu sebagai ASN menunjukkan cerminan wajah Kementerian


Agama. Apapun tindakan, perilaku, bahkan pikiran seorang penghulu secara
langsung akan merepresentasikan Kementerian Agama, karena keberadaan
penghulu menjadi ujung tombak. Untuk itu, menjaga integritas sangat penting,
karena menjadi acuan dalam bersikap. Sebagai ASN, penghulu dituntut dua hal:
menciptakan good governent, dan clean governent. Good governent terkait dengan
profesionalitas, sedangkan clean governent adalah bagian dari integritas.
b. Profesionalitas, adalah bekerja secara disiplin, kompeten, dan tepat waktu dengan
hasil yang terbaik.
Seorang Penghulu dituntut untuk bisa melayani masyarakat dengan baik, disiplin,
dan penuh kompetensi. Untuk memiliki profesionalitas seperti itu seorang
penghulu harus membekali diri dengan ilmu, wawasan, keterampilan, dan keahlian
yang mumpuni. Seorang penghulu yang profesional mampu menguasai, tidak
hanya mengetahui, memahami hal ihwal kepenghuluan, namun menguasai dengan
baik dan dapat menjalankan serta mengejawantahkan keahlian yang dimilikinya.
c. Inovasi, menyempurnakan yang sudah ada dan mengkreasikan hal yang baru yang
lebih baik.

Seorang penghulu diharapkan dapat menjaga dan melestarikan nilai- nilai


kebaikan yang sudah ada, dan memukan hal-hal baru yang bermanfaat bagi
masyarakat. Sejalan dengan kaidah ushul fiqh: “al-Muhafazhah ‘ala al-qadim al-
shalih wa al-akhd bi al-jadid al-ashlah.” Penghulu sebagai tokoh agama dan juga
birokrat, bukanlah mesin yang bekerja secara monoton, tetapi juga diharapkan
dapat melahirkan kreasi inovasi yang bermanfaat dan bernilai positif, tidak lagi
terjebak terhadap patron klasik yang tidak relevan dengan perkembangan zaman
6
dan besifat rutinitas semata.

d. Tanggung jawab.
Penghulu yang menyandang status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
Kementerian Agama harus memiliki kesadaran yang tinggi bahwa kiprahnya di
Kementerian Agama itu harus akuntable (dapat dipertanggungjawabkan),
sehingga ia komitmen dalam bekerja secara tuntas dan konsekuen. Inilah cara ia
untuk selalu membentengi diri agar selalu on the track dalam mengemban
kepercayaan dan menjalankan tugas dan fungsi sebagai penghulu fungsional.

e. Keteladanan, menjadi contoh yang baik bagi orang lain.


Penghulu sebagai sosok pemimpin dan tokoh agama, diharapkan dapat menjadi
role model dalam hal kebaikan bagi umat dengan senantiasa memperbaiki dan
terus beupaya meningkatkan kualitas: keilmuan, skill, dan akhlaq al-karimah.
B. Pelaksanaan Akad Nikah
Rangkaian kegiatan pelaksanaan akad nikah nikah diatur sebagai berikut:
1. PPN/Penghulu terlebih dahulu memeriksa ulang tentang persyaratan nikah dan
administrasinya kepada kedua calon pengantin dan wali, kemudian menetapkan
dua orang saksi yang memenuhi syarat.
2. PPN/Penghulu menanyakan kepada calon istri di hadapan dua orang saksi, apakah
dia bersedia dinikahkan dengan calon suaminya atau tidak.
3. Jika calon istri bersedia, disilakan meminta kepada walinya untuk dinikahkan
dengan calon suaminya, kemudian PPN/Penghulu menanyakan kepada wali,
apakah dia sendiri yang akan mewalikan anaknya atau mewakilkan.
4. Sebelum akad nikah dilaksanakan, dapat didahului dengan:
a. Pembacaan ayat-ayat suci al-Qur an.
b. Pembacaan khutbah nikah. Khutbah nikah diawali dengan hamdalah, syahadat,
shalawat, beberapa ayat al-Qur'an dan Hadis serta nasihat yang berhubungan
dengan perkawinan dan penjelasan tentang tujuan perkawinan untuk mencapai
rumah tangga bahagia. Sejauh yang memungkinkan, disebutkan juga
sedikitnya satu pasal dari Undang-Undang Perkawinan. Yang membaca
khutbah nikah tidak harus PPN/Penghulu, sebaiknya ditanyakan kepada
pihak keluarga pengantin, siapa yang ditunjuk untuk membaca khutbah
nikah.
c. Pembacaan istighfar dan syahadatain secara bersama-sama dipimpin
oleh PPN/Penghulu atau wali yang akan bertindak melakukan ijab.
7
d. Akad nikah, yaitu:
1) Ijab oleh wali nasab (ayah kandung)
............................... ‫يا فالن بن فالن أنكحتك وزوج تك ابنتي فالنة بمهر‬
Wahai Fulan bin fulan, saya nikahkan dan saya kawinkan anak kandung
saya, Fulanah kepada engkau dengan maskawin
............................................
Di dalam ijab, juga dapat diberi tambahan, jika di daerah setempat
memerlukannya, seperti:
‫أوصيكم ونفسى بتقوى هللا أزو جك على ما أمر هللا به من إمساك بمعروف أو تسري ح بإحسان‬
......... ‫يا فالن بن فالن أنكحتك وزوج تك ابنتي فالنة بمهر‬

2) Qabul oleh calon suami


"Saya terima nikahnya Fulanah binti......... dengan maskawin tersebut
…….
5. Apabila Wali mewakilkan kepada PPN/Penghulu, maka wali harus
mengatakan: "Bapak PPN/Penghulu (istilah yang lazim dipakai setempat)
saya mewakilkan kepada bapak untuk mewalikan dan menikahkan Fulanah,
anak perempuan saya/saudara perempuan saya dengan Fulan bin ...................
dengan maskawin ................................
PPN/Penghulu menjawab:
"Saya terima untuk mewalikan dan menikahkan Fulanah binti ....................
dengan Fulan dengan maskawin ............................
6. Lafazh ijab yang diucapkan wakil wali sebagai berikut:
........ ‫يا فالن بن فالن أنكحتك وزوج تك فالنة َ فالنة بنت فالن بتوكيل وليها الي بمهر‬
Wahai Fulan bin fulan, saya nikahkan dan saya kawinkan Fulanah binti
Fulan kepada engkau, yang walinya telah berwakil kepada saya, dengan
maskawin …….
Setelah ijab qabul dilaksanakan, PPN/Penghulu menanyakan kepada saksi-
saksi, apakah ijab qabul sudah sah atau belum. Apabila saksi-saksi
menyatakan belum sah, maka ijab qabul diulang kembali sampai dinyatakan
sah. Apabila sudah sah, maka dibacakan:
‫بارك هللا لك وبارك عليك وجمع بينكما فى خير‬
7. Pembacaan doa.

8
8. PPN/Penghulu menawarkan kepada pengantin laki-laki untuk membaca taklik
talak yang sudah disiapkan. Apabila suami tidak bersedia membaca, maka
harus diberitahukan kepada istri bahwa suaminya tidak mengikrarkan taklik
talak. Meskipun tidak dibaca, kedua mempelai perlu memahami maksud ikrar
taklik talak tersebut.
9. Penandatanganan surat-surat yang diperlukan: suami, istri, wali, dua orang
saksi, dan PPN/Penghulu membubuhkan tanda tangan pada halaman 4 Daftar
Pemeriksaan Nikah (Model NB). Suami menanda tangani ikrar taklik talak,
jika telah mengikrarkannya. PPN/Penghulu menyatakan kepada hadirin bahwa
upacara akad nikah telah selesai, dan kedua pengantin telah sah menurut hukum
sebagai suami istri. Jika perlu dapat ditambahkan penyuluhan/penasihatan yang
berhubungan dengan masalah nikah, antara hak dan kewajiban suami istri, dan
kehidupan rumah tangga bahagia.
10. Ceramah dan nasihat perkawinan.
11. Kedua pasangan suami istri bersalaman kepada ibu bapak kedua belah pihak
dan keluarga terdekat, selanjutnya menerima ucapan selamat dari para
undangan sesuai dengan adat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
12. PPN/Penghulu mengumumkan kepada hadirin bahwa upacara akad nikah telah
selesai, dan kedua pengantin telah sah menurut hukum agama, serta resmi
tercatat berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku
C. Uraian Materi: rundown dan langkah-langkah dalam simulasi pelaksanaan
akad nikah
1. Dalam melakukan Simulasi Pelaksanaan Akad Nikah Rujuk, peserta diharapkan
melakukan tugas secara berkelompok dengan berbagi peran sosok dan person
yang wajib ada dalam suatu upacara pelaksanaan akad nikah rujuk; yang terdiri
dari calon pengantin pria, calon pengantin wanita, wali, dan dua orang saksi.

2. Selanjutnya masing-masing sosok mengambil posisi dan tempat dengan benar,


yakni posisi duduk calon pengantin pria berhadapan dengan wali nikah, posisi
duduk bersebelahan dengan wali nikah, dan dua orang saksi sebagai representasi
atau perwakilan dua keluarga menempati posisi sebelah kiri dan kanan. Penghulu
memulai peran sebagai pemandu langkah demi langkah dalam rangkaian
pelaksanaan akad nikah rujuk. Diawali dengan pembukaan yang meliputi salam,
hamdalah, shalawat dan kalimat pengantar dengan menyapa dan memberikan
salam hormat kepada pemangku hajat dan tokoh agama atau tokoh masyarakat

9
yang hadir. Disampaikan juga prolog singkat perihal urgensi pencatatan nikah dan
hikmah syar’iyyah akad nikah. Kemudian penghulu memimpin pembacaan
khutbah nikah, atau memohon kesediaan ulama yang hadir untuk memimpin
khutbah nikah (berbahasa arab), jika ada.

3. Penghulu mempersilakan wali nikah berjabat tangan dengan calon pengantin pria
untuk proses pengucapan ijab qabul, atau dalam kondisi tertentu penghulu dapat
mewakili wali nikah dalam mengucap kalimat ijab setelah dilakukan ikrar taukil
wali bi al-lisan. Penghulu memastikan wali nikah maupun catin pria
mengucapkan kalimat ijab dan kabul dengan benar hingga usai dalam posisi
masih berjabat tangan.
4. Penghulu meminta konfirmasi kepada dua saksi perihal keabsahan kalimat ijab
qabul yang baru saja terucap. Jika saksi meminta dilakukan pengucapan ulang
dengan alasan yang shahih, maka penghulu meminta wali dan catin pria
mengulang kembali proses pengucapan ijab qabul dimaksud.
5. Jika dua saksi telah memberikan konfirmasi sahnya ijab qabul, penghulu
melanjutkan dengan memimpin pembaaan do’a khusus bagi pengantin:
“Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khairin wa‘afiyah”
dilanjutkan dengan do’a berikutnya… (atau jika ada, mempersilakan salah
seorang ulama yang hadir untuk mengambil peran memimpin pembacaan doa).
6. Penghulu menawarkan kepada pengantin wanita apakah meminta dibacakan
sighat taklik sebagai ikrar janji setia suami terhadap istri, jika meminta maka
penghulu mempersilahkan pengantin pria untuk membacakannya, jika tidak
meminta, maka dilanjutkan ke langkah berikutnya.
7. Penghulu mempersilakan para pihak membubuhkan tanda tangan pada dokumen
pernikahan berupa register/akta nikah dan dokumen-dokumen pelengkap lainnya.
8. Penghulu menyerahkan Kutipan Akta Nikah atau buku nikah kepada pasangan
pengantin .
9. Jika memungkinkan penghulu mempersilakan pengantin untuk melakukan serah
terima mahar yang mereka sepakati dan telah disebutkan dalam ijab qabul.
10. Penghulu menyampaikan kalimat penutup sekaligus mendoakan dan memberikan
ucapan selamat kepada pasangan pengantin dan keluarga, dan diakhiri dengan
salam.

10
CONTOH TEKS KHUTBAH NIKAH

11
12
13
DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Rahman al-‘Ak, Khalid, Shafwah al-Bayan Li Ma’aniy al-Qur’an al-Karim,


Beirut: Dar al-Basyair, Cet. ke-1.
Ashfahaniy, Al-Raghib al, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr,
1432 H/2010 M.
Buku Pegangan Bagi Petugas Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan, Kursus Pra Nikah Untuk Calon Pengantin, Jakarta: BKKBN,
2014.
Dimasyqiy, ‘Imad al-Din Abi al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyiy al, Al-
Mishbah al-Munir fi Tahdzib Tafsir Ibn Katsir, Riyadh: Dar al-Salam li al-
Nasyr wa al-Tauzi, 1421 H/2000 M, Cet. ke-2.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
disempurnakan), Jakarta: Adhi Aksara Abadi Indonesia, 2011.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik
Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan, Jakarta:
2015
.Ilyas, Yunahar, Drs. H, Lc., M.A., Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: LPPI, 1999, Cet. ke-1.
Muchdhor, Mustofa, Buku Pintar Berumah Tangga, Suatu Penjelasan tentang Makna
Pernikahan, Ciputat, Penerbit Kalam Pustaka, 2005, Cet. ke-1.
Shihab, M. Quraish, Dr., Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992, Cet. ke-1.
_______, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata buat Anak-anakku, Jakarta: Lentera
Hati, 2007, Cet. ke-2.
_______, Membumikan Al-Qur’an Jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2011, Cet. ke-1.
Sabouni, Muhammad Ali, Prof., Buku Pintar Membina Rumah Tangga, Malaysia,
2004, Cet. ke-1.
Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen
Bimas Islam Kemenag RI, Fondasi Keluarga Sakinah, Jakarta: Subdit Bina
Keluarga Sakinah, 2017, Cet. ke-1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai