Anda di halaman 1dari 15

TUGAS RUTIN

PROFESI PTK PNF

“PENGERTIAN MUTU, PENGERTIAN PEMERATAAN DAN


PENETAPAN KEBUTUHAN PTK PNF”

OLEH

Yulia Rahma

1202471010

PROGRAM PRODI PENDIDIKAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
Pengertian Mutu, Pengertian Pemerataan dan Penetapan Kebutuhan PTK PNF
“ ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari ibu Sani Susanti, S.pd.M.pd  pada mata kuliah profesi pendidikan
ketenaga kependidikan pendidikan non formal . Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengertian mutu, pengertian
pemerataan dan penetapan kebutuhan PTK PNF  bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen Sani Susanti, S.pd. M.Pd
selaku dosen mata kuliah Profesi PTK PNF yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Rantau prapat, 25 Sep 2020

YULIA RAHMA

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................   2

DAFTAR ISI..................................................................................................................   3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.....................................................................................................  4

B. Rumusan masalah.................................................................................................5

C.     Tujuan................................................................................................................. 5   

D.     Manfaat............................................................................................................... 5

BAB IIPEMBAHASAN 

A.    Pengertian mutu...............................................................................................   6

B.     pengertian pemerataan....................................................................................   7

C.     penetapan kebutuhan ptk pnf...........................................................................   10

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan.........................................................................................................   14

B.     Saran.................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................   14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal untuk


melayani kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai yang dilaksanakan secara berjenjang dan berstruktur
dengan sistem yang luwes, fungsional dan mengembangkan kecakapan hidup untuk
belajar sepanjang hayat. Pendidikan nonformal sebagai subsistem pendidikan nasional
memiliki beberapa keunggulan, sebagaimana dikemukakan Sudjana (2004: 39), adalah:
Program pendidikan nonformal lebih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini
dibuktikan dengan adanya a) tujuan program berhubungan erat dengan kebutuhan
peserta didik, kebutuhan masyarakat setempat dan/atau kebutuhan lembaga tempat
peserta didik itu bekerja, b) adanya hubungan erat antara isi program pendidikan dengan
dunia kerja atau kegiatan usaha yang ada di masyarakat, c) pengorganisasian program
pendidikan dilakukan dengan memanfaatkan pengalaman belajar baik dari peserta didik,
nara sumber teknis maupun sumbersumber belajar lainnya yang ada di lingkungan
setempat, d) program pendidikan diarahkan untuk kepentingan peserta didik bukan
mengutamakan penyelenggara program, e) kegiatan belajar tidak dipisahkan dari
kegiatan bekerja atau kefungsian peserta didik di masyarakat, f) adanya kecocokan
antara pendidikan dengan dunia kerja,maka program pendidikan nonformal dapat
memberikan hasil balik yang relatif lebih cepat, Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup,pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatih. kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat combs dan
Ahmed (1974: 8) yang mengatakan bahwa: Pendidikan nonformal adalah setiap
kegiatan pendidikan yang terorganisir diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal,
diselenggarakan secara tersendiri atau bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih
luas dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar atau membantu
mengidentifikasi kebutuhan belajar agar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajarnya.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok

4
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan
yang sejenis. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai salah satu satuan
pendidikan non formal adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk
masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan. Dengan demikian jelaslah bahwa
PKBM merupakan suatu wadah pendidikan nonformal dengan berbagai program
kegiatan pembelajaran masyarakat yang mengarah pada pemberdayaan potensi untuk
menggerakkan pembangunan di bidang pendidikan khususnya pendidikan nonformal.
Kegiatan di PKBM tergantung pada kebutuhan masyarakat sekitar, karena sifatnya
adalah memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat. PKBM dimaksudkan sebagai
sarana bagi masyarakat untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki supaya
mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya dalam rangka mengikuti perkembangan
lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa PKBM mempunyai tujuan
memperluas kesempatan masyarakat yang tidak mampuuntuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan mental untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari
nafkah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari mutu ?
2. Apa pengertian dari pemerataan ?
3. Bagaimana penetapan kebutuhan PTK PNF ?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai PTK PNF
2. Memenuhi tugas rutin mata kuliah profesi PTK PNF

1.4 Manfaat Pembuatan Makalah


1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang PTK PNF
2. Memahami pengertian dari mutu dan pengertian pemerataan
3. Menambah pengetahuan tentang penetapan kebutuhan PTK PNF

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN MUTU

mutu adalah suatu nilai atau keadaan.  Sementara pengertian lain tentang mutu
dikemukakan oleh para ahli dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Berikut adalah beberapa pengertian mutu menurut para ahli :

 Armand V. Feigenbaum (1989 : 7)


Menurut Armand V. Feigenbaum, pengertian mutu adalah seluruh kombinasi karakteristik
produ dan jasa dari pemasaran rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat
suatu produk yang digunakan sesuai dengan harapan pelanggan.

 Supriono (2002: 377)


Menurut Supriono, pengertian mutu adalah tingkat baik buruknya sesuatu atau mutu dapat
didefinisikan sebagai tingkat keunggulan.

Berdasarkan dari hal itu maka definisi mutu adalah ukuran kebaikan yang secara operasional
mutu produk adalah produk yang dapat memenuhi harapan pelanggan.

 Philip B Crosby
Mutu adalah confermance to requirement, yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan. Suatu
produk memiliki mutu apabila sesuai dengan yang standar atau kriteria mutu yang telah
ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku proses produks dan produksi jadi.
 Edwards Deming

Mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang


bermutu adalah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai
dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan konsumen. Jika konsumen
merasa puas, maka mereka akan setia membeli produk perusahaan tersebut baik berupa
barang maupun jasa

 Feigenbaum
Mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk
dianggap bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen,
yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan perusahaan.

 Gravi dan Davis


Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses
dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Perubahan

6
mutu produk tersebut memerlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja,
proses produksi, dan tugas serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat
memenuhi dan melebihi harapan konsumen.

Dari beberapa pengertian mutu di atas, dapat penulis simpulkan bahwa secara garis besar,
mutu adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau jasa dalam tujuannya untuk
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pelanggan yang dimaksud disini bukan
pelanggan atau konsumen yang hanya datang sekali untuk mencoba dan tidak pernah
kembali lagi, melainkan mereka yang datang berulang-ulang untuk membeli dan membeli.
Meskipun demikian, pelanggan yang baru pertama kali datang juga harus dilayani sebaik-
baiknya, karena kepuasan yang pertama inilah yang akan membuat pelanggan datang dan
datang lagi. Secara umum dapat dikatakan bahwa mutu produk atau jasa itu akan dapat
diwujudkan bila orientasi seluruh kegiatan organisasi tersebut berorientasi pada epuasan
pelanggan (customer satisfaction). Apabila diutarakan secara rinci, mutu memiliki dua
perspektif, yaitu perspektif produsen atau penyelenggara dan perspektif konsumen atau
pelanggan, bila kedua hal tersebut disatukan maka akan dapat tercapai kesesuaian antara
kedua sisi tersebut yang dikenal sebagai kesesuaian untuk digunakan oleh pelanggan. Dan
apabila diperhatikan kembali, kedua perspektif tersebut akan bertemu pada satu kata
“fitness for customer use”.Kesesuaian untuk digunakan tersebut merupakan kesesuaian
antara konsumen/pelanggan dengan produsen/penyelenggara, sehingga dapat membuat
suatu standar yang disepakati bersama dan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan kedua
belah pihak. 

2.2PENGERTIAN PEMERATAAN
Pengertian Pemerataan Pendidikan
Definisi pemerataan menurut KBBI adalah proses, perbuatan memeratakan. Contoh:
Pembangunan bertujuan mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan pendapatan bagi
warga negara kita. Pemerataan berasal dari kata dasar rata.
Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang
berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan
mempunyai peran berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education
for all.
 Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu Equality dan Equity. Equality
atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan ,
sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang
sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang
merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan,
sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati
pendidikan secara sama.

7
 Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity mengemukakan secara
konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan pemerataan pasif.
Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh
kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan
dalam member kesempatan kepada murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil belajar
setinggi-tingginya (Ace Suryadi , 1993 : 31). Dalam pemahaman seperti ini pemerataan
pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh
kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna
memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat
berwujud secara optimal.
 Dengan demikian dimensi pemeratan pendidikan mencakup hal-hal yaitu equality of access,
equality of survival. equality of output, dan equality of outcome. Apabila dimensi-dimensi
tersebut menjadi landasan dalam mendekati masalah pemerataan pendidikan, nampak
betapa rumit dan sulitnya menilai pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah,
apalagi bagi negara yang sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih
cukup dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas.
Pemerataan Pendidikan di Indonesia
Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi yang
ofensif dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat
didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan
teknologi, diperlukan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu
ditingkatkan hingga ke pelosok negeri.
 Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam mengantisipasi persaingan
global di samping penyandang buta huruf adalah masyarakat miskin di tempat tempat yang
jauh dan tersebar. Guna mengatasi hal yang tidak mungkin diselenggarakan pendidikan
konvensional atau tatap muka ini perlu ditempuh strategi yang memanfaatkan potensi dan
kemajuan teknologi baru.
 Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan
pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin yang berjumlah sekitar 38,4 juta
atau 17,6 persen dari total penduduk. Problem mereka, kemiskinan menjadi hambatan
utama dalam mendapatkan akses pendidikan. Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa yang
masih tertinggal juga harus mendapat perhatian guna mencegah munculnya kecemburuan
sosial.
 Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang berada di daerah
miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya
penerapan cara non konvensional. Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan
serta keluwesan teknologi.baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi
komunikasi, informasi dan adi-marga menawarkan pemerataan pendidikan dengan
biaya yang relatif rendah (Ono Purbo, 1996), penggunaannya masih merupakan jurang
pemisah antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’. Di samping itu, sekalipun teknologi dapat
menjangkau yang tak terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga

8
belajar, mereka yang terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi
tetapi tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan.
 Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh yang terpencil. Mereka
praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat transportasi dan komunikasi di samping
rendahnya pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau
mereka yang kurang beruntung ini - bila perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak ini
yang menjadi sasaran kita dengan menyediakan pendidikan yang lebih berkualitas; lebih
efektif dan cepat - kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan memobilasasi
sumber-sumber lokal dan nasional.
 Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara
perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat
Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.
Upaya Pemerintah dalam Pemerataan Pendidikan di Indonesia
Untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan berbagai langkah akan diambil
seperti peningkatan jumlah anak yang ikut merasakan pendidikan, akses terhadap
pendidikan ini dihitung berdasarkan angka partisipasi mulai tingkat Sekolah Dasar hingga
Sekolah Menengah Umum.Selain itu ketidakmerataan akses baik spasial kota non kota dan
yang bersifat gender.
1.       Wajib Belajar
Dalam sektor pendidikan, kewajiban belajar tingkat dasar perlu diperluas dari 6 ke 9 tahun,
yaitu dengan tambahan 3 tahun pendidikan setingkat SLTP seperti dimandatkan oleh
Peraturan Pemerintah 2 Mei 1994. Hal ini segaris dengan semangat "Pendidikan untuk
Semua" yang dideklarasikan di konferensi Jomtien di Muangthai tahun 1990 dan Deklarasi
Hak-Hak Azasi Manusia Sedunia Artikel 29 yang berbunyi: "Tujuan pendidikan yang benar
bukanlah mempertahankan 'sistem' tetapi memperkaya kehidupan manusia dengan
memberikan pendidikan lebih berkualitas, lebih efektif, lebih cepat dan dengan dukungan
biaya negara yang menanggungnya"
 Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf
pendidikan penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang dapat diukur antara lain
dengan peningkatan angka partisipasi kasar jenjang pendidikan sekolah menengah pertama
dan yang sederajat menjadi 95 persen. Namun demikian sampai dengan tahun 2006 belum
seluruh rakyat dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.

2.      Bidang Teknologi
Kemajuan teknologi menawarakan solusi untuk menyediakan akses pendidikan dan
pemerataan pendidikan kepada masyarakat belajar yang tinggal di daerah terpencil.
Pendidikan harus dapat memenuhi kebutuhan belajar orang-orang yang kurang beruntung

9
ini secara ekonomi ketimbang menyediakan akses yang tak terjangkau oleh daya beli
mereka.
 Televisi saat ini digunakan sebagai sarana pemerataan pendidikan di Indonesia karena
fungsinya yang dapat menginformasikan suatu pesan dari satu daerah ke daerah lain dalam
waktu yang bersamaan. Eksistensi televise sebagai media komunikasi pada prinsipnya,
bertujuan untuk dapat menginformasikan segala bentuk acaranya kepada masyarakat
luas. Hendaknya, televisi mempunyai kewajiban moral untuk ikut
serta berpartisipasi masyarakat yang pada gilirannya berdampak pada perkembangan
pendidikan masyarakat melalui tayangan-tayangan yang disiarkannya.
 Sebagai media yang memanfaatkan luasnya daerah liputan satelit, televisi menjadi sarana
pemersatu wilayah yang efektif bagi pemerintah. Pemerintah melalui TVRI menyampaikan
program-program pembangunan dan kebijaksanaan ke seluruh pelosok tanpa hambatan
geografis yang berarti.
 Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E)Media elektronik untuk pendidikan itu
dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom), lembaga
yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini untuk memberikan
layanan siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan pendidikan nasional.
 Tugasnya mengevaluasi, dan membina kegiatan pendayagunaan teknologi informasi dan
komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam rangka peningkatan kualitas dan
pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan prinsip
teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional.
Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar (SRPM-SD) adalah suatu sistem atau
model pemanfaatan program media audio interaktif untuk siswa SD yang dikembangkan
oleh Pustekkom sejak tahun 1991/1992. SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk meningkatkan
mutu pendidikan dasar. Produk media audio lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain
Radio Pelangi, audio integrated, dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E
yang akan berfungsi sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang
tinggal di daerah terpencil dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu
pendidikan.

2.3 PENETAPAN KEBUTUHAN PTK PNF

Dalam perspektif kelangsungan sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan pada jalur
sekolah (formal) lebih dikenal oleh masyarakat dibandingkan pendidikan pada jalur luar
sekolah (nonformal). Hal ini dapat terlihat dari berbagai kebijakan dan implementasi
pendidikan pada umumnya memberikan perhatian yang besar pada jalur formal daripada
jalur nonformal. Namun demikian mutu hasil pendidikan nasional tidak dapat bertumpu
hanya pada pendidikan formal, tetapi juga pendidikan nonformal. Sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional, pendidikan nonformal mempunyai ciri khusus, yaitu kegiatan
pendidikannya diorganisir dan diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal. Dalam

10
rangka perluasan kesempatan belajar bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti
pendidikan formal, Pemerintah , dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, membuka
program pendidikan formal meliputi Paket A, Paket B, dan Paket C. Pendidikan nonformal
sebagai setiap usaha pelayanan pendidikan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup
dan dijalankan dengan sengaja, teratur, berencana dan bertujuan untuk mengaktualisasikan
potensi manusia berupa: sikap, tindakan dan karya menuju terbentuknya manusia
seutuhnya yang gemar membelajarkan diri agar mampu meningkatkan taraf hidupnya.
Sedangkan Sihombing mengatakan bahwa pendidikan luar sekolah adalah usaha sadar yang
diarahkan untuk menyiapkan, meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia,
agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan daya saing untuk merebut peluang
yang tumbuh dan berkembang, dengan mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber yang
ada di lingkungannya.
Sebagaimana diketahui bahwa ProgramPendidikan Non Formal (PNF) tidak dibatasi oleh
jenjang, orientasi belajarnya bersifat praktis, fleksibel dan jangka pendek, program
pembelajarannya merupakan respon dari kebutuhan mendesak dari masyarakat, serta tidak
berorientasi pada ijazah.
Dalam proses belajarnya pendidikan nonformal lebih menekankan pada beberapa prinsip
seperti:
(1) menempatkan warga belajar sebagai subyek yang aktif,
(2) menekankan pada kebutuhan warga belajar,
(3) menggunakan pendekatan partisipatif sejak /perencanaan program belajar, dan
(4) pelaksanaan program pembelajaran sampai de persiapan ngan evaluasi kemajuan
belajarnya.
Sasaran pendidikan nonformal di masa depan mencakup segala lapisan masyarakat, tidak
terbatas pada usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan sebelumnya.
Walaupun demikian, sasaran tersebut tidak hanya diprioritaskan kepada mereka yang belum
pernah sekolah, putus sekolah atau mereka yang tamat sekolah serta ingin mendapatkan
pekerjaan, pendidikan nonformal juga melayani semua masyarakat tanpa kecuali, termasuk
mereka yang telah memiliki tingkat pendidikan tinggi dan/atau pekerjaan yang tetap
sekalipun. Dengan kata lain sasaran pendidikan nonformal adalah mereka yang masih
membutuhkan tambahan pengetahuan/keterampilan untuk meningkatkan dirinya. Hal ini
sesuai dengan moto pendidikan seumur hidup.
Untuk memberikan layanan PNF tersebut, diperlukan dukungan pendidik dan tenaga
kependidikan yang handal. Pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal terdiri
dari PNS dan bukan-PNS. Pendidik dan tenaga kependidik-an yang berstatus PNS adalah
Pamong Belajar (PB) dan Penilik. Sedangkan pendidik dan tenaga kependidikan yang
berstatus bukan-PNS adalah tutor, fasilitator, fasilitator desa binaan intensif (FDI), tenaga
lapangan dikmas (TLD), nara sumber teknis, Pamong PAUD, dan sebagainya.

11
Perkembangan PTK-PNF, tidak terlepas dari implikasi perubahan struktur organisasi
yang diberikan kewenangan tugas dan fungsinya dalam membina PTK-PNF tersebut.Sebagai
tindak lanjut diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia, telah ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK), kemudian disusul terbentuknya empat (4) Direktorat
baru di bawah Ditjen PMPTK, yang salah satunya adalah Direktorat Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Non-Formal (Dit. PTK-PNF).
Pembentukan Direktorat PTK-PNF ini merupakan alih fungsi dari Direktorat Tenaga
Teknis yang sebelumnya berada di bawah Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
(PLSP) yang memiliki tugas menyiapkan bahan rumusan kebijakan dan standardisasi teknis
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang tenaga teknis. Pada Direktorat
Tenaga Teknis terdapat 4 Subdirektorat dan 1 Sub Bagian Tata Usaha.
Empat Subdirektorat tersebut adalah
(1) Subdirektorat Perencanaan dan Pendayagunaan,
(2) Subdirektorat Peningkatan Kualifikasi,
(3) Subdirektorat Pengembangan Profesi, dan
(4) Subdirektorat Fasilitasi Lembaga Pendidikan dan Latihan.Sedangkan struktur organisasi
Dit. PTK-PNF,
Ditjen PMPTK terdapat empat Subdirektorat dan satu Subbagian Tata Usaha.
Subdirektorat-Subdirektorat tersebut adalah
(1) Subdirektorat Program,
(2) Subdirektorat Pendidik PNF,
(3) Subdirektorat Tenaga Kependidikan PNF, dan
(4) Subdirektorat Penghargaan dan Perlindungan
Direktorat PTK-PNF memiliki tugas:
(1) melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
(2) pemberian bimbingan teknis,
(3) supervisi, dan
(4) evaluasi di bidang pembinaan PTK-PNF.
Fungsi dari Direktorat PTK-PNF adalah
(1) penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang pembinaan PTK-PNF,
(2) pengumpulan dan pengolahan data serta pemetaan PTK-PNF,
(3) penyiapan bahan perumusan standar, kriteria, pedoman dan prosedur pembinaan PTK-
PNF; dan

12
(4) pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi di bidang PTK-PNF;
(5) pelaksanaan urusan ketatausahaan Direktorat
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya. sebagai institusi yang diberikan tanggung jawab
dan kewenangan dalam melakukan pembinaan dan peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan PNF, tetap memperhatikan aspek-aspe1k yang tertuang dalam Standar Nasional
Pendidikan dalam bidang pembinaan mutu ketenagaan. Guna mewujudkan program kegiatan
secara berkesinambungan dan sistematis, dirumuskan visi Dit. PTK-PNF adalah “Pendidik
dan tenaga kependidikan PNF yang bermutu tahun 2015” Sedangkan
misi Dit. PTK-PNF meliputi:
(1) memperluas akses dan pemerataan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan
PNF;
(2) meningkatkan daya saing pendidik dan tenaga kependidikan PNF dalam rangka
memberikan pelayanan pendidikan nonformal,
(3) meningkatkan kualifikasi dan kompetensi PTK-PNF yang relevan dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat,
(4) mewujudkan institusi yang bersih, efektif dan akuntabel dalam menyelenggarakan
peningkatan mutu PTK-PNF, serta
(5) Mewujudkan penghargaan, kesejahteraan, dan perlindungan bagi PTK-PNF

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian realisasi program peningkatan mutu pendidik


dan tenaga kependidikan, Ditjen PTK-PNF berupaya secara terus menerus untuk melakukan
kemitraan dengan berbagai pihak-pihak terkait yakni unsur yang terlibat dalam rangka
program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan nonformal terdiri dari: (1)
unsur birokrasi meliputi Lembaga Departemen dan Non Departemen; (2) akademisi meliputi
perguruan tinggi/LPTK swasta maupun negeri; (3) praktisi meliputi organisasi profesi,
organisasi masyarakat, LSM; dan (4) mitra kerja dengan luar negeri meliputi UNESCO, KOICA,
dan rintisan kegiatan dengan JICA, USAID, dan lembaga internasional lainnya.Perkembangan
PTK-PNF di masa yang akan datang, diupayakan tetap searah dalam mendukung kualitas
layanan program PNF. Peningkatan mutu (kualifikasi dan kompetensi), serta pemberian
penghargaan, kesejaheraan dan perlindungan bagi PTK-PNF menjadi prioritas guna
mendukung performance dan kinerja bagi PTK-PNF tersebut. Di samping itu, tetap akan
memfasilitasi kepada asosiasi/forum PTK-PNF sebagai suatu wadah yang ikuti berperan
untuk mewujudkan PTK-PNF yang bermutu.

B. Saran
Dengan pembuatan makalah ini penulis sangat berharap bahwasannya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuaiannya melalai
pendidik tenaga kependidikan khususnya di pendidikan non formal.

DAFTAR PUSTAKA
Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas; Pendekatan Sisi Kualitatif, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2003), h. 12-14

14
Rencana strategis Dit.PTK-PNF tahun 2006-2010.(2006). Jakarta: Direktorat PTK-PNF,
Ditjen PMPTK.
Joesoef, S. (1999). Konsep dasar pendidikan luar sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Napitupulu, W. P. (1982). Efektivitas pendidikan luar sekolah (PLS) dalam menanggulangi
masalah gelandangan. Jakarta: Depdikbud.
Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. (2003). Jakarta:
Sekretariat Negara.
Sihombing, U. (2000). Pendidikan luar sekolah: Manajemen strategi. Jakarta: PD. Mahkota

15

Anda mungkin juga menyukai