Anda di halaman 1dari 12

TUGAS TEORI IMUNSEROLOGI

HIPERSENSITIVITAS TIPE IV
Granuloma pada TBC

Disusun oleh :
Kelompok IV
Destiana S. (3191008)
Ellisa Hastuti (3191009)
Farah Aula N (3191013)
Hutami Putri R (3191014)
Marza Feny A (3191022)
Nadia Testian F (3191026)
Naufal Hafid R (3191028)
Putri Wahyu R (3191031)
Renatasya S.H (3191033)
Rizky Aji S (3191036)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIOANAL


2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia Nya
kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Hipersensitivitas Tipe IVGranuloma pada
TBC” ini tepat pada waktunya yang telah ditentukan. Kami berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi peserta didik dan pembaca pada umumnya, sebagian salah satu sumber
pengetahuan dan bahan pembelajaran tentang apa saja neraca analitik dan centrifuge dan
bagaimana cara menggunakan.
Dalam hal ini kami selaku penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan
keliruan dalam penyusunan mkalah ini, untuk itu kami memintak maaf atas segala
keterbatasan waktu dan kemampuan kami dalam menyelesaikan makalah ini. Segala kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan demi peningkatan kualitas makalah

Sukoharjo, 31 Oktober 2020

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
A. Pengertian Hipersensitivitas tipe 4 ............................................................... 2
B. Gejala Klinis Hipersensitivitas tipe 4 ........................................................... 4
C. Pemeriksaan Rutin Hipersensitivitas tipe 4 ................................................ 6
D. Pemeriksaan Imunologik Hipersensitivitas tipe 4 ...................................... 7
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 8
B. Daftar Pustaka ............................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-
spesifik dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang
secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin
(IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel
limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan differensiasi dan
menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen
tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan
respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan,
jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.
Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme
dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu reaksi alergi
juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen dalam
system imun yang berfungsi sebagai pelindung yang normal pada sistem kekebalan.
Reaksi ini terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme yang ikut
serta dan lama waktu reaksi hipersensitif.
Hipersensitifitas yang dimediasi oleh sel tipe IV disebabkan oleh sitokin yang
menyebabkan inflamasi dihasilkan oleh Sel T CD4+ dan pembunuhan sel oleh sel sel T
CD8. Hipersensitifitas yang dimediasi oleh sel T CD4+ diinduksi oleh lingkungan dan
antigen sendiri adalah penyebab terbanyak penyakit inflamasi kronis, termasuk penyakit
autoimun. Sel CD8+ bisa juga terlibat dalam beberapa kasus penyakit autoimun dan
mungkin sel efektor dominan dalam reaksi tertentu, Hal tersebut terutama terjadi pada
infeksi kuman salah satunya tuberculosis
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1
a. Apa yang dimaksud penyakit TBC itu ?
b. Apa yang dimaksud gejala hypersensitive ?
c. Bagaimana cara pemeriksaan rutin penyakit TBC ?
d. Bagaimana cara pmeriksaan imunologik terhadap penyakit TBC?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui definisi dari penyakit TBC
b. Untuk mengetahui gejala hypersensitive daari penyakit TBC
c. Untuk mengetahui pemeriksaan rutin dari penyakit TBC
d. Untuk mengetahui cara pengobatan kepada pendderita TBC

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hipersensitivitas tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau


tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T
dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi
sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah
yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah
hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).
Imunitas Terhadap Infeksi M.tuberculosis. Pada saat invasi M.tuberculosis, sistem
pertahanan tubuh di paru-paru yang bekerja adalah makrofag alveolar yang akan
memfagositosis bakteri M. Tuberculosis ke dalamnya melalui proses pengenalan yang
melibatkan aktivasi komplemen C3b. Namun,kandungan lipoarabinomannan yang
terkandung dalam dinding M.tuberculosis mampu menghambat peningkatan ion Ca2+ yang
dapat menyebabkan gangguan pada jalur calmodulin yang akan menyebabkan fagosom dan

2
lisosom fusi sehingga tidak ada pencampuran antara bakteri dan lisosom yang menyebabkan
bakteri dapat bertahan hidup dan berkembang biak didalam makrofag. Selain itu, faktor yang
dapat mendukung pertumbuhan M. tuberculosis dalam makrofag adalah adanya gen
pelindung seperti kat G yang menghasilkan enzim katalase/ peroksidase yang dapat
melindungi M.tuberculosis dari proses oksidatif, dan erp yang membantu pembentukan
protein untuk berkembang biak kuman di dalam makrofag. Makrofag yang terinfeksi M.
Tuberculosis merespons dengan melepaskan sitokin proinflamasi termasuk TNF-α dan IL-1
untuk merangsang monosit dan limfosit T, terutama. CD4+ yang akan membentuk IFN-γ
yang mengaktifkan makrofag lainnya. Proses ini dikenal sebagai respon makrofag
mengaktivasi sel Th2 yang kemudian menyebabkan CD4+ akan menghasilkan IL4, IL5, IL10
dan IL13 dan menstimulasi sistem kekebalan humoral. Sel dendritik juga berperan dalam
menghadirkan antigen dan merangsang proses kekebalan lebih lanjut di kelenjar getah bening
Tahap ini dikenal sebagai proses imunitas yang dimediasi sel. Pada tahap ini pasien dapat
menunjukkan gambaran hipersensitivitas tipe-4 (Delayedhypersensitivity) terhadap
proteinTB. Reaksi ini dapat terjadi 48-96 jam setelah injeksi TB dan berlangsung hingga 6
minggu tetapi sekitar 20% pasien tidak bereaksi terhadap tes TB.6,7 Dalam jaringan paru-
paru, makrofag yang terinfeksi dapat membentuk sel berinti raksasa dan membentuk
granuloma yang dikelilingi oleh limfosit dan makrofag teraktivasi. Sel ini biasanya
dikenali sebagai sel raksasa berinti banyak yang histopatologisnya berbentuk seperti tapal
kuda. Pada granuloma,pertum buhan M. Tuberculosis dapat dihambat karena lingkungan
oksigen rendah dan keasaman rendah. Saat mengalami proses penyembuhan fibrosis dapat
terbentuk.
Proses ini dikenal sebagai Respons Jaringan Rusak. Dalam periode
tahunan,granuloma dapat mengembang dan membentuk kalsifikasi dan akan muncul dalam
fitur radiologis sebagai kepadatan radioaktif dibidang paru-paru bagian atas, apeks
paru, atau limfoma perihilar. Fokus granuloma juga dapat ditemukan di jaringan lain
tergantung pada seberapa luas penyebaran M. Tuberculosis. Dalam kasus-kasus
tertentu, di pusat lesi, bahan caseous dapat meleleh, dinding bronkial dan pembuluh darah
menjadi rusak dan rongga terbentuk. Hal ini menyebabkan penyebaran M.tuberculosis ke
jaringan paru-paru lain dan dapat melewati saluran pernafasan, keluar saat batuk dan
berbicara. Jika setelah proses infeksi ini tidak muncul, telah terjadi keseimbangan
antara sistem kekebalan tubuh dan reaksi patologis M. Tuberculosis. Semakin banyak
jumlah basil M. Tuberculosis, semakin menular. Ini dapat dilihat dari jumlah M.tuberculosis
dalam sediaan tahan asam. M. tuberculosis dapat dideteksi dalam dahak yang mengandung
setidaknya 104 M. tuberculosis. Pada penderita tuberkulosis paru yang memiliki kavitas,
merekabiasanya lebih infeksius.

3
B. GEJALA PENYAKIT TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik Gejala sistemik/umum:
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah

C. GEJALA KHUSUS:
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah
yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.Pada pasien anak yang tidak
menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan
pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC
paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5
tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

4
D. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
 Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
 Pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
 Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
 Rontgen dada (thorax photo).
 Uji tuberkulin.

E. DIAGNOSIS TB PARU
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.Mengingat prevalensi
TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak. Pemeriksaan dahak berfungsi
untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan
potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek
TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
 S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
 P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
 S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
5
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks
tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek
TB paru
Tes yang dapat digunakan untuk penyaringan TBC adalah Mantoux
Tuberculin Skin Test (Mantoux Test). Mantoux test ini dilakukan dengan
menyuntikkan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1 ml dengan
jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah.
Selain Mantoux Test, pemeriksaan yang wajib dilakukan adalah pemeriksaan
dahak. Dahak diperiksa minimal 3 kali yaitu saat datang ke Laboratorium hari pertama,
pagi hari saat bangun tidur hari kedua dan saat datang lagi ke laboratorium hari kedua.
Dahak ini akan diperiksa dengan mikroskop untuk menemukan ada tidaknya Basil
Tahan Asam (BTA). Jika ada indikasi TBC diluar paru maka dapat dilakukan biopsi
organ yang terkena, kultur feses jika terkena di usus atau kultur urin jika terkena pada
saluran kencing. Pemeriksaan Darah Rutin biasanya terdapat peningkatan Laju Endap
Darah (LED) serta Lekosit.
Beberapa metode pemeriksaan laboratorium TBC yang akurat dan cepat
perlu diterapkan penggunaannya, dilakukan rutin di laboratorium di unit pelayanan
kesehatan, dalam paket gabungan tes – tes serial pada sampel dahak pasien dalam suatu
alur pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosis TBC paru. Saat ini
pengembangan alat diagnostik untuk penegakan diagnosis TBC paru, meliputi
pengembangan metode mikroskopis untuk deteksi basil pada sediaan dahak pasien,
pengembangan metode kultur atau pembiakan bakteri yang ditemukan dalam sampel
dahak pasien, pengembangan metode molekuler amplifikasi DNA bakteri dan metode
molekuler lainnya. Demikian pula pengembangan teknik radiologis untuk pemeriksaan
organ paru.
F. Pemeriksaan Imunologik
6
Setiap reaksi alergi dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan utama
dari diagnosis adalah mengenali alergen. Alergen bisa berupa tumbuhan musim
tertentu (misalnya serbuk rumput atau rumput liar) atau bahan tertentu (misalnya bulu
kucing). Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk ke dalam mata, terhirup, termakan
atau disuntikkan ke tubuh, dengan segera alergen akan bisa menyebabkan reaksi
alergi. Pemeriksaan bisa membantu menentukan apakah gejalanya berhubungan
dengan allergen apa penyebabnya serta menentukkan obat yang harus diberikan.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan banyak eosinofil (yang biasanya
meningkat).Tes RAS (radioallergosorbent) dilakukan untuk mengukur kadar
antibodi IgE dalam darah yang spesifik untuk alergen individual. Hal ini bisa
membantu mendiagnosis reaksi alerki kulit, rinitis alergika musiman atau asma
alergika. 1.2.4.5.9.10
2. Tes kulit sangat bermanfaat untuk menentukan alergen penyebab terjadinya reaksi
alergi. Larutan encer yang terbuat dari saripati pohon, rumput, rumput liar, serbuk
tanaman, debu, bulu binatang, racun serangga, makanan dan beberapa jenis obat
secara terpisah disuntikkan pada kulit dalam jumlah yang sangat kecil. Jika
terdapat alergi terhadap satu atau beberapa bahan tersebut, maka pada tempat
penyuntikkan akan terbentuk bentol dalam waktu 15-20 menit. Jika tes kulit tidak
dapat dilakukan atau keamanannya diragukan, maka bisa digunakan tes RAS.
Kedua tes ini sangat spesifik dan akurat, tetapi tes kulit biasanya sedikit lebih
akurat dan lebih murah serta hasilnya bisa diperoleh dengan segera. 1.8.9.10
3. Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun
92%, 2 – 4 tahun 78%, 4 – 6 tahun 75%, dan umur 6 – 12 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½
bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
7
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada
infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca
vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang
atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hipersensitifitas adalah reaksi imun yang patologik yang terjadi akibat respon imun
yang berlebihan dan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas
menurut Gell dan Coombs ada 4, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe 1 (anafilaktik), reaksi
hipersensitivitas tipe 2 (sitotoksik), reaksi hipersensitivitas tipe 3 (kompleks imun), reaksi
hipersensitivitas tipe 4 (tipe lambat).
Hipersensitivitas tipe 4 dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau
tipe lambat (delayed-tipe). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T
dan makrofag.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru sehingga cukup sulit untuk menegakkan diganosa secara klinik.
Tes yang dapat digunakan untuk penyaringan TBC adalah Mantoux Tuberculin Skin
Test (Mantoux Test) dan pemeriksaan dahak. Mantoux test ini dilakukan dengan
menyuntikkan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1 ml dengan jarum
kecil dibawah lapisan atas kulit lengan bawah.

B. DAFTAR PUSTAKA
8
Nastiti Intan Permata Sari, Ni Made Mertaniasih, Soedarsono, and Fumito
Maruyama(2019). Application of serial tests for Mycobacterium tuberculosis detection to
active lung tuberculosis cases in Indonesia.BMC Research Notes;
https://doi.org/10.1186/s13104-019-4350-9
https://www.indonesiare.co.id/id/knowledge/detail/88/Tuberkulosis

Anda mungkin juga menyukai