OLEH :
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Rahmat
dan Karunia-Nya penulis bisa menyusun tugas makalah Imunologi dan Biologi
Molekuler yang berjudul “Hipersensitivitas Tipe III (Immune Complex
Hypersensitivity)” dengan tepat waktu, guna memenuhi tugas pada Program Studi
Magister Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik segi
penyusunan maupun isinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata, harapan saya makalah ini bisa memberikan manfaat untuk
pembaca dan kita sekalian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan terhadap benda asing dan patogen
seperti bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pertahanan ini disebut sebagai sistem
sumsum tulang, kelenjar limfe, timus, saluran nafas, saluran pencernaan, dan organ
lainnya. Imunitas adalah suatu kemampuan yang secara alami dimiliki oleh tubuh
untuk melawan mikroorganisme atau toksin yang masuk kedalam jaringan dan
organ tubuh. Sistem imun memiliki banyak fungsi, yaitu untuk pertahanan tubuh
dari benda asing, membersihkan sel mati, memperbaiki jaringan rusak, dan juga
mencegah aktifnya sel kanker dan tumor di dalam tubuh. Respon imun timbul
Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi abnormal dari sistem imun yang terjadi
sendiri sedangkan alergi adalah respon imunologis abnormal yang timbul karena
Reaksi hipersensitivitas terdiri dari beberapa tipe, yaitu tipe I yang dimediasi
oleh IgE (reaksi anafilaktik), tipe II yang dimediasi oleh antibodi, tipe III yang
2
dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe IV yang dimediasi oleh sel (delayed
manifestasi pada tubuh sehingga sebagai praktisi wajib untuk mengetahui tanda dan
gejala klinisnya dan mampu memberikan penanganan yang benar. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas mengenai salah satu jenis hipersensitivitas yaitu
PEMBAHASAN
Reaksi hipersensitivitas adalah respon imun yang tidak tepat atau terlalu reaktif
terhadap suatu antigen sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Gejala-
gejala ini biasanya muncul pada individu yang pernah mengalami setidaknya satu
b. Tipe II - Reaksi sitotoksik yang dimediasi antibodi (antibodi IgG atau IgM)
Hipersensitivitas tipe III adalah jenis respon imun dimana kompleks antigen-
kulit, sendi, atau pembuluh darah dan memicu jalur komplemen klasik. Aktivasi
melepaskan enzim lisosom dan radikal bebas di lokasi kompleks imun, sehingga
Penyakit serum disebabkan oleh obat yang mengandung bagian protein dari
respon imun. Antibodi monoklonal dan poliklonal yang dibuat dari serum kelinci,
kuda, atau tikus yang mengandung globulin anti-timosit, OKT-3, telah terbukti
sumber antigen yang terus menerus untuk membentuk kompleks imun yang
bersirkulasi. Contoh lain dari obat yang terlibat dalam reaksi hipersensitivitas tipe
dan penisilin.5
Tingkat kejadian serum sickness setiap tahunnya rendah. Dalam sebuah meta-
analisis, kejadian serum sickness setelah pemberian antivenom Fab imun polivalen
Crotalidae yang digunakan untuk bisa ular kobra adalah 0,13%. Dalam penelitian
5
yang berasal dari kuda dan manusia jarang terjadi pada anak di bawah usia 10 tahun,
masing-masing sebesar 0,05% dan 0,01%. Sebuah tinjauan literatur tentang serum
kejadiannya kurang dari 0,2% per pemberian obat, dengan sebagian besar kasus
dan bervariasi menurut jenis antigen. Sebagai contoh, serum sickness yang terkait
dengan serum anti-rabies yang berasal dari kuda lebih mungkin terjadi
antibodi setelah 4-10 hari. Antibodi bereaksi dengan antigen, membentuk kompleks
imun yang bersirkulasi dan dapat berdifusi ke dalam dinding pembuluh darah, di
mana kompleks imun ini dapat memulai fiksasi dan aktivasi komplemen. Kompleks
tempat darah diubah menjadi cairan seperti urin dan cairan sinovial.
adalah mengaktifkan jalur klasik, yang mengarah pada pelepasan C3a dan
hipersensitivitas.
hemodinamik, gejala yang mengancam jiwa, atau diagnosis yang tidak jelas.
IgE yang telah dibentuk sebelumnya yang melapisi sel mast. Antibodi IgE berikatan
silang dengan alergen bebas (antigen), yang menyebabkan degranulasi sel mast dan
pelepasan histamin serta mediator inflamasi. Contoh kondisi yang dimediasi oleh
a. Anafilaksis
b. Asma bronkial
c. Rinitis alergi
d. Alergi makanan
Hipersensitivitas tipe II dimediasi oleh antibodi IgG dan IgM yang melapisi
komplemen. Dengan opsonisasi, sel menjadi target fagositosis oleh makrofag dan
neutrofil atau lisis yang diperantarai komplemen. Dalam kasus lain, antibodi anti-
c. Anemia pernisiosa
d. Vaskulitis ANCA
a. Eritema Multiforme
7-10 hari setelah alergen masuk dan antibodi IgG yang terbentuk akan
kasus, bibir menjadi bengkak dan timbul krusta atau kerak yang
adanya lesi target atau iris lesion yang pada umumnya muncul di daerah
tangan, kaki dan permukaan ekstensor dari siku dan lutut. Eritema
lunak. Pada kasus dengan lesi yang luas dan lebih berat dapat diatasi dengan
b. Serum Sickness
rabies, dan obat yang berkombinasi dengan badan protein dan membentuk
alergen. Serum sickness umumnya terjadi 7-10 hari setelah kontak dengan
alergen, dan jangka waktunya bervariasi dari 3 hari sampai dengan selama
limfadenopati, nyeri sendi dan otot, dan gatal. Pada beberapa penelitian,
dan sembuh setelah 1-3 minggu. Pengobatan kondisi nyeri sendi dapat
penggunaan antihistamin.2
IgG dan IgM yang bersirkulasi terhadap komponen jaringan inang. Pada
DNA untai ganda, histon, dan protein ribonuklear. Pada beberapa pasien,
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sistem imun atau sistem kekebalan adalah suatu sistem yang bekerja
tubuh, sehingga kita dapat terhindar dari penyakit. Mekanisme respon imun ini
bekerja secara terus-menerus tanpa henti untuk menjaga tubuh, karena patogen
selalu berada di sekitar dan dapat memasuki tubuh kita malalui berbagai macam
jalur masuk.
Pada hipersensitivitas tipe III, produksi imunoglobulin G (IgG) dan IgM yang
larut dalam jumlah berlebihan, yang sulit untuk dihilangkan dari berbagai jaringan
melalui fagositosis. Hal ini pada gilirannya dapat memicu aktivasi komplemen
klasik, yang menyebabkan produksi mediator inflamasi lain yang berlebihan, yang
mengarah pada perekrutan, aktivasi, dan degranulasi granulosit darah tepi, seperti
basofil atau masuknya neutrofil tepi ke jaringan tertentu, seperti ginjal, paru-paru,
dan persendian yang berujung pada kerusakan. Tergantung pada frekuensi paparan
dan rute masuknya, reaksi hipersensitivitas tipe III dapat berkembang dalam
DAFTAR PUSTAKA
1. Faizal IA, et al. Buku Ajar Imunologi. Pangkalpinang: Science Techno Direct;
2023. pp. 13-14.
2. Lelyana S. Hypersensitivity in Dentistry. SONDE (Sound of Dentistry) 2020;
5(2): 24-30.
3. Uzzaman A, Cho SH. Chapter 28: Classification of hypersensitivity
reactions. Allergy Asthma Proc. 2012; 33 Suppl 1: 96-99.
doi:10.2500/aap.2012.33.3561
4. Eggleton, P. Hypersensitivity: Immune Complex Mediated (Type III). In eLS,
(Ed.); 2013. https://doi.org/10.1002/9780470015902.a0001138.pub3
5. Usman N, Annamaraju P. Type III Hypersensitivity Reaction. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559122/
6. Hsiao YP, Tsai JD, Muo CH, Tsai CH, Sung FC, Liao YT, Chang YJ, Yang
JH. Atopic diseases and systemic lupus erythematosus: an epidemiological
study of the risks and correlations. Int J Environ Res Public Health 2014 08;
11(8): 8112-22.
7. Maidhof W, Hilas O. Lupus: an overview of the disease and management
options. P T 2012; 37(4): 240-9.
8. Ponticelli C, Moroni G. Hydroxychloroquine in systemic lupus erythematosus
(SLE). Expert Opin Drug Saf 2017; 16(3): 411-419.