Anda di halaman 1dari 10

Nama : Sandi Indra Anggalo

Nirm : 2020185849
Kelas : E - Teologia
Mata Kuliah : Tafsir Perjanjian Baru (PB)

Lukas, 18 : 9 – 14

‘‘Perumpamaan Tentang Orang Farisi


Dengan Pemungut Cukai’’

A. Latar Belakang

Orang Farisi dan Pemugut Cukai. Perumpamaan ini menceritakan tentang doa, sama seperti
perumpamaan sebelumnya, namun tujuan doa dari perumpamaan berlainan. Disini doa – doa
yang dicatat mencerminkan dua watak. Orang Farisi itu adalah seorang yang saleh yang hidup
jujur dan tulus. Ia lebih dari pada mentaati hukum Taurat dengan secara teratur berpuasa sekali
setahun pada Hari Perdamaan Besar, dan dengan memberikan sepersepuluh dari segala
penghasilannya. Dosanya ialah bahwa ia memuji dirinya sendiri di hadapan Hadirat Allah.
Dengan perbedaan yang nyata sekali. Pemungut Cukai berdiri jauh – jauh dari tempat Kudus dan
tidak berani mengangkat matanya apalagi melipat tangannya dalam Berdoa, tapi begitu saja
mengucap pengakuan bahwa ia adalah orang berdosa dan mengajukan permohonan memintah
belas kasihan Allah. Keputusan pihak Yesus ialah, bahwa ia (Pemugut Cukai) pulang kerumah
dengan dibenarkan dengan dan diterima oleh Allah, tetapi orang Farisi itu tidak diterima. Dengan
demikian perumpamaan itu mempertahankan ‘’Injil untuk Kaum Paria’’ sekali lagi dengan
menekankan bahwa Allah bersedia menerima orang yang tidak benar apabila berseru Kepada-
Nya terhadap mereka yang keangkuhannya akan kesalehan membuat mereka menjadi Puas akan
dirinya sendiri. Orang Farisi itu disii mewakili golongannya dalam hal ciri – cirinya, sekalipun
golongan itu memang mempunyai banyak orang yang ulung. Doa – doa yang sangat serupa
dengan ini ada tersimpan dalam sumber – sumber para Rabi. Berdoa dalam hatinya begini : yang
lebih baik ialah mengambil tempat yang menarik perhatian dan berdoa1

1
A. Simanjuntak, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (jakarta, BPK Gunung Mulia, 1980) Hal 237 - 238
B. Struktur Teks Lukas 18 : 9 – 14

Nart Tafsiran : Lukas 18 : 9 – 14 ‘‘perumpamaan tentang Orang Farisi dengan Pemungut


Cukai’’

Pasal 9 : Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang
rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini.
Pasal 10 : Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk Berdoa yang seorang adalah Farisi dan
yang lain Pemungut Cukai
Pasal 11 : Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini, Ya Allah, aku mengucap
syukur kepadamu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan perampok,
bukan orang lalim, bukan perzinah dan bukan juga seperti Pemungut Cukai ini.
Pasal 12 : Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluhan dari segala
penghasilanku.
Pasal 13 : Tetapi Pemungut Cukai itu berdiri jauh – jauh, bahkan tidak berani Menegadakan
ke langit, melainkan ih memukul diri dan berkata : Ya Allah, kasihanilah aku
orang berdosa ini.
Pasal 14 : Aku berkata kepadamu : orang ini pulang kerumahnya sebagai orang yang di
benarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia
akan di rendahkan dan barang siapa merendahkan diri, ia akan di tinggikan
C. Tafsiran Teks :

Sebelum menafsirkan tentang nast ini terlebih dahulu kita harus mengetahui Definisi dari
Pemungut Cukai dan Orang Farisi. Pemungut Cukai (dalam bahasa Yunani Publicani)
menurut sebuah istilah yang digunakan bagi orang yang bertugas mengumpulkan pajak dari
masyarakat Yahudi untuk diserahkan kepada pemerintahan Romawi di Palestina sekitar abad
pertama. Dengan demikian, Pemungut Cukai adalah petugas pajak, dan merupakan salah satu
jenis pekerjaan di masyarakay Yahudi waktu itu. Akan tetapi, profesi pemungut cukai dipandang
buruk oleh masyarakat Yahudi disekitar mereka, bahkan cenderung dibenci oleh rakyat.
Alasannya dibencinya para pemungut cukai setidaknya ada tiga :

 Ditariknya Pajak dibenci oleh rakyat sebab memberatkan mereka.


 Pemungut Cukai menarik pajak untuk pemerintahan Romawi yang dianggap musuh oleh
rakyat
 Cara yang digunakan para Pemungut Cukai sangat kejam dan tidak adil

Seorang pemungut cukai bukanlah orang sembarangan, sebab mereka perlu memiliki
kemampuan menulis, membaca, dan berhitung. Selain itu, mereka perlumemiliki kemampuan
untuk berhubungan dengan orang – orang, baik pejabat pemerintahan maupun rakyat biasa.
Karena mereka berasal dari masyarakat, mereka dituntut untuk tidak terlalu menindas rakyat
mereka sendiri namun sekaligus menghindari dari pejabat pemerintah yang korup. Meskipun
demikian, para pemungut cukai tetap dianggap sebagai penghianat oleh masyarakat Yahudi,
apalagi jika pemungut cukai terlalu berlebihan dalam menarik pajak untuk memperkaya diri
mereka sendiri. Pajak merupakan salah satu pemasukan panting bagi pemerintahan Romawi.
Pajak – pajak tidak dikenakan kepada warga negara Romawi. Melainkan dikumpulkan dari
wilaya – wilayah taklukannya. Pada awalnya, pemerintahan Romawi mengumpulkan pajak
melalui para pengusaha Romawi yang membayar pajak yang seharusnya dikumpulkan terlebih
dulu, baru kemudian mengumpulkan uang dari masyarakat di provinsi – provinsi taklukannya.
Cara – cara yang mereka lakukan reatif bebas, yang penting uang pajak yang dibayarkan ke
pemerintah dapat tertutup dan juga aditambah dengan keuntungn untuk mereka sendiri. Disetiap
kota desa, pengumpulan pajak dilakukan oleh agen – agen para pengusaha besar, yakni para
penmungut cukai. Pada masa kemudian, sistem tersebut diubah sehingga bukan pengusaha
Romawi yang menarik pajak melainkan masing – masing provinsi atau kota yang mengambil
alih tugas mengumpulkan pajak. Dalam hal ini. Pemerintah kota tetap mengumpulkan agen –
agen yang sama yakni para pemungut cukai.

Sebenarnya kewajiban masyarakat Yahudi membayar pajak kepada pemerintahan asing


bukanlah sesuatu yang baru, sebab telah ada sejak pemerintahan Babel. Aleksander Agung,
Ptolemeus, dan Seleukid. Akan tetapi, ketidakpuasan rakyat terhadap pajak yang harus
dibayarkan ke pemerintahan Romawi amat tinggi. Hal itu disebabkan karena beberapa hal.
Pertama, pemerintahan Romawi dirasakan kurang menghargai tradisi Yahudi, tidak seperti
pengusaha asing lainnya. Kedua, sistem yang digunakan oleh pemerintahan Romawi amat
memberatkan rakyat sebab membuka banyak kesempatan pejabat ataupun pemungut cukai untuk
korupsi. Sebagai contoh, rakyat Yahudi telah dibebani pajak sejumlah tertentu yang dibayarkan
kepada pemerintahan Romawi, namun pemerintahan setempat ternyata mengambil pajak lebih
besar dari seharusnya untuk mengisi kes mereka sendiri. Belum lagi ada sejumlah uang di
samping pajak, yang diambil oleh para pemungut cukai ketika menarik pajak dari masyarakat
sistem seperti ini berjalan karena tidak adanya masyarakat dari lapisan bahwa Yahudi. Ada dua
jenis pajak yang harus dibayarkan oleh penduduk taklukan Romawi, yakni pajak kepala
(tributum capitis) dan pajak tanah (tributum soli). Pajak kepala adalah pajak tahunan yang
dikenakan kepada setiap laki laki dan perempuan yang berusia di atas 12 tahun dan dibawah 65
tahun. Kemudian, pajak tanah adalah pajak yang ditarik berdasarkan kualitas lahan dengan
sistem prosentase, misalnya satu per sepuluh atau satu per dua belas dari keseluruhan hasil
panen. Selain dua pajak utama tersebut, masih ada biaya terhadap barang – barang tertentu yang
memakai transportasi laut dan darat, seperti pakaian, makanan, barang kerajinan, dan budak.
Selain jenis – jenis pajak yang dibayarkan kepada pemerintahan Romawi, masi ada satu jenis
pajak yang dibayar orang – orang Yahudi ke yerusalem setiap tahunnya untuk pemeliharaan
Setelah kehancuran Bait Suci tahun 70 M, semua orang Yahudi di wajibkan membayar pajak
khusus kepada pemerintahan Romawi sebagai ganti pembayaran pajak ke Yerusalem.

Kata Farisi berasal dari bahasa Ibrani rushim, dari perush, yang berarti penjelasan. Jadi
kata Farisi berarti ‘‘orang yang menjelaskan’’ (‘‘Lefareish – menjelaskan’’). Terjemahan
harafiahnya ‘‘memisahkan’’, tidak begitu akurat, karena ‘‘memisahkan’’ adalah ‘‘Lehafrish’’,
dari akar kata yang terkait dengan kata dalam bahasa Aram, upharsin (dan membagi) dalam
tulisan di dinding dalam Kitab Daniel 5 : 25. Kaum Farisi, tergantung dari waktunya, adalah
sebuah partai politik, sebuah gerakan sosial, dan belakangan sebuah aliran pemikiran di antara
orang – orang Yahudi yang berkembang pada masa Bait Suci Kedua (536 SM – 70 M). Setelah
di hancurkannya Bait Suci Kedua, sekte Farisa dibentuk kembali sebagai Yudaisme Rabinik –
yang akhirnya menghasilkan Yudaisme pada masa kini, dengan pengecualian barangkali Kaum
Karait. Hubungan antara Kaum Farisi dengan Yudaisme Rabinik (yang dicontohkan oleh
Talmud) adalah demikian erat sehingga banyak orang tidak membedakan keduanya. Namun
demikian, kedudukan sosialdan keyakinan kaum Farisi berubah – ubah dalam perjalanan waktu,
bersamaan dengan perubahandalam kondisi politik dan sosial di Yudea. Dari literatur rabinik.
Kaum Farisi digambarkan sebagai pengamat dan penegak Hukum Taurat yang sangat Teliti.
Dalam gulungan naskah – naskah laut mati. Kaum Farisi dikatakan sebagai kaum yang suka
mencari dan memerhatikan hal – hal yang sangat kecil. Mereka menjadi pengamat pelaksana
hukum yang sangat teliti, karena mereka memiliki kerangka berfikir bhwa Allah mencintai orang
yangtaat hukum dan menghukum yang tidak patuh. Keprihatinan utama Kaum Farisi adalah
mengenai pembaruan Israel

Kaum Farisi adalah pemimpin spritual Yahudi yang berkembang pada masa Bait Allah ke –
2, sekitar abad ke 2 SM. Menurut para ahli, kaum Farisi adalah perkembangan dari kelompok
Hasidim. Kelompok Hasidim adalah kelompok yang menganggap diri mereka sebagai orang
beragama yang saleh. Kelompok Hasidim memisahkan diri dari orang biasa. Menurut Yosefus
Falvius, pada masa pemerintahan Yohanes Hirkanus (135 – 104 SM), kaum Farisi mulai
menunjukkan pengaruh dikalangan masyarakat. Kaum Farisi juga memiliki pengaruh di bidang
Politik, terutama pada masa Salome Alexandra (76 – 67 SM). Namun, setelah Roma berkuasa
pada tahun 63 M. Kaum Farisi kembali pada peranan asli mereka sebagai kelompok yang
menjelaskan hukum secara terperinci, dan arbitrator perselisihan – perselisihan dalam komunitas
tersebut. Sebenarnya mereka tidak sepenuhnya lepas tangan terhadap masalah – masalah politik.
R. Simeon Ben Gamaliel I dan beberapa pemimpin Farisi lainnya memberontak terhadap
Romawi pada tahun 66 – 70 M dan pada tahun 132 – 135 M saat pemberontakan Bar khokba.

Pemikiran dasar orang Farisi berakar pada Zaman Ezra dan Nehemia. Ezra dan Nehemia
menguraikan secara rinci dan menafsirkan hukum yang tidak tertulis itu. Ezra dan Nehemia
melarang perkawinan Campuran. Nehemia memberlakukan peraturan bagi sabat dan
memberlakukan persembahan persepuluhan. Dapat dikatakan bahwa kaum Farisi mengikuti jejak
– jejak Ezra dan Nehemia. Ezra dan Nehemia telah menetapkan ulang kedudukan Torah pada
masyarakat Yahudi keturunan Yehuda. Konsep dasar agama bagi Kaum Farisi adalah
kepercayaan. Pembuangan ke Babel dipahami sebagai akibat dari kegagalan Israel mematuhi
Huum Taurat. Pelaksanaan Taurat adalah tugas perseorangan dan tugas nasional. Orang Farisi
membedakan hukum tertulis dan hukum lisan. Kaum Farisi menekankan ketaatan pada hukum
tek tertulis (Oral Law). Hukum tertulis harus dipelajari dan ditafsirkan dalam terang tradisi lisan
untuk memenuhi Konteks zaman yang berubah – ubah. Jika Torah tidak ditafsirkan, maka
hukum tersebut tidak akan kontekstual lagi. Oleh karena itu, mereka juga memiliki kemampuan
yang luar biasa dalam menafsirkan Torah. Kaum Farisi membentuk sistem hukum yang
diinterpretasikan dan harus dipatuhi oleh kelompoknya dengan tujuan untuk menjaga agar
mereka tidak melanggar Torah. Terkadang muncul banyak perbedaan dalam Tafsiran Hukum
yang sering menimbulkan perdebatan di antara Kaum Farisi sendiri. Kepandaian Kaum Farisi
dalam menafsir ini diperoleh dari proses pendidikan agama secara akademis. Sekolah seperti
Hillel dan Shammai mulia berkembang pada abad ke – 1 SM di kota Yavneh.

Perumpamaan tentang Orang Farisi dan Pemungut Cukai yang terdapat pada Injil Lukas
18 : 9 – 14 ini menggambarkan tentang dua jenis sikap keagamaan yang nampaknya dominan di
dalam kehidupan masyarakat Yahudi di masa kahidupan Yesus. Ajaran yang terkandung di
dalamnya sangat mudah untuk dipahami. Inilah sebabnya, perumpamaan ini dilabelkan oleh
sejumlah ahli Kitab Suci sebagai Paradigma atau model/ kisah – Contoh. Orang Farisi dan
Pemungut Cukai yang di perkenalkan dalam perumpamaan ini boleh saja di pandang sebagai
wakil dua jenis sikap relegius Yahudi pada zaman dulu. Akan tetapi, bukanlah wakil dalam arti
mutlak. Karena tidak semua orang Farisi dan Pemungut Cukai yang bersikap relegius sama
persis seperti dua Tokok di daam perumpamaan ini. Dapat disimpulkan bahwa ada banyak
Pemungut Cukai yang tidak bertobat serta tidak rendah hati. Karena dengan demikian tidaklah
salah apabila dikatakan Yesus dengan sengaja menuturkan sebuah kisah Karikatur. Ia sebenarnya
tidak ingin mengambarkan dua Tokok Konkret melainkan dua kecenderuangan spritual. Orang
Farisi dijadikan karikatur kebenaran. Manusia mudah terperangkap dalam sikap percaya diri2.

Ayat 9 : Ditinjau dari sudut Bahasa. Ayat ini mempunyai dua kesulitan kecil. Yang pertama,
sesuai dengan arti kata depan Yunani Pros dalam ayat 1 di atas ini, dapat juga dalam
ayat 9 ini diterjemakan bahwa Yesus berbicara ‘‘dengan mengingat kepada’’ orang –
orang yang dimaksud. Tetapi menurut artinya yang Lazim (seperti dalam Pasal 17 :
22) barangkali lebih baik untuk menerjemakan bahwa Yesus berbicara ‘‘kepada’’
mereka. Yang kedua, orang – orang yang dimaksut itu adalah orang – orang yang
yakin tentang dirinya bahwa mereka benar (‘‘yang menganggap dirinya benar’’) tetapi
dapat juga diterjemakan orang – orang yang yakin akan dirinya (artinya orang – orang
yang bersandar kepada dirinya sendiri), karena mereka benar’’ artinya tergolong
kepada ‘‘orang – orang yang baik dan benar’’ menurut anggapan – anggapan dalam
aliran orang – orang Farisi (Bagaimana Paulus mencirikan kesalehannya yang
dahulu itu sebagai seorang Farisi : Flp 3 : 4 – 6)3.

2
Stefan Leks, Tafsiran Injil Lukas (Yogyakarta, Kanisius, 2003) Hal 473 – 474.
3
B.J. Boland, tafsiran Injil Lukas (jakarta, Gunung Mulia, 2008) Hal 424.
Ayat 10 : Ada dua Orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa, yang seorang adalah Farisi dan
yang lain Pemungut Cukai. Yesus memakai objek yang kontras ini untuk
menggambarkan perbedaan di antara penyembahan yang palsu dan pertobatan sejati4.
Bait Allah, istilah Bait Allah / Rumah Tuhan menunjuk kepada keseluruhan
kompleks bangunan di Yerusalem tempat orang – orang Yahudi beribadah dan
memberikan persembahan (kurban) kepada Allah. Dalam menerjemakan istilah ini
jangan sampai ada kesan bahwa Tuhan tinggal menetap disitu saja. Sebagaimana
manusia tinggal dirumahnya. Untuk menghindari pengertian yang salah, mungkin
lebih baik di terjemahkan sebagai ‘‘Rumah Ibadah’’ dengan membuat catatan kaki
untuk menjelaskan bahwa ‘‘Rumah Ibadah’’ tersebut terletak di Yerusalem. Yang
seorang adalah Farisi, Farisi adalah nama golongan agama Yahudi yang sangat taat
mengikuti undang – undang agama yang diberikan oleh Musa. Pemungut Cukai,
adalah orang yang mengumpulkan uang sebagai pembayaran bagi setiap barang
dangangan yang dibawa ke luar atau masuk kesebuah Kota. Para Pemungut Cukai
adalah orang Yahudi yang bekerja untuk pemerintah Roma. Karena itu mereka
dianggap sebagai pengkhianat, dan dibenci oleh masyarakat Yahudi5.

Ayat 11 : Orang Farisi itu berdiri dan berdoa. Berdiri merupakan sikap tubuh yang umum
untuk berdoa (Mat 6 ; 5 ; Mrk, 11 : 25) tetapi di dalam kasus orang Farisi ini. Berdiri
mungkin berarti bahwa dia berusaha untuk dilihat orang. Dalam hatinya lebih berarti
sikapnya dan bukan pikirannya. Dia sedang berdoa kepada dirinya sendiri Aku tidak
sama seperti semua orang lain. Tidak diragukan bahwa perilakunya memang sebaik
yang ia katakan itu. Persoalnya bukan terletak pada tindakannya melainkan pada
sikapnya yang meganggap diri benar6.

Ayat 12 : Berpuasa dua kali seminggu, orang – orang Farisi dan orang – orang Yahudi berpusa
dua kali seminggu (setiap hari senin dan kamis), untuk menunjukan ketaatan mereka
beragama. Pada umumnya di indonesia orang tahu apa yang dimaksud dengan
‘‘Puasa’’, yaitu tidak makan sebagai kewajiban agama, sehingga kata ‘‘puasa’’ atau
berpuasa dapat dipakai dalam terjemahan. Memberikan sepersepuluhan dari segala

4
Harrison .F.Everett. Tafsiran Alkitab Wycliffe (Malang, Gandum Mas, 2008) Hal 271
5
Lal dan Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, Tafsiran Injil Lukas, jakarta, 2005, Hal 560.
6
Harrison .F.Everett. Tafsiran Alkitab Wycliffe (Malang, Gandum Mas, 2008) Hal 271 – 272.
penghasilanku, ini dikenal dengan istilah ‘‘perpuluhan’’ yaitu persembahan kepada
Allah sesuai dengan Imamat 27 : 30 - 327.

Ayat 13 : Berdiri jauh – jauh Maksudnya berdiri jauh – jauh dari orang lain di Bait Allah.
Menengadah ke langit, ini adalah sikap berdoa yang biasa dilakukan oleh orang
Yahudi. Terjemahannya dapat juga dibuat : ‘‘Memandang ke langit’’ atau
‘‘Mengarahkan pandangannya ke langit’’. Memukul diri, terjemahan Harafiahnya
adalah ‘‘berulang – ulang memukul dadanya’’. Dia memukul – mukul daanya sendiri
dengan tangannya. Bukan memakai alat pemukul ini adalah cara orang Yahudi
memperlihatkan dukacita dan penyesalan akan dosa – dosanya. Jadi bukan karena
marah8.

Ayat 14 : Sebagai kesimpulan cerita ini Yesus menegaskan bahwa Pemungut Cukai itu pergi
pulang sebagai orang yang dibenarkan, artinya bahwa ia telah menerima
pengampunan dosa dari Allah, sehingga ia dapat pergi dengan damai – sejahtera dan
dengan ketentraman batin, dilepaskan dan dibebaskan dari segala apa yang telah
merintangi dia hidup dalam hubungannya yang baik dan dalam keselarasan dengan
Allah dan sesamanya manusia, tidaklah demikian halnya dengan orang Farisi itu :
‘‘doanya’’ sebenarnya tidak dapat dikabulkan sebab..... ia sungguh – sungguh tidak
memohon sesuatu apa pun, halnya ‘‘membuktikan’’ kepada Allah bahwa hubungan
Allah dengan dia sudah beres, berkat kegiatannya yang saleh9.

D. Implikasi :
1. tidak diragukan lagi bahwa doa ini menceritakan kepada kita hal – hal tertentu mengenai
doa :
Tidak Ada orang bangga yang bangga akan dirinya dapat berdoa. Pintu surga begitu
rendah sehingga tidak seorang pun yang dapat memasukinya tanpa merendakan dirinya.
Hal yang dapat dikatakan oleh seorang adalah,
 ‘‘Tidak ada anak domba lain, tidak ada nama lain, Tidak ada pengharapan di sorga
atau bumi atau laut
 Tidak ada tempat bersembunyi lain dari kesalehan dan malu,
7
Lal dan Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, Tafsiran Injil Lukas, jakarta, 2005, Hal 562.
8
Ibid Hal 562
9
B.J. Boland, tafsiran Injil Lukas (jakarta, Gunung Mulia, 2008) Hal 427.
 Tidak ada diluarmu’’.
2. Tidak ada yang mencela orang lain yang dapat berdoa. Didalam berdoa kita bukannya
mengangkat diri kita sendiri di atas kawan sesama kita. Kita ingat bahwa kita adalah
suatu pasukan besar dari kemanusiaan yang berdosa, yang menderita, yang menyesal,
semua berlutut didepan Tahta belas – kasihan Allah.
3. Doa yang sejati berasal dari bagaimana kita menempatkan hidup kita disamping
kehidupan Allah. Tidak diragukan lagi bahwa segala sesuatu yang dikatakan oleh Farisi
itu adalah benar. Ia berpuasa, ia memberitakan perpuluhan, ia tidak sama denga orang –
orang lainnya, ia tidak sama dengan Pemungut Cukai itu. Tetapi persoalan bukanlah,
adakah aku sebaik orang – orang lain? Pertanyaannya adalah adakah aku sebaik Allah ?
pada suatu saat saya melakukan perjalanan dengan kereta ke inggri ketika melewati
Yorkshira saya melihat sebuah pondok putih yang kecil dan kelihatan bersinar putih
gemerlapan. Beberapa waktu kemudian saya mengadakan perjalanan pulang ke
Skotlandia. Salju telah turun dan membentuk lubang – lubang di sekelilingnya. Kami tiba
kembali pada pondok putih yang kecil itu, tetapi kali ini putihnya kelihatan redup dan
kotor dan hampir – hampir kelabu apabila dibandingkan dengan putuhnya salju yang
jatuh itu.
Semua sangat tergantung dengan siapa kita membandingkan diri kita. Kalau kita
menempatkan hidup kita disamiping kehidupan Yesus dan disamping kekudusan Allah ,
maka satu – satunya yang dapat dikatakan hanyalah ini, ‘‘Allah berbelas kasihan
kepadaku – orang berdosa ini10.

Daftar Pustaka

 Leks Stefan. 2003. Tafsiran Injil Lukas. Yogyakarta. Kanisius


 Boland. B. J. 2008 Tafsiran Alkitab Injil Lukas. Jakarta. BPK Gunung Mulia
 Harrison. F.Everett. 2008. Tafsiran Alkitab Wycliffe. Malang. Gandum Mas
 Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia 2005. Tafsiran Injil Lukas, Jakarta, LAI

10
William Barclay.2008. Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Injil Lukas. Jakarta. BPK Gunung Mulia. Hal 330 -
331
 Simanjuntak A. 1980. Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Jakarta. BPK Gunung Mulia.
 William Barclay.2008. Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Injil Lukas. Jakarta. BPK
Gunung Mulia

Anda mungkin juga menyukai