Anda di halaman 1dari 43

METODE DAN TEKNIK KONSELING CARL GUSTAV JUNG

Makalah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Pendekatan
Konseling
Dosen Pengampu: Nuraini, M.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

RESTINA FAWZIAH 1701015071


FAKHIRA RIZKI SULANI 1701015075
SILVIANA AGUSTIN 1701015105

KELAS 6B

PROGRAM STUDI: BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROG. DR. HAMKA
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, SWT. Rabb Semesta Alam, berkat rahmat dan
karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Teori dan
Pendekatan Konseling dengan baik. Shalawat beserta salam semoga selalu
melimpah kepada Suri Tauladan kita, Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya,
para sahabat, an kita selaku umatnya, Aamiin.
Selesainya makalah yang berjudul “Metode dan Teknik Konseling Carl
Gustav Jung” ini, penyusun mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Ibu Nuraini, M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Teori dan Pendekatan
Konseling yang telah membimbing penyusun dalam menyelesaikan tugas.
2. Pihak pustakawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
3. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penyusun.
4. Teman-teman kelompok yang telah bekerja sama dalam penyusunan makalah.

Semoga semua bentuk usaha dan bantuan yang telah diberikan menjadi
amal baik yang senantiasa diridhai Allah SWT. dan diberikan balasan yang berlipat
ganda kepada semua pihak. Penyusun pun berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, Aamiin.

Jakarta, 13 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2


A. Sejarah Neopsikoanalisa ............................................................... 3
B. Biografi Carl Gustav Jung .................................................................
C. Struktur Kepribadian ..................................................................... 5
D. Perkembangan Kepribadian .......................................................... 6
E. Tipologi Jung ................................................................................. 7
F. Metode dan Teknik Konseling ....................................................... 9
G. Perbedaan Teori Freud dan Jung ................................................... 8
H. Kelebihan dan Kekurangan Teori Jung ......................................... 10
I. Implementasi Teori Jung dalam BK .............................................. 12

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 13


A. Simpulan ....................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Carl Gustav Jung lahir pada tanggal 26 juli 1875 di kesswil, sebuah kota
didanau Constance, swiss. Kakeknya dari pihak ayah, si tua Carl Gustav Jung
adalah seorang fisikawan terkenal di Basel dan seorang yang dikenal baik di
kota itu. Ayah dan ibu Jung adalah anak terakhir dari 13 bersaudara, situasi
dengan keluarga besar demikian diperkirakan turut berperan dalam beberapa
masalah yang mereka hadapi dalam pernikahan mereka. Ayah Jung, Johann
Paul Jung, adalah seorang pejabat dalam Swiss Reformed Church, dan ibunya
Emilie Preiswerk Jung adalah anak dari ahli teologi.
Rekan kerja Freud ini, Jung, mendobrak psikoanalisis ortodoks dan
membangun teori kepribadian yang terpisah yang disebut dengan psikologi
analitis (analytical psycology), teori ini berasumsi bahwa fenomena yang
berhubungan dengan kekuatan gaib atau magis (occult) bisa dan memang
berpengaruh pada kehidupan semua manusia, Jung meyakini bahwa setiap dari
kita termotivasi bukan hanya oleh pengalaman yang ditekan, melainkan juga
oleh pengalaman emosional tertentu yang dipengaruhi oleh para leluhur,
gambaran-gambaran yang diturunkan merupakan sesuatu yang disebut Jung
sebagai ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran kolektif meliputi elemen-
elemen yang tidak pernah dialami seseorang secara individual, tetapi
merupakan sesuatu yang diturunkan oleh leluhur kita.
Seperti Freud, Jung mendasarkan teori kepribadiannya pada asumsi
bahwa pikiran atau psike, memiliki tingkat kesadaran dan ketidaksadaran.
Namun, tidak seperti Freud, Jung sangat menekankan bahwa bagian yang paling
penting dari labirin ketidaksadaran seorang bukan berasal dari pengalaman
pribadi, melainkan dari keberadaan manusia dimasa lalu. Konsep ini disebut
jung sebagai ketidaksadaran kolektif. Poin penting dari teori Jung adalah
kesadaran dan ketidaksadaran personal.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitain ini,
yaitu:
1. Bagaimana sejarah neopsikoanalisa dalam dunia psikologi?
2. Bagaimana biografi Carl Gustav Jung?
3. Bagaimana struktur kepribadian menurut Jung?
4. Bagaimana perkembangan kepribadian menurut Jung?
5. Bagaimana konsep tipologi Jung?
6. Bagaimana metode dan teknik konseling menurut Jung?
7. Bagaimana perbedaan teori Freud dan Jung?
8. Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori Jung?
9. Bagaimana implementasi teori Jung dalam Bimbingan dan Konseling (BK)?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusalan masalah tersebut, maka tujuan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah neopsikoanalisa dalam dunia psikologi.
2. Untuk mengetahui biografi Carl Gustav Jung.
3. Untuk mengetahui kepribadian menurut Jung.
4. Untuk mengetahui perkembangan kepribadian menurut Jung.
5. Untuk mengetahui konsep tipologi Jung.
6. Untuk mengetahui metode dan teknik konseling menurut Jung.
7. Untuk mengetahui perbedaan teori Freud dan Jung.
8. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori Jung.
9. Untuk mengetahui implementasi teori Jung dalam Bimbingan dan Konseling
(BK)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Neopsikoanalisa
Rekan kerja Freud, Carl Gustav Jung, mendobrak psikoanalisis
ortodoks dan membangun teori kepribadian yang terpisah yang disebut dengan
psikologi analitis (analytical psycology) (Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 108).
Teori ini berasumsi bahwa fenomena yang berhubungan dengan kekuatan gaib
atau magis (occult) bisa dan memang berpengaruh pada kehidupan semua
manusia. Jung meyakini bahwa setiap dari kita termotivasi bukan hanya oleh
pengalaman yang ditekan, melainkan juga oleh pengalaman emosional tertentu
yang dipengaruhi oleh para leluhur, gambaran-gambaran yang diturunkan
merupakan sesuatu yang disebut Jung sebagai ketidaksadaran kolektif.
Ketidaksadaran kolektif meliputi elemen-elemen yang tidak pernah dialami
seseorang secara individual, tetapi merupakan sesuatu yang diturunkan oleh
leluhur kita.
Beberapa elemen dari ketidaksadaran kolektif menjadi sangat
berkembang kemudian dan disebut sebagai arketipe, pengertian arketipe yang
paling meluas adalah gagasan mengenai realisasi diri yang hanya bisa dicapai
dengan adanya keseimbangan antara dorongan-dorongan kepribadian yang
berlawanan. Jadi, teori Jung mengungkapkan kepribadian yang berlawanan.
Kepribadian setiap orang meliputi introvert dan ekstrovert, rasional dan
irasional, laki-laki dan perempuan, kesadaran dan ketidaksadaran serta
didorong oleh kejadian-kejadian dimasa lalu yang ditarik oleh harapan-harapan
di masa depan (Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 109).

B. Biografi Carl Gustav Jung


Carl Gustav Jung lahir pada tanggal 26 juli 1875 di kesswil, sebuah kota
didanau Constance, swiss. Kakeknya dari pihak ayah, si tua Carl Gustav Jung
adalah seorang fisikawan terkenal di Basel dan seorang yang dikenal baik di
kota itu. Rumor yang berkembang di daerah itu mengatakan bahwa kakek Carl

3
Jung adalah anak tidak sah dari sastrawan Jerman yang terkenal, Goethe.
Meskipun ayah Jung tidak pernah mengakui rumor tersebut, kadang-kadang
Jung mempercayai bahwa ia adalah cicit dari Goethe.
Orang tua Jung memiliki tiga orang anak, seorang putra lahir sebelum
Carl, hanya bertahan hidup selama tiga hari dan seorang putri yang usianya
lebih muda sembilan tahun dari Jung, jadi pada tahun-tahun awal kehidupannya
Jung merupakan anak saru-satunya. Ayah dan ibu Jung adalah anak terakhir dari
13 bersaudara, situasi dengan keluarga besar demikian diperkirakan turut
berperan dalam beberapa masalah yang mereka hadapi dalam pernikahan
mereka. Ayah Jung, Johann Paul Jung, adalah seorang pejabat dalam Swiss
Reformed Church, dan ibunya Emilie Preiswerk Jung adalah anak dari ahli
teologi. Bahkan, delapan paman Jung dari pihak ibu dan dua paman Jung dari
pihak ayah adalah pastor. Jadi baik aspek agama dan medis berpengaruh dalam
keluarga ini. Keluarga Jung dari pihak ibu memiliki tradisi spiritual dan mistis,
kakek dari pihak ibu, Samuel Preiswerk adalah penganut Occult dan sering
berbicara dengan seorang yang sudah meninggal, dirumahnya ia menyimpan
sebuah kursi kosong untuk arwah istri pertamanya dan suka berbincang-bincang
seperti biasa dan intim dengan istrinya yang sudah meninggal itu. Oleh karna
itu bisa dimengerti jika kegiatannya ini sangat mengganggu istri keduanya.
Jung menggambarkan ayahnya sebagai seorang yang idealis
sentimental dengan keragu-raguan mengenai keyakinan agamanya. Terhadap
ibunya, Jung melihatnya sebagai orang yang mempunyai dua sisi, sisi yang
pertama ibunya adalah orang yang realistis, praktis, dan berhati hangat. Namun
disisi lain, ibunya tidak stabil, percaya pada hal-hal mistis, spiritual, kuno, dan
keji. Jung sebagai anak yang emosional dan sensitif, lebih mengenali ibunya
pada sisi kedua yang disebutnya dengan kepribadian nomor dua, atau
kepribadian malam. Pada usia tiga tahun Jung dipisahkan selama beberapa
bulan dari ibunya, yang harus menjalani perawatan dirumah sakit. Pemisahan
ini menyebabkan masalah yang mendalam pada diri Carl yang masih kecil.
Selama beberapa waktu sesudahnya, ia tidak pernah percaya setiap kali kata
“Cinta” diucapkan. Beberapa tahun sesudahnya, Jung masih mengasosiasikan

4
“Wanita” dengan sesuatu yang tidak dapat dipercaya, sedangkan kata “Ayah”
berarti sesuatu yang dapat dipercaya, namun tidak berkuasa.
Sebelum ulang tahun yang keempat, ia dan keluarganya pindah
kedaerah pinggiran kota Basel. Pada masa inilah, muncul mimpi-mimpinya
yang paling awal, mimpi ini yang mempengaruhi kehidupannya dimasa
mendatang dan konsepnya mengenai ketidaksadaran kolektif. Selama
bersekolah, Jung secara bertahap mulai menyadari adanya dua aspek yang
terpisah dari dirinya. Ia menyebut kedua aspek ini sebagai kepribadian No. 1
dan No. 2, awalnya ia melihat kedua kepribadian ini sebagai bagian dari dunia
pribadinya. Akan tetapi, ketika dewasa, Jung mulai menyadari bahwa
kepribadian no. 2 merupakan refleksi dari sesuatu yang lain selain dirinya---
Seorang laki-laki tua lama setelah kematiannya. Pada saat itu, Jung tidak
sepenuhnya menguasai kedua kekuatan yang terpisah ini, namun, ditahun-tahun
berikutnya. Jung mengenali kepribadian no. 2 selama ini berhubungan dengan
perasaan dan intuisi yang tidak dimilikioleh kepribadian No. 1 dalam bukunya
yang berjudul Memories, Dreams, Reflections, Jung dalam (Jess, Gregory, dan
Tomi, 2017 : 110) menulis mengenai kepribadian No. 2:
“Saya mengalami pengaruhnya (laki-laki tua itu) ketika ia muncul,
dengan keingintahuan yang tidak terefleksikan. Kepribadian No. 1
tersamar sampai titik ketidakberadaan, dan ketika ego yang menjadi
identik dengan kepribadian No. 1 mendominasi gambaran itu, laki-laki
tua itu, jika berusaha diingat-ingat, terlihat sebagai mimpi yang tidak
nyata dan sangat jauh”.
Ketika Jung berusia 16-19 tahun, teori kepribadian yang
dikemukakannya mengenai kepribadian No. 1 tampil lebih dominan dan secara
bertahap “Menekan dunia perasaan intuitif”. Ia mampu berkonsentrasi terhadap
sekolah dan kariernya karena setiap hari didukung oleh kesadaran akan
keberhasilan kepribadiannya. Pada teori Jung mengenai sikap kepribadian No.
1 adalah orang dengan kepribadian ekstrovert dan bisa menerima dunianya
secara objektif, sedangkan kepribadian No.2 adalah orang yang introvert dan
melihat dunianya secara subjektif. Meskipun demikian, selama masa
sekolahnya Jung secara umum kepribadian introvert. Akan tetapi pada wakt
menjadi profesional dan mulai menemukan tujuan tanggung jawab hidupnya,

5
Jung menjadi lebih ekstrovert. Kepribadian ekstrovert ini muncul hingga ia
mengalami krisis pada pertengahan kehidupannya dan memasuki periode ketika
ia menjadi orang yang sangat introvert.
Profesi pertama yang dipilih oleh Jung adalah arkeologi. Tetapi ia juga
tertarik pada bidang filologi, sejarah, filsafat dan ilmu alam. Terlepas dari latar
belakang kekurangan uang, Jung terpaksa bersekolah didekat rumahnya dan
masuk Basel memilih bidang lain dan akhirnya memilih ilmu alam. Selain itu.
Ia bermimpi dua kali kariernya akhirnya mengarah pada bidang kedokteran, dan
lebih spesifik, mengarah ke psikiatri, tempat ia memahami bidang ini sebagai
bidang yang berurusan dengan fenomena subjektif.
Pada tahun pertama Jung disekolah kedokteran, ayahnya meninggal
dunia meninggalkan Jung dalam pengasuhan ibu dan saudara perempuannya.
Pada masa-masa ini pula, Jung memulai menghadiri serangkaian pertemuan.
Disitu, mereka berusaha berkomunikasi dengan arwah (orang yang sudah
meninggal) denan keluarga preiswerk termasuk sepupu pertamanya yang
bernama Helene Preiswerk, yang mengaku dapat berkomunikasi dengan orang
yang sudah meninggal, Jung menghadiri pertemuan ini sebagai anggota
keluarga, namun kemudian ia menulis disertasi kedokterannya mengenai
fenomena occult. Jung melaporkan bahwa proses pertemuan itu sebagai
eksperimen yang dikontrol.
Setelah memperoleh gelar kedokterannya dari Basel University pada
tahun 1900. Jung menjadi asisten psikiater bagi Eugene Bleulerr di Burgholtzli
Bleuler Mental Hospital di Zurich. Pada masa itu, rumah sakit tersebut
merupakan rumah sakit tempat magang bidang psikiatri yang paling bergengsi
di dunia. Pada 1902-1903, Jung belajar selama 6 bulan di Paris bersama Pierre
Janet yang merupakan penerus Charcot. Ketika kembali ke Swiss tahun 1903,
Jung menikahi Emma Rauschenbach, wanita muda dari keluarga Swiss yang
terpandang. Dua tahun kemudian, Jung mulai mengajar di University of Zurich
dan menerima pasien pada praktik pribadinya. Sekaligus bertugas di rumah
sakit.

6
Jung membaca buku Freud yang berjudul Interpretation of Dreams
(Freud, 1900/1953) tidak lama setelah buku itu terbit, namun ia tidak terlalu
terkesan. Ketika Jung membaca ulang buku itu beberapa tahun kemudian, ia
memiliki pemahaman lebih baik mengenai gagasan Freud dan mulai
mengartikan mimpinya sendiri, pada 1906 Jung dan Freud mulai
berkorespondesi. Tahun-tahun berikutnya, Freud mengundang Carl dan Emma
Jung ke Wina, dalam perbincangan itu Jung dan Freud sama-sama
memperlihatkan rasa hormat dan kepeduliannya yang kuat satu sama lain.
Mereka berdiskusi selama 13 jam tanpa henti, bahkan sampai pagi, selama
diskusi ini berlangsung. Martha Freud dan Emma Jung menyibukan diri mereka
dengan berbincang-bincang.
Freud meyakini bahwa Jung adalah orang yang ideal untuk menjadi
penggantinya tidak seperti orang lain disekeliling Freud yang menjadi teman
atau pengikutnya, Jung bukan orang Yahudi ataupun orang Wina. Selain itu
Freud merasa nyaman dengan Jung dan menghormatinya karena ia terpelajar.
Kualifikasi tersebut mendorong Freud untuk menunjuk Jung sebagai ketua
International Psychoanalytic Association.
Pada tahun 1909, G. Stanley Hall, presiden Clark University, yang juga
salah seorang psikolog pertama di Amerika Serikat, mengundang Jung dan
Freud untuk menyampaikan serangkaian kuliah di Clark University di
Worcester, Massachusetts. Bersama Sandor Ferenczi, seorang psikoanalis
lainnya. Kedua pria ini pergi ke Amerika serikat, ini merupakan kunjungan Jung
yang pertama ke Amerika serikat dan sembilan kunjungan berikutnya (Bair,
2003). Selama tujuh minggu perjalanan ketika mereka harus berhubungan
setiap hari, ketegasan yang mendasari hubungan Jung dan Freud perlahan-lahan
membesar. Ketegasan pribadi ini tidak juga hilang ketika dua psikoanalis
terkenal ini mulai mengartikan mimpinya satu sama lain. ketegasan yang
sepertinya dipengaruhioleh masa lalu yang memperparah hubungan mereka.
Jung dalam bukunya yang berjudul Memories, Dreams, Reflection
(Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 111) menyatakan bahwa, Freud tidak
berkeinginan untuk membuka kehidupan pribadinya secara detail---detail ini

7
dibutuhkan Jung untuk mengartikan salah satu mimpi Freud. Menurut
pertanyaan Jung ketika ia bertanya mengenai perincian itu, Freud memprotes
“Tetapi saya tidak dapat mempertaruhkan otoritas saya!”. Jung menyimpulkan
bahwa pada saat itulah Freud kehilangan otoritasnya, “Kalimat itu terekam
dalam ingatan saya dan itulah yang melatarbelakangi berakhirnya hubungan
kami”.
Jung juga menyatakan bahwa selama perjalanannya ke Amerika, Freud
tidak dapat mengiterpretasikan mimpi Jung, terutama pada mimpi yang penuh
dengan materi ketidaksadaran kolektif Jung. Mimpi itu, digambarkan bahwa
Jung dan keluargamya tinggal ditingkat dua dalam rumahnya ketika ia
memutuskan untuk menjelajahi tingkat yang tidak diketahuinya dalam
rumahnya itu. Pada suatu tingkat rumahnya, ia sampai pada suatu gua ketika ia
menemukan “Dua tenggorokan manusia, yang satu sangat tua dan yang satunya
lagi separuh dari tenggorokannya terpisah-pisah”. Setelah Jung
menggambarkan mimpinya, Freud menjadi tertarik pada bagian dua tengkorak,
tetapi bukan sebagai materi ketidaksadaran kolektif. Sebaliknya Freud
bersikeras bahwa Jung mengasosiasikan tengkorak itu sebagai sebuah
keinginan. Siapa yang diinginkan mati oleh Jung? Karena Jung belum benar-
benar mempercayai penilaiannya sendiri dan mengetahui jawaban yang
diharapkan oleh Freud maka Jung menjawab “Istri dan adik ipar saya---
bagaimanapun juga saya harus menyebutkan nama yang kematiannya sepadan
dengan keinginan itu!” “saat itu saya baru saja menikah dan mengetahui dengan
pasti bahwa sama sekali tidak ada keinginan seperti itu dari dalam diri saya”.
Meskipun interpretasi Jung mengenai mimpi ini mungkin akan lebih
akurat daripada interpretasi Freud, sebenarnya ada kemungkinan Jung memang
menginginkan kematian istrinya. Saat itu, Jung bukan “Pengantin baru” tetapi
sudah menikah hampir tujuh tahun, dan selama lima tahun diantaranya Jung
terlibat hubungan intim dengan pasiennya yang bernama Sabina Spielrein.
Frank McLynn dalam (Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 112) menyatakan
bahwa, Jung terlah dipengaruhi oleh sosok ibu (mother complex) sehingga ia
mengedepankan keinginan untuk menyakiti istrinya. Namun penjelasan lain

8
yang bisa diterima adalah Jung membutuhkan lebih dari satu wanita untuk dapat
memenuhi aspek kepribadiannya.
Namun, dua wanita yang berbagikehidupan dengan jung selama hampir
40 tahun adalah istrinya Emma dan pasiennya Antonia Wolf. Emma Jung
sepertinya lebih cocok berhubungan dengan kepribadian Jung No. 1 sementara
Toni Wolf lebih sesuai dengan kepribadian Jung No. 2. Hubungan segitiga ini
tidak selalu berjalan mulus meskipun demikian Emma menyadari bahwa Toni
Wolf bisa berbuat lebih banyak lagi bagi Carl dibandingkan dirinya sendiri
(ataupun orang lain) dan ia berterima kasih pada Wolf.
Meskipun Jung dan Wolf tidak bermaksud menyembunyikan hubungan
mereka, namun nama Toni Wolf tidak muncul dalam biografi Jung yang
diterbitkan, Memories, Dreams, Reflection, Alan Elms (1994) menemukan
bahwa Jung menulis satu bab penuh mengenai Wolf, namun bab itu tidak pernah
dipublikasikan. Ketiadaan nama Wolf dalam autobiografi Jung mungkin
disebabkan kebencian anak-anak Jung terhadap Wolf. Mereka mengetahui
hubungan terbuka antara ayahnya dengan Wolf. Hanya saja, sebagai oran
gdewasa yang dapat memutuskan apa saja yang boleh muncul dalam
autobiografi ayah mereka, tidak berbaik hati untuk menampilkan hubungan ini.
Tidak lama setelah Jung dan Freud kembali dari perjalanannya ke
Amerika Serikat, perbedaan personal dan teoretis di antara mereka semakin
merasa terasa seiring dengan mendinginnya hubungan mereka. Pada 1913,
mereka menghentikan korespondensi pribadi mereka. Pada tahun berikutnya,
Jung mengundurkan diri dari jabatan ketua International Psychoanalytic
Association, dan tidak lama kemudian, menarik semua pengikutnya dari
kenaggotaan asosiasi tersebut.
Tahun-tahun setelah perpecahan dengan Freud, Jung dipenuhi rasa
kesepian dan analisis pribadi. Pada desember 1913 sampai 1917, ia merasakan
pengalaman yang paling kuat dan berbahaya yaitu perjalanan yang mendalam
menuju psike kertidaksadarannya sendiri. Marvin Goldwelt (1992) mengatakan
periode ini sebagai periode “Creative illness” yang dialami Jung, sama dengan
analisis diri yang dilakukan Freud. Kedua pria ini melakukan percarian dirinya

9
pada usia sekitar 30 atau awal 40an. Pencarian diri Freud merupakan reaksi atas
kematian ayahnya, sedangkan pencarian diri Jung adalah sebagai hasil dari
perpisahannya dengan sosok ayah spiritualnya, Freud. Keduanya mengalami
periode kesepian dan terasing. Pengalaman yang mengubah keduanya secara
mendalam.
Meskipun perjalanan Jung menuju ketidaksadaran merupakan
pengalaman yang berbahaya dan menyakitkan tetapi hal merupakan
pengalaman penting dan menghasilkan akirnya Jung dapat menciptakan teori
kepribadian yang unik dengan memaksa dirinya melalui perjalanan ke bawah
sadarnya dan melakukan interpretasi serta imajinasi aktif.
Pada tahun 1944 jung mengajar psikologi kedokteran di Universitas of
Basel akan tetapi karena kesehatannya memburuk ia harus mengundurkan diri
pada tahun berikutnya, setelah kematian istrinya pada 1955 ia banyak
mengahabiskan waktu sendirian sebagai “Pria tua bijak dan Kusnacht”. Ia
meninggal pada 6 juni 1961 di Zurich, beberapa minggu sebelum ulang taunnya
yang ke 86. Setelah ia meninggal, reputasi Jung sudah mendunia tidak hanya di
bidang psikologi tetapi juga bidang filsafat, agama, dan kebudayaan populer
(Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 113).

C. Struktur Kepribadian
Seperti Freud, Jung mendasarkanteori kepribadiannya pada asumsi
bahwa pikiran atau psike, memiliki tingkat kesadaran dan ketidaksadaran.
Namun, tidak seperti Freud, Jung sangat menekankan bahwa bagian yang paling
penting dari labirin ketidaksadaran seorang bukan berasal dari pengalaman
pribadi, melainkan dari keberadaan manusia dimasa lalu. Konsep ini disebut
jung sebagai ketidaksadaran kolektif. Poin penting dari teori Jung adalah
kesadaran dan ketidaksadaran personal. Jung membagi struktur kepribadian
menjadi 3 yaitu: (1) Kesadaran; (2) Ketidaksadaran personal; dan (3)
Ketidaksadaran kolektif. (Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 114).
1. Kesadaran

10
Menurut Jung, bayangan mengenai kesadaran (conscius) merupakan
hal yang dapat dirasakan oleh ego, sementara elemen ketidaksadaran tidak
ada kaitannya dengan ego. Keyakinan Jung mengenai ego lebih ketat daripada
pandangan Freud. Jung melihat ego sebagai pusat dari kesadaran, tetapi bukan
merupakan inti dari kesadaran itu sendiri. Ego bukan keseluruhan dari
kepribadian dan harus dipenuhi dengan “Diri”. “Diri” inilah yang merupakan
pusat dari kepribadian yang kebanyakan diantaranya berupa ketidaksadaran.
Pada orang yang sehat secara psikologis, ego merupakan aspek kedua dari
ketidaksadaran diri. Jadi, kesadaran memainkan peranan relatif kecil dalam
psikologi analitis. Psikologi analitis yang dikemukakan oleh Jung lebih
menekankan pada penjelajahan kesadaran psike seseorang yang
menyebabkan ketidakseimbangan psikologis. Individu yang sehat adalah
individu yang dapat berhubungan dengan dunia kesadarannya, namun dapat
mengalami ketidaksadaran diri dan kemudian mencapai “Individuasi”.

2. Ketidaksadaran Personal
Ketidaksadaran personal (personal unconscious) merangkum
seluruh pengalaman yang terlupakan, ditekan atau dipersepsikan secara
subliminal pada seseorang. Ketidaksadaran tersebut mengandung ingatan
dan impuls masa silam, kejadian yang terlupakan, serta berbagai pengalaman
yang disimpan dalam alam bawah sadar. Ketidaksadaran personal kita
dibentuk oleh pengalaman individual, dengan demikian hal tersebut sangat
unik bagi masing-masing individu. Beberapa gambaran ketidaksadaran
personal ada yang dapat diingat secara mudah dan sulit, namun ada juga
beberapa bagian yang jauh dari jangkauan kesadaran manusia.
Materi ketidaksadaran personal ini disebut dengan kompleks
(complexes). Sebuah kompleks merupakan akumulasi dari kumpulan
gagasan yang diwarnai dengan perasaan. Misalnya, pengalaman seseorang
dengan ibunya akan terkumpul menjadi pusat emosi, sehingga bahkan kata
“Ibu” akan memicu respons emosi yang dapat memblokir laju pemikirannya.
Kompleks secara umum dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang personal,
namun kompleks dapat diturunkan dari pengalaman kolektif kemanusiaan

11
seseorang. Pada contoh ini, mother complex tidak hanya berasal dari
hubungan personal dengan ibunya, tetapi juga dipicu oleh pengalaman
seluruh spesies dengan ibunya dan sebagian dibentuk oleh gambaran
seseorang terhadap ibunya. Oleh karena itu, kompleks dapat menjadi sesuatu
yang disadari serta menghambat ketidaksadaran personal dan kolektif.

3. Ketidaksadaran Kolektif
Konten dari ketidak sadaran kolektif ini tidak statis begitu saja tanpa
berkembang, melainkan aktif dan memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan
seseorang. Ketidaksadaran kolektif bertanggung jawab dalam kepercayaan
terhadap agama, mitos, serta legenda. Hal tersebut juga memunculkan
“Impian besar”, yaitu mimpi memiliki arti di luar jangkauan impian
seseorang dan dipenuhi dengan kepentingan manusia pada setiap waktu dan
tempat. Ketidaksadaran kolektif tidak merujuk kepada ide yang di anjurkan,
tetapi lebih pada kecendrungan kuat manusia untuk bereaksi degan cara
tertentu pada saat pengalaman mereka menstimulasikan kecenderungan
turunan secara biologis.
Misalnya, seorang ibu lahir walapun sebelumnya ia pernah
merasakan perasaan negatif atau bisa saja terhadap bayi semasa
dikandungan. Kecendrungan untuk merespon ini merupakan bagian dari
potensi seorang wanita atau dapat kita sebut sebagai cetak biru yang
diturunkan. Akan tetapi, potensi seperti ini membutuhkan pengalaman
seseorang sebelum dapat menjadi aktif. Manusia, seperti halnya hewan,
datang kedunia ini dengan sifat turunan yang telah yang telah ditentukan
sebelumnya untuk dapat bertindak dan bereaksi dengan cara tertentu jika
pengalamanya menyentuh sisi biologinya ini. Misalnya, seseorang pria jatuh
cinta pada pandangan pertama kepada seorang wanita mungkin akan sangat
terkejut dengan perasaanya sendiri. Kekasihnya mungkin tidak seperti sosok
ideal yang ada dalam kesadaranya. Namun, tetap saja ada sesuatu di dalam
dirinya yang membuatnya merasa tertarik kepada wanita itu. Jung
mengatakan bahwa ketidaksadaran kolektif pria itu yang mengandung

12
impresi-impresi biologis pada seorang wanita yang kemudian berperan
(diaktifasi ) ketika pria ini melihat wanita yang dicintainya.
Ada beberapa predisposisi biologis yang dimiliki oleh manusia?
Jung mengatakan bahwa manusia memiliki kecendrungan yang diturunkan
dan jumlahanya sama dengan situasi tipikal dalam kehidupan manusia.
Pengulangan situasi tipikal yang jumlahnya ttidak terhingga akan menjadi
sebagai bagian dari konsultasi biologis manusia. Pada mulanya, mereka
“terbentuk tanpa isi” mewakili kemungkinan adanya tipe perepsi atau
tindakan tertentu”, dengan lebih banyak lagi pengulangan, pembentukan ini
mulai menumbuhkan beberapa isi dan munculnya sebagai arketipe otonomi
yang relatif.
a. ARKETIPE:
Arketipe (archetype) adalah bayangan-banyangan leluhur atau
arkaik yang datang dari ketidaksadaran kolektif. Arketipe sama dengan
kompleks karena merupakan kumpulan bayangan yang diasosiasikan dan
diwarnai dengan sangat kuat oleh perasaan. Perbedaan kompleks dengan
arketipe adalah kompleks merupakan komponen ketidaksadaran personal
yang diindividuasi, sedangkan arketipe merupakan konsep yang umum
dan muncul dari isi ketidaksadaran kolektif.
Arketip harus dibedakan dari insting. Jung mendefinisikan
insting sebagai ketidaksadaran impuls fisik pada tindakan, sedangkan
arketip adalah pasangan psikis dari sebuah insting. Jung menyatakan
(Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 115) bahwa, seperti hewan yang tidak
perlu diajari kegiatan instingtif, manusia juga memiliki pola psikis
primordial dan mengulangnya secara spontasn, tidak dipengaruhi oleh
proses pengajaran apa pun. Sebagaimana manusia yang sadar dan mampu
melakukan introspeksi, mereka juga apat memersepsikan pola
instingtifnya. Intinya, baik arketipe maupun insting dibentuk secara tidak
sadar dan keduanya berperan dalam membentuk kepribadian.
Arketipe tidak dapat muncul sendiri, tetapi ketika aktif, arketipe
muncul dalam beberapa bentuk, kebanyakan muncul dalam bentuk

13
mimpi, fantasi, dan delusi. Selama masa peruh baya, Jung banyak
mengalami mimpi arketipe dan fantasi. Iasering kali memunculkan
fantasi dengan membanyakan dirinya menuju luar semesta yang
kemudian, ketika ia mulai memahami bahwa bayangan mimpi dan
bentuk fantasinya adalah arketipe pengalaman-pengalaman ini menjadi
sangat bermakna dan sama sekali baru.
Mimpi merupakan sumber utama materi arketipe, beberapa
mimpi diajukan oleh Jung sebagai bukti dari kebradaaan arketipe. Mimpi
ini menghasilkan dorongan yang tidak dikenal dari pengalaman pribadi
oleh orang yang memimpikanya. Dorongan-dorongan ini sering kali
berhubungan dengan suatau yang dikenal bagi orang di zaman kuno atau
orang pribumi suku asli pada zaman itu. Meskipun banyak arketipe yang
muncul dalam bayangan yang lazim, namun hanya sebagian yang
sampai pada titik bayangan itu bisa dikonseptualisasikan. Hal yang
menjadi catatan penting dari konsep yang diajukan Jung adalah persona,
bayangan, anima, animus, ibu agung (great mother), orang tua bijak
(wise old man), pahlawan, dan diri.
1) Persona
Sisi kpribadian ini ditunjukan orang kepada dunia di sebut
persona. Pemilhan istilah ini sangat tepat karena mengacu pada
topeng yang digunakan oleh pemain teater pada masa itu. Konsep
Jung mengenai persona mungkin bisa muncul dari pengalamnya
dengan kepribadian No.1 yang harus mengakomodasi dunia luarnya.
Jung meyakini bahwa masing-masing dari kita terlibat dalam peranan
tertentu yang dituntut oleh masyarakat. Misalnya, sepasang fisikawan
diharapkan untuk mengadopsi karakteristik dari “ bedside manner”
seorang politikus diharapkan menampilkan menemukan penuh
keyakinan untuk memenangkan keprvayaan dan suara masyarakat,
serta seoarang actor diharpakan memamerkan gaya hidupnya sesuai
dengan ekspetasi publik .

14
Meskipun persona merupakan yang penting dalam
kepribadian kita, sebaiknya kita tidak mencampurkan bagian yang
ditampilkan di depan publik dengan diri kita. Jika kita terlalu dekat
dengan psoan, maka kita akan membangaun ketidaksadran mengenai
individualias dan dibatasi dalam proses mencapai realisasi diri.
Benar, bahwa kita harus diterima oleh masyarakat, tetapi jika kita
terlalu identiik dengan persona maka kita akan kehilangan sentuhan
inner self dancendrung untuk memenuhi akspetasi sosial. Agar
menjadi sehat secara psikologis, Jung mejakini bahwa kita harus
dapat mempertahankan keseimbangan antar harapan sosial dengan
kepribadian kita yang sebenarnya. Untuk melupakan persona
seseorang, kita dapat mengurangi pentingnya elspetasisosial,
sedangkan untuk tidak menyadari individulitas terdalam seeorang
adalah dengan menjadi boneka masyarakat.
2) Bayangan
Bayangan (shadow) merupakan arketipe dari kegagalan dan
represi yang menampilkan kualitas-kualitas yang tidak kita ketahui
keberadaanya, serat berusaha disebunnyikan dari diri sendiri dan
oaring lain. Bayangan mengadung kecenderungan keberatan (ketidak
setujuan) moral serat sejumlah sifat konstruktif dan kreatif yang juga
tidak ingin kita hadapi (Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 117).
Jung bersi keras bahwa spenuhnya kita harus bertahan
secara keseimbangan untuk mengetahui bayangan kita dan ini
merupakan pencarian dari ujian kberanian yang pertama. Lebih
mudah memproyeksikan sisi gelap kepribadian kita pada orang lain,
dengan melihat kejelekan dan sifat jahat pada orang lain yang tidak
ingin kita lihat pada diri sendiri. Untuk dapat menguasai kegelapan
dalam diri, kita harus mencapai “realisa sibayangan” sayangnya,
kebanyakan dari kita tidak pernah menyadari bayangan kita hanya
mengidentifikasi sis baik kepribadian kita. Orang yang tidak pernah
menyadari bayanganya, tidak memiliki kekuasaan dan mengarah

15
pada kehidupan tragis, dan secara terus-menerus berada dalam “
peruntungan buruk” serta menuai kekalahan juga tidak mendapatkan
dukungan untuk diri mereka sendiri.
3) Anima
Seperti yang sudah dijelaskan diawal bab ini, Jung pertama
kali menemukan animanya ketika diperjalanannya menembus
ketidaksadaran psikonya tidak lama setelah perpecahannya dengan
freud, proses mendapatkan anima nya merupakan ujian keberanian
yang kedua, seperti pria pada umumnya, jung dapat mengenali
animanya hanya setelah ia belajar untuk merasa nyaman dengan
bayangannya. Jung meyakini bahwa anima berasal dari pengalaman
pria dengan wanita, ibu, kakak perempuan dan kekasih yang
digabungkan untuk membentuk gambaran umum mengenai wanita.
4) Animus
Arketipe maskulin pada wanita disebut animus. Jika anima
mempresentasikan suasana hati dan perasaan yang irasional, maka
animus merupakan simbol berpikir dan bernalar. Animus mampu
mempengaruhi proses berfikir seorang wanita, yang sebenarnya tidak
dimiliki seorang wanita. Hal itu sebenarnya berasal dari
ketidaksadaran kolektif yang bermula dari cerita hubungan prasejarah
pria dan wanita dalam hubungan pria-wanita, seorang wanita
memiliki resiko untuk memproyeksikan pengalaman antara
leluhurnya dengan ayah, saudara laki-laki, kekasih dan anak laki-laki
terhadap pria yang diharapkan, selain itu pengalaman pribadinya
dengan pria dimasa lalu, yang terkubur dalam ketidaksadaran
personal, mempengaruhi hubungannya dengan pria. Gabungkan
pengalama-pengalaman tersebut dengan proyeksi diri anima pria dan
gambaran dari ketidaksadaran personal pria. Jung meyakini bahwa
animus bertanggung jawab dalam proses berfikir dan berpendapat
seorang wanita. Sama dengan anima yang menghasilkan perasaan dan
suasana hati seorang pria. Animus juga merupakan penjelasan

16
mengapa perempuan terkenal dengan proses berfikir yang irasional
dan pendapatnya yang tidak logis. Seperti anima, animus juga muncul
dalam bentuk mimpi, penampakan, dan fantasi yang dilebih-lebihkan.
5) Great Mother
Ibu agung (great mother) dan orang tua bijak ( wise old
man) adalah dua arketipe lain yang diturunkan dari anima dan
animus, setiap orang, baik pria maupun wanita memiliki arketipe
great mother. Konsep yang sudah ada mengenai ibu ini selalu
dikaitkan dengan perasaan positif dan negatif. Contohnya, Jung,
mengungkapkan “Ibu yang penuh cinta dan jahat”. Great mother
menampilkan dua dorongan yang berlawanan-disatu sisi, dorongan
untuk pengasuhan, serta disisi lain, kekuatan untuk menghancurkan.
Arketipe ini mampu untuk menghasilkan dan mempertahankan
sebuah kehidupan (kesuburan dan pengasuhan), tetapi ia juga bisa
mengambil dan mengabaikan anak-anaknya (penghancuran). Perlu
diingat bahwa jung melihat ibunya sebagai orang yang mempunyai
dua kepribadian sebagai ibu yang penuh cinta dan mengayomi serta
ibu yang menakutkan, konservatif, dan kejam.
6) Wise Old Man
Merupakan arketipe dari kebijaksanaan dan keberartian
yang menyimbolkan pengetahuan manusia akan misteri kehidupan.
Seseorang yang didominasi oleh arketipe jenis ini mungkin akan
memiliki banyak pengikut dengan menggunakan berbagai pendapat
yang terdengar meyakinkan, tetapi sesungguhnya tidak berarti karena
ketidaksadaran kolektif tidak dapat mengarahkan kebijakan pada
individu tertentu. Bahaya bagi komunitas dan masyarakat akan timbul
pada saat orang mulai terpengaruh oleh berbagai kebohongan dari
pembawa pesan yang terpengaruh oleh berbagai kebohongan dari
pembawa pesan yang berpengaruh dan menyalahartikan
kebijaksanaan dengan kebohongan.

17
7) Pahlawan
Arketipe pahlawan (hero) dipresentasikan dalam mitologi
dan legenda seseorang yang sangat kuat bahkan terkadang merupakan
bagian dari Tuhan, yang memerangi kejahatan dalam bentuk naga,
monster, atau iblis. Pada akhirnya seorang pahlawan kerap
dikalahkan oleh seseorang atau sesuatu yang sepele. Gambaran
tentang pahlawan sangat menyentuh kita pada karakter pahlawan di
film, komik, dan program TV. Saat pahlawan tampil mengalahkan
karakter jahat, mereka membebaskan kita dari perasaan tidak berdaya
dan kesengsaraan. Pada saat yang sama mereka juga menjadi model
kepribadian yang ideal bagi kita.
8) Diri
Jung mempercayai bahwa setiap orang memiliki
kecenderungan, untuk bergerak menuju perubahan, kesempurnaan,
dan kelengkapan, yang diwarisi. Ia menyebut disposisi bawaan ini
sebagai diri (self). Sebuah arketipe yang paling komprehensif
dibandingkan arketipe lainnya. Diri bersifat menarik arketipe jenis
lain dan menyatukan kesemuanya dalam sebuah realisasi diri. Diri
disimbolkan sebagai ide seseorang akan kesempurnaan, keutuhaan,
dan kelengkapan.
Diri meliputi gambaran ketidaksadaran personal dan
kolektif. Antara ketidaksadaran dan diri secara keseluruhan tampak
sangat idealistis. Banyak orang dengan ketidaksadaran yang
berlimpah dan kekurangan kepribadian “soul sparck”, gagal
menyadari kekayaan dan vitalitas dari ketidaksadaran personal dan
terutama ketidaksadaran kolektif mereka. Di lain pihak, orang-orang
dengan kesadaran yang terlalu tinggi kerap kali patologis, dengan
satu sisi kepribadian.
Jung menemukan sebuah bukti adanya arketipe diri dalam
symbol di mandala ynag muncul dalam mimpi dan fantasi orang-
orang kontemporer yang tidak pernah menyadari keberdaan dan

18
artinya.Jung percaya bahwa pasien psikotik mengalami kenaikan
jumlah motif mandala dalam mimpi-mimpinya pada waktu tertentu,
yang mereka alami dalam kurun waktu gangguan kejiwaan.
Ringkasnya, diri terdiri atas kesadaran dan ketidaksadaran
pikiran., dan bahwa hal tersebut menyatukan elemen-elemen yang
saling bertentangan dari psike kekuatan pria dan wanita, kebaikan dan
kejahatan, serta gelap dan terang. Elemen-elemen yang saling
bertentangan tersebut kerap kali direpresentasikan dengan sebuah
simbol yin dan yang dimana diri disimbolkan dengan mandala. Motif
ini berarti kesatuan, totalitas, dan keteraturan yang merujuk pada
realisasi diri.

Gambar 1
Konsep Jung mengenai Kepribadian

D. Perkembangan Kepribadian
Jung mengategorikan perkembangan menjadi empat periode utama,
yaitu masa kanak-kanak, masa muda, masa pertengahan (paruh baya), dan masa
tua (lanjut usia). Ia membandingkan perjalanan setiap tahapan itu dengan
perjalanan ke matahari melewati langit, dengan kecerahan matahari diibaratkan
sebagai faktor kesadaran. Matahari saat fajar diibaratkan sebagai masa kanak-

19
kanak, penuh dengan potensi, tetapi masih belum memahami apa arti sebuah
kesadaran. Matahari menjelang tengah hari diibaratkan masa pertengahan,
bersinar penuh tetapi sudah mengetahui bahwa ia akan tenggelam sore nanti.
Matahari sore adalah manusia di masa tuanya, yang mengetahui bahwa sebentar
lagi aka nada waktunya untuk tenggelam. Jung berargumentasi bahwa nilai,
pandangan dan cara berperilaku yang sesuai dengan kehidupan di pagi hari,
tidak akan sesuai untuk paruh kedua, dan orang harus belajar untuk menemukan
maksud dan tujuan hidup seiring terus berkurangnya usia mereka.
1. Masa Kanak-kanak
Jung membagi periode ini menjadi tiga bagian, yaitu (1) anarkis, (2)
monarkis, dan (3) dualistis. Fase Anarkis dikarakteristik dengan banyaknya
kesadaran yang kacau dan sporadik.”Pulau-pulau kesadaran” mungkin akan
tampak, tetapi sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali hubungan di antara
pulau-pulau kecil ini. Pengalaman pada fase anarkis terkadang masuk ke
kesadaran sebagai gambaran yang primitive yang tidak mampu digambarkan
secara akurat.
Fase monarkis dari usia ini dikarakteristikan dengan perkembangan
ego dan mulainya masa berpikir secara logis dan verbal. Pada kurun waktu
ini, anak-anak akan melihat dirinya sendiri secara objektif dan kerap
mendeskripsikan diri mereka sebagai orang ketiga.”Pulau-pulau kesadaran”
akan berkembang semakin besar, lebih banyak, dab lebih dihuni oleh ego
primitif, walaupun ego dipersepsikan sebagai objek dan belum disadari
sebagai penerima.
Ego sebagai penerima mulai tumbuh dalam fase dualistis pada saat
ego terbagi menjadi objektif dan subjektif. Sekarang, anak-anak menyadari
dirinya sendiri sebagai orang pertama dan mulai sadar akan eksistensinya
sebagai Individu yang terpisah. Selama masa tersebut, “Pulau-pulau
kesadaran” menjadi sebuah pulau yang menyatu dan dihuni oleh ego
kompleks yang menyadari dirinya sebagai objek dan subjek.

2. Masa Muda

20
Periode yang ditandai dari pubertas sampai dengan masa
pertengahan (paruh baya) disebut dengan masa muda (youth). Anak muda
mencoba bertahan untuk mencapai kebebasan fisik dan psikis dari orang
tuanya, mendapatkan pasangan, membangun keluarga, dan mencari tempat di
dunia ini. Menurut Jung, masa muda seharusnya menjadi periode ketika
aktivitas meningkat, mencapai kematangan seksual, menumbuhkan
kesadaran, dan pengenalan bahwa dunia dimana tidak ada masalah, seperti
pada waktu kanak-kanak sudah tidak ada lagi. Kesulitan utama yang dialami
anak-anak muda adalah bagaimana mereka bisa mengatasi kecenderungan
alami (juga dialami pada masa pertengahan dan usia lanjut) untuk menyadari
perbedaan yang teramat tipis antara masa muda dengan kanak-kanak, yaitu
dengan menghindari masalah yang relevan pada masanya. Keinginan disebut
dengan prinsip konservatif.

3. Masa Pertengahan (Paruh Baya)


Jung percaya bahwa masa pertengahan atau paruh baya (middle life)
berawal di usia 35-40 tahun, pada saat matahari telah melewati tengah hari
dan mulai berjalan menuju terbenam. Walaupun penurunan ini dapat
menyebabkan sejumlah orang diusia ini meningkatkan kecemasannya, tetapi
fase ini juga merupakan sebuah fase potensial.
Jika orang dimasa pertengahan dapat memegang teguh nilai moral
dan sosial pada masa kecilnya, maka mereka dapat menjadi kokoh dan fanatic
dalam menjaga ketertarikan fisik dan kemampuannya. Dalam usahanya
menemukan idealisme, mereka akan berjuang keras untuk menjaga
penampilan dan gaya hidup masa mudanya. Menurut Jung, kebanyakan dari
kita tidak siap untuk “mengambil langkah untuk menuju masa atau fase
berikutnya. Bahkan, lebih buruk lagi, kita mengambil langkah tersebut
dengan asumsi yang salah bahwa keyakinan dan idealisme kita akan terus ada
sampai saat ini. Kita tidak dapat hidup di fase berikutnya (masa senja) dengan
mengandalkan kehidupan kita dimasa muda karena segala sesuatu yang
tampak baik dimasa muda, tidak akan terlihat baik dimasa tua, dan apa yang
di anggap benar dimasa muda akan menjadi kebohongan dimasa tua”.

21
4. Masa Tua (Lanjut Usia)
Pada masa tua (old age) atau lanjut usia menjelang, orang akan
mengalami penurunan kesadaran, seperti pada matahari berkurang sinarnya
di waktu senja. Jika orang merasa ketakutan dengan kehidupan di fase
sebelumnya, maka hampir bisa dipastikan mereka akan takut kematian pada
fase hidup berikutnya. Takut akan kematian sering disebut sebagai proses
yang normal, tetapi Jung percaya bahwa kematian adalah tujuan dari
kehidupan dan hidup hanya bisa terpenuhi saat kematian terlihat.
Banyak pasien Jung berasal dari masa pertengahan (paruh baya) atau
lebih tua lagi dan banyak diantara mereka yang menderita akibat terlalu
berorientasi masa lalu, susah payah bergantung pada gaya hidup masa lalu,
serta menjalani alur hidup tanpa tujuan yang jelas. Jung merawat orang-orang
ini dengan membantu mereka membangun tujuan dan arti hidup baru dalam
kehidupannya, dengan mempelajari arti kematian. Ia mendapatkan cara
perawatan ini lewat sebuah interpretasi mimpi karena impian dari orang-
orang berusia lanjut terkadang penuh dengan simbol kelahiran kembali,
seperti perjalanan jauh atau perubahan lokasi. Jung menggunakan semua ini
dan symbol-simbol yang menjelaskan ketidaksadaran pasiennya terhadap
kematian dan membantu mereka untuk menemukan filosofi kehidupan yang
berarti.

E. Tipologi Jung
Carl Gustav Jung adalah orang pertama yang merumuskan tipe
kepribadian manusia dengan istilah extravertion dan introvertion, serta
mengemukakan empat fungsi kepibadian manusia, yang disebut sebagai fungsi
thinking, feeling, sensing, dan intuition. Kalau istilah-istilah tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka akan menjadi ekstrover,
intriver, fungsi berpikir, fungsi perasa, fungsi pengindera, dan fungsi intuitif
(Naisaban, 2005: 3). Berikut penjelasan tipologi Jung (Jones, 2011: 98):
Tabel 1
Tipologi Jung

22
Tipe ini menjadikan segala kegiatan tergantung pada fungsi
intelektual yang berorientasi pada data objektif dalam
Tipe Pikiran-
bentuk fakta eksternal atau ide yang diterima secara umum.
Ekstrover
Jung menyebutkan ilmuwan Charles Darwin sebagai salah
satu contohnya.
Tipe ini menjadikan segala kegiatan tergantung pada fungsi
Tipe Pikiran-
intelektual yang berorientasi pada data subjektif. Jung
Introver
menyebutkan filsuf Immanuel Kant.
Tipe ini nyaris secara eksklusif terdiri atas perempuan yang
Tipe dipandu oleh perasaan yang tampaknya disesuaikan
Perasaan- sedemikian rupa agar selaras dengan situasi objektif dan
Ekstrover nilai-nilai umum, contohnya memilih laki-laki yang
“Cocok” untuk dicintainya.
Tipe ini didominasi oleh perasaan subjektif dan motif
Tipe mereka yang sesungguhnya tetap tersembunyi. Tipe ini
Perasaan- terutama terdiri atas perempuan yang dapat dianggap
Introver sebagai “Air yang tampak tenang, namun di bawahnya
mengalir deras”.
Tipe ini terdiri atas laki-laki yang menerima kebaruan atas
sesuatu yang masuk ke dalam rentang intensnya yang
Tipe Sensasi- didapat melalui sensasi dari luar. Dipandu oleh intensitas,
Ekstrover pengaruh objektif, tipe ini mencakup mereka yang secara
umum sensual dan mereka yang sensasinya sangat
dikembangkan secara estetik.
Tipe ini dibantu oleh intensitas sensasi subjektif. Tidak ada
Tipe Sensasi-
hubungan yang proporsional antara objek dan sensasi selain
Introver
hubungan yang tidak dapat diprediksi dan acak.
Tipe ini intuisi sebagai fungsi persepsi tidak sadar
Tipe Intuisi-
seluruhnya diarahkan pada objek-objek eksternal. Tipe ini
Ekstrover
menggunakan intuisi untuk memahami rentang

23
kemungkinan terluas dalam situasi-situasi objektif dan
menemukan apa yang masih tersimpan di “Gudang”.
Intuisi aneh tipe ini menghasilkan pemimpi, peramal,
seniman, dan orang bejat. Intensifikasi intuisi bisa membuat
Tipe Intuisi-
tipe ini tidak bersentuhan dengan realitas nyata dan
Introver
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang
lain.

F. Metode dan Teknik Konseling


1. Tahapan Konseling
Analisis Jungian jelas tidak mengikuti model diagnosis, prognosis,
dan penanganan medis. Jung berpikir bahwa diagnosis klinis tidak ada
artinya dan sifat sejati sebuah neurosis hanya dapat memunculkan diri
selama perjalanan terapi. Jung memostulasikan empat tahap dalam
psikoterapi analitik (Jones, 2011: 106).
Tahapan dalam psikoterapi analitik yaitu: confession, elucidation,
education, dan tramsformation. Meskipun masing-masing tahap memiliki
rasa ingin tahu dari finalitas tentang hal itu, adaptasi normal biasanya hanya
akan dicapai dengan menjalani ketiga tahap yang pertama. Tahap yang
keempat ̶ transformasi ̶ memenuhi kebutuha nlebih lanjut yang berada di
luar cakup tahap-tahap lainya, tetapi bukan kebenaran finalnya.
Analisis Jungian sangat disesuaikan dengan masing-masing
individu. Proses terapi bervariasi tergantung faktor-faktor, seperti: tahap
kehidupan klien, karakteristik kepribadian klien, dan sifat masalahnya.
Keempat tahap terapi lebih bersifat indikatif daripada preskriptif. Misalnya,
klien bervariasi dalam hal berapa banyak pekerjaan yang dibutuhkan untuk
menangani transferensi dan proyeksi-proyeksinya. Di samping itu, tahap
keempat transformasi lebih cocok untuk mereka yang sedang mengalami
maslah realisasi-diri di “Sore hari” kehidupannya. Berikut penjelasan dari
keempat tahapan konseilng menurut Jung (Jones, 2011: 107):

24
Tabel 2
Tahapan Konseling
EMPAT TAHAP TERAPI ANALITIK
Prototipe terapi analitik adalah pengakuan.
Langkah pertama dalam proses terapeutik
adalah mengungkapkan berbagai rahasia dan
menemukan emosi-emosi yang terhambat.
CONFESSION
1. Pengakuan katartik menyimpan konten ego
(Pengakuan)
yang seharusnya menjadi bagian normalnya
dan yang mampu menjadi sadar. Akan tetapi,
pengakuan seharusnya tidak dianggap
sebagai panasea.
Elusidasi adalah proses menjelaskan dan
menjernihkan konten yang dibangkitkan oleh
transferensi. Sebagian dilakukan dengan
menganalisis mimpi-mimi klien, terapis
ELUCIDATION menginterpretasikan dan menjelaskan apa
2.
(Elusidasi/Penjelasan) yang diproyeksikan klien pada dirinya. Efek
elusidasi adalah klien mendapatkan insight
tentang ketidaksadaran pribadinya dan asal
muasal infantil proyeksi-proyeksinya, oleh
sebab itu dapat menerima kekurangannya.
Elusidasi dapat menjadikan klien cerdas,
namun tetap menjadi anak yang tidak
kapabel. Edukasi/pendidikan membantu klien
EDUCATION mendapatkan kebiasaan baru dan adaptif
3.
(Edukasi/Pendidikan) untuk menggantikan kebiasaan merusak diri
(self-defeating) terkait neurosisnya. Pada
tahap ini, terapis bukan sekadar mencapai
insight, namun melatih klien untuk

25
mengambil tindakan-tindakan yang
bertanggung jawab.
Bagi banyak orang penyelesaian ketiga tahap
yang pertama mungkin cukup. Akan tetapi,
sebagian orang ingin lebih dari sekadar
menjadi orang yang normal dan teradaptasi
karena kebutuhan terdalam mereka adalah
menjadi sehat dalam memimpin kehidupan
“Abnormal”. Pada tahap transformasi dengan
klien-klien semacam itu, terapis maupun
klien berada dalam “Analisis”. Hubungan
TRANSFORMATION pribadi di antara mereka ada faktor-faktor
4.
(Transformasi) yang tidak dapat diukur yang mewujudkan
sebuah transformasi mutual, dengan
kepribadian yang lebih kuat dan lebih stabil
yang menentukan isu finalnya. Kepribadian
terpais adalah faktor kuratif atau faktor yang
merugikan dan sang pendidik sekarang harus
menjadi pendidik-diri (self-education) yang
menjalani tahap-tahap pengakuan, elusidasi,
dan edukasi sehingga kepribadiannya tidak
bereaksi secara negatif terhadap klien.

Apabila kasus yang ditangani sulit, Jung akan mulai dengan tiga
atau empat sesi per minggu. Ia akan mulai menemui sebagian klien dua kali
seminggu, tetapi begitu terapi analitik berjalan, sesi-sesinya akan dikurangi
menjadi satu kali seminggu. Jung juga akan mendorong klien untuk
melakukan kegiatan-kegiatan antarsesi, misalnya mencatat mimpi dan
melukis, yang akan memungkinkan mereka untuk memberikan kontribusi
pada kerja-bersama mereka. Kira-kira sekali setiap 10 minggu Jung akan
menghentikan penanganan untuk membuat klien tidak menjadi terlalu

26
terhantung dan menjadikan waktu sebagai salah satu faktor penyembuh.
Sebuah perjalanan terapi analitik yang lengkap bisa berlangsung beberapa
tahun. Jung berpikir bahwa, di kebanyakan kasus, sesi yang sangat sering
tidak memperpendek lamanya penanganan. Jung akan menjarangkan sesi-sesi
dengan klien yang memiliki sarana terbatas dan memerntahkan klien untuk
bekerja sendiri di antara sesi-sesi.

2. Teknik Konseling
Jung melihat jauh melewati batassan psikologi, dalam usahanya
memperoleh data untuk membangun konsepnya mengenal kemanusiaan. Ia
tidak menyesali perjalanannya dalam berbagai bidang, mulai dari sosiologi,
sejarah, antropologi, biologi, fisika, fisologi, agama, mitologi, hingga
filsafat. Ia sangat meyakini bahwa pembelajaran tentang kepribadian bukan
hanya hak prerogatif ilmu tertentu dan bahwa untuk memahami seseorang
secara utuh, kita harus mengejar pengetahuan dimana pun ia berada (Jess,
Gregory, dan Tomi, 2017 : 133).
Jung mengumpulkan kata untuk teorinya tidak hanya melalui
pemahaman menyeluruh di berbagai disiplin ilmu, tetapi juga asosiasi kata,
analisis mimpi, imajinasi akif, dan psikoterapi. Informasi ini kemudian
dikombinasikan dengan bacaan mengenai Kimia abad pertengahan
(alchemy), fenomena kekuaan gaib (occul), atau subjek lainnya dalam
usahanya mengonfirmasi hipotesis dari psikologi analitis.
a. Tes Asosiasi Kata
Jung bukanlah orang pertama yang menggunakan tes asosiasi
kata, tetapi ia dianggap telah membantu untuk mengembangkan dan
mendefinisikan ulang tes tersebut. Awalnya, ia menggunakan tes tersebut
pada tahun 1903 ketika ia menjadi asisten muda seorang psikiater di
Burgholtzli, dan ia berbicara tentang tes asosiasi kata selama
perjalanannya dengan Freud ke Amerika Serikat pada tahun 1909.
Namun, ia jarang menggunakan tes ini dalam kariernya. Walaupun kerap
diabaikan, tes ini terus-menerus dikaitkan dengan nama Jung.

27
Ide awal penggunaan tes ini adalah untuk membuktikan validitas
hipotesis Freud bahwa ketidaksadaran akan mengoprasikan proses yang
bersifat otonomi. Namun, kegunaan utama tes ini dalam psikologi
Jungian adalah untuk feeling-toned complexe. Seperti yang telah dibahas
pada bagian tingkatan psike, kompleks adalah berbagai hal individualis
dan bersifat emosional yang bergabung dan membentuk sekumpulan
gambaran di sekitar pusat inti kepribadian. Tes asosiasi kata didasarkan
pada prinsip bahwa kompleks membentuk respons emosional yang dapat
diukur.
Jung menggunakan sekitar 100 kata yang dipilih dan diatur untuk
menstimulasi atau merangsang reaksi emosi. Ia menginstruksikan
seseorang untuk merespon setiap stimulus kata dengan kata pertama yang
dipikirkan oleh responden. Jung merekam setiap respon verbal, waktu
yang dibutuhkan untuk merespon, laju pernapasan, dan respon pada kulit
terhadap reaksi yang dihasilakan. Biasanya, ia melakukan pengulangan
eksperimen ini untuk meningkatkan konsistensi tes dan pengulangan
tesnya.
b. Analisis Mimpi
Jung setuju dengan Freud bahwa mimpi memiliki makna dan
makna itu harus disikapi dengan serius. Ia juga setuju dengan Freud
bahwa mimpi berangkat dari timbulnya kedalaman kondisi
ketidaksadaran dan maknanya kemudian akan diwujudkan dalam bentuk-
bentuk yang simbolis. Namun, ia keberatan dengan pendapat Freud yang
mengatakan bahwa hampir semua mimpi adalah bentuk keinginan dan
simbol dari keinginan serta kebutuhan seksual. Jung meyakini bahwa
orang menggunakan berbagai simbol untuk mempresentasikan berbagai
konsep-tidak hanya seksual-untuk dapat memahami “berbagai hal di luar
jangkauan pengetahuan manusia”. Mimpi adalah kondisi ketidaksadaran
dan percobaan spontan untuk mengetahui dan memahami kenyataan
yang hanya dapat diwujudkan dalam bentuk simbol.

28
Jung merasa yakin bahwa mimpi menawarkan bukti keberadaan
ketidaksadaran kolektif. Mimpi ini termasuk mimpi besar (big dream),
yang memiliki arti khusus bagi semua orang, mimpi umum (ypical
dream), merupakan mimpi yang umum bagi kebanyakan orang, dan
mimpi paling awal yang diingat (earliest dream remembered).
Jenis kedua dari mimpi kolektif adalah mimpi biasa, yaitu mimpi
yang biasa dialami oleh kebanyakan orang. Mimpi ini meliputi gambaran
arketipe, seperti ibu, ayah, Tuhan, iblis atau orang tua bijak. Mimpi ini
juga bisa berarti kejadian arketipe, seperti kelahiran, kematian,
perpisahan dari orang tua, pembaptisan, pernikahan, terbang, atau
menjelajahi gua. Mimpi-mimpi ini, termasuk juga objek arketipe, seperti
matahari, air, ikan, ular, atau hewan predator lainnya.
Kategori keiga dari mimpi adalah mimpi yang paling awal
diingat. Mimpi-mimpi ini dialami saat kita berusian tiga atau empat tahun
dan mengandung banyak unsur mitologis, gambaran, dan motifsimbol
yang tidak dapa dijelaskan oleh anak-anak. Mimpi ini sering kali meliputi
motif arketipe dan simbol, seperti pahlawan, orang tua bijak, pohon, ikan,
dan mandala. Jung menulis mengenai gambaran dan motif tersebut, yaitu
“Kemunculan mimpi manusia itu unik, subjektif, dan personal hanya
pada beberapa bagian, sedangkan selebihnya adalah kolektif dan
objektif”.
c. Imajinasi Aktif
Teknik yang digunakan Jung dalam melakukan analisis terhadap
dirinya sendiri, sama seperti yang dilakukannya terhadap pasiennya,
adalah dengan menggunakan imajinasi akif (acive imagination). Metode
ini dimulai dengan impresi berupa gambaran visi, tampilan, atau fantasi
milik seseorang. Orang ini kemudian berkonsentrasi hingga impresinya
“bergerak.” Orang ini harus mengikuti gambaran tersebut kemana posisi
gambaran itu bergerak hingga akhirnya berkomunikasi dengannya.
Tujuan dari imajinsi akif adalah untuk membuka gambaran
arketipe yang bermula dari ketidaksadaran. Hal ini akan sangat berguna

29
bagi orang-orang yang ingin lebih mengenal ketidaksadaran personal dan
kolektifnya, juga bagi mereka yang ingin mengatasi resistansi yang
biasanya menghalangi komunikasi dengan keidaksadaran. Jung
meyakini bahwa gambaran ini diproduksi pada fase sadar yang
membuatnya lebih jelas dan dapat diperbanyak. Perasaannya juga lebih
spesifik dang biasanya orang jarang memiliki kesulitan saat mereka harus
memproduksi penglihatan atau mengingat suasana hati.
Sebagai variasi dari imajinasi aktif, Jung kerap bertanya kepada
pasiennya apakah mereka suka menggambar, melukis, atau
mengekspresikan fantasinya dalam bentuk nonverbal lainnya. Jung
mengandalkan teknik ini selama ia menganalisis dirinya sendiri dan
banyak dari hasilnya, kaya akan simbol dan kerap menampilkan
mandala, terdapat dalam buku-bukunya.
d. Psikoterapi (Terapi)
Jung dalam tulisannya yang berjudul “The aims of
psychoteraphy” berbicara tentang psikologi “Pagi hari” kehidupan
(psychology of life’s morning) dan psikologi “Sore hari”-nya (Jones,
2011: 105). Tujuan utama terapi untuk orang muda adalah adaptasi
normal untuk mengatasi neurosis yang berhubungan dengan penyusutan
kembali ke tugas-tugas kehidupan konkret. Terapi terutama difokuskan
kepada mencapai tujuan-tujuan tertentu, mengatasi kompleks-kompleks,
dan memperkuat kesadaran dan fungsi ego. Jung menekankan
pentingnya orang muda, yang masih belum beradaptasi, tetapi akan
mencapai sesuatu, untuk mendidik kemauan sadarnya.
Orang di paruh kedua kehidupan tidak lagi perlu mendidik
kemauan sadarnya, tetapi memahami batin (inner being)-nya dan makna
kehidupannya. Dua per tiga klien Jung berada di paruh kedua kehidupan
dan sekitar sepertiga kliennya tidak mengalami neurosis apapun yang
dapat didefinisikan secara klinis, namun mengalami mati rasa dan
perasaan hidup tanpa tujuan. Kebanyakan pasiennya adalah individu-
individu yang well-adapted (teradaptasi dengan baik) secara sosial, yang

30
bagi mereka normalisasi tidak memiliki arti apapun. Bagi orang semacam
itu, tujuan utama terapinya adalah realisasi-diri yang melibatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang psike mereka dan
memasukkan lebih banyak materi tidak-sadar sehingga sebuah
keseimbangan baru antara kesadaran dan ketidaksadaran akan tercipta.
Jung tidak mempercayai konsep penyembuhan, melainkan lebih
mampu terlibat dalam berbagai proses memenuhi tugas hidup dan
menyintesiskan materi sadar dan tidak-sadar. Jung melakukan penelitian
tentang individuasi dan realisasi-diri dengan berupaya memahami makna
mimpi dan simbol ketidaksadarannya.
RELASI TERAPEUTIK
Jung dalam (Jones, 2011: 108) menulis: “Analisis adalah dialog
yang melibatkan dua pasangan, analis dan pasien duduk saling
berhadapan, dengan mata saling bertatapan; sang dokter mempunyai
sesuatu untuk dikatakan, demikian pula si pasien”. Terapi berbeda di
setiap kasus dengan setiap klien yang membutuhkan pemahaman
individual. Di sampng itu, klien perlu mencapai pandangannya tentang
berbagai hal tanpa kompulsi terapis atau usaha-usaha konversi.
Jung sangat sadar bahwa hubungan di dalam dan di antara terapis
dan klien terjadi di tingkat sadar dan tidak-sadar. Oleh karena
penanganan adalah sebuahproses dialektikal yang terapisnya
berpartisipasi sama banyaknya dengan klien, maka kepribadian terapis
dan klien mungkin lebih penting bagi hasil terapi dibanding apa yang
dikatakan atau dilakukan terapis. Terapis seharusnya tidak bersembunyi
di balik pandangan profesionalnya, tetapi cukup manusiawi untuk
membiarkan dirinya terpengaruh oleh klien. Bagaimanapun batas-batas
harus diobservasi, termasuk terapis yang memantau dirinya dan
mempertanyakan bagaimana ketidaksadarannya dalam mengalami
berbagai situasi.
Salah satu contoh kontaminasi tidak sadar, transferensi dapat
membangkitkan counttertraference (pengalihan pengaruh analis dari

31
klien). Ersis sepertu pasien yang memproyeksikan materi tidak-sadar
kepada terapis, hal yang sebaliknya bsa terjadi, yang akan merugikan
hasil terapeutiknya. Jung sangat mendukung latihan analisis agar terapis
lebih mampu melindungi kliennya dari infeksinya maupun untuk
menolak infeksi oleh masalah klien. Selain itu, Jung menyukai kontak
berkelanjutan denga orang ketiga, yang dapat memantau fungsi terapis.
Relasi dalam terapi analitik berbeda-beda menurut tahap
terapinya. Misalnya, relasi yang terbangun selama tahap pengakuan
dapat menjadi dasar bagi pengembangan relasi transferensi. Di samping
itu, tingkat-tingkat kepribadian terapis yang lebih mendalam
kemungkinan akan lebih terlibat pada tahap transormasi daripada tahap-
tahap yang lebih awal, dan itulah sebabnya Jung menekankan aspek
edukasi-diri tahap ini.
Relasi terapeutik tidak hanya berlangsung melalui tatap muka,
tetapi juga dalam mimpi dan khayalan terapis maupun klien. Terapis
perlu peka terhadap makna semua mimpi yang mrlibatkan kliennya.
Pernah terjadi pada saat menganalisis mimpi-mimpinya, Jung dalam
(Jones, 2011: 109) memahami pesan bahwa ia meletakkan seorang
perempuan, yang dikenalinya sebagai slah seorang pasiennya, begitu
tingginya hingga lehernya terluka dan melihat perempuan itu sebagai
kompensasi untuk fakta bahwa ia merendahkan perempuan itu dalam
terapi. Setelah mengungkapkan mimpi itu dan berbagi analisisnya
dengan perempuan itu, penanganannya berjalan dengan jauh lebih baik.
Jung juga dapat mengonfrontasikan dengan klien kalau hal itu
dianggapnya perlu. Ketika seorang perempuan bangsawan mengancam
untuk menamparnya setelah Jung harus mengatakan sesuatu yang tidak
menyenangkan bagi perempuan itu, Jung melompat berdiri dan berkata
kepada perempuan itu: “Baiklah, kau perempuan, kau pukul duluan,
perempuan duluan! Baru kemudian aku yang pukul!”. Klien kemudian
duduk kembali di kursinya, sadar bahwa tidak seorang pun pernah

32
berbicara seperti itu kepadanya, dan melanjutkan pekerjaan terapinya
dengan lebih baik.

3. Peran Konselor
Analisis Jung tidak mengikuti model diagnosis, prognosis, dan
penanganan medis. Jung berpikir bahwa diagnosis klinis tidak ada artinya
dan sifat sejati sebuah neurosis hanya dapat memunculkan diri selama
perjalanan terapi. Jung memostulasikan empat tahap dalam psikoterapi
analitik yaitu: confession, elucidation, education, dan tramsformation.
(Jones, 2011: 106). Kaitannya dengan hal ini, maka peran konselor dalam
memberikan pelayanan konseling kepada klien yaitu sebagai seorang terapis.
Peran Konselor sebagai Terapis dalam Terapi Analitik
Terapis mendorong konseli/klien untuk
CONFESSION
1. mengungkapkan berbagai rahasia dan
(Pengakuan)
menemukan emosi-emosi yang terhambat.
Terapis menginterpretasikan dan
ELUCIDATION menjelaskan apa yang diproyeksikan klien
2.
(Elusidasi/Penjelasan) pada dirinya, sehingga ia dapat menerima
kekurangannya.
EDUCATION Terapis melatih klien untuk mengambil
3.
(Edukasi/Pendidikan) tindakan-tindakan yang bertanggung jawab.
Terapis harus menjadi orang pertama yang
diubah atau ditransformasi menjadi
manusia yang sehat, terutama dengan
TRANSFORMATION
4. melakukan proses psikoterapi. Seorang
(Transformasi)
terapis hanya mampu membantu klien
setelah melakukan transformasi dengan
membangun falsafah hidup yang mapan.

33
G. Perbedaan Teori Freud dengan Jung
Seperti Freud, Jung mendasarkan teori kepribadiannya pada asumsi
bahwa pikiran atau psike, memiliki tingkat kesadaran dan ketidaksadaran.
Namun, tidak seperti Freud, Jung sangat menekankan bahwa bagian yang paling
penting dari labirin ketidaksadaran seorang bukan berasal dari pengalaman
pribadi, melainkan dari keberadaan manusia dimasa lalu. Konsep ini disebut
jung sebagai ketidaksadaran kolektif. Poin penting dari teori Jung adalah
kesadaran dan ketidaksadaran personal.
Keyakinan Jung mengenai ego lebih ketat daripada pandangan Freud.
Jung melihat ego sebagai pusat dari kesadaran, tetapi bukan merupakan inti dari
kesadaran itu sendiri. Ego bukan keseluruhan dari kepribadian dan harus
dipenuhi dengan “Diri”. “Diri” inilah yang merupakan pusat dari kepribadian
yang kebanyakan diantaranya berupa ketidaksadaran. Pada orang yang sehat
secara psikologis, ego merupakan aspek kedua dari ketidaksadaran diri. Jadi,
kesadaran memainkan peranan relatif kecil dalam psikologi analitis Jung.
H. Kelebihan dan Kekurangan Teori Jung
1. Kelebihan
a. Dapat Menyelidiki Sejarah Manusia Tentang Asal Usul Ras dan Evolusi
Kepribadian.
Jung berpendapat bahwa sejarah manusia itu dari nenek
moyang kita. Sehingga evolusi kepribadian manusia sangat erat
kaitannya dengan nenek moyang dan pengaruh –pengaruhnya. Maka dari
itu Jung menjelaskan bahwa kepribadian manusia itu tidak lepas dari
keberadaan leluhur-leluhur kita.

b. Dapat Memberi Ide-ide yang Brilian terhadap Konsep Kepribadian.


Memang Jung itu tidak banyak dikenal dalam tulisan-tulisan.
Tetapi Jung lebih banyak memberi masukan ide mengenai tulisan
tersebut. Ide yang Jung dapatkan biasanya secara tidak sengaja atau
spontan yang kebetulan pikiran Jung itu sama dengan pikiran orang pada
waktu itu. Akibat iklim intelektual yang sedang berlaku ternyata ide Jung
itu menyebar luas. Contoh ide tersebut adalah konsepsi tentang releasi

34
diri. Konsepsi tersebut banya ditemukan di tulisannya Gold-Stein,
Rogers, Angyal, Allport dll. Jung tidak pernah tercantum namanya dalam
tulisan tersebut, hal ini tidak berarti bahwa Jung tidak berpengaruh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bisa jadi mereka meminjam ide
Jung secara tidak sadar.

c. Keberanian dan keaslian pemikiran Jung tidak ada yang menyamainya.


Sepanjang sejarah perkembangan teori Jung memang terkenal
teori yang beda dengan yang lain. Jung berani mengungkapkan sisi lain
dibalik kepribadian manusia. Jung menyebutnya “Jiwa Manusia”.
Dengan bertumbuhnya kecendurungan masyarakat Barat khususnya
orang muda yang berfikir kearah introvensi, fenomenologi,
eksistensialisme, meditai, kerohanian, ilmu mistik, ilmu gaib. Maka
pendapat Jung akhir-akhir tahun ini mendapat tanggapan positif. Jung
menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap apa saja yang bisa
diungkapnya tentang asal – usul ras dan evolusi kepribadian.

2. Kekurangan
Carl Jung melanjutkan tulisan-tulisannya untuk menarik perhatian
mahasiswa humaniora. Meskipun tulisannya bersifat subjektif dan filosofis,
psikologi Jungian telah menarik perhatian banyak orang, baik awam maupun
profesional. Pada satu sisi, penelitiannya mengenai agama dan mitologi
mungkin menarik beberapa pembaca, namun disisi lain, ada yang tidak
menyetujuinya. Meskipun demikian, Jung menganggap dirinya sebagai
seorang ilmuwan dan merasa yakin bahwa kajian ilmiah mengenai agama,
mitologi, dongeng, dan khayalan filosofis, tidak membuatnya menjadi
sesuatu yang mistis dibandingkan dengan kajian Freud mengenai seks yang
membuat Freud menjadi seseorang dengan kelainan seksual..
Meskipun begitu, seperti teori-teori pada umumnya, psikologi
analisis juga harus dapat memenuhi enam kriteria teori yang bermanfaat.
(Jess, Gregory, dan Tomi, 2017 : 140). Pertama, teori yang bermanfaat harus
menghasilkan hipotesis yang bisa diuji dan penelitian deskriptif. Kedua,

35
sebuah teori harus memiliki kemampuan untuk diverifikasi atau disanggah.
Sayangnya, sama seperti teori Freud, hampir mustahil untuk melakukan
verifikasi atau pun penyanggahan pada teori Jung. Teori utama Jung
mengenai ketidaksadaran kolekif merupakan konsep yang sangat sulit untuk
diuji secara empiris.
Sebagian besar bukti mengenai konsep dari arketipe dan
ketidaksadaran kolektif berasal dari pengalaman mendalam yang dialami
oleh Jung sendiri. Hal ini juga diakuinya, bahwa sulit untuk berkomunikasi
dengan orang lain, sehingga penerimaan orang mengenai konsep ini lebih
berdasarkan keyakinan daripada bukti empiris. Pada sisi lain, ada bagian dari
teori Jung yang terkait dengan penggolongan dan ilmu tipologi, yaitu
mengenai aktivitas dan sikap, yang dapat dikaji serta diuji dan sudah
menghasilkan sejumlah penelitian. Myers-Briggs Type Indicator sudah
menghasilkan banyak penelitian.
Ketiga, suatu teori yang bermanfaat perlu mengorganisasi
pengamatan ke dalam suatu kerangka (pengetahuan) yang bermakna.
Psikologi analitis merupakan teori yang unik karena menambahkan suatu
dimensi yang baru dalam teori kepribadian, yaitu ketidaksadaran kolektif.
Aspek dari kepribadian manusia yang berhadapan dengan hal-hal mistis,
misterius, dan parapsikologis itu tidak disinggung oleh hampir semua teori
kepribadian. Meskipun ketidaksadaran kolektif bukan satu-satunya
penjelasan bagi suatu fenomena dan konsep lain dapat dirumuskan untuk
menjelaskan semuanya.
Kriteria keempat teori yang bermanfaat adalah kemampuan teori
tersebut untuk diterapkan. Apakah teori dapat membantu terapis, guru, orang
tua, atau yang lain dalam memecahkan permasalahan sehari-hari? Teori
mengenai tipe atau sikap psikologis dan MBTI digunakan oleh banyak
praktisi klinis, tetapi kegunaan dari sebagian besar psikologi analitis terbatas
untuk terapis yang menggunakan ajaran Jungian dasar secara berkelanjutan.
Konsep ketidaksadaran kolektif tidak mudah diteliti secara empiris, tetapi
mungkin berguna dalam membantu orang memahami mitos budaya dan

36
melakukan penyesuaian terhadap trauma-trauma hidup. Secara keseluruhan,
teori Jung dinilai rendah untuk kemampuan penerapannya.
Teori kepribadian Jung konsisten secara internal, namun teori Jung
tidak memiliki seperangkat terminologi yang digambarkan secara
operasional. Secara umum, Jung menggunakan terminologi secara
konsisten, tetapi ia sering kali menggunakan beberapa terminologi untuk
menguraikan konsep yang sama. Istilah regresi dan introversi berhubungan
sangat erat, sehingga dapat dikatakan kedua istilah itu menjelaskan proses
yang sama. Hal ini juga berlaku pada istilah progresi dan ekstraversi. Daftar
istilah yang serupa ini dapat menjadi penjang, misalnya individuasi dan
realisasi diri. Kedua istilah ini bahkan tidak dibedakan secara jelas. Bahasa
Jung sering kali bersifat rahasia dan banyak dari istilahnya yang idak
didefinisikan dengan jelas. Seperti teori-teori kepribadian pendahulunya,
Jung juga tidak menggambarkan definisi isilah secara operasional. Oleh
karena itu, konsistensi internal dalam teori Jung ini dinilai rendah.
Kriteria terakhir untuk teori yang bermanfaat adalah bersifat
kesederhanaan. Psikologi Jung bukanlah teori sederhana, tetapi kepribadian
manusia juga tidak sederhana. Namun, teori Jung lebih mengarah pada
keidakefektifan (tidak praktis) daripada kegunaannya. Oleh karena itu, nilai
kesederhanaan pada teori ini rendah. Teori Jung bersifat kompleks dengan
ruang lingkup yang luas. Hal ini disebabkan kecenderungan Jung untuk
mencari-cari data dari berbagai macam disiplin ilmu dan kesediaannya untuk
menjelajah sendiri ketidaksadarannya, bahkan sampai di bawah level
pribadi. Hukum kesederhanaan menyatakan, “Ketika terdapat dua teori yang
manfaatnya setara, teori yang lebih disukai adalah teori yang sederhana.”
Bahkan, tentu saja tidak pernah ada teori yang selalu sama. Namun, teori
Jung menambahkan suatu dimensi kepribadian manusia, tidak terlalu banyak
berurusan dengan yang lain, sehingga menjadi lebih rumit daripada yang
diperlukan.

37
I. Implementasi Teori Jung dalam BK
MBTI atau Myers-Briggs Type Indicator mengidentifikasikan manusia
ke dalam tipe kepribadian berdasarkan teori Jung, dan setiap manusia masuk ke
dalam salah satu tipe yang ada (Naissaban, 2005: 77). Tipe-tipe kepribadian di
atas mengandung banyak informasi mengenai kecenderungan, perilaku dan
kebiasaan manusia, yang di dalamnya mengandung potensi, kemampuan-
kemampuan sekaligus kelemahannya. MBTI menyediakan informasi yang
lengkap mengenai manusia. Jung dan para pengikutnya percaya bahwa
pengetahuan yang lengkap tentang diri akan membantu manusia untuk keluar
dari masalah-masalah psikologis yang dihadapi setiap hari dan sekaligus
mendorong orang untuk mencapai individuasi. Tipe kepribadian Jung dalam
MBTI digunakan dalam konseling, ditempuh dengan memberikan tes MBTI
kepada peserta didik sebagai bagian atau salah satu dari asesmen tes yang ada
dalam dunia Bimbingan dan Konseling.

38
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Struktur kepribadian menurut Jung terdiri dari: (1) Kesadaran; (2)
Ketidaksadaran personal; dan (3) Ketidaksadaran kolektif. Tahap
perkembangan kepribadian terdiri dari; (1) Tahap kanak-kanak; (2) Masa muda;
(3) Masa paruh baya; dan (4) Masa Tua. Jung memostulasikan empat tahap
dalam psikoterapi analitik yaitu: confession, elucidation, education, dan
tramsformation. Tipe kepribadian Jung dalam MBTI digunakan dalam
konseling, ditempuh dengan memberikan tes MBTI kepada peserta didik
sebagai bagian atau salah satu dari asesmen tes yang ada dalam dunia
Bimbingan dan Konseling. Sehingga Guru BK/Konselor dapat memahami
kepribadian peserta didiknya.

B. Saran
Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Oleh
karenanya sebagai calon Guru BK/konselor kita harus memahami hal tersebut
guna mengentaskan masalah dengan baik sesuai dengan kepribadian yang
dimiliki konseli. Sehingga praktek atau proses konseling yang dilakukan dapat
berjalan dengan efektif.

39
DAFTAR PUSTAKA

Jess, Feist., dan Gregory J.F. 2014. Teori Kepribadian (Edisi 7). Jakarta: Salemba
Humanika.

Jess, Feist., Gregory J.F, dan Tomi-Ann R. 2017. Teori Kepribadian (Edisi 8).
Jakarta: Salemba Humanika.

Jones, Richard N. 2011. Teori dan Praktik: Konseling dan Terapi (Edisi 4,
diterjemahkan oleh Helly, P.S. dan Sri M.S.). Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar.

Naisaban, L. 2005. Psikologi Jung: Kepribadian Manusia dan Rahasia Sukses


dalam Hidup. Jakarta: Penerbit PT Grasindo.

40

Anda mungkin juga menyukai