Anda di halaman 1dari 15

BLOK TRAUMATOLOGI DAN KEGAWATDARURATAN

SKENARIO III
Lissa Marisca Nanulaitta
NPM 611119104

“PERAMPOKAN BERDARAH”
Tn. Deni , seorang laki-laki berusia 25 tahun datang diantar oleh keluarganya ke IGD
RSUD Kota Batam merupakan korban perampokan dirumahnya sejak 1 jam yang lalu dengan
luka robek di bagian perut dari ulu hati hingga perut bagian kanan atas, dengan usus dan
lambung terburai keluar.
Pasien datang dalam keadaan tidak sadarkan diri diantar oleh keluarganya. Terdapat
perdarahan dari luka tersebut yang keluar terus-menerus. Dari pemeriksaan fisik didapatkan,
kesadaran pasien menurun, dengan GCS E3V4M5, TD 90/50 mmHg, RR 40x/menit ; tidak
dalam ; teratur, N 115 x/menit ; kuat ; teratur, dan T 36,7 °C, akral teraba agak dingin, dari
pemeriksaan tersebut menandakan pasien dalam keadaan syok.
Sedangkan hasil pemeriksaan Hb 6 gr/dl, Berat Badan pasien 60 Kg. Sedangkan status
lokalis abdomen didapatkan luka robek sepanjang 15 cm dari regio epigastrika hingga
hipogastrika dekstra, dengan usus dan lambung terburai keluar, dan perdarahan yang terus-
menerus. Pasien segera mendapatkan penanganan awal intensif terutama untuk mengatasi
keadaan syok pasien dan segera dilakukan operasi berupa Laparatomi Eksplorasi Cito. Dan dari
pembedahan laparotomi tersebut didapatkan adanya luka robek pada liver cukup lebar yang
mengeluarkan darah terus-menerus. Setelah dilakukan laparotomi pasien dirawat di Intensive
Care Unit (ICU) agar pasien lebih termonitor keadaan umum dan tanda-tanda vitalnya.
Bagaimana anda menjelaskan keadaan yang dialami oleh pasien dan bagaimana
penanganannya secara cepat, tepat dan sistematis ?

TERMINOLOGI ASING

1. Laparotomi: insisi pada dinding abdomen (Dorland ed. 29 h. 608)


2. Eksplorasi : penyeldikan atau pemeriksaan untuk tujuan diagnostic (Dorland ed 29h. 411)
3. Cito: tindakan yang harus segera dilakukan karena dalam keadaan darurat
4. Akral: berkenaan dengan atau memengaruhi tungkai atau ekstremitas lain (Dorland ed.30
hal.10)
5. Lokalis Abdomen:
1. pembatasan pada daerah yang jelas
2. perujukan sensasi pada titiknya atau asalnya
3. penentuan lokasi proses yang abnormal
(kamus stedman e.4 hal. 665)
RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa tn. Deni bisa mengalami syok?


2. Mengapa Tn. Deni harus dilakukan laparotomy eksplorasi?
3. Mengapa RR dan Nadi tuan Deni Meningkat?
4. Bagaimana cara mengatasi keadaan syok pasien?

HIPOTESIS
1. Tn. Deni mengalami syok yang disebut syok hipovolemik, syok hipovolemik disebabkan
oleh tidak cukupnya volume sirkulasi, seperti akibat perdarahan dan kehilangan cairan
tubuh lain. [Buku ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidajat, EGC Penerbit Buku Kedokteran,
(2017). Halaman 152]
2. Tn. Deni mengalami syok yang disebut syok hipovolemik, syok hipovolemik disebabkan
oleh tidak cukupnya volume sirkulasi, seperti akibat perdarahan dan kehilangan cairan
tubuh lain. [Buku ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidajat, EGC Penerbit Buku Kedokteran,
(2017). Halaman 152]
3. Tn. Deni mengalami syok hipovolemik, gejala yang timbul karena terjadinya syok
hipovolemik, yaitu akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh
vena yang kolaps, pelepasan hormon stres, serta ekspansi besar guna pengisian volume
pembuluh darah dengan menggunakan cairan intersisial, intra selular dan menurunkan
produksi urin. [Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi VI halaman 4125].
4. Penanganan syok secara umum adalah dengan memberikan cairan atau terapi cairan
untuk meningkatkan cardiac output dan oksigenasi. Untuk memantau keberhasilan terapi,
dilakukan pemasangan kateter urine utk memantau produksi urin. [Buku Kuliah Anestesi
(2015) Hal. 76]
Perampokan Berdarah

Tuan Deni

25 Tahun

Pemeriksaan fisik

Anamnesis  GCS E3V4M5 Pemeriksaan Penunjang


 TD 90/50mmhg  Hb 6 gr/dl
 Terkena luka tusuk 1
 RR 40x/menit ; tidak dalam ;
jam lalu merobek
teratur
bagian perut dari ulu
 N 115x/menit ; kuat ; teratur
hati ke bagian perut
 T 36,7 0C
kanan atas
 Akral teraba agak dingin
 Berat badan 60 kg
 Luka robek sepnajng 15 cm
dari region epigastrika
hingga hipogastrika dekstra
dengan usus dan lambung
terurai

Penanganan

 Penangan awal intesif


utama mengatasi keadaan
Penegakan
syok diagnosis dan
 Operasi Laparatomy tatalaksana trauma
Eksplorasi Cito tajam pada
 Pembedahan laparatomi abdomen
didapatkan luka robek
pada liver cukup lebar
mengeluarkan darah terus
menerus Indikasi
 ICU Laparatomy
Eksplorasi

Syok
Penanganan luka
organ dalam abdomen
LEARNING OBJECTIVE
1. Menjelaskan tentang pengerian syok
2. Menjelaskan tentang jenis jenis syok
3. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari syok akibat perdarahan
4. Menjelaskan tentang penanganan syok akibat perdarahan
5. Menjelaskan tentang penegakan diagnosis dan tatalaksana trauma tajam
6. Menjelaskan tentang laparotomy eksplorasi
7. Menjelaskan tentang penanganan luka organ dalam abdomen

Pembahasan
Syok
Syok adalah suatu sindrom klinis ditandai dengan kegagalan dalam pengaturan peredaran darah
sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi
ini biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa jantung
ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer. Syok adalah suatu sindrom klinis akibat
kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan
oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian
Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan
tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan
oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak
diperlukan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinue atau terus-menerus di unit terapi intensif. Berdasarkan bermacam-
macam sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya itu syok dapat dikelompokkan menjadi
beberapa empat macam yaitu syok hipovolemik, syok distributif, syok obstrukttif, dan syok
kardiogenik.
Etiologi
Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau
gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan
volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat). Syok dapat disebabkan oleh perdarahan
(syok hipovolemik), dehidrasi (syok hipoolemik), serangan jantung (syok kardiogenik), gagal
jantung ( syok kardiogenik), trauma atau cedera berat, infeksi ( syok septik), reaksi alergi ( syok
anafilaktik), cedera tulang belakang (syok neurogenic), sindrom syok toksik
Klasifikasi syok
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan
cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok
hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok
hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga
abdomen. Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh :
 Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir
keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik
terganggu.
 Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan
darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml
perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
 Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
- Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
- Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
 Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis. Pada syok, konsumsi oksigen
dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam
jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa
melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat.
Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat,
asam lemak, dan keton. Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita
bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah
saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus
segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan
selanjutnya, bukan prioritas utama
2. Syok Kardiogenik
Syok Kardiogenik adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak mampu memompakan darah
secara adekuat untuk memenuhi kebutuhaan metabolisme tubuh akibat disfungsi otot jantung.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih
dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju
nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang
jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. Penyebab syok kardiogenik
mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium,
Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung,
dan disritmia.

3. Syok obstruktif
Syok Obstruktif terjadi karena terdapat penyumbatan pada pembuluh darah sentral baik
artmaupun vena di mana tidak terdapat system kolateral.Keadaan ini terjadi terutama embolus
arteri pulmonalis dan aorta di mana pembuluh darah pulmonalis tersumbat oleh thrombus
sehingga menyebabkan kedua paru tidak terdapat aliran dari pembuluh darah pada pulmonal.
Syok ini juga dapat pula terjadi oleh karena terpotongnya aorta, berkumpulnya cairan di dalam
ruang pericardium oleh karena infeksi, gagal ginjal, atau tumor sehingga terjadi tempona

4. Syok distributive
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat
dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer. Syok distributif
dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari
sel-sel. Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih
jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :

a. Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok
neurogenik terjadi karena hilangnya tonuspembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh,
maka dari itu juga syok neurogenik merupakan salah satu syok distributive.Karena syok
distributive terjadi akibat vasodilatasi masif dan hebat sebagai kebalikan dari hipovolamen atau
disfungsi jantung, dan ini berkaitan erat dengan terjadinya syok neurogenik.Maka dari itu disebut
bahwa syok neurogenik masuk didalam bagian syok distributive. Penyebabnya antara lain :
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
b. Syock Anafilaktik
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti
Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa
sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan
reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi. Syok anafilaktik adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa
penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa
melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi
sebagai anafilaksis.Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti
gen- anti bodi sistemik. Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis
adalah sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan
alergen.Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-
obatan, sengatan serangga, dan lateks.Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-
bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi
anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya
penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat,
dan lain-lain.Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa
menyebabkan anafilaksis.

c. Syok Septik
Syok septik merupakan bentuk paling umum dari syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Syok septic adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan ketidak
adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan. Mikroorganisme penyebab syok septik
adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas
kapiler, yang engarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek
tersebut.

Derajat Syok
1. Syok Ringan, Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan prgan non-vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible).
Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau anya sedikit menurun, asidosis
metabolic tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang, Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal, dan lainnya). Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih
lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oligouria bisa terjadi dan asidosis metabolic.
Akan tetapi kesadaran relative masih baik.
3. Syok Berat, Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok
beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi
vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oligouria dan asidosis berat,
ganguan kesadaran dan tanda- tanda hipoksia jantung (EKG Abnormal, curah
jantung menurun).
Manisfestasi Klinis
Gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan jenis syok, antara lain :
 Keadaan umum lemah
 Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
 Takikardi
 Vena perifer tidak tampak
 Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg
 Hiperventilasi.
 Sianosis perifer.
 Gelisah, kesadaran menurun
 Produksi urine menurun
 Kulit lembab dan dingin
 Dapat terjadi penurunan kesadaran

Penanganan Syok akibat pendarahan


Berikut hal hal atau langkah langkah untuk memberi pertolongan pertama pada penderita:
1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah hipotermia
pada pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan
memindahkan posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan pada
lokasi perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan untuk
meminimalisir volume darah yang terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk dapat
diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan dicabut hal
ini ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan peredaran
darah. Saat akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi kaki tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju ambulan
berulah penyangga khusus terlebih dahulu

Trauma tajam pada abdomen


Trauma mekanik atau luka mekanik disebabkan oleh kekerasan benda tajam, benda tumpul dan
senjata api serta senjata buatan manusia seperti kampak, pisau, panah atau martil. Trauma
abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tajam pada abdomen seringkali
disebabkan oleh luka tusuk dan luka tembak. Cedera organ yang dapat terjadi adalah hepar,
limfe, kandung kemih, uretra, usus halus atau kolon. Trauma tembus merupakan trauma
abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan
oleh tusukan benda tajam atau luka tembak. Trauma tembus dapat terjadi akibat tusukan, luka
tembak atau lontaran benda tajam. Pada kasus luka tusuk, cedera tersebut berkaitan dengan
panjang alat yang digunakan untuk menusuk, sudut tempat masuknya dan velositas ketika
kekuatan atau gaya tusukan tersebut bekerja. Kerusakan organ dan jaringan yang terjadi karena
peluru berkaitan dengan massa proyektil serta bentuknya, fragmentasi dan jaringan yang
tergeser. Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian akibat
trauma setelah cedera kepala dan cedera pada dada. Trauma abdomen merupakan penyebab yang
cukup signifikan bagi angka kesakitan dan kematian di Amerika Serikat.

Etiologi
Penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan
olahraga dan terjatuh dari ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
a) Luka akibat terkena tembakan
b) Luka akibat tikaman benda tajam
c) Luka akibat tusukan
Trauma organ internal perut, 80-90% diakibatkan oleh peluruh dan 30% disebabkan karena luka
tusuk

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari trauma tajam abdomen yaitu
a. Terdapat luka robekan pada abdomen karena luka tusuk atau luka tembak
b. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari intraabdomen
c. Penanganan yang kurang tepat akan memperbanyak pendarahan
d. Semakin dalam dan dengan kecepatan yang tinggi (highvelocity) akan memperbanyak
pendarahan
e. Sepsis sering terjadi pada trauma tajam
Penilaian klinis:
a. Primary survey : penilaian status sirkulasi klien dilengkapi dengan penilaian
tingkat kesadaran pasien menggunakan GCS. Klien dengan trauma abdomen
datang ke rumah sakit tentunya dengan keaadaan yang kritis dalam
primarysurvey meliputi tindakan resusitasi dan stabilisasi klien.
b. Secondary survey : terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai
indikasi dalam pemeriksaan fisik. Secondarysurvey ini akan dijelaskan pada
bab selanjutnya tentang pemeriksaan diagnostik.

Patofisiologi Trauma Tajam Abdomen


Trauma tajam abdomen atau penetrating abdominal trauma (PAT) terjadi karena luka tusuk
benda tajam seperti pisau maupun tembakan dari benda berkecepatan tinggi seperti peluru dari
senapan bertenaga tinggi yang menyebabkan terjadinya luka terbuka. Luka tusuk ataupun luka
tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun
terpotong. Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung  jauhnya
perjalanaan peluru. Tempat yang tertusuk oleh pisau maka akan menyebabkan jaringan disekitar
luka tusukan hancur oleh objek menembus dan membentuk sebuah rongga disebut permanent
cavitation. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang
padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan
menimbulkan iritasi pada peritoneum.
Penetrating abdominal trauma (PAT) dapat mengancam kehidupan karena organ-organ dalam
abdomen terutama pada ruang retroperitoneal akan terjadi perdarahan yang parah yang akan
menyebabkan rongga abdomen (rongga peritoneal) terisi banyak darah. Kehilangan darah yang
terus menerus akibat perdarahan masif juga akan mengakibatkan terjadinya masalah koagulasi
atau pembekuan. Trauma abdomen yang tidak ditangani dengan baik akan berakibat pada
peritonitis. Peritonitis dapat disebabkan karena terjadinya infeksi akibat akumulasi darah di
rongga peritoneal serta agen infeksi baik dari eksternal maupun proses inflamasi dari dalam
tubuh. Bising usus akan berkurang karena perdarahan, terjadinya infeksi dan iritasi dan akan
menyebabkan robeknya arteri sehingga akan terdengar suara khas yang mirip seperti murmur
jantung. Jika dilakukan perkusi abdomen, maka terdengar hipersonor atau dullness, dan perut
terlihat membuncit. Jika terjadi hal yang seperti itu maka harus segera dilakukan tindakan
pembedahan.
Trauma tajam tersebut mengakibatkan kerusakan pada organ-organ di abdomen meliputi
lambung, usus, ginjal, hati, limfa, bladder, dan ureter. Setelah terjadi kerusakan pada organ di
abdomen akan berdampak beberapa masalah di masing-masing organ yaitu:
b. Lambung
Lambung merupakan tempat penghasil asam lambung dan beberapa enzim untuk proses
pencernaan. Jika lambung rusak maka akan mengganggu pencernaan dan paling berbahaya
adalah cairan asam lambung akan mengiritasi organ yang lain yang masih sehat.
c. Usus
Usus yang mengalami perforasi akan berakibat pada gangguan pencernaan berupa mual, muntah,
kehilangan nafsu makan, kehilangan berat badan atau bahkan sampai melena. Selain itu, jika
usus rusak maka isi usus dapat keluar dan mengiritasi rongga peritoneum.
d. Hati
Hati merupakan organ terbesar ditubuh. Hati yang mengalami rupture akibat trauma akan
berakibat pendarahan yang masif. Selain itu, hati merupakan organ yang terlibat dalam
metabolisme tubuh, pencernaan, dan imunitas. Apabila hati mengalami gangguan akan terjadi
gangguan pada pencernaan berupa mual, muntah, melena, nafsu makan menurun, serta gangguan
pada metabolisme tubuh dan imunitas yang berakibat pada risiko terjadinya infeksi.
e. Pankreas
Pankreas yang rusak akan berakibat pada gangguan metabolisme karena terkait produksi insulin.
Pasien dapat mengalami syok hipovolemia dan hiperglikemia. Bisa juga mengalami gangguan
pada pencernaan terkait sekresi yang dikeluarkan oleh pankreas.
f. Ginjal
Ginjal yang rusak akibat trauma abdomen akan mengganggu proses reabsorpsi cairan,
keseimbangan cairan dan pembentukan sel darah merah.
g. Limfa
Apabila limfa rusak maka antibody yang dihasilkan oleh limfa mengalami gangguan yang
berakibat pada pasien akan mempunyai risiko tinggi terhadap infeksi.
h. Bladder dan ureter
Bladder dan ureter yang mengalami rusak akan mengganggu sistem perkemihan berupa
gangguan pola eliminasi urin. Selain itu, urin yang keluar dari saluran perkemihan akan
mengiritasi organ yang lain.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mencari bagian tubuh yang terkena trauma, kemudian
menetapkan derajat cedera berdasarkan hasil analisis riwayat trauma. Pemeriksaan fisik abdomen
harus dilakukan dengan teliti dan sistimatis meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
Temuan-temuan positif ataupun negatif didokumentasi dengan baik pada status.
Syok dan penurunan kesadaran mungkin akan memberikan kesulitan pada pemeriksaan
perut. Trauma penyerta kadang-kadang dapat menghilangkan gejala-gejala perut.
a. Inspeksi
Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Adanya jejas pada dinding perut dapat
menolong ke arah kemungkinan adanya trauma abdomen. Abdomen bagian depan dan belakang,
dada bagian bawah dan perineum diteliti apakah mengalami ekskoriasi ataupun memar karena
alat pengaman, adakah laserasi, liang tusukan, benda asing yang menancap, omentum ataupun
bagian usus yang keluar, dan status kehamilan. Harus dilakukan log-roll agar pemeriksaan
lengkap.
b. Auskultasi
Di ruang IGD yang ramai sulit untuk mendengarkan bising usus, yang penting adalah ada atau
tidaknya bising usus tersebut. Darah bebas di retroperitoneum ataupun gastrointestinal dapat
mengakibatkan ileus, yang mengakibatkan hilangnya bising usus. Pada luka tembak atau luka
tusuk dengan isi perut yang keluar, tentunya tidak perlu diusahakan untuk memperoleh tanda-
tanda rangsangan peritoneum atau hilangnya bising usus. Pada keaadan ini laparotomi eksplorasi
harus segera dilakukan. Pada trauma tumpul perut, pemeriksaan fisik sangat menentukan untuk
tindakan selanjutnya. Cedera struktur lain yang berdekatan seperti iga, vertebra, maupun pelvis
bisa juga mengakibatkan ileus walaupun tidak ada cedera intraabdominal. Karena itu hilangnya
bising usus tidak diagnostik untuk trauma intraabdominal.
c. Perkusi
Manuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum dan mencetuskan tanda peritonitis. Dengan
perkusi bisa kita ketahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung akut di kwadran kiri atas
ataupun adanya perkusi redup bila ada hemoperitoneum. Adanya darah dalam rongga perut dapat
ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara bebas ditentukan dengan pekak hati yang
beranjak atau menghilang.
d. Palpasi
Adanya kekakuan dinding perut yang volunter (disengaja oleh pasien) mengakibatkan
pemeriksaan abdomen ini menjadi kurang bermakna. Sebaliknya, kekakuan perut yang
involunter merupakan tanda yang bermakna untuk rangsang peritoneal. Tujuan palpasi adalah
untuk mendapatkan adanya nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas sesudah tangan
yang menekan kita lepaskan dengan cepat menunjukkan peritonitis, yang bisanya oleh
kontaminasi isi usus, maupun hemoperitoneum tahap awal.
Pemeriksaan penunjang trauma tajam abdomen
1. Foto X-Ray
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian
pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptur
alienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperinea dekat
duodenum, corpusalineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat
amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostic
Penatalaksanaan
Sesuai Advanced Trauma Life Support, penanganan yang penting untuk trauma
tajam pada abdomen, yaitu :
a. Mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan.
b. Menentukan mekanisme trauma.
c. Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala.
d. Menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan dengan cepat.
e. Tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun retroperitoneal yang
tersembunyi.
f. Segera menentukan bila diperlukan operasi
Komplikasi
Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau, atau bila
yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung dalam rongga
peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat, berupa tanda-tanda peritonitis,
Syok juga akan terjadi apabila pasien tidak dilakukan resusitasi secepat mungkin serta infeksi.

Laparatomi Eksplorasi
Laparotomi eksplorasi adalah bedah terbuka yang dilakukan agar dapat menjangkau organ dan
jaringan internal tubuh. Prosedur ini bertujuan untuk mencari sumber kelainan yang menyerang
organ perut, termasuk usus buntu, kandung kemih, usus, kantung empedu, hati, edative, ginjal,
ureter, limpa, lambung, rahim, tuba fallopi, dan indung telur. Prosedur ini pun dapat
dimanfaatkan untuk mengambil sampel jaringan untuk diagnosis lanjutan ( edati) dan sebagai
prosedur terapeutik.

Indikasi
1. Intervensi bedah segera bagi organ yang terkena.
2. Hemodinamik yang tidak stabil.
3. Adanya tanda peritoneal(peritonitis) pada pemeriksaan fisik.
4. Hipotensi pada luka tusuk tembus abdomen.
5. Luka tembak menyeberang rongga peritoneum.
6. Eviscerasi omentum atau usus.
7. Pendarahan dari gaster, rectum atau traktus urogenitalis pada luka tusuk.
Daftar Pustaka

1. Isselbacher KJ. Horrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-13. Jakarta:
EGC; 1999
2. Tambunan K. Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat. Jakarta: Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1990
3. Tafwid MI, 2015. Tatalaksana Syok Hipovolemik Et Causa Suspek Intra
Abdominal Hemorrhagic Post Sectio Caesaria. From
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1376, diunduh 17
November 2020
4. Hardisman , 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik.
From http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/167, diunduh 17
November 2020
5. Fitria CN, 2010. Syok Dan Penangananya. From http://jurnal.aiska-
university.ac.id/index.php/gaster/article/view/60/57, diunduh 17 November 2020
6. Grace, Pierce A , Borley Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Surabaya: Erlangga;
2006.
7. Sjamsuhidajat, De J. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2010
8. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah, Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995
9. Umboh IJ, Sapan HB, Lampus H, 2016. Hubungan Penatalaksanaan Operatif
Trauma Abdomen Dan Kejadian Laparatomi Di RSUD Prof. Dr. R. D. Kanodou
Manado. From https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/12702,
diunduh 17 November 2020

Anda mungkin juga menyukai