Kejawen bukanlah sebuah agama. Kejawen hanyalah sebuah ajaran yang ada jauh sebelum agama monotheis masuk ke Indonesia.
Melainkan tata cara hidup orang Jawa. Ajaran ini menekankan pada tata krama yang menjadi dasar hubungan antar manusia.Selain itu,
Kejawen juga hidup dan berdampingan dengan agama yang dianut oleh pengikutnya. Artinya ajaran ini akan selaras dengan agama apa
saja yang saat ini dianut pengikutnya. Akhirnya muncul apa yang dinamakan Islam Kejawen, Kristen Kejawen, hingga Hindu Kejawen.
Bagaimana sih sejarah singkatnya?
Sejarah KejawenKedjawen itu adalah sebuah kepercayaan lokal pertama yang lahir di Indonesia (Nusantara), yang dianut di pulau
Jawa oleh suku Jawa, dan suku bangsa lainnya yang tinggal atau menetap di pulau Jawa. Artinya
Kedjawen (dengan huruf d) adalah sebuah agama atau kepercayaan atau keyakinan.Sedangkan kata Kejawen, yangberasal dari kata Jawi, adalah
sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia, yaitu seorang yang berbudi luhur. Kejawen pada hakikatnya adalah
suatu filsafat dimana
keberadaan nya ada sejak orang Jawa itu ada. Adat- adat kejawen berasal
dari kebiasaan hidup masyarakat Jawa. Hal tersebut dapat dilihat dari ajaran nya yang universal dan selalu melekat berdampingan
dengan agama yang dianut pada zamannya. Sejak dulu orang Jawa mengakui adanya keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran
kejawen, yaitu mengarahkan insan :
Sangkan Paraning Dumadhi (Dari mana datang dan kembali nya hamba
Tuhan) dan membentuk insan seiya sekata dengan Tuhan : Manunggaling Kawula LAN Gusti ( bersatunya hamba dan Tuhan).
Ada berapa jenis kejawen?
Aliran Kejawen Sapto DarmoSapto Darmo atau Sapta Darma merupakan salah satu
Aliran Ilmu Kejawen yang cukup besar dan termuda dii Jawa yang didirikan pada tahun 1955 oleh seorang guru agama
bernama Hardjosaputro, yang kemudian mengganti namanya menjadi Panuntun Sri Gutomo.
Aliran Kejawen Hardapusara Hardapusara adalah Aliran Ilmu Kejawen yang tertua di Tanah Jawa. Aliran ini didrikan pada tahun 1895 oleh
Kyai Kusumawicitra, seorang petani di Desa Kemanukan, dekat Purworejo.
tampil secara terbuka pada tahun 1945 meski baru menjadi sebuah organisasi resmi pada tahun 1950. akar Sumarah menghunjam pada
pengalaman para mistikawan Jawa dari generasi pada akhir Perang Dunia I, yaitu mereka yang telah mengenyam pendidikan Belanda.
2. Malam selasa kliwon dan jumat kliwon (semedi di dalam gua/berendam dengan mata air dan kembang)
3. Ritual di pantai parangkusumo yang di yakini sebagai petilasan tempat bertemunya Raja Panembahan Senopati dan Ratu
Nyai Roro Kidul
4. Sebar bunga di gua panepan, yang masih suci dan dianggap sakral karena tdk boleh menggunakan penerangan di dalam gua
6. Menganggap lukisan Nyai Roro Kidul sakral, jika memasangnya di rumah di beri sesajen dan dupa
7. Nanepi (tidur tanpa alas apapun, langsung tanah diantara batu (di dalam gua) dan diselimuti kain jarik)
Jenis-jenis puasa/tirakat :
1. Tapa mutih, yaitu minum air putih dan makan satu jenis makan dengan tanpa garam selama 40 hari. Contoh : air putih dan nasi putih
tanpa tambahan apa-apa selama 40 hari.
2. Ngrowot, yaitu makan sayuran saja.
3. Tapa Pati Geni, yakni berpantangan makanan yang dimasak menggunakan api, tidak tidur dan dilakukan divtempat gelap/tidak ada
cahaya.
4. Tapa Ngebleng, yaitu tidak makan dan minum selama hari-hari ganjil, meliputi 7 / 13 / 19 / 21 hari.
5. Tapa kungkum, yaitu merendam diri di pertemuan arus selama 40 hari.
6. Tapa Ngeli, menghanyutkan diri di air.
7. Tapa pendem, yakni mengubur diri hingga nampak leher saja.
8. Tapa Nggantung, atau menggantung diri di pohon, tidak menginjak tanah.
9. Tapa Ngrame, artinya, diri tetap tenang walaupun di tengah hiruk-pikuk aktivitas manusia. Selain itu harus siap berkorban atau
menolong siapa saja dan kapan saja
10. Tapa Brata, yakni bersemedi dengan khidmat.
1. Dalam menjalani lelaku spiritual puasa, tata caranya berdasarkan panduan guruguru kebatinan.
2. Dikarenakan ritual ini bernuansa mistik, maka penjelasannyapun memakai sudut pandang tasawuf/mistis dengan mengutamakan rasa
dan mengesampingkan akal/nalar.
3. Dalam budaya mistis jawa terdapat etika guruisme, dimana murid melakukan taklid buta (patuh, tunduk dengan tidak ada pertanyaan)
pada Sang Guru.
1. SURAN
2. MANGKAT
3. SEKATEN
4. MIYOS GANGSA
5. TUMPLAK WAJIK
6. KONDUR GANGSA
7. RUWAHA
8. GREBEG MAULUD
9. HARI RAYA KUPAT