Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS FENOMENA "GANTI KUNCI" RUMAH DINAS POLRI DI

WILAYAH HUKUM POLRESTA BANDA ACEH

NAMA : M.A. ALGERYA STEELY

KELAS : JEMENKAMTEKPOL / ABSEN KE - 22

NOMOR MAHASISWA : 207810130

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN-PTIK

JAKARTA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..ii


BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang Permasalahan
……………………………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah
……………………………………………………………………………..........3
1.3 Tujuan Masalah
……………………………………………………………………….…………..3
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ………………………..4
2.1 Definisi Perumahan dan Pemukiman
……………………………………………………………………..…………….4
2.1.1 Rumah Negara
…………………………………………………………………………...4
2.1.2 Perumahan Dinas/Asrama/Mes Kepolisian Negara Republik
Indonesia ..4
2.2 Definisi Jual Beli
……………………………………………………………………………………5
2.2.1 Unsur Jual Beli ………………………………………………………….
………………..6
2.2.2 Kewajiban Penjual
……………………………………………………………..…………….8
2.2.3 Kewajiban Pembeli
…………………………………………………………..………………8
2.3 Teori Manajemen Sarana dan Prasarana
…………………………………………………………………..……….…....…8
BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………………….11

ii
BAB IV PENUTUP
……………………………………………………………………………….……...15
4.1 Simpulan
…………………………………………………………………………………...15
4.2 Saran ……………………………………………………………………..
…………….15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan


Apa yang dimaksud dengan manajemen logistik (logistics
management)? Secara umum, pengertian manajemen logistik adalah suatu
penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam kegiatan logistik dengan tujuan
agar pergerakan personil dan barang dapat dilakukan secara efektif dan
efisien. Manajemen logistik adalah bagian dari proses supply chain
management (SCM) yang memiliki fungsi penting dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian efektifitas dan efisiensi penyimpanan dan
aliran barang, pelayanan dan informasi, hingga ke titik konsumsi untuk
memenuhi keperluan Polri umumnya.

Masalah-masalah umum yang sering terjadi dalam pengelolaan


logistik antara lain sebagai berikut:

a. Salah Rencana dan Penentuan Kebutuhan

Salah rencana dan penenruan kebutuhan merupakan kekekliruan


dalam menetapkan kebutuhan logistik yang kurang atau tidak memandang
kebutuhan ke depan, kurang memperhatikan lingkungan, dan kurang cermat
dalam menganalisisnya. Kesalahan rencana ini bisa berkaitan dengan jenis
dan spesifikasi logistik, metode atau cara pengadaan logistik, jumlah logistik,
waktu pengadaan logistik, tempat atau asal pengadaan logistik, maupun
kesalahan dalam rencana harga logistik.

b. Salah Pengaduan

Salah pengaduan merupakan kekeliruan dalam proses pemenuhan


kebutuhan logistik, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi cara atau
metode pengadaan, jumlah, harga, waktu, sumber, logistik, maupun
ketidaksesuaian dengan prosedur dan aturan yang telah ditetapkan.

1
c. Salah Tempat

Salah tempat merupakan kekeliruan dalam peletakan logistik


sehingga bisa mengganggu kelancaran aktivitas suatu unit kerja dan atau
organisasi secara keseluruhan.

d. Salah Pakai

Salah pakai merupakan kekeliruan dalam penggunaan barang karena


tanpa disertai rasa tanggung jawab, baik secara teknis fungsional maupun
hak pemakaian barang.

e. Lalai Catat

Lalai catat merupakan kealpaan dalam pencatatan logisti, baik


menyangkut kegiatan dan waktu pencatatan itu sendiri, maupun menyangkut
kebenaran data, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi logistik, jumlah,
harga, sumber, tempat penempatan atau pemakaian, kondisi, maupun data
pencatatan yang lainya.

f. Lalai Rawat

Lalai rawat merupakan ketidakaturan dan kesalahan dalam perawata


logistik sehingga secara teknis dapat menimbulkan kerusakan logistik yang
dapat berdampak pada menurunnya tingkat kuantitas output, tidak
tercapainya secara optimal batas umur pemakaian barang, dan secara
ekonomis dapat menimbulkan pemborosan bagi organisasi.

g. Lalai Simpan

Lalai simpan merupakan kealpaan dalam penyimpanan logistik yang


berupa tidak ditempatkannya pada tempat yang semestinya sehingga
memungkinkan menimbulkan kerusakan dan penurunan kualitas logistik, baik
terhadap barang itu sendiri maupun barang yang lain, bahkan juga dapat
menimbulkan hilangnya logistik.

2
h. Lalai Kontrol

Lalai kontrol merupakan kealpaan dalam pengawasan, baik berkaitan


dengan kegiatan-kegiatan yang diawasi atau objek pengawasan, waktu
pengawasan, maupun metode pengawasan.

Dengan dapat diidentifikasi beberapa kesalahan umum dalam


pengelolaan logistik tersebut, diharapkan beberapa kesalahan umum
tersebut sehingga organisasi dapat mereduksi, bahkan dapat menghindari
kesalahan-kesalahan umum tersebut.

Dalam pelaksanaan nya ada beberapa ditemukan 3 permasalahan


logistik di Polda Kepri yang timbul yakni pertama adalah pengadaan Bahan
Bakar Minyak yang disupply oleh logistik dalam mengadakan barang-barang
kebutuhan Polri khususnya Polda Kepri dalam menjalankan tugas. Kita
mengetahui bahwa BBM merupakan salah satu unsur penting dalam
pelaksanaan mobilisasi tugas karena hampir keseluruhan kegiatan mobilitas
Polri menggunakan kendaraan dinas sebagai pendukung kegiatan utama
baik dalam pelayanan. Selain permasalahan tersebut ada juga yang lainnya
yakni pengadaan kapal dimana sebenarnya provinsi kepulauan riau (Kepri)
yang luas wilayahnya adalah 93,7 % adalah lautan sehingga sudah
seharusnya kapal dan kendaraan laut lainnya merupakan prioritas utama
dalam menjalankan kegiatan pengamanan dan patroli bagi masyarakat guna
menjalankan tugas kepolisian, mengingat laut merupakan daerah yang
terluas dari Provinsi Kepri sehingga tidak menutup kemungkinan baik
pencegahan dan penindakan lebih banyak di laut sebagai salah satu utama
acaman keamanan bagi Polda Kepri. Selain itu juga permasalahan yang
terakhir adalah pengadaan terhadap jasa servis oli yang mana telah
disediakan atau dibeli secara terpisah untuk keperluan kendaran dinas dan
tidak di masukan dalam biaya perawatan terhadap kendaraan dimana ada

3
salah satu bengkel yang telah ditunjuk untuk melaksanakan jasa servis
kendraan. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan mesin karena terkadang oli
yang tersedia tidak sesuai dengan spek mesin kendraan dinas yang
diperlukan sehingga akan memunculkan kerusakan dikemudian hari. Dari
latarbelakang masalah tersebut diatas sehingga menarik penulis untuk
menuliskan makalah tentang kendala-kendala yang dialami oleh satuan
kepolisian di Polda Kepri terkait kebutuhan dan pengadaan barang-barang
sebagai penunjang kegiatan kepolisian.

Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan


pokok yang harus dipenuhi setiap manusia. Menurut teori Hierarki
kebutuhan Abraham Maslow yaitu:
a. Kebutuhan fisiologi.
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan
fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya
secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti ebutuhan akan
makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (Sandang,
pangan, dan papan) kebutuhan -kebutuhan fisiologis adalah
potensi paling dasar dan besar bagisemua pemenuhan kebutuhan
diatasnya.
b. Kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan akan rasa ini diataranya rasa aman fisik, stabilitas,
ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya
mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit,
takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam
c. Kebutuhan akan raa memiliki dan kasih sayang.
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah
terpenuhi, maka munculah kebutuhan akan cinta, kasih sayang
dan rasa memiliki-dimiliki. kebutuhan- kebutuhan ini meliputi
dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap

4
sebagai warga komunitas sosialnya. bentuk akan pemenuhan
kebutuhan ini seperti bersahabat, keinginan memiliki pasangan
dan keturunan, kebutuhan untuk ddekat pada keluarga dan
kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan
menerima cinta.
d. Kebutuhan akan penghargaan.
Setelah kebutuhan dicintai dan dimilki tercukupi, selanjutnta
manusia akan bebas mengejar kebutuhan egonya atas keingina
untuk berprestasi dan memiliki prestise.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Tingkatan terakhir yaitu kebutuhan dasar Maslow adalah
aktualisasi diri, yaitu kebutuhn untuk membuktikan dan
menunjukan dirinya kepada orang lain
Berdasarkan teori Abraham Maslow membuktikan bahwa salah satu
kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Teori ini sejalan dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang didalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alenia keempat yang
berbunyi : "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial." Tujuan kesejahteraan yang terdapat
di alenia keempat ini mempunyai 3 unsur yang merupakan parameter untuk
mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. unsur-unsur
tersebut adalah sandang (pakaian), pangan (makan), dan papan (TEMPAT
TINGGAL).
Berlandaskan dengan tujuan Negara Indonesia ini, Polri merasa perlu
untuk memberikan kesejahteraan kepada seluruh anggota Polri. Salah satu
nya adalah tempat tinggal dengan tujuan untuk mensejahterakan anggota
Polri. Diharapkan dengan pemberian tempat tinggal kinerja anggota Polri
akan meningkat. Sehingga akan memberikan energi positif untuk Polri

5
tersebut. Tetapi tujuan ini tidak sesuai dengan harapan, anggota Polri masih
ada yang tidak memiliki rumah dan bahkan adanya penyalahgunaan rumah
dinas yang dijual beli yang dikenal dengan "GANTI KUNCI". Permasalah
seperti ini yang membuat menarik bagi penulis. Dengan latar belakang dan
permasalah yang ada penulis membuat makalah dengan judul "ANALISIS
FENOMENA "GANTI KUNCI" RUMAH DINAS POLRI DI POLRESTA
BANDA ACEH".

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membuat rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan "Ganti Kunci" yang terjadi di
PolresTA Banda Aceh?
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya fenomena "ganti kunci" di
Polresta Banda Aceh?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan "Ganti Kunci" di
Polresta Banda Aceh.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
Fenomena "Ganti Kunci" di Polresta Banda Aceh.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Untuk menjawab rumusan permasalahan diatas, penulis


menggunakan beberapa Teori, Konsep dan Undang-Undang yang berlaku
yaitu :
2.1 Definisi Perumahan dan Pemukiman
Penjelasan mengenai definisi perumahan dan pemukiman terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang perumahan dan
pemukiman, pada pasal 1 angka 1 yang berbunyi: "Perumahan dan kawasan
permukiman aalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan pemukiman,
pemeliharaan pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan pemukiman kumuh, penyediaan
tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat", dan
angka 6, mengandung pengertian tentang penyelenggaraan perumahan dan
kawasan pemukiman yaitu: "Penyelenggraan perumahan dan kawasan
pemukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk didalamnya pengembangan kelembagaan,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu."
2.1.1 Rumah Negara
Didalam Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2005 yang merupakan
perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah
tangga, pada bab 1 pasal 1 berbunyi:
"Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau Pegawai negeri sipil."
2.1.2 Perumahan Dinas/Asrama/Mes Kepolisian Negara Republik
Indonesia

7
Guna melengkapi peraturan pemerintah tentang kebutuhan tempat
tinggal Kapolri membuat Peraturan Kepolisian Nomor 13 tahun 2018 tentang
Perumahan dinas/asrama/ dan Mes di lingkungan Polri. Pada Bab 1 pasal 1
angka 4, berbunyi: "Pengelolaan Dinas Polri adalah suatu rangkaian kegiatan
perizinan, pemanfaatan, pengawasan untuk mewujudkan ketertiban
penempatan perumahan dinas/asrama/mes Polri", serta didalam Pasal 2
tertuang mengenai tujuan dari perumahan Dinas/Asrama/Mes Polri yaitu
sebagai berikut.
a. Mendukung pelaksanaan dan kelancaraan tugas Polri; dan
b. Mewujudkan kesejahteraan Pegawai Negeri pada Polri melalui
perolehan perumahan Dinas/Asrama/Mes sesuai dengan hak
nya."
Kemudian, didalam pasal 10 ayat 2 berbunyi: "Surat Izin Penempatan
(SIP) berakhir, apabila:
a. Tidak menduduki jabatan yang dipersyaratkan menempati rumah
dinas;
b. Habis masa berlaku dan tidak diperpanjang;
c. Mutasi ke wilayah hukum Polda yang berbeda;
d. Diberhentikan dengan hormat/tidak dengan hormat;
e. Pensiun; dan
f. Meninggal Dunia.
Bagian Kedua, memuat Larangan yang berlaku pegawai negeri pada Polri
yang menempati Rumah Dinas Polri:
a. memiliki lebih dari satu Rumah Dinas Polri;
b. menempati Rumah Dinas yang tidak sesuai dengan surat izin
penempatan atau tidak sesuai dengan jabatan yang
dipersyaratkan;
c. mengubah fungsi dan bentuk Rumah Dinas Polri yang dihuninya
baik sebagian maupun seluruhnya;

8
d. memanfaatkan Rumah Dinas Polri yang dihuninya kepada orang
yang tidak berhak, antara lain disewakan, dikontrakkan,
dipinjampakaikan; dan
e. memindahtangankan Rumah Dinas Polri yang dihuninya kepaada
pihak lain tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

2.2 Definisi Jual Beli


Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian jual beli adalah
perjanjian dengan mana penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak
milik atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang
disebut harga.
2.2.1 Unsur Jual Beli
Terdapat 2 unsur penting dalam jual beli, yaitu:
a. Barang/benda yang diperjualbelikan
Bahwa yang harus diserahkan dalam persetujuan jual beli adalah barang
berwujud benda/zaak. Barang adalah segala sesuatu yang dapat
dijadikan objek harta benda atau harta kekayaan. Menurut ketentuan
Pasal 1332 KUHPerdata, hanya barang-barang yang biasa
diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan. 1
KUHPerdata mengenal tiga macam barang dalam Pasal 503-Pasal 505
KUHPerdata yaitu:
 Ada barang yang bertubuh dan ada barang yang tak bertubuh.
 Ada barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak.

1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: PT Alumni, 2010, hlm. 243.
10

9
 Ada barang yang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang
tidak dapat dihabiskan; yang dapat dihabiskan adalah barang-
barang yang habis karena dipakai.
Penyerahan barang-barang tersebut diatur dalam KUHPerdata
sebagaimana berikut:
 Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas
barang itu (Pasal 612 KUHPerdata)
 Untuk barang tidak bergerak penyerahan dilakukan dengan
pengumuman akta yang bersangkutan yaitu dengan perbuatan yang
di namakan balik nama di muka pegawai kadaster yang juga
dinamakan pegawai balik nama (Pasal 616 dan Pasal 620
KUHPerdata).
 Untuk barang tidak bertubuh dilakukan dengan membuat akta
otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas
barang-barang itu kepada orang lain (Pasal 613 KUHPerdata).
b. Harga
Harga berarti suatu jumlah yang harus dibayarkan dalam bentuk uang.
Pembayaran harga dalam bentuk uang lah yang dikategorikan jual beli.
Harga ditetapkan oleh para pihak. 2
Pembayaran harga yang telah disepakati merupakan kewajiban utama
dari pihak pembeli dalam suatu perjanjian jual beli. Pembayaran tersebut
dapat dilakukan dengan memakai metode pembayaran sebagai berikut:
 Jual Beli Tunai Seketika
Metode jual beli dimana pembayaran tunai seketika ini merupakan
bentuk yang sangat klasik, tetapi sangat lazim dilakukan dalam
melakukan jual beli. Dalam hal ini harga rumah diserahkan
semuanya, sekaligus pada saat diserahkannya rumah sebagai objek
jual beli kepada pembeli.

2
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: PT Alumni, 1986, hlm.
182. 11

10
 Jual Beli dengan Cicilan/Kredit
Metode jual beli dimana pembayaran dengan cicilan ini dimaksudkan
bahwa pembayaran yang dilakukan dalam beberapa termin,
sementara penyerahan rumah kepada pembeli dilakukan sekaligus di
muka, meski pun pada saat itu pembayaran belum semuanya
dilunasi. Dalam hal ini, menurut hukum, jual beli dan peralihan hak
sudah sempurna terjadi, sementara cicilan yang belum dibayar
menjadi hutang piutang.
 Jual Beli dengan Pemesanan/Indent
Merupakan metode jual beli perumahan dimana dalam melakukan
transaksi jual beli setelah indent atau pemesanan (pengikatan
pendahuluan) dilakukan, maka kedua belah pihak akan membuat
suatu perjanjian pengikatan jual beli yang berisi mengenai hak-hak
dan kewajiban keduanya yang dituangkan dalam akta pengikatan jual
beli.3
2.2.2 Kewajiban Penjual
Bagi penjual ada kewajiban utama, yaitu ,enyerahkan hak milik atas
barang yang diperjualbelikan. Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi
segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak
milik atas barang yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada si pembeli.
Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung
terhadap cacat-cacat tersembunyi.4 Konsekuensi dari jaminan oleh
penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual itu adalah
sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau
tuntutan dari suatu pihak. Dan mengenai cacat tersembunyi maka penjual
menanggung cacat-cacat yang tersembunyi itu pada barang yang dijualnya
meskipun penjual tidak mengetahui ada cacat yang tersembunyi dalam objek
jual beli kecuali telah diperjanjikan sebelumnya bahwa penjual tidak

3
Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 25.
4
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT Alumni, 1982, hlm. 8.

11
diwajibkan menanggung suatu apapun. Tersembunyi berarti bahwa cacat itu
tidak mudah dilihat oleh pembeli yang normal.
2.2.3 Kewajiban Pembeli
Menurut Abdulkadir Muhammad, kewajiban pokok pembeli itu ada dua
yaitu menerima barang-barang dan membayar harganya sesuai dengan
perjanjian diaman jumlah pembayaran biasanya ditetapkan dalam perjanjian. 5
Sedangkan menurut Subekti, kewajiban utama si pembeli adalah membayar
harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut
perjanjian. Harga tersebut haruslah sejumlah uang meskipun hak ini tidak
ditetapkan dalam undang-undang.

2.3 Teori Manajemen Sarana dan Prasarana


Mendukung efektivitas dan efisiensi dalam setiap upaya pencapaian
tujuan organisasi, antara lain :
a. Mampu menyediakan logistik sesuai dengan kebutuhan, baik berkaitan
dengan jenis dan spesifikasinya, jumlah, waktu, maupun tempat
dibutuhkan, dalam keadaan dapat dipakai, dari sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan, dengan harga yang layak, serta dengan
memberikan pelayanan yang baik.
b. Mampu menyediakan informasi berkaitan dengan keberadaan logistik
yang dapat dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan
pengawasan dan pengendalian logistik serta dapat digunakan sebagai
instrumen pengambilan keputusan berkaitan dengan tindakan-
tindakan manajemen logistik, seperti pengadaan, distribusi dan
penghapusan.
c. Mampu menyediakan logistik yang siap pakai (ready for use) ke unit-
unit kerja maupun personel sehingga menjamin kelangsungan aktivitas
maupun tugas setiap unit kerja maupun personel dalam suatu

5
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hlm. 257-258.

12
organisasi melalui penyelenggaraan pengelolaan gudang dan
distribusi secara optimal.
d. Mampu menjaga dan mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan
daya hasil logistik, baik secara preventif maupun represif secara
optimal guna mendukung optimalisasi fungsional maupun umur
barang.
e. Mampu melakukan pengakhiran fungsi logistik dengan pertimbangan-
pertimbangan dan argumentasi-argumentasi yang dapat
dipertanggungjawabkan guna mendukung kelancaran pelaksanaan
aktivitas maupun tugas, serta mencegah tindakan pemborosan.
f. Mampu mencegah dan mengambil tindakan antisipatif terhadap
berbagai penyimpangan dalam setiap kegiatan pengelolaan maupun
penggunaan logistik sehingga selain dapat menekan pengeluaran
biaya, baik berkaitan dengan finansial, tenaga, waktu, material,
maupun pikiran, juga mendukung kelancaran pelaksanaan aktivitas
dan tugas dalam organisasi.
g. Mampu menyediakan pedoman kerja bagi setiap unit kerja maupun
personel sehingga setiap unit kerja maupun personel dapat
menjalankan aktivitas maupun tugasnya secara optimal.
Mampu membangun budaya penggunaan logistik secara bertanggung jawab
oleh para pegawai di lingkungan organisasi sehingga dapat dicegah dan
dihindarkan tindakan penyimpangan maupun pemborosan.

13
BAB III
PEMBAHASAN

Perumahan Dinas Polri adalah rumah negara berupa bangunan yang


dimiliki dan/atau dikuasai Polri dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas
Pegawai Negeri pada Polri1. Berdasarkan pengertian ini, Kepolisian Resort
(Polres) Bandung memberikan pelayanan yang baik, tidak hanya kepada
masyarakat tetapi dengan anggota Polres Bandung itu sendiri. Berikut data
yang didapat penulis tentang rumah dinas/asrama/ dan penghuninya yang
ada di Polres Bandung. Sehingga diharapkan dengan pemenuhan kebutuhn
pokok terhadap rumah dapat terpenuhi oleh seluruh anggota Polres
Bandung.
Dibalik ini semua, ternyata permasalahan-permasalahan muncul,
mulai dari penyalahgunaan bangunan tempat tinggal menjadi tempat jualan,
memperluas rumah tanpa izin pimpinan, hingga fenomena yang umum terjadi
yaitu "GANTI KUNCI". Fenomena ini sudah umum terjadi lingkungan Polri.
Sehingga menjadi hal yang "WAJAR" dilakukan dari pemilik sebelumnya
kepada pemilik baru. Perbuatan ini sudah termasuk didalam Peraturan
Kepolisian Nomor 13 tahun 2018 tentang Perumahan dinas/asrama/ dan Mes
di lingkungan Polri, bagian Kedua, memuat Larangan yang berlaku pegawai
negeri pada Polri yang menempati Rumah Dinas Polri:
a. memiliki lebih dari satu Rumah Dinas Polri;
b. menempati Rumah Dinas yang tidak sesuai dengan surat izin
penempatan atau tidak sesuai dengan jabatan yang dipersyaratkan;
c. mengubah fungsi dan bentuk Rumah Dinas Polri yang dihuninya baik
sebagian maupun seluruhnya;
d. memanfaatkan Rumah Dinas Polri yang dihuninya kepada orang
yang tidak berhak, antara lain disewakan, dikontrakkan,
dipinjampakaikan; dan

14
e. memindahtangankan Rumah Dinas Polri yang dihuninya kepada
pihak lain tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
Dengan demikian, kata "GANTI KUNCI" adalah memindahtangankan
Rumah Dinas/asrama/mes yang dihuninya kepada pihak lain tanpa izin dari
pejabat yang berwenang. Kejadian tersebut sudah menjadi buah bibir untuk
anggota Polri. Sehingga banyak anggota Polri yang sampai sekarang belum
mendapatkan rumah yang layak di tinggal. Garis merah ini akan berdampak
pada kinerja anggota Polri itu sendiri. Dengan demikian, tujuan dari
pembuatan rumah dinas/asrama/mess tersebut tidak tercapai. Adapun
berdasarkan Peraturan Kepolisian Nomor 13 tahun 2018 tentang Perumahan
dinas/asrama/ dan Mes di lingkungan Polri juga, yaitu pada Pasal 2 berbunyi
yang membahas mengenai tujuan dari perumahan Dinas/Asrama/Mes Polri
yaitu untuk:
a. Mendukung pelaksanaan dan kelancaraan tugas Polri; dan
b. Mewujudkan kesejahteraan Pegawai Negeri pada Polri melalui
perolehan perumahan Dinas/Asrama/Mes sesuai dengan hak nya.
Dengan demikian, Polri, khususnya Polres Bandung masih belum bisa
memberikan pelayanan yang layak untuk anggotanya. Berdasarkan Teori
manajemen dan sarana prasarana yang penulis pakai untuk membedah
permasalahan ini, disalah satu pointnya yaitu organisasi mampu
menyediakan logistik yang siap pakai (ready for use) ke unit-unit kerja
maupun personel sehingga menjamin kelangsungan aktivitas maupun tugas
setiap unit kerja maupun personel dalam suatu organisasi melalui
penyelenggaraan pengelolaan gudang dan distribusi secara optimal. 2(Teori
Manajemen Sarana dan Prasarana). Berikut ini data-data penghuni dan luas
Rumah dinas/asrama/dan mess yang ada di Polres Bandung.

15
Gambar 1 Data Penghuni Asrama/Rumah Dinas Polres Bandung
dan Polsek Jajaran

Gambar 2 Data Rumdin/Asrama di Polres Bandung

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena


"GANTI KUNCI" di linkungan Polres Bandung adalah sebagai berikut :
a. Adanya pergantian ganti rugi yang menyebabkan pemilik baru
harus membayar sejumlah uang untuk mengganti rugi

16
Sesuai dengan Perkap No. 13 Tahun 2018 Tentang Perumahan
Dinas/Asrama/Mes Kepolisian Negara Republik Indonesia, Harwat
Rumdin Polri dilaksanakan oleh penghuni rumah dinas dan biaya
ditanggung oleh penghuni Rumdin. Sehingga banyak pemilik lama
meminta ganti rugi atas apa yang sudah di lakukan terhadap rumah
dinas/asrama/mes di lingkungan Polresta Banda Aceh. Dengan
demikian, hal ini akan menjadi budaya dari pemilik lama kepada
pemilik baru dan sudah dianggap "WAJAR"
b. Adanya keinginan untuk memiliki rumah dinas menjadi rumah
pribadi.
Hal ini dikarenakan sudah teralu lama penghuni rumah menempati
rumah tersebut dan tidak adanya rumah pengganti. Sehingga
berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2018 Tentang Perumahan Dinas/Asrama/Mes Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 12 yaitu :
 Untuk Rumah Dinas Jabatan (Gol 1) Bermula sejak pejabat
secara resmi memangku jabatan dan berakhir apabila secara
resmi tidak lagi memangku jabatan . selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 30 hari harus meninggalkan/mengosongkan
rumah setelah terbit surat telegram mutasi
 Berakhir setelah 60 hari sejak tanggal masa berlaku SIP habis
dan tidak diperpanjang.
 Apabila diberhentikan dengan hormat, wajib meninggalkan
rumah dalam waktu 90 hari sejak diberhentikan/pensiun.
 Janda / duda dari Pegawai negeri Polri wajib meninggalkan
rumah dinas Polri paling lambat 1 tahun sejak ybs meninggal
dunia
 Mutasi ke Polda lain wajib meninggalkan rumdin paling lambat
90 hari

17
Dengan demikian, keinginan memliki oleh anggota polisi tidak bisa karena
akan melanggar ketentuan yaang telah ditulis di pasal 12 tersebut.

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis membuat kesimpulan sebagai
berikut :
a. Kata "GANTI KUNCI" adalah memindahtagankan Rumah
Dinas/asrama/mes yang dihuninya kepada pihak lain tanpa izin dari
pejabat yang berwenang.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena ganti kunci adalah :
 Adanya pergantian ganti rugi yang menyebabkan pemilik
baru harus membayar sejumlah uang untuk mengganti rugi;
 Adanya keinginan untuk memiliki rumah dinas menjadi
rumah pribadi.

4.2 Saran
Dengan demikian, penulis memberikan saran untuk fenomena "GANTI
KUNCI" yang terjadi di Lingkungan Polresta Banda Aceh yaitu :
a. Adanya pengawan Internal dan Ekternal guna menghindari adanya
fenomena "Ganti Kunci " tersebut.
b. Memberikan sanksi tegas terhadap pelaku-pelaku yang melakukan
tindakan "Ganti Kunci" tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham H. Maslow. 1994. Motivasi dan Kepribadian (Teori Motivasi


dengan Pendekatan hierarki Kebutuhan Manusia). PT PBP, Jakarta.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Pemukiman.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 Tentang Rumah Negara
4. Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018
Tentang Perumahan Dinas/ Asrama/ Mes Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai