Anda di halaman 1dari 8

BUSINESS ETHICS

Disusun oleh :

ARI ANNISA NUR


NIM 20/470895/PEK/26622
MBA 77A

MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2021
HAKIKAT ETIKA BISNIS

Pengertian etika, berasal dari bahasa Yunani adalah “ethos” yang berarti watak

kesusilaan atau adat kebiasaaan (custom), meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun

tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan—baik aktivitas

penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri—sedangkan moralitas merupakan

subjek.

Moralitas

Moralitas dapat didefinisikan sebagai pedoman yang dimiliki individu atau

kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup

norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah

secara moral dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara

moral baik atau secara moral buruk.

Etika, dan Etika Bisnis

Etika dalam definisi yang lain adalah ilmu yang mendalami standar moral

perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar

diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar ini masuk akal atau tidak masuk akal

—standar yaitu, apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau yang jelek.

Etika merupakan penelaahan standar moral—proses pemeriksaan standar moral

orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak

untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkret. Tujuan akhir standar moral adalah

mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut, dengan

demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah dan moral

yang baik dan jahat.

1
Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke

dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan

mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam

organisasi.

Perkembangan Moral

Psikolog Lawrence Kohlberg, yang mempelopori riset dalam bidang perkembangan

moral menyimpulkan—berdasarkan riset selama lebih dari 20 tahun—bahwa ada enam

tingkatan yang teridentifikasi dalam perkembangan kemampuan moral seseorang untuk

berhadapan dengan isu-isu moral sebagai berikut:

Level Satu: Tahap Prakonvensional

Tahap Satu: Orientasi Hukuman dan Ketaatan. Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah

tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan

anak untuk melakukan hal yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau

menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.

Tahap Dua: Orientasi Instrumen dan Relativitas. Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah

yang dapat berfungsi sebagai instrumen untuk memuaskan kebutuhan anak itu

sendiri atau kebutuhan mereke yang dipedulikan anak itu.

Level Dua: Tahap Konvensional

Tahap Tiga: Orientasi Kesesuaian Interpersonal. Perilaku yang baik pada tahap konvensional

awal ini memenuhi ekspektasi mereka dari dari mana dia merasakan loyalitas,

afeksi, dan kepercayaan seperti keluarga dan teman.

2
Tahap Empat: Orientasi Hukum dan Keteraturan. Benar dan salah pada tahap konvensional

yang lebih dewasa kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat

sekitarnya yang lebih besar.

Level Tiga: Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip

Tahap Lima: Orientasi Kontrak Sosial. Pada tahap postkonvensional ini, seseorang menjadi

sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang

bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai konsensus dengan

kesepahaman, kontrak dan proses yang matang.

Tahap Enam: Orientasi Prinsip Etis Universal. Pada tahap terakhir ini, tindakan yang benar

didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas,

universalitas dan konsistensinya.

Prinsip-prinsip moral yang dihasilkan oleh analisis dan refleksi yang menandai

tahap-tahap akhir perkembangan moral “lebih baik” namun bukan sekedar karena prinsip-

prinsip tersebut muncul pada tahap akhir. Seperangkat prinsip moral adalah “lebih baik”

daripada yang lain hanya ketika secara hati-hati telah diuji dan didukung oleh alasan yang

lebih baik dan lebih kuat—sebuah proses diperkuat melalui diskusi dan perdebatan dengan

orang lain.

Penalaran Moral

Penalaran moral mengacu pada proses penalaran di mana perilaku, institusi, atau

kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu meliatkan dua

komponen mendasar:

a. Pemahaman tentang yang dituntut dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar moral

yang masuk akal; dan

3
b. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau

perilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang,

menilai, atau menyalahkan.

Ada beragam kriteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan

penalaran moral:

Pertama, penalaran moral harus logis;

Kedua, bukti faktual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan, dan

lengkap;

Ketiga, standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.

PRO KONTRA ETIKA BISNIS

Tiga Keberatan atas Penerapan Etika ke dalam Bisnis

Pertama, di pasar bebas kompetitif yang sempurna, pencarian keuntungan dengan

sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling

menguntungkan secara sosial.

Kedua, argumen diajukan untuk menunjukkan bahwa manajer bisnis hendaknya

berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan petimbangan etis yang

oleh Alex C. Michales disebut “argumen dari agen yang loyal.”

Ketiga, ada keberatan bahwa untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis

sekedar menaati hukum.

Argumen Etika ke dalam Bisnis

Pertama, etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis

merupakan aktivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis.

4
Kedua, aktivitas bisnis, seperti aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali

orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal

etika.

Ketiga, pertimbangan etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dengan

pencarian keuntungan. Semua studi menunjukkan bahwa secara keseluruhan etika tidak

memperkecil keuntungan, dan tampaknya justru berkontribusi pada keuntungan.

TANGGUNG JAWAB DAN KESALAHAN MORAL

Penilaian tentang tanggung jawab moral seseorang atau kerugian yang ditimbulkan

merupakan penilaian tentang sejauhmana seseorang pantas disalahkan atau dihukum, atau

harus membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Kapankah seseorang secara moral

bertanggung jawan—atau disalahkan—karena melakukan sesuatu?

Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek

merugikan yang telah diketahui:

a. Dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas; atau

b. Gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan

sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau emncegahnya.

Seseorang juga dinilai bertanggung jawab karena gagal bertindak atau agagl

mencegah bahaya jika kelalaian seorang disengaja dan jika seseorang dapat dan seharusnya

bertindak, atau dapat dan seharusnya mencegah bahaya.

Ada kesepakatan umum bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan

tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian:

1. Ketidaktahuan; dan

2. Ketidakmampuan.

5
Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu, ada juga beberapa faktor yang

meringankan tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan.

Faktor yang memperingan mencakup:

a. Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun juga tidak ayakin tentang

apa yang sedang ia lakukan (hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang);

b. Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari

melakukannya (hal ini memengaruhi kebebasan seseorang);

c. Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan

seseorang dalam sebuah tindakan (hal ini mempengaruhi tingkatan sampai di mana

seseorang benar-benar menyebabkan kerugian);

d. Keseriusan kesalahan. Cakupan sejauh mana ketiga lingkungan yang meringankan di

atas dapat memperkecil tanggung jawab seseorang tergantung pada tingkat keseriusan

kesalahan, semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga faktor pertama tadi

dapat memperingan.

Tanggung Jawab Korporasi dan Bawahan

Tindakan korporasi biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang

berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama

menghasilkan tindakan korporasi, meskipun kita kadang membebankan tindakan kelompok

korporasi, fakta legal dan linguistik tersebut tidak mengubah realitas moral di balik semua

tindakan itu, yaitu: Individu harus melaksanakan tindakan tertentu yang menghasilkan

tindakan korporasi. Karena individu secara moral bertanggung jawab atas konsekuensi

tindakan bebas mereka yang telah diketahui dan sengaja, individu mana pun yang bergabung

secara suka rela dan bebas dalam tindakan bersama dengan rang lain, yang bermaksud

menghasilkan tindakan korporasi, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.

6
Semakin serius kesalahan tindakan korporasi, semakin sedikit tangggung jawab karyawan

diringankan oleh ketidakpastian, tekanan, dan keterlibatan minimal.

Anda mungkin juga menyukai