dengan Keganasan
Abstrak
Latar belakang. Mual dan muntah akibat kemoterapi merupakan salah satu efek
samping yang paling mengganggu bagi pasien anak dengan keganasan. Terapi standar
telah mendapat terapi tersebut, lebih dari 50% pasien masih mengalami keluhan mual
dan muntah.
Metode. Sebuah uji klinis acak terkontrol tersamar ganda (double-blind, randomized,
controlled trial) dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan, Sumatera
Utara, selama Maret-Mei 2016. Subjek penelitian adalah anak usia 1-18 tahun,
dibagi ke dalam grup terapi (I) ondansetron intravena dosis tunggal (0,5 mg/kg)
ditambah dengan plasebo atau (II) ondansetron (0,5 mg/kg) ditambah dengan
omeprazol (0,5 mg/kg). Tingkat keparahan keluhan mual dan muntah ditentukan
yang dinilai dari efektivitas penambahan terapi adalah proporsi pasien yang mencapai
Hasil. Sebanyak 70 pasien anak yang memenuhi kriteria inklusi dibagi ke dalam dua
grup terapi secara acak: 32 pasien dalam grup ondansetron ditambah dengan plasebo
dan 38 pasien dalam grup ondansetron ditambah dengan omeprazol. Kegagalan terapi
ditemukan pada 50% (16/32) subjek dalam grup ondansetron ditambah dengan
plasebo dan 18,4% (7/38) subjek dalam grup ondansetron ditambah dengan
omeprazol. Terdapat perbedaan bermakna pada responss klinis di antara kedua grup
(p=0,01).
ondansetron saja.
Pendahuluan
kurang dari 15 tahun.1,2 Penatalaksanaan kasus keganasan secara umum terdiri atas
beberapa efek samping yang mana paling sering berupa mual dan muntah. 3 Mual dan
muntah akibat kemoterapi menyebabkan stres, dehidrasi, gangguan keseimbangan
elektrolit, malnutrisi, dan anoreksia. Beberapa efek samping tersebut justru sering
menatalaksana mual dan muntah akibat kemoterapi pada pasien anak. 5-9 Penelitian
tentang penggunaan antimuntah pada anak masih jarang. Selain itu, beberapa
penelitian yang ada menunjukkan lebih dari 50% pasien masih mengalami muntah
kemoterapi menyebabkan mual dan muntah karena stimulasi langsung terhadap pusat
trigger zone, CTZ) dan pusat muntah perifer di traktus gastrointestinal. 11 Selain itu,
(seperti omeprazol) berguna untuk menurunkan asam lambung19 pada kasus sindrom
dispepsia. Oleh karena itu, peneliti ingin menilai efektivitas penghambat pompa
Metode
trial) dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara selama
Maret-Mei 2016. Subjek penelitian adalah anak usia 1-18 tahun, terdiagnosis
keganasan, mendapat kemoterapi intravena, dan memiliki risiko emetogenik sedang
terdapat penyebab mual dan muntah lain yang diketahui, atau terdapat komorbiditas
atau perdarahan berat. Seluruh pasien dirawat inap selama pemberian kemoterapi.
sesuai uji hipotesis untuk dua proporsi independen. Proporsi kontrol sempurna
(complete control) pada grup terapi standar (ondansetron) adalah 50% 5,8 dan
perbedaan proporsi kontrol sempurna antara kedua grup diperkirakan mencapai 30%.
Data usia, jenis kelamin, tipe keganasan, dan tingkat emetogenik kemoterapi
dikumpulkan bersamaan dengan data demografi serta tingkat keparahan mual dan
muntah. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistical package for social
science (SPSS) versi 19.0 dan hasilnya ditampilkan dalam tabel. Penelitian ini telah
Seluruh pasien anak yang memenuhi kriteria inklusi diikutkan dalam penelitian
ini. Subjek dibagi menjadi dua grup melalui randomisasi sederhana. Grup I mendapat
terapi ondansetron intravena 0,5 mg/kg dan NaCl 0,9% 30 menit sebelum kemoterapi.
Grup II mendapat terapi ondansetron 0,5 mg/kg 30 menit sebelum kemoterapi dan
omeprazol 0,5 mg/kg (keduanya diberi secara intravena) sesaat sebelum kemoterapi.
Pemberian terapi dilakukan secara tersamar yang mana NaCl 0,9% dan omeprazol
(bubuk kering 40 mg) dikemas ke dalam vial-vial baru (label A untuk NaCl 0,9% dan
B untuk omeprazol terlarut) berisi 8 mL larutan (setiap 1 mL larutan vial B
Tingkat keparahan mual dan muntah ditentukan dengan menggunakan indeks Rhodes
berdasarkan penilaian terhadap mual, muntah, dan retching selama 24 jam setelah
dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan koefisien alfa Cronbach 0,97. Peneliti
mewawancarai pasien dan orang tua untuk mengumpulkan data demografi. Indeks
mual dan muntah dikumpulkan oleh asisten penelitian selama pemberian kemoterapi
Analisis mual dan muntah dilakukan secara terpisah selama 24 jam setelah
rentang skor 0-32 adalah tidak ada mual dan muntah (0), ringan (1-8), sedang (9-16),
berat (17-24), dan sangat berat (24-32). Respons antiemesis secara klinis
dikelompokkan menjadi tiga: kontrol sempurna (tidak ada mual, muntah), parsial
(ringan dan sedang), dan gagal (berat dan sangat berat). Pada penelitian ini, respons
sempurna) dan gagal (parsial dan kontrol gagal). Uji chi-square dan Fischer’s exact
Hasil
salah satu grup secara acak melalui randomisasi sederhana: 32 subjek dalam grup
ondansetron ditambah dengan plasebo dan 38 subjek dalam grup ondansetron
masing-masing grup yang terdiri atas jenis kelamin, rerata usia, tipe keganasan, dan
perempuan pada kedua grup. Tipe keganasan tersering adalah leukemia (62,5%
versus 52,6%). Tingkat emetogenik kemoterapi ringan adalah 3/32 versus 2/38,
sedang 23/32 versus 29/38, dan tinggi 6/32 versus 7/38. Rerata usia subjek adalah 7,0
(SD 4,14) tahun pada grup ondansetron ditambah dengan plasebo dan 7,7 (SD 4,80)
grup. Kegagalan terapi dialami oleh 16/32 subjek pada grup ondansteron ditambah
dengan plasebo dan 7/38 subjek pada grup ondansetron ditambah dengan omeprazol.
akibat kemoterapi pada pasien anak dengan keganasan lebih efektif dibandingkan
dengan pemberian ondanstron saja (RR 1,6; IK 95% 0,18-0,42; p=0,01). Uji
normal.
Tabel 2. Respons Klinis terhadap Obat
Respons Klinis
Intervensi Total p value
Respons Sempurna Respons Gagal
Ondansetron +
16 16 32
plasebo
0,01*
Ondansetron +
31 7 38
Omeprazol
*Uji chi-square
Diskusi
ondansteron dalam penatalaksanaan mual dan muntah akibat kemoterapi lebih efektif
kemoterapi melalui penjalaran impuls dari nervus vagus dan jaras simpatis ke pusat
muntah perifer.11 Sistem ini berkontribusi terhadap sejumlah sensasi autonom seperti
distensi lambung, sekresi asam lambung, kecemasan, depresi, dan nyeri. 17,21
lambung akibat stimulasi sel parietal oleh nervus vagus secara langsung atau tidak
langsung melalui efek antral gastrin dengan cara melepaskan peptida penghasil
muskarinik M3, dan histamin.22 Pelepasan serotonin dari sel enterokromafin akibat
kemoterapi menyebabkan stimulasi pusat muntah perifer dan gangguan motilitas otot
langsung.21-22
lambung disebabkan oleh hilangnya aktivitas regular dari pergerakan lambung secara
lambat.13 Selain itu, Nelson et al. melaporkan bahwa gangguan irama lambung
lambung yang ditandai dengan keluhan mual dan muntah.14 Beberapa temuan tersebut
kedua penelitian tersebut adalah kemoterapi menyebabkan keluhan mual dan muntah
reseptor regang dan selanjutnya merangsang sel parietal agar memproduksi asam
lambung.22,24
(IL-6), dan faktor nuklear kappa-B (NF-kB).21,25,26 Hasil akhir jalur ini adalah
Inflamasi dan jejas sel diperkirakan memiliki peran besar dalam mekanisme mual dan
double blind) di India yang dilakukan oleh Sontakke et al. menggunakan jahe dalam
penatalaksanaan mual dan muntah akibat kemoterapi dan didapatkan angka kontrol
sempurna sebesar 62%.27 Pillai et al. melaporkan bahwa bubuk jahe efektif dalam
menurunkan tingkat keparahan mual dan muntah akibat kemoterapi yang akut dan
Deghani et al. melaporkan bahwa dosis omeprazol 1 mg/kg/hari pada anak lebih
gejala dispepsia seperti mual (86,2%), muntah (80,8%), dan flatus (79,5%). 19 Selain
produksi asam lambung sebesar 97% dan mempertahankan pH lambung selama 18-
20 jam. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa jejas mukosa lambung akibat
ini, dosis omeprazol 0,5 mg/kg diberikan secara intravena sebelum kemoterapi. Selain
masih dalam rentang dosis obat, peneliti menentukan besaran dosis tersebut
et al. menemukan risiko emetogenik sedang pada 63,4% perempuan dan 64,1% laki-
laki serta risiko emetogenik tinggi pada 36,6% perempuan dan 35,9% laki-laki. 8
sedang sebesar 63% dan risiko emetogenik tinggi 37% pada sebuah penelitian rumah
sakit berbasis komunitas.30 Pasien perempuan dan usia lebih muda lebih sering
mengalami mual dan muntah akibat kemoterapi dibandingkan dengan laki-laki dan
antara grup ondansetron ditambah dengan plasebo dan ondansetron ditambah dengan
omeprazol. Risiko emetogenik rendah 9,4% versus 5,3%, risiko sedang 71,9% versus
76,3%, dan risiko tinggi 18,8% versus 18,4% (p=0,795). Pada penelitian lain, pasien
anak yang mendapat kemoterapi dengan tingkat emetogenik sedang dan tinggi
dikombinasi dengan antagonis reseptor NK-1 (aprepitan) dan deksametason. 5,6,10 Saat
ini, uji klinis acak yang menggunakan aprepitan pada anak tidak lagi ditemukan. 5
Penelitian ini merupakan penelitian pendahulu (pilot study) untuk menilai efektivitas
Siddique et al. melaporkan bahwa respons sempurna dan parsial dari pemberian
ondansetron saja untuk menatalaksana mual dan muntah akibat kemoterapi adalah
70% dan 30% (tipe akut) dan 43% dan 50% (tipe lambat). 31 Jaing et al. melaporkan
bahwa respons sempurna dari pemberian ondansetron 0,15 mg/kg mencapai 45,5%. 7
Selain itu, Holdsworth et al. melaporkan bahwa respons sempurna dari pemberian
ondansetron (0,45 mg/kg intravena) ditemukan pada 65,5% pasien. 8 Kurucu et al.
juga menemukan bahwa 55% pasien dengan keluhan mual dan muntah akut akibat
sangat subjektif,32 dan strategi penentuan dosis pada anak dan kombinasi obat yang
dengan pemberian ondansetron 0,5 mg/kg mencapai 50% (16/32). Di sisi lain,
terapi menjadi 81,6% (31/38) (RR 1,6; KI 95% 0,18-0,42; P=0,01). Penambahan
muntah akibat kemoterapi. Kelebihan penelitian ini adalah desainnya berupa uji
adalah kecilnya besar sampel. Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian
pendahulu, penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar diperlukan untuk
menilai efektivitas penghambat pompa proton lain pada pasien anak dengan
keganasan sebagai tambahan dari terapi standar untuk menatalaksana mual dan