Anda di halaman 1dari 16

DRAFT PROPOSAL

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)


DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING TERHADAP
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA
KELAS VII SMP

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian

Disusun Oleh :

Nama : Fadhilah Haswenova


NIM : 20205007

DosenPembimbing:
Dr. Hj. Armiati, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


1. Apa yang terjadi pada dunia pendidikan saat ini khususnya pelajaran matematika?
a. Tujuan pendidikan sesuai dengan makna dari Undang-Undang Dasar 1945
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
b. Tujuan pembelajaran matematika khususnya Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 22 Tahun 2016.
c. Kenyaataan yang terjadi
Sebuah penelitian di tahun 2018, yakni program Research on Improvement of
System Education (RISE) di Indonesia merilis hasil studi yang menunjukkan
bahwa, kemampuan siswa memecahkan soal matematika sederhana tidak
berbeda secara signifikan antara siswa baru masuk SD dan yang sudah tamat
SMA. Kemampuan matematika mereka tidak berkembang seiring dengan
bertambahnya tingkatan pendidikan yang diikutinya, bahkan terjadi penurunan
kemampuan dari tahun ke tahun. Contohnya, pertanyaan 1/3 dikurangi 1/6
diberikan kepada anak usia 8 tahun dan yang mampu menjawab hanya 2,9%,
sedangkan anak usia 18 tahun hanya 8,9%, yang mampu menjawabnya dan
yang berusia 28 tahun hanya 6,8% yang mampu menjawab pertanyaan
tersebut dengan tepat.
Pada kenyataannya, siswa sering bingung saat soal hitung berubah menjadi
soal cerita. Misalkan, seorang anak pergi ke kantin untuk beli roti 2 ditambah
4 minuman dengan harga sebuah roti adalah Rp 1.500,00 dan harga sebuah
minuman adalah Rp 3.000,00. Jika anak tersebut membawa uang sebesar Rp
20.000,00, berapakah kembalian yang diterima anak setelah berbelanja di
kantin? Begitu dihadapkan dengan soal seperti ini, siswa banyak yang mulai
kebingungan. Rendahnya kemampuan numerasi siswa di Indonesia bukan lagi
berita baru. Hasil PISA (Programme for International Student Assessment)
2000 hingga 2015, secara konsisten menempatkan siswa-siswa Indonesia yang
berusia 15 tahun pada peringkat bawah dibandingkan negara-negara anggota
OECD Organization for Economic Co-operation and Development) lainnya.
Studi INAP yang dilakukan Kemdikbud juga menjelaskan hal yang tak jauh
berbeda. Pada 2016, kompetensi matematika siswa SD merah total. Sekitar
77,13% siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika yang
sangat rendah (kurang), sebesar 20,58% masuk kategori cukup dan hanya
2,29% yang masuk kategori baik. Setelah INAP berubah menjadi AKSI
(Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia. Hasilnya tidak bergerak signifikan.
Asesmen untuk siswa SMP kelas VIII pada 2017 di 2 provinsi. Hasil rerata
nilai kompetensi literasi matematika siswa SMP tersebut hanya mencapai
27,51. Dari skor 0-100, hasil asesmen itu terglong kategori sangat buruk.
Anak Indonesia ternyata belum mampu menerapkan pengetahuan prosedural
matematika ke dalam permasalahan yang dihadapinya sehari-hari Hasil ini
juga didukung hasil-hasil tes internasional lain seperti TIMSS (The Trends in
International Mathematics and Science Study).
2. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
a. Karena terbiasa diberikan soal hitung-hitungan sederhana tanpa
memperhatikan pemahaman siswa terhadap konsep yang diberikan.
b. Karena terbiasa diberikan konsep matematika dalam bentuk yang jadi,
sehingga siswa pada akhirnya menghafal rumus-rumus yang diberikan
tersebut.
c. Karena model pembelajaran yang digunakan mampu mengasah kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa dengan baik.
d. Karena belum termotivasinya siswa untuk mau belajar matematika secara
mandiri karena jarang diberikan informasi terkait kegunaan matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Karena pemahaman siswa bahwa matematika adalah pelajaran yang
menakutkan dan menyulitkan bagi mereka.
f. Karena kurang aktivnya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas.
3. Apa akibatnya jika hal tersebut dibiarkan terjadi?
Kondisi ini dikhawatirkan berdampak buruk pada kemampuan anak-anak dalam
berpikir dan bernalar, serta menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Karena
kemampuan dalam matematika dasar itu terkait dengan daya pikir dan nalar
seseorang untuk menyelesaikan masalahnya. Jika ini dibiarkan, generasi emas
Indonesia terancam gagal membangun peradaban Indonesia di masa yang akan
datang. Kemampuan matematika secara umum menjadi tolak ukur untuk
berkembang atau tidaknya suatu bangsa, sehingg sangat penting untuk siswa
mempelajari matematika dengan baik.
4. Bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut?
Salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut dengan menggunakan model
Problem Based Learning (PBL) dan Problem Posing.
5. Mengapa itu yang menjadi solusinya??
PBL adalah merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Model ini dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual. Lebih jelasnya PBL adalah suatu model pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahannya, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial. Sehingga model PBL
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
aktif, berpikir kritis, dan keterampilan intelektual dalam pemecahan masalah.
Hasil pembelajaran dari PBL adalah siswa memiliki keterampilan penyelidikan,
mengatasi masalah, mempunyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa,
dan dapat menjadi menjadi pembelajar yang mandir dan independen.
Hubungan tahapan pada PBL dengan langkah kegiatan yang dilakukan guru dapat
dilihat pada tabel berikut.
Kerangka pemikiran model PBL

Model pembelajaran Problem Posing adalah model pembelajaran yang


mengharuskan siswa menyusun pernyataan sendiri atau memecahkan suatu soal
yang menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada
penyelesaian soal tersebut. Kelebihan model pembelajaran Problem Posing yaitu:
a) mendidik siswa untuk berfikir kritis b) siswa aktif dalam pembelajaran c)
belajar menganalisis suatu masalah d) mendidik anak percaya pada diri sendiri.
Model pembelajaran Problem Posing diharapkan dapat memancing siswa untuk
aktif dan berfikir kreatif dalam mengajukan pertanyaan–pertanyaan sesuai dengan
pokok bahasan. Semakin luas informasi dan pengetahuannya maka akan semakin
mudahnya bagi siswa dalam mengajukan masalah–masalah. Salah satu kelebihan
model pembelajaran Problem Posing yaitu menuntut siswa untuk aktif dan kreatif
dalam mengajukan permasalahan dan siswa mampu memecahkan masalah
tersebut dengan benar dan dampaknya meningkatkan hasil belajar matematika
siswa.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Siswa terbiasa diberikan soal hitung-hitungan sederhana tanpa memperhatikan
pemahaman siswa terhadap konsep yang diberikan.
2. Siswa terbiasa diberikan konsep matematika dalam bentuk yang jadi, sehingga
siswa pada akhirnya menghafal rumus-rumus yang diberikan tersebut.
3. Model pembelajaran yang digunakan di sekolah belum mampu mengasah
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan baik.
4. Siswa belum termotivasi untuk mau belajar matematika secara mandiri karena
jarang diberikan informasi terkait kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-
hari.
5. Pemahaman siswa bahwa matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan
menyulitkan bagi mereka.
6. Kurang terlibat aktifnya siswa dalam proses pembelajaran.

C. BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah perbandingan antara kemampuan
pemecahan masalah siswa yang belajar dengan model PBL dan model Problem
Possing pada Kelas VII SMP.

D. RUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
belajar dengan model pembelajaran PBL dengan model pembelajaran Problem
Possing pada kelas VII SMP?

E. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran PBL dengan model
pembelajaran Problem Possing pada kelas VII SMP.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. KERANGKA TEORI
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis
2. Model pembelajaran PBL
a. Pengertian
b. Langkah-langkah pembelajaran
c. Kelebihan dan kekurangan
3. Model pembelajaran Problem Possing
a. Pengertian
b. Langkah-langkah pembelajaran
c. Kelebihan dan kekurangan
4. Hubungan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan PBL
5. Hubungan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan Problem Possing

B. PENELITIAN RELEVAN
1. Ratna Dwi Anifah, Wahyudi ( 2020). Efektivutas Model Pembelajaran Problem
Based Learning dan Problem Posing Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas V SD. Jurnal Edukasi Matematika dan Sains,
8(1), 2020, 60-68.
2. Septian Wulandari (2017). Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Antara yang Belajar Menggunakan Problem Based Learning
dan Problem Posing. Jurnal Formatif, 7(1) : 75-82, 2017. ISSN : 2088-351X.
3. Gunantara, Gd., dkk (2014). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol : 2
No. 1 Tahun 2014.
4. Fabianus Kevin Nanda, Erlina Prihatnami (2017). Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tipe Probing Promting Bagi Siswa Kelas XII SMA Kanisus Bhakti Awam
Ambarawa. Seminar Metematika dan Pendidikan Matematika UNY. ISBN. 978-
602-73403-2-9
5. Rini Sri Putri, dkk (2019). Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Jurnal
Pendidikan Matematika MOS HARAFAH. Vol 8, No.2
6. Sofi Nurqolbiah (2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Berpikir
Kreatif dan Sefl Confidence Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis
Masalah. Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika. Vol 2 No. 2
pp 143-158.
7. Pramesti, dkk (2019). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik
Berdasarkan Strategi Polya Pada Model Pembelajaran Problem Based Learning
Berbasis Hands On Activity. Journal of Medives : Journal of Mathematics
Education IKIP Veteran Semarang, [S.I], v.3, n.2, p. 223-236. ISSN : 2549-5070.
8. Umi Supraptinah (2019). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Problem Based Learing. Jurnal
Litbang Sukowati. Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019 Halaman 48-59.
9. Ira Rahmania, dkk (2018). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
(Sesiomadika). Halaman 167-172.
10. An Nur Ami Widodo, Sofri Rizka Amalia (2020). Creative Problem Solving dan
Resource Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Ditinjau dari Gender. Jurnal Aksioma, Vol 9, No 1.
11. Erik Rinaldi, Ekasatya Aldila Afriansyah. Perbandingan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Antara Problem Centered Learing dan Problem Based
Learning. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Numerical. Vol 3 No 1
Halaman 9-18.

C. KERANGKA KONSEPTUAL
Pada kerangka konseptual yang akan dilakukan
1. Dua kelas eksperimen akan diberi perlakuan dengan model PBL dan model
Problem Possing.
2. Masing-masing kelas diberikan pretest tentang kemampuan pemecahan masalah
matematis untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah siswa.
3. Setelah diberi perlakuan, di akhir pemebelajaran dilakukan posttest untuk
mengukur peningkatan kemapuan pemecahan masalah siswa dengan
membandingkan pretest dan postest masing-masing kelas eksperimen.
4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhdap pemecahan masalah
matematis siswa dan manakah yang lebih efktif untuk dilaksankan diantara kedua
model pembelajaran tersebut.

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar
dengan model pembelajaran PBL dan model pembelajaran Problem Possing pada
kelas VII SMP.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN


Jenis penelitian : Kuasi eksperimen
Rancangan penelitian : The static group pretest posstest design
R1 O1 X1 O2
R2 O3 X2 O4
R1 : Kelas eksperimen
R2 : Kelas eksperimen
O1,O3 : Pretest
O2,O4 : Postest
X1 : Pelaksanaan pembelajaran dengan model PBL
X2 : Pelaksanaan pembelajaran dengan mdel Problem Posing

B. VARIABEL PENELITIAN
Variabel bebas : Model pembelajaran PBL dan Problem Posing
Variabel terikat : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

C. VALIDITAS INTERNAL DAN VALIDITAS EKSTERNAL


1. Validitas Internal
a. Tes dilakukan secara serentak
b. Penelitian dilakukan dalam waktu yang tidak lama
c. Tidak diberitahukan kepada siswa bahwa mereka sedang diteliti, atau berada
pada kelas ekperimen atau kelas kontrol
d. Penelitian perlu dilakukan oleh guru yang sama
e. Alat ukur yang digunakan harus valid dan reliabel
2. validitas eksternal
a. Memilih kelas eksperimen 1 dan 2 secara acak
b. Menyediakan waktu penelitian yang cukup. Agar perlakukan terlihat/
diketahui secara nyata
c. Munculnya keadaan baru, misalnya menurunya minat, motivasi belajar
(sehingga penelitian harus dilakukan pada periode tertentu, agar sesuatu
tersebut hilang dan kondisi diupayakan telah stabil)
d. Pendekatan, waktu, instrumen keadaan telah spesifik
e. Kebocoran soal pretest/ posttest, sehingga perubahan tidak hanya terjadi
setelah dilakuakn perlakuan
f. Sampel yang didapat dipertanyakan karena memakai cluster random sampling
g. Profesionalisme peneliti (peneliti memiliki keakraban dengan sampel,
sehingga perilaku subjek dipengaruhi)
h. Memberi perlakuan yang sama pada setiap siswa dalam kelompok
i. Membuat kelas sama denga keadaan sehari-hari

D. POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi : Peserta didik kelas VII MTs N Model Padang
2. Sampel : Random Sampling Kelompok (Cluster Random Sampling)
Sampel bercluster artinya populasi yang didalamnya ada kelompok-kelompok atau
golongan golongan. Pengambilan sampel menggunakan Cluster Random Sampling
karena di sekolah peserta didik sudah ditetapkan pada kelas-kelas yang sudah ada,
misalnya saja pada populasi kelas VII di MTsN Model Padang, siswa terdiri dari 10
rombel.
Sampel yang dipilih adalah sampel yang representatif, dimana sampel yang
representatif adalah sampel yang diambil secara acak dan setiap populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel.
Tolak ukur pengambilan sampel dengan melihat kesamaan rata-rata, jika populasi
memiliki kesamaan rata-rata, maka setiap kelas memiki kemampuan yang sama dan
jika diberikan perlakuan akan menghasilkan kemampuan yang sama juga. Uji
kesamaan rata-rata dilakuan:
a. Uji Normalitas
Menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov

b. Uji Homogenitas : menggunakan Uji Barlet


c. Uji Kesamaan Rata-Rata : menggunakan Uji Analisis Variansi Satu Arah
Jika memiliki kesamaan rata-rata, maka kelas dipilih secara acak

F. PROSEDUR PENELITIAN
1. Tahap persiapan
a. Menentukan populasi
b. Menentukan tempat dan waktu penelitian
c. Menentukan sampel penelitian
d. Membuat perangkat pembelajaran
e. Memvalidasi perangkat pembelajaran
f. Membuat tes akhir yang disusun berdasarka indikator kemampuan pemecahan
masalah matematis
g. Memvalidasi tes akhir
h. Melakukan ujicoba tes akhir
2. Tahap pelaksanaan
a. Melakukan penelitian pada sampel dengan memberikan pembelajaran
menggunakan model PBL dan model Problem Posing
b. Memberikan tes akhir dengan indikator kemampuan pemecahan masalah
matematis
3. Tahap penyelesaian
Mengolah data yang di dapat dari hasil penelitian

G. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data. Alat
pengumpulan data yang digunakan adalah tes kemampuan awal (pretest) dan tes
akhir (posttest). Agar tes awal dan tes akhir yang diperoleh memiliki kualitas yang
baik maka prosedur yang ditempuh dalam penyusunan tes adalah:
1. Menentukan validitas butir tes
Sebuah isntrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak
diinginkan, langkah-langkah untuk mengukur validitas tes yaitu:
a. Membuat kisi-kisi soal tesberdasarkan indikator kemampuan pemecahan
masalah matematis
b. Menyusun soal tes berdasarkan kisi-kisi
c. Membuat kunci jawaban soal
d. Memvalidasi soal tes kepada beberapa ahli. Dalam hal ini kepada dosen
matematika dan guru matematika.
e. Melaksanakan uji coba tes
Setelah soal dinyatakan valid, selanjutnya dilaksanakan uji coba tes.
2. Menganalisis tes uji coba
a. Daya pembeda soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang
berkemampuan rendah.
b. Indeks kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah besaran yangdigunakan untuk menyatakan
apakah suatu soal termasuk ke dalam kategori mudah, sedang, atau sukar.
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
c. Kriteria penerimaan soal
Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda dan indeks kesukaran soal uji
coba dapat ditentukan soal mana yang akan dipakai, diperbaikiatau dibuang.
d. Reliabilitas tes
Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan
(keterandalan atau keajegan) alat pengumpul data yang digunakan.

H. TEKNIK ANALISIS DATA


Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya menggunakan instrumen tes berupa
pretest dan posttest. Oleh sebab itu, menganalisis data pretest dan posttest harus diuji
normalitas, homogenitas, uji beda rata-rata, serta uji gain ternormalisasi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas dilakukan dengan uji Anderson-Darling
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui kesamaan variansi kedua
kelompok data. Uji homogenitas dilakukan dengan uji F
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima
atau ditolak.
Hipotesis yang diterima :
H 0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa yang belajar dengan model PBL dan Problem Posing
H 1 : Terdapat perbedaan antara pembelajaran dengan menggunakan model PBL
dan Problem Posing

Jika sampel berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen, maka
statistik yang digunakan adalah uji t. Jika sampel berdistribusi normal dan tidak
homogen, maka statistik yang digunakan adalah uji t’. Jika sampel tidak
berdistribusi normal dan tidak homogen, maka statistik yang digunakan adalah uji
Mann-Whitney.
4. Uji Gain Ternormalisas
5. Analisis efektifitas pendekatan pemebelajaran (n-Gain).Deskripsi hasil gain
ternormalisasi untuk mnegetahui keefektifitasan kedua pendekatan.

Keterangan : N- Gain = Gain yang ternormalisir


Pretest = Nilai awal pembelajaran
Posttest = Nilai akhir pembelajaran
Tabel 1. Kriteria Indeks Gain
Skor Kategori
(g) > 0,70 Tinggi
0,30 < (g) < 0,70 Sedang
(g) > 0,30 Rendah

Untuk mengetahui keefektifan antara kedua model pembelajaran, digunakan


rumus sebagai berikut :

Kriterian yang digunakan untuk menyatakan pembelajaran mana yang lebih


efektif antara pembelejaran dengan model PBL atau model Problem Posing
sebagai berikut:
a. Apabila efektivitas > 1 maka terdapat perbedaan efektifitas dimana pembelajaran
dengan model PBL dinyatakan lebih efektif
b. Apabila efektifitas = 1 maka tidak terdapat perbedaan efektifitas
c. Apabila efektifitas < 1 maka pembelajaran dengan model Problem Posing lebih
efektif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Indonesia Darurat


Matematika, Mendikbud: Bukan Isu Baru, Sudah Dari Dulu,
https://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/13/indonesia-darurat-matematika-
mendikbud-bukan-isu-baru-sudah-dari-dulu.
2. https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/yNLvyWqk-indonesia-
gawat-darurat-matematika
3. https://www.rmolbanten.com/read/2018/11/15/4366/Kualitas-SDM-Menurun,-
Indonesia-Darurat-Matematika-
4. https://suarakarya.co.id/peneliti-rise-indonesia-gawat-darurat-matematika/8128/
5. Cahyani, Hesti. Jurnal. Pentingnya Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Melalui PBL untuk Mempersiapkan Generasi Unggul Menghadapi MEA.
Seminar Nasional Matematika X Universitas Negeri Semarang 2016.

Anda mungkin juga menyukai