Anda di halaman 1dari 18

WRAP UP BLOK HEMATOLOGI SKENARIO 3

Pembengkakan Kelenjar Leher

Kelompok : C6

Ketua : Grandy Ilham Hutama 1102017099

Sekretaris : Dina Islamia 1102017073

Anggota : Aindana Khoirunnisa 1102014009

Bella Angela 1102017048

Fellya Noveliony Dheona 1102017090

Galda Feriyalda Galeb 1102017096

Hanif Hajjaj Miftah Fathan 1102017101

Muhammad Febrian Aldaromi 1102017148

Prayoga Aryandika 1102017174

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2019/2020

Jl. Letjen Suprapto RT.10 RW.05, Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, 10510.

Telp. +62 21 4206675 / Fax. +62 21 4243171


Daftar isi
SKENARIO..........................................................................................................................2
Kata sulit............................................................................................................................3
Brainstorming....................................................................................................................3
Jawaban.............................................................................................................................3
Hipotesis............................................................................................................................4
LO 1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati..............................................................5
1.1 Definisi....................................................................................................................................5
1.2 Etiologi....................................................................................................................................5
1.3 Epidemiologi...........................................................................................................................6
1.4 Klasifikasi................................................................................................................................6
1.5 Patofisiologi............................................................................................................................9
1.6 Manifestasi Klinis.................................................................................................................11
1.7 Cara Mendiagnosis dan Diagnosis Banding...........................................................................12
1.8 Tata Laksana.........................................................................................................................15
1.9 Komplikasi............................................................................................................................16
1.10 Pencegahan.........................................................................................................................16
1.11 Prognosis............................................................................................................................17

Daftar Pustaka..................................................................................................................18

1
SKENARIO
PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER

Seorang laki-laki, usia 35 tahun datang ke IGD RS mengeluhkan terdapat benjolan


pada leher kanan sejak 1 bulan, semakin lama bertambah besar. Demam terutama malam hari,
berat bdan berkurang dan terkadang nyeri pada benjolan tersebut. Dari pemeriksaan fisik
didapat pembengkakan Kelanjar Getah Bening di Regio Colli Dextra satu buah, konsistensi
sedikit keras, ukuran 3x3 cm, tidak ada tanda inflamasi dan nyeri tekan. Ditemukan juga
pembengkakak Kelanjar Getah Bening di kedua Inguinal masing-masing satu buah, ukiran
1x1 cm, konsistensi sedikit keras, tidak ada inflamasi dan nyeri tekan. Dokter meminta pasien
untuk malakukan Biopsi Kelenjar Getah Bening untuk diagnostik dan pasien menyetujuinya.

2
Kata sulit
 Inguinal : Daerah yang terletak di pangkal paha atau salah satu daerah
lateral yang terendah dari perut.
 Biopsi : Pengambilan dan pemeriksaan atau mikroskopik jaringan dari tubuh
organisme yang dikerjakan untuk menegakan diagnosis.
 Regio Colli Dextra. : Daerah leher sebelah kanan dimana terletak kelenjar getah
bening.
 Kelenjar Getah Bening : Bagian di sistem pertahanan tubuh untuk mengenali dan
melawan kuman infeksi dan benda asing di dalam tubuh.

Brainstorming
1. Mengapa terjadi berat badan menurun ?
2. Mengapa benjolan pada leher makin besar ?
3. Kelenjar getah bening di dalam tubuh terletak dimana saja ?
4. Kenapa dilakukan biopsi ?
5. Apa pemeriksaan lain selain biopsi ?
6. Apa diagnosis penyakit dari kasus ini ?
7. Mengapa benjolan menunjukkan konsistensi sedikit keras ?
8. Mengapa demam terasa pada malam hari ?
9. Mengapa pada pembekakan tidak ada tanda inflamasi dan nyeri tekan ?
10. Apa tata laksana dari diagnosis ini ?
11. Apa penyebab dari diagnosis ini ?

Jawaban
1. Berat badan menurun karna adanya nyeri pada saat menelan sehinggan nafsu makan
menurun.
2. Kelenjar getah bening termasuk sistem imun, kelenjar ini mengandung sel darah putih
dan antibodi untuk menyaring bakteri atau virus di cairan limfa jika tubuh terkena
infeksi kelenjar getah bening akan memproduksi lebih banyak sel imun menyebabkan
kelenjar getah bening bengkak.
3. Terletak di leher, ketiak, dagu, pangkal paha, belakang kepala dan belakang telinga.
4. Untuk mengetahui keganasan atau sel tersebut dan benda asing di dalam kelenjar
getah bening.
5. USG, CT-scan, tes darah lengkap, LED.
6. Limfadenopati.
7. Karna menumpuknya hasil proliferasi limfosit dan benda asing di kelenjar getah
bening.
8. Karna pada malah hari metabolisme turun sehingga agen infeksi lebih mudah
menyerang dan kompensasi tubuh dengan meningkatkan suhu tubuh.
9. Karna tidak ada infeksi.
10. Kausal pada infeksi : Antibiotik.
Pada keganasan : Kemoterapi.
Terapi simptomatik : Antipiretik, analgesik dan antiinflamasi.

3
11. Adanya infekti ( TB, HIV), kegansan ( sarkoma ) dan autoimun ( autoimun ).

Hipotesis

Kelenjar getah bening adalah bagian di sistem pertahanan untuk mengenali dan
melawan kuman infeksi dan benda asing di dalam tubuh. Terletak di leher, ketiak, dagu,
pangkal paha, belakang kepala dan belakang telinga. Kelenjar getah bening termasuk sistem
imun, kelenjar ini mengandung sel darah putih dan antibodi untuk menyaring bakteri atau
virus di cairan limfa,jika tubuh terkena infeksi kelenjar getah bening akan memproduksi lebih
banyak sel imun menyebabkan kelenjar getah bening bengkak, pembengkakan tersebut dapat
menyebabkan kelainan kelenjar getah bening yang disebut limfadenopati. 
Kelainan kelenjar getah bening di akibatkan adanya infekti ( TB, HIV), kegansan ( sarkoma )
dan autoimun ( autoimun ). Untuk menegakkan diagnosis dilakukan biopsy yang bertujuan
untuk memastikan adanya sel abnormal/tdk yg mengarah pada keganasan dan bisa di berikan
terapi antibiotik, antipiretik, analgesik, antiinflamasi dan kemotrapi.

4
LO 1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati
1.1 Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih
besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran
atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka,
atau popliteal dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran
lebihbesar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.

IDI Pendekatan Diagnosis Limfadenopati

1.2 Etiologi

5
1.3 Epidemiologi
Epidemiologi limfadenopati belum diketahui secara pasti. Tiga perempat dari kasus
limfadenopati yang diobservasi adalah limfadenopati lokal, dengan lokasi terbanyak di regio
kepala dan leher. Limfadenopati lebih sering ditemukan pada pasien pediatrik, dengan
penyebab utama infeksi virus dan bakteri. Angka mortalitas limfadenopati berhubungan
dengan penyebab keganasan, penyakit autoimun dan HIV.
Global
Di Amerika Serikat, estimasi limfadenopati yang dapat dipalpasi pada anak bervariasi antara
38-45 %, dengan penyebab utama infeksi virus dan bakteri.

Di negara-negara industri dan Amerika Serikat, penyebab terbanyak adalah infeksi virus
Epstein-Barr, streptococcal pharyngitis dan keganasan. Sedangkan Di negara-negara
berkembang (Asia Tenggara termasuk Indonesia, sub sahara Afrika, subkontinen India)
penyebab terbanyak limfadenopati luas adalah tuberkulosis, HIV dan parasit.

Penyebab langka limfadenopati ada yang dihubungkan dengan grup etnis tertentu seperti
sarkoidosis di Afrika, penyakit Kikuchi-Fujimoto di Asia.

Limfadenopati lebih sering ditemukan pada populasi pediatrik dibanding populasi dewasa
dengan infeksi bakteri dan virus merupakan penyebab utama. Limfadenopati akibat
keganasan jarang dijumpai pada semua rentang usia, meski demikian perlu dicurigai pada
kasus limfadenopati diatas umur empat puluh tahun.

Indonesia
Belum tersedia data epidemiologis limfadenopati di Indonesia.

Mortalitas
Mortalitas limfadenopati berhubungan dengan penyebabnya terutama untuk kasus keganasan,
penyakit autoimun dan HIV. Di Amerika Serikat, mortalitas limfadenopati terutama
disebabkan oleh kasus keganasan seperti leukemia, lymphoma dan neuroblastoma.

1.4 Klasifikasi
Berdasarkan luas limfadenopati:

1. Generalisata : Limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.


Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized
lymphadenopathy /PGL) adalah limfadenopati pada beberapa kelenjar getah bening
yang bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih
dari 50% Odha dan sering disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Batasan limfadenopati
pada infeksi HIV adalah sbb: Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah
bening. Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1cm dalam setiap
kelompok, Berlangsung lebih dari satu bulan & Tidak ada infeksi lain yang
menyebabkannya Pembengkakan kelenjar getah bening ini bersifat tidak sakit,
6
simetris (kiri-kanan sama), dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan
depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk kunci
paha. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak
berwarna merah.

2. Lokalisata : Limfadenopati pada 1 regio.

BERDASARKAN TEMPAT :
A. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi infeksi di
lengan bawah atau tangan, limfoma,sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.

B. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas.
Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan
sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang
bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening
aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau
melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.

C. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan.
Padapenelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko palingtinggi

ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun.Limfadenopati supraklavikula kanan


berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung,
kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).

D. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal,

terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi
merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta
melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan

pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.

E. Limfadenopati generalisata

7
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun,
dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,
limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenopati sumber keganasan
primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi
leher.

KLASIFIKASI
American Cancer Society mengatakan ada dua jenis limfoma, yaitu :
 Limfoma Hodgkin (penyakit Hodgkin)
1. Penyakit Hodgkin adalah suatu penyakit klonal, yang berasal dari suatu sel yang
abnormal.Populasi sel abnormal tidak diketahui tetapi tampaknya berasal dari sel B
atau T, atau suatu monosit.Sel-sel neoplastik pada penyakit Hodgkin disebut sel Reed-
Steinberg.Sel-sel ini terselip diantara jaringan limfoid normal yang terdapat di organ-
organ limfoid. (Elizabeth j. Corwin:135)
2. Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan
berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Steinberg, yang memiliki
tampilan yang khas dibawah mikroskop.Sel Reed-Steinberg memiliki limfositosis
besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada
biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa
dibawah mikroskop. (Medicastore, 2009)
3. Penyakit Hodgkin (Hodgkin Disease) atau Limfoma Hodgkin ialah limfoma maligna
yang khas ditandai oleh adanya sel Reed Steinberg dengan latar belakang sel radang
pleomorf (limfosit, eosinofil, sel plasma dan histiosit). (Hematologi Klinik Ringkas,
2007)
4. Penyakit Hodgkin adalah penyakit keganasan tanpa diketahui penyebabnya yang
berasal dari sistem limfatika dan terutama melibatkan sistem limfe. (Keperawatan
Medikal Bedah 2, 2002 : hlm.957)

 Limfoma non-Hodgkin.
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat
berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (“natural
killer”) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala,
perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. LNH merupakan
kumpulan penyakit keganasan heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal
dari sel B dan yang lain dari sel T. Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak
terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel
limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang
sama pada permukaan selnya.

8
1.5 Patofisiologi
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi.
Limfadenopati terjadi bila limfonodus local dan pembuluh darah mengalirkan materi
9
terinfeksi, yang tertangkap dalam jaringan folikular nodus. Peningkatan aliran
limfatik adalah karakteristik dari inflamasi local. BIla terjadi inflamasi pembiluh
limfatik dsebut limfangitis dan bila inflamasi mempengaruhi limfonodus disebut
limfadenitis. Sistem limfe membantu mempertahankan infeksi tetap terlokalisasi da
terisolasi dari aliran darah.

Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular
darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe
jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya
bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi
kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa
dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil
agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian
memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang
bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan
cara yang sama.

Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe


menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang
meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang
dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan
primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang
menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang
dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak
menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe
mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. (Price,
1995; 39 - 40).

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang


kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya
hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati
sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe
dianjurkan. (Harrison, 1999; 372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur
mame diamdil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan,
lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan
untuk pemastian diagnosis setelah operasi. ( Oswari, 2000; 240 ). Anestesi umum
menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan
setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih
biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan
tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).

10
Beberapa plasma dan sel-sel (misalnya, sel-sel kanker, infeksi mikroorganisme)
dalam ruang interstitial, bersama dengan bahan tertentu seluler, antigen, dan partikel
asing memasuki pembuluh limfatik, menjadi cairan limfatik. Kelenjar getah bening
menyaring cairan limfatik dalam perjalanan ke sirkulasi vena sentral, menghilangkan
sel-sel dan bahan lainnya. Proses penyaringan juga menyajikan antigen ke limfosit
yang terkandung dalam node. Respon imun dari limfosit ini melibatkan proliferasi sel,
yang dapat menyebabkan node untuk memperbesar (limfadenopati reaktif).
Mikroorganisme patogen dilakukan dalam cairan limfatik dapat langsung menginfeksi
node, menyebabkan limfadenitis (lihat Limfadenitis), dan sel-sel kanker dapat
mengajukan dan berkembang biak dalam kelenjar.

1.6 Manifestasi Klinis


Kelenjar limfoma cenerung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan,
dan tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi
pada jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara
asimetrik, dan saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison,
1999; 370).

 demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.


 sering keringat malam.
 Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
 Timbul benjolan di bagian leher.

Tanda-tanda penyerta (sign):


Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-
bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.
Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan
bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan
pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi epstein barr virus.

Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada
campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang
dengan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan
limpa mengarahkan kepada leukemia.

11
1.7 Cara Mendiagnosis dan Diagnosis Banding

ANAMNESIS :

 Lokasi, gejala penyerta, riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat, pekerjaan.

PEMERIKSAAN FISIK :
12
 Ukuranya normal jika diameter < 0.5cm, jika > 1.5cm abnormal
 Nyeri tekan umumnya akibat peradangan atau proses perdarahan.
 Konsistensi nya jika keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada Limfoma, jika lunak mengarah kapada Infeksi, Fluktuatif
mengarah kepada Abses.

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran, bentuk, dan
gambaran mikronodular.

2. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan operasi
menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah bening akan
dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai sensitifitas 98 % dan spesifisitas 95 %.
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan
biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan.

3. Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang membiarkan
mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk memastikan diagnosa
dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.

4. CT Scan
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar tubuh
Anda untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda. Sebelum
mengambil gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui IV di pembuluh darah Anda
agar dapat melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat mendeteksi pembesaran KGB
servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda. Dokter
dapat menggunakan gambar ini untuk mencari penyebab limfadenitis

13
1.8 Tata Laksana
Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri, walaupun
pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi KGB oleh
bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari
pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap
antibiotic golongan penicillin dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500
mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.

Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka diberikan obat


anti tuberculosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan mycobacterium selain tuberculosis
maka memerlukan pengangkatan KGB yang terinfeksi atau bila pembedahan tidak
memungkinkan atau tidak maksimal diberikan antibiotic golongan makrolida dan anti-
mycobacterium

DIGOLONGKAN ATAS 2 KELOMPOK :


1. OBAT LINI-1
Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, Streptomisin dan pirazinamid.
2. OBAT LINI-2
Fluorokuinolon, Sikloserin, Etionamid, Amikasin, Kanamisin, Kepreomisin.
1. Therapy Medik
 Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
 Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan
po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
 Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberianseperti pada LH
diatas

Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)

 Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy
utama.
 Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH

14
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,prednison
(CHOP) dengan dosis :

C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I


H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu Lymfoma non – hodgkin derajat
keganasan tinggi (IWF)
 Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
 Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
 Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
 Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B

2. Therapy radiasi dan bedah


Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim
onkology ( di RS type A dan B)

1.9 Komplikasi
1. Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati
dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel
darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi ronggatersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di
dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses.

2. Selulitis (infeksi kulit)


Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah kulit.
Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening dan aliran
darah. Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.

3. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)


Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya namun
tidak terbatas pada bakteri-bakteri).

4. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)


Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras,
multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan
15
seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses
ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga
seperti fistula. Fistula merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system /
daya tahan tubuh setiap individual.

1.10 Pencegahan
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, kuman, bakteri dan lainnya. Memastikan
semua makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan higenis, menjaga kebersihan
badan dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara teratur serta menjaga kebersihan
tempat tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini.
Selain itu, melakukan gaya hidup sehat juga dirasa perlu guna menjaga diri jauh dari penyakit
ini.
1.11 Prognosis
Kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam beberapa
kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan
menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan
limfadenitis yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah
(septikemia), yang kadang-kadang fatal.

16
Daftar Pustaka
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Elisabeth. J.C., Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke 3., Penebit Buku Kedokteran. Jakarta. 2009
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34402/3/Chapter%20II.pdf (diakses pada 5
November 2019)

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius

Mohseni A et al. Peripheral Lymphadenopathy: Approach and Diagnostic Tools. Iran J Med
Sci. 2014 Mar;39(2 Suppl):158-70. PubMed. PMID: 24753638.

Oehadian, A., Pendekatan Diagnostik Limfadenopati, Continuing Medical Education,2010.


Reksodiputro AH, Irawan C. Limfoma non-hodgkin. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2
edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

Price. A. Sylvia., Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran. EGC., Jakarta. 2007


Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga. Jakrta: EGC

Sherwood. L., Fisiologi Manusia: dari sel ke Sistem, Penerbit Buku Kedokteran. EGC.,
Jakarta, 2001

Sukandar, Elin Y., dkk, 2011, ISO FARMAKTERAPI 2, Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia,
Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai