OLEH KELOMPOK 3
AKA SAPUTRA
ERLINA
INDAH NADILA AFNA
REKHA ANDINI
PUSPITA WISUDARI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
I. PENDAHULUAN.........................................................................................3
I.1 Latar Belakang........................................................................................3
I.2 Tujuan......................................................................................................4
I.3 Manfaat ...................................................................................................4
III.METEDOLOGI............................................................................................8
3.1 Bahan........................................................................................................8
3.2 Alat...........................................................................................................8
3.3 Proses Pembuatan Body Lotion................................................................9
V. PENUTUP.....................................................................................................15
V.1 Kesimpulan..............................................................................................15
V.2 Saran........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................16
LAMPIRAN
3
I. PENDAHULUAN
minyak, pencampuran fasa minyak dan fasa air dan penambahan bahan local
berupa ekstrak rumput laut serta pewangi.
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui prosedur
pembuatan pada Hand Body Lotion.
I.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan Hand Body Lotion agar taruna mengetahui
proses pembuatan hand body lotion dan menambah wawasan taruna/i dalam
pembuatan Hand Body Lotion
5
dari 2%. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang mengandung
gugusan kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk
emulsi seperti cream dan lotion (Mitsui 1997). Setil alkohol digunakan sebagai
emulsifier, agen opasitas, emollient, agen peningkat viskositas, dan penyokong
busa pada kosmetik dan farmasi. Tipe produk yang menggunakan setil alkohol
termasuk produk untuk mata, bedak wangi, kondisioner rambut, lipstick, makeup,
krim dan lotion, serta produk pembersih (Nikitakis 1988 dalam Smolinske 1992).
Setil alkohol diketahui dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas (alergi) pada
pasien dengan kulit stasis atau kaki ulcers yaitu 5,4% dari 116 kasus (Van Ketel
dan Wemer 1983 dalam Smolinske 1992). Reaksi hipersensitivitas pada setil
alkohol disinyalir berhubungan dengan ketidakmurnian produk (Hannuksela dan
Salo 1986 dalam Smolinske 1992).
B. Triethanolamin ((CH2OHCH2)3N) atau TEA
Gliserin Triethanolamin attau TEA merupakan cairan tidak berwarna atau
berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, dan
higroskopis. Cairan ini dapat larut dalam air dan etanol tetapi sukar larut dalam
eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air dalam
sediaan skin lotion (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993). TEA
merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amina dan alkohol dan berfungsi
sebagai penyeimbang pH pada formulasi skin lotion. TEA tergolong dalam basa
lemah (Frauenkron et al. 2002).
C. Gliserin atau gliserol
Gliserin atau gliserol mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih
dari 100% C3H8O3. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1993),
gliserin berupa cairan kental, tidak berwarna, berasa manis, dan higroskopis.
Terbuat dari bahan-bahan lemak alami tanaman dan hewan. Gliserin dapat
digunakan sebagai pelarut maupun zat pelarut. Gliserin diklasifikasikan sebagai
humektan, pemlastis, pelarut, dan agen tonik pada produk farmasi. Pada kosmetik,
gliserin digunakan sebagai pendenaturisasi dan humektan pada berbagai macam
produk, seperti kondisioner dan pewarna rambut, produk makeup, pencuci mulut,
penyegar napas, lotion setelah bercukur, krim cukur, krim, lotion, dan lulur
(Smolinske 1992). Bahan higroskopis tertentu yang dikenal sebagai humektan,
8
dapat menyeimbangkan air pada lapisan tanduk dan menjaganya pada matriks
lemak interseluler. Air ini dapat datang dari air pada formulasi akhir dan lapisan
epidermis bagian bawah bukannya dari lingkungan luar (Butler 2000).
D. Paraffin Oil
Paraffin Oil merupakan cairan kimia yang mempunyai sifat mudah larut
atau bereaksi dalam senyawa eter, CS2, benzena, pada minyak yang mengalami
penguapan, serta hampir seluruh jenis minyak lemak yang hangat. Paraffin Oil
atau dalam dunia ilmu kimia dapat disebut juga dengan Alkana. Paraffin Oil
memiliki formula umum dalam istilah ilmu kimia disebut CnH 2n+2. Paraffin Oil
memiliki sifat susah larut pada etanol absolut.
Paraffin Oil memiliki molekul yang paling sederhana dalam ilmu kimia
adalah metana. Metana sendiri memiliki rumus CH 4. Metana sendiri merupakan
sebuah gas dalam temperatur sebuah ruangan tertentu. Namun untuk jenis anggota
yang lebih berat, yaitu cairan pada temperatur suatu ruangan tertentu yaitu cairan
yang memiliki oktan C8H18. Sedangkan untuk paraffin berbentuk padat dapat
disebut juga dengan sebutan lilin parafin (Paraffin Wax) memiliki molekul
terberat dengan nilai oktannya dimulai dari C20H42 sampai dengan C40H82.
kesimpulannya, untuk Paraffin Wax lebih merujuk pada suatu benda dengan
bentuk padat pada tingkat n = 20-40.
E. Nipagin
Nipagin memiliki nama lain yakni methylparaben dengan rumus kimia
CH3(C6H4(OH)COO). Jenis paraben lain yang juga banyak digunakan adalah
propylparaben dan butylparaben. Methylparaben adalah jenis paraben yang dapat
dihasilkan secara alami dan ditemukan dalam sejumlah buah-buahan terutama
blueberry dan Jenis parabenlainnya.Sejauh ini, belum ada bukti bahwa
methylparaben dapat menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan pada
konsentrasi tertentu dalam penggunaan perawatan tubuh atau kosmetik. FDA
menilai methylparaben sebagai pengawet yang aman atau GRAS (generally
regarded as safe) untuk kosmetik. Di Eropa, methylparaben digunakan sebagai
pengawet makanan yang mendapat persetujuan Uni Eropa dengan kode E-218.
Methylparaben juga dapat dimetabolisme oleh bakteri tanah, sehingga benar-
9
benar terurai. Methylparaben mudah diserap dari saluran pencernaan atau melalui
kulit. Hal ini dihidrolisis menjadi asam p-hidroksibenzoat dan cepat dikeluarkan
tanpa akumulasi dalam tubuh.
F. Sorbitol
Sorbitol adalah gula alkohol dengan rasa yang manis yang dimetabolisasi
dengan lambat oleh tubuh manusia. Senyawa ini dapat diperoleh dengan
mereduksi glukosa, yang mengubah kelompok aldehida menjadi hidroksil.
Sorbitol biasanya dibuat dari sirup jagung, tetapi bahan ini juga dapat ditemui di
alam, seperti pada buah apel, pir, persik dan prun. Sorbitol diubah menjadi
fruktosa oleh sorbitol-6-fosfat 2-dehidrogenase. Sorbitol adalah isomer manitol
yang merupakan jenis gula alkohol yang lain; perbedaan di antara keduanya
adalah orientasi kelompok hidroksil di karbon Walaupun mirip, kedua bahan ini
tidak berasal dari objek yang sama di alam. Titik leleh dan penggunaannya juga
berbeda.
G. Fragrance
Parfum atau pewangi adalah campuran senyawa minyak sari tumbuhan,
senyawa aromatik, pelarut dan bahan lainnya, yang digunakan untuk meberikan
bau harum dan aroma menarik, baik pada badan, pakaian, maupun ruangan dan
mobil.Sesuai kegunaannya parfum misalnya adalah eau de toilet (parfum ringan
untuk perawatan dan pengharum tubuh), cologne (parfum untuk badan terutama
pada pria) dan deodoran (untuk menghilangkan bau badan).
Bahan yang digunakan untuk pembuat fragrance umunya adalah sari
tanaman, seperti vanilla, bunga-bunga, pohon cendana (Santalum album), gaharu
(Aquilaria malaccensis) dan minyak-minyak seperti minyak kelapa dan
zaitunBeberapa fragrance juga terbuat dari bahan hewani, seperti ambergris, yang
terbuat dari senyawa yang dihasilkan paus, dan musk, yang dihasilkan oleh
kelenjar pada rusa.Industri modern menggunakan prinsip kimia untuk melakukan
sitesis atau pembuatan senyawa aktif pada parfum untuk menghasikan parfum
dengan kombinasi yang baru, dan tanpa tergantung pada sumber alami.
10
III. METEDOLOGI
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada proses pembuatan Hand Body lotion dari rumput
laut terdiri dari dua fase yaitu fase minyak dan fase air yang dipadukan dengan
rumput laut dengan komposisi fase minyaknya terdiri dari:
A. Bahan Senyawa Fase Minyak
1. Cethyl alcohol
2. Setil alcohol
3. Paraffin Oil
4. Em. Delta
5. Nipagin
6. Nipasol
B. Bahan Senyawa Fase Air
1. Gliserin
2. TEA
3. Sorbitol
4. Akuades
5. Fragrance
6. Rumput laut
7. Parfum
3.2 Alat
Alat yang digunakan pada proses pembuatan Body loution rumput laut
yaittu:
1. Erlenmeyer
2. Stainless steel
3. Penangas
4. Beaker glass
5. Timbangan digital
6. Wadah plastic
11
menggunakan skala hedonik dengan panelis tidak terlatih berusia 20-35 tahun
berjumlah 30 orang. Menurut Trihapsoro (2003).
Uji sensori berada pada katagori agak suka sampai sangat suka (skala hedonik
1-5). Uji sensori merupakan penilaian suatu produk yang dapat dirasakan oleh
panca indera. Parameter yang diuji meliputi warna, kekentalan, homogenitas,
kelembaban, dan rasa lengket. Hasil uji sensori dengan melibatkan 30 orang
panelis menunjukkan penerimaan panelis terhadap hand body lotion berada pada
katagori agak suka sampai suka (skala hedonik 1-5). Hasil uji sensori dengan
melibatkan 30 orang panelis dapat dilihat pada Lampiran 1.
Adapun karakteristik Sensori terhadap Hand Body Lotion yaitu:
1. Warna
Warna merupakan salah satu parameter pengamatan visual yang melekat pada
suatu produk. Hand Body Lotion memberikan warna putih . hasil uji kesukaan
terhadap nilai kesukaan panelis terhadap warna krim berkisar 4,0-5 yang berarti
panelis memberikan penilaian antara terhadap warna sangat suka.
2. Kekentalan
Kekentalan pengamatan pada hand body lotion rumput laut berkisar 3,0-3,6
yang berarti panelis memberikan penilaian terhadap hand body lotion rumput laut
memiliki tekstur yang tidak terlalu kental dan biasa digunakan pada kulit.
3. Homogenitas
Homogenitas merupakan parameter untuk melihat efektifitas merata atau
tidaknya pencampuran bahan-bahan pada produk. Berdasarkan Purwanto et al.
(2013) Kehomogenan dari hand body lotion memperoleh rata-rata nilai 5 yang
artinya bahwa hand body lotion tersebut sudah termasuk hand body lotion sudah
terhomogen.
4. Kelembaban
Penilaian panelis terhadap tingkat kelembaban berkisar antara 4-5 yang berarti
suka sampai sangat suka. Hasil ini menunjukkan bahwa. konsentrasi karaginan
mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tingkat kelembaban. Penambahan
karaginan dalam pembuatan hand body lotion dapat menambah kesan lembab
pada kulit.
14
5. Rasa Lengket
Rasa lengket merupakan salah satu parameter dalam pemilihan hand body
lotion karena rasa lengket berhubungan dengan kenyamanan setelah pemakaian.
Hasil penilaian panelis terhadap rasa lengket berkisar antara 4 yang artinya suka.
Sehingga hand body lotion yang telah di uji secara sensori dengan mengoleskan
lotion ke kulit dapat memberikan kesan yang positif bagi panelis
15
V. PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan mengenai proses pembuatan
hand body lotion dari rumput laut yang telah diuraikan, maka praktikum ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses pembuatan handbody lotion dari rumput laut meliputi pembuatan fase
minyak, pembuatan fase air, pencampuran, penambahan, pengadukan,
penambahan pewangi, dan pengadukan.
5.2 SARAN
Adapun saran untuk praktikum proses pembuatan Hand Body Lotion dari
rumput laut yaitu dengan mengurangi bahan-bahan dalam proses pembuatan fase
minyak karena terdapat kandungan minyak yang berlebih ketika dioleskan ke
kulit.
16
DAFTAR PUSTAKA
Luthfiyana, N. 2017. Karakteristik Sediaan Krim Tahir Tabir Surya dari Bubur
Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp. Skripsi. Bogor.
Institut Pertanian Bogor. 63 hal
Susanto, A.B dan A. Mucktiany. 2002. Strategi Pengembangan Rumput Laut Pada
SMK dan Community College. Pros. Seminar Riptek Kelautan Nasional
Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergi Pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Medan: Universitas Sumatra Utara
Wenno MR, Thenu JL, Lopulatan CGC. 2012. Karakteristik kappa karaginan dari
Kappaphycus alvarezii pada berbagai umur panen. Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Perikanan. 7(1):61-67.
Lampiran 1. Tabel Hasil Uji Sensori 18