Anda di halaman 1dari 4

PJJ Bukan Pamer Teknologi

Lestari Ambar Sukesti


SMA N 1 Bergas, Jawa Tengah
Saya Lestari Ambar Sukesti, mengajar Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Bergas, kabupaten
Semarang. Sejak covid-19 menyerang saya pun membentengi diri saya dengan berbagai
amunisi yang menguatkan saya mengenai PJJ.
Awalnya pemahaman saya mengenai PJJ adalah pembelajaran berdasarkan teknologi yang
canggih yang terlihat wah di mata murid dan saya dianggap guru yang kompeten. Maka
segala daring dan webinar saya ikuti baik itu mengenai pembuatan media maupun platform
LMS beserta model sinkron dan asinkronnya.
Begitu tahun ajaran baru dimulai saya sudah siap dengan pembelajaran WAG namun
melihat teman-teman guru menggunakan google classroom saya pun terpancing. Wah ada
model pembelajaran yang canggih ini dan saya tidak mau dikatakan bahwa saya ketinggalan
informasi dan gaptek dibanding guru- guru lain yang notabene sudah lebih tua daripada
saya. Saya pun segera membuat sembilan kelas di google classroom. Saya kirim kode kelas
di grup WA kelas agar para siswa bergabung.
Saya hanya berpikir kemudahan yang akan saya peroleh saat saya mengajar. Saya tidak
memikirkan kondisi murid saya. Materi-materi awal saya suguhkan dengan memberikan link
dari you tube. Saya pun berafiliasi dengan sebuah komunitas media yang memungkinkan
video saya ditonton oleh banyak orang. Terus terang saya juga tergiur dengan kemungkinan
mendapat uang dari video yang saya unggah. Maka saya mengunggah video materi setiap
saya akan mengajar.
Namun apa yang terjadi? Dari masing-masing kelas tidak semua murid mau masuk di kelas
saya. Pembelajaran saya yang berbasis mandiri secara online yaitu dengan cara
mendengarkan penjelasan dari video you tube ternyata tidak seperti yang saya bayangkan.
Dari data statistic you tube studio, video saya rata-rata hanya ditonton selama kurang lebih
satu hingga dua menit. Artinya tidak semua materi disimak oleh murid saya. Apalagi tugas
yang saya berikan dalam satu pertemuan tidak diselesaikan sesuai dengan waktu
pengumpulan yang saya jadwalkan.
Saya pun menjadi uring-uringan. Saya ulang lagi di pembelajaran berikutnya masih sama
dengan menggunakan link you tube buatan saya dan ternyata sama saja hasilnya. Saya
semakin pusing. Saya mencoba ke kelas WAG dan saya tawarkan pembelajaran
menggunakan zoom. Yang hadir hanya delapan siswa dari total hampir 200 siswa. Saya lalu
mulai menganalisis. Ada apa dengan murid-murid saya? Apa mereka tidak memiliki kuota
internet? Apa mereka berada di daerah yang jauh dari jangkauan sinyal BTS? Hingga saya
menemukan info mengenai Guru Belajar.
Seiring dengan Kepmendikbud Nomor: 719/P/2020 tentang pedoman pelaksanaan
kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus saya dilingkupi kegalauan. Pihak
sekolah tidak menguatkan posisi kami sebagai guru harus menggunakan kurikulum yang
sudah ada atau kurikulum darurat. Kami pun mencari informasi dari berbagai seminar yang
digelar oleh GTK dikmendiksus. Namun sekali lagi tidak terlihat kekompakan di sekolah kami
karena beberapa guru masih mengajar sesuai dengan kurikulum yang sebelumnya.
Alhamdulillah dari kegiatan Bimtek Penulisan Artikel yang saya ikuti saya pun bisa mengikuti
kegiatan diklat daring lainnya melalui SIM PKB yaitu Guru Belajar. Pemahaman saya berawal
dari potongan video Mas Menteri mengenai kebijakan pembelajaran di masa pandemi. Dari
situ saya memahami bahwa kurikulum yang dipakai adalah kurikulum darurat. Saya pun
sedikit lega artinya saya tidak perlu berpayah-payah memahamkan materi yang begitu
banyak kepada murid-murid saya.
Semua yang diulas di materi Guru Belajar tampaknya mewakili kerisauan kami. Membaca
materi di Guru Belajar membuat kami sedikit lega akan kegagalan kami dalam PJJ. Mungkin
pembelajaran menggunakan blended learning yang berhasil dilakukan di suatu sekolah
belum tentu berhasil di sekolah kami karena berbagai hambatan dalam pelaksanaan.
Saya mulai memahami apa hakikat konsep 5M dalam PJJ yang meliputi memanusiakan
hubungan, memahami konsep, membangun keberlanjutan, memilih tantangan, dan
memberdayakan konteks. Dari sini saya menyadari pemahaman saya yang salah mengenai
PJJ. Bahwa PJJ bukan melulu tentang pamer teknologi. PJJ bukan masalah kecanggihan
media yang kita gunakan dalam mengajar. Apa artinya media yang canggih bila tidak semua
siswa bisa mengakses dan mengikuti pembelajaran yang kita sajikan. PJJ juga bukan sekadar
memberikan tugas setiap kegiatan pembelajaran apalagi tanpa disertai penjelasan atas
materi yang berkaitan dengan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.
Setelah saya pelajari modul di Guru Belajar saya menjadi tersadar bahwa konsep PJJ yang
selama ini saya terapkan ternyata salah. Saya belum memanusiakan hubungan. Saya
menganggap bahwa semua murid saya mempunyai kemampuan akses internet yang sama.
Saya juga menganggap bahwa masing-masing siswa memiliki ponsel pribadi yang dengannya
siswa saya bisa leluasa menggunakannya. Saya juga menganggap bahwa murid saya
memiliki kuota yang cukup untuk selalu melakukan PJJ sinkronus.
Saya mencoba merenungi dan mencoba mencari inspirasi model pembelajaran dari
beberapa video yang disajikan dari program Guru Belajar. Dari beberapa video dengan
dipadukan ilmu yang saya dapat pada modul Guru Belajar ini saya mencoba melakukan PJJ
yang memanusiakan, menyenangkan, dan tidak membebani.
Jujur saya tidak ingin imun saya turun yang berakibat pada kondisi kesehatan saya, kenapa
saya katakan demikian? Karena saya sedikit tertekan ketika banyak siswa tidak
mengumpulkan tugas seperti yang saya minta. begitu banyak siswa yang tidak hadir selama
pembelajaran. Mereka memang mengisi link absen yang diberikan namun semua semu
karena mereka mengisi absen tidak pada real time. Ini masih lebih baik daripada tidak
mengisi link absen sama sekali.
Berpedoman pada video materi Guru Belajar maka saya memberanikan diri bertanya pada
pihak sekolah kurikulum apa yang dipakai kurikulum yang sedang berjalan atau kurikulum
darurat biar tidak bias. Ketika jawaban tidak begitu memuaskan maka saya pun kembali
berpedoman pada pidato mas Menteri bahwa pada masa pandemic ini menggunakan
kurikulum darurat.
Meskipun sudah dibilang terlambat tetapi ini masih lebih baik agar hak belajar siswa
terpenuhi meskipun hanya dari rumah. Saya mulai mengidentifikasi KD yang ditetapkan
pada masa pandemic ini kemudian menetapkan tujuan kompetensi yang menggabungkan
pengetahuan dan keterampilan pada KD 3 dan 4. Setelah itu saya menentukan kegiatan
pembelajaran.
Setelah saya menganalisis kondisi siswa saya sebelum mengikuti kegiatan Guru Belajar yang
ternyata tidak semua siswa bisa mengikuti pembelajaran daring yang berbasis pada
conference atau meeting maka saya putuskan untuk menggunakan kelas WA terlebih
dahulu.
Melalui kelas WAG saya mengadakan asesmen non kognitif dengan memberikan 3
pertanyaan. Pertanyaan yang pertama adalah berikan emotikon yang mewakili perasaan
mereka, pertanyaan kedua menulis ekspresi dan perasaan mereka selama belajar di rumah
dan pertanyaan ketiga adalah apa yang menjadi harapan mereka. Sebagian besar menjawab
dengan emotikon senang perasaan mereka di awal rata-rata merasa senang namun lama
kelamaan malas. Kemalasan ini lebih banyak disebabkan karena guru hanya member tugas
namun tidak pernah menyampaikan materi, tugasnya terlalu banyak, waktu yang diberikan
terlalu singkat. Ternyata mereka malah curhat tentang PJJ yang telah dilaksanakan. Dan
mereka sangat berharap pandemic ini segera berakhir sehingga mereka bisa kembali ke
sekolah untuk mengikuti pembelajaran tatap muka seperti biasa.
Dari uraian di atas saya bisa menyimpulkan bahwa siswa senang dengan kegiatan
pembelajaran yang saya lakukan terlebih pada pertemuan pertama itu saya tidak
memberikan materi. Saya melanjutkan pembelajaran di pertemuan berikutnya. Karena para
siswa sudah mendapat kuota dari kemendikbud yang yang datanya disinkronkan dari
dapodik saya pun bertanya lagi kepada para siswa mereka akan belajar menggunakan kelas
WA atau zoom. Serempak mereka pun menjawab dengan WA. Saya kemudian menuruti saja
apa kehendak mereka.
Saya memulai pembelajaran dengan memberi sapaan salam, dan mendoakan kondisi
mereka sehat selalu. Yang istimewa hampir semua yang hadir di kelas memberikan jawaban
atas salam saya. Lalu saya memberikan ice breaking berupa tebak judul lagu. Saya hanya
memberikan durasi sebanyak 5 menit untuk menjawab kuis yang saya ajukan. Para siswa
terlihat antusias dan satu pemenang saya catat dan saya berikan ucapan selamat.
Selanjutnya saya memberikan materi yaitu letter writing dengan mengirimkan gambar yang
saya ambil dari buku. Siswa saya minta untuk membuka buku yang telah dipinjamnya dari
perpustakaan sekolah beberapa waktu lalu. Saya lalu menuliskan materi tersebut di grup
WA. Saya minta mereka membaca terlebih dahulu kemudian saya memberikan penjelasan
dengan voice note atau suara saya yang telah saya rekam. Selanjutnya saya meminta para
siswa untuk bertanya bila ada materi yang belum dipahami. Karena tidak ada yang bertanya
saya meminta siswa untuk membaca contoh surat di buku mereka untuk pertemuan
selanjutnya.
Saya minta satu anak membaca surat tersebut melalui rekaman suara. Saya memberikan
penjelasan kemudian setelah tidak ada pertanyaan lagi baru saya memberikan tugas berupa
menulis surat kepada teman mereka yang berada di luar daerah. Saya minta mereka
mengirim tugas di google classroom. Dan setiap selesai pembelajaran saya minta para siswa
memberi komen di grup WA dengan emotikon yang mewakili perasaan mereka selama
mengikuti kegiatan PJJ dengan saya. Dan hasilnya semua siswa memberikan emotikon
gembira.
Kesimpulan yang saya tarik dari kegiatan PJJ ini adalah memaksimalkan sarana yang
minimalis untuk memenuhi hak belajar siswa dan memberikan hasil yang nyata pada siswa
selalin mengurangi beban emosi guru selama mengajar. Bagaimanapun siswa menghadapi
banyak mata pelajaran bila semua guru membebani siswa dengan pembelajaran sinkronus
yang berakibat pada borosnya pemakaian kuota internet maka sebagai guru kita harus bijak
menyikapinya.

1. Sebelum pembelajaran saya hanya melihat di silabus materi apa yang belum saya
ajarkan. Kondisi pembelajaran di awal PJJ siswa antusias mengumpulkan tugas yang diminta
guru lewat WAG, namun kemudian guru menggunakan PJJ selain menggunakan WAG juga
melalui google classroom. Tantangan yang dihadapi tidak semua siswa antusias mengirim
tugas di google classroom dan mengirim tugas di sana ada kecenderungan siswa malas
mengerjakan dan mengumpulkan kecuali sete;ah dikejar-kejar. Di awal pembelajaran satu
pertemuan satu tugas dan dibatasi waktu pengumpulannya. Yang saya lakukan adalah
bekerja sama dengan wali kelas untuk mengingatkan siswa yang belum melengkapi tugas-
tugasnya.
2. Respon siswa terungkap setelah saya meberikan asesmen awal non diagnostik dan
hasilnya menyebutkan bahwa siswa mulai malas karena terlalu lamanya mereka melakukan
BDR dan berharap agar pandemi segera berakhir. Ketika saya tanya mereka ingin
pembelajaran menggunakan platform apa hampir semua siswa menjawab dengan
menggunakan grup WA.
3. Perbedaannya saya melibatkan siswa dan wali kelas untuk mengatasi tantangan PJJ yang
dihadapi. Saya awali dengan memberikan asesmen awal non diagnostik dan meminta siswa
memberikan jawaban atas salam yang saya berikan. Saya juga memberi ice breaking tebak
judul lagu dari video sangat pendek yang saya unggah.Kemudian materi saya sampaikan
dengan intruksi untuk membuka buku yang telah dipinkan dari perpustakaan. Kemudian
saya juga menuliskan materi di kelas WAG dan memberikan penjelasan dengan voice note
kemudian diakhiri dengan komen emotikon oleh siswa atas pembelajaran yang telah
berlangsung dan rata-rata memberi emotikon gembira.

Anda mungkin juga menyukai