Anda di halaman 1dari 20

Tes Intelegensi dan Pengukurannya

Oleh:
Agung Rachmanto 18090000006
Gabriela Putri Lake Nuba 18090000007
Kezia E C Malakiki 18090000014
Fitah Ramadani 18090000017
Maria Miga Koten 18090000031
Aisyah Ramadhan 18090000040

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2020
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan YME, karena kasih dan anugerahNya, kami
dapat menyelesaikan makalah Psikodiagnostik Intelegensi yang berjudul “Tes
Intelegensi dan Pengukurannya” ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah psikodiagnostik Intelegensi.

Dalam pembuatan makalah ini tentunya kami mendapatkan bimbingan,


arahan, koreksi, dan saran, untuk itu kami berterimakasih kepada Ritna Sandri.,
S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen pengampu untuk mata kuliah
Psikodiagnostik Intelegensi. Kami mohon maaf apabila masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Malang, Oktober 2020

Penyusun

i|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB.1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 LatarBelakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................1
BAB. 2 PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1. Sejarah Pengukuran....................................................................................2
Intelegensi...............................................................................................................2
Heriditas atau modifikasi......................................................................................2
Inteligensi dan hubungannya................................................................................3
Teori Inteligensi......................................................................................................3
Lewis Terman (1900).............................................................................................3
Louis L Thurstone (1938)......................................................................................4
JP Guilford (1967)..................................................................................................4
Howard Gardner (1983)........................................................................................4
Pengukuran inteligensi..........................................................................................4
Administrasi dari Test CFIT..............................................................................11
Skoring dan Interpretasi dari CFIT...................................................................11
2.2 Beberapa test inteligensi yang popular.....................................................15
2.3 Keterbatasan Tes Inteligensi.....................................................................12
2.4 Berikut ini beberapa pandangan yang keliru mengenai tes intelegensi 14
BAB 3. PENUTUP................................................................................................15
3.1. Kesimpulan................................................................................................15
3.2. Saran...........................................................................................................15
Daftar Pustaka......................................................................................................16

ii | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
BAB.1.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tes intelegensi mengukur kecakapan potensial yang bersifat umum.
Kecakapan ini berkenaan dengan kemampuan untuk memahami,
menganalisis,memecahkan masalah dan mengembangkan sesuatu dengan
menggunakan rasio atau pemikirannya. Tes intelegensi sebagai suatu instrumen
tes psikologis dapat menyajikan fungsi-fungsi tertentu, diantaranya: dapat
memberikan data untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan
pemahaman diri (self understanding), penilaian diri (self evaluation), dan
penerimaan diri (self acceptance). Hasil pengukuran dengan menggunakan tes
intelegensi juga dapat meningkatkan persepsi dirinya secara maksimal dan
mengembangkan eksplorasi dalam beberapa bidang tertentu. Hal ini diperlukan
untuk mendukung siswa dalam mencapai prestasi yang optimal di sekolah.
Intelegensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem-
problem manusia yang berhubungan dengan intelegensi. Dalam dunia
pendidikkan pun, intelegensi merupakan hal yang sangat berkaitan. Seolah-olah
intelegensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai segala sesuatu
yang diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua
bidang kehidupan.

1.2 Tujuan
1. untuk memahami sejarah intelegensi
2. untuk dapat mengetahui beberapa tes intelegensi
3. untuk memahami keterbatasan tes intelegensi
4. untuk untuk mengetahui pendapat keliru tntang tes intelegensi

1|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


BAB. 2
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Pengukuran


Intelegensi

Para ahli belum sepakat mengenai berbagai hal tentang inteligensi.Dalam


hal definisi, terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli dengan
beberapa variasi perbedaan. inteligensi adalah ukuran bagaimana individu
berperilaku. Inteligensi diukur dengan perilaku individu, interaksi
interpersonal dan prestasi. Inteligensi dapat didefinisikan dengan beragam cara
sederhananya intelegensi adalah kemampuan berpikir abstrak, kemampuan
mempertimbangkan, memahami dan menalar, kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan, dan kemampuan total individu untuk bertindak dengan sengaja
dan secara rasional dalam lingkungan. Menurut Freeman (Abror, 1993:43),
inteligensi mempunyai pengertian adaptasi atau penyesuaian individu dengan
keseluruhan lingkungan, inteligensi adalah kemampuan untuk belajar, dan
inteligensi adalah kemampuan berpikir abstrak.
Winkel dan Suryabrata membuat pengelompokkan definisi dengan cara
yang berbeda. Menurut Winkel (1996:138), inteligensi dapat diberikan
pengertian luas dan sempit. Dalam arti luas, inteligensi adalah kemampuan
mencapai prestasi dalam berbagai bidang kehidupan. Sedangkan dalam arti
sempit, inteligensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah,
kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.

Heriditas atau modifikasi

Perdebatan mengenai inteligensi tidak berhenti dalam definisi. Pandangan


mengenai faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap inteligensi juga
masih kontroversi. Kontroversi terjadi dalam memandang apakah inteligensi
merupakan heriditas yang dibawa secara genetik sejak lahir atau modifikasi
dari lingkungan. Menurut pandangan ini, inteligensi adalah kemampuan yang
dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
tertentu. Waterink (Purwanto, 2003:52) menyatakan bahwa belum dapat

2|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


dibuktikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau dilatih. Bukti yang
mendukung sifat penurunan inteligensi ditunjukkan oleh Bouchard (Atkinson,
Atkinson, Smith dan Bem, 2003:185) dengan mengkorelasikan inteligensi
dengan berbagai keterkaitan genetik.

Inteligensi dan hubungannya

Dalam diri manusia terdapat tiga kemampuan yang berhubungan yaitu


inteligensi, bakat dan kreativitas. Inteligensi merupakan kemampuan potensial
umum (general potential ability). Bakat merupakan kemampuan potensial
khusus (specific potential ability). Sedang kreativitas berhubungan dengan
kemampuan dan pola mendekati masalah dengan cara yang berbeda.
Inteligensi berhubungan dengan bakat. Anak yang berbakat adalah anak
yang sangat cerdas atau mempunyai inteligensi yang sangat tinggi.
Kemampuan intelektual menjadi salah satu ukuran keberbakatan.
Teori Inteligensi

Beberapa ahli mencoba memberikan penjelasan teoretik mengenai


inteligensi :
Lewis Terman (1900)
Ukuran inteligensi (intelligence quotient) merupakan rasio perbandingan
antara usia mental dengan usia kronologis. Jika inteligensi diberikan notasi
dengan IQ, usia mental dengan MA dan usia kronologis dengan CA, maka dapat
disajikan rumus perhitungannya berikut: :
MA
IQ x x 100
CA

Dari rumus di atas diketahui bahwa pada anak yang mempunyai inteligensi
normal maka MA = CA atau MA sama dengan MA rata-rata anak seusianya.
Anak yang mempunyai MA > CA mempunyai inteligensi di atas rata-rata, dan
anak yang mempunyai MA < CA mempunyai inteligensi di bawah rata-rata.

3|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


Louis L Thurstone (1938)

Thurstone memandang inteligensi bersifat multifaktor. Faktor-faktor yang


membentuk inteligensi adalah faktor umum (common factors, disingkat c) dan
faktor khusus (specific factors). Faktor umum terdiri dari tujuh faktor yang
membentuk perilaku tertentu yang bersifat umum. Faktor khusus adalah faktor-
faktor yang mendasari perilaku yang bersifat khusus. Menurut Suryabrata
(2002:129), tingkah laku dibentuk oleh dua faktor yaitu faktor umum (c) dan
faktor khusus (s). Faktor c sebanyak tujuh macam, sedang faktor s sebanyak
tingkah laku khusus yang dilakukan oleh manusia yang bersangkutan.
JP Guilford (1967)

Menurut Guilford, faktor yang membentuk inteligensi bukan hanya satu faktor
(Terman), dua faktor (Spearman), tiga faktor (Sternberg) atau tujuh faktor
(Thurstone), melainkan 120 faktor. Berdasarkan analisis faktor, Guilford
mengusulkan model berbentuk kubus yang disebut model struktur intelektual
dengan 120 faktor.
Howard Gardner (1983)

Menurut Gardner, inteligensi bukanlah satu kemampuan sebagaimana


disampaikan oleh Terman, Spearman, Sternberg, Thurstone, dan Guilford.
Inteligensi merupakan kemampuan ganda (multiple intelligence). Kemampuan
ganda dalam konsep inteligensi menurut Gardner, terdiri dari sembilan
kemampuan (Suparno, 2004: 19). Kesembilan kemampuan itu adalah (1)
linguistik, (2) matematis – logis, (3) ruang, (4) kinestetik – badani, (5) musikal,
(6) interpersonal, (7) intrapersonal, (8) lingkungan / naturalis, dan (9) eksistensial.
Pengukuran inteligensi

Pengukuran inteligensi adalah prosedur pengukuran yang meminta peserta


untuk menunjukkan penampilan maksimum, sehingga pengukuran inteligensi
dilakukan menggunakan tes yang dikenal dengan tes inteligensi. Tes inteligensi
awalnya dikembangkan oleh Sir Francis Galton. Dia tertarik dengan perbedaan
individu dari teori evolusi Charles Darwin.

4|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


Dilihat dari segi pelaksanaannya tes inteligensi dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu tes individual dan kelompok. Termasuk dalam tes individual adalah
skala Stanford-Binet dan Wechler. Tes kelompok diberikan kepada sejumlah
siswa dengan jawaban tertulis. Tes ini pertama kali digunakan di Amerika Serikat
selama Perang Dunia I berupa Army Alpha Test dan Army Beta Test. Army
Alpha Test digunakan untuk menyeleksi calon prajurit yang dapat membaca,
menulis dan berbahasa Inggris. Army Beta Test digunakan untuk menyeleksi
calon prajurit yang buta huruf dan tidak bisa berbahasa Inggris (Abror, 1993: 53 –
57).
Tes pertama yang merupakan tes inteligensi moderen dikembangkan oleh ahli
psikologi Perancis Alfred Binet pada tahun 1881. Pada saat itu pemerintah
Perancis mengeluarkan Undang-undang yang mewajibkan semua anak masuk
sekolah.
Inteligensi ditetapkan dalam ukuran yang disebut intelligence quotient (IQ).
Ukuran IQ adalah nisbah atau rasio antara umur kecerdasan (mental age, disingkat
MA) dengan umur kalender (chronological age, disingkat CA) (Suryabrata, 2002 :
152). MA diperoleh dari tes psikologi dan CA dihitung dari tanggal kelahiran
peserta tes. IQ dihitung dengan rumus berikut :

IQ = MA:CA x 100

IQ dapat dihitung dengan langkah-langkah: (1) menghitung CA. CA dihitung


atas dasar kartu kelahirannya, (2) menghitung MA. MA dihitung dengan
memberikan terlebih dulu tes inteligensi. Awalnya tes diberikan dengan tes untuk
umur yang paling rendah (paling mudah), bertahap makin sukar sampai testi tidak
dapat menyelesaikan sama sekali, (3) menghitung IQ menggunakan rumus.

Cara perhitungan IQ dapat diberikan contohnya sebagai berikut:


Seorang anak bernama A berumur 5 tahun mengikuti tes inteligensi yang terdiri
dari enam butir soal tes inteligensi. Hasil yang diperoleh A dalam tes disajikan
dalam tabel berikut:

5|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


Tabel 2. Contoh hasil uji inteligensi
Butir Butir ke
untuk 1 2 3 4 5 6

umur
3;0 X x X x X X
4;0 X x X x X X
5;0 X x X x X X
6;0 X x X x X X
7;0 X x X - - -
8;0 - - - - - -

Keterangan : butir dapat dijawab benar (x), butir tidak dapat dijawab (-).
Dari data tersebut inteligensi A dapat dihitung sebagai berikut: (1) CA = 5 tahun,
(2) MA = 6 tahun + 3/6 tahun = 6,5 tahun, (3) IQ = (MA/CA) x 100 = (6,5/5) x
100 = 130.
Tabel 3. Klasifikasi IQ
Skor IQ Kategori
Di atas Luar biasa (genius)
140
120 – 139 Cerdas sekali (very
superior)
110 – 119 Cerdas (superior)
90 – 109 Sedang (average)
80 – 89 Bodoh (dull average)
70 – 79 Anak pada batas
(border line)
50 – 69 Debil (moron)
30 – 49 Ambisil (embicile)
Di bawah Ideot
30

6|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


2.2 Beberapa test inteligensi yang popular
 Tes inteligensi juga beraneka ragam, baik disajikan secara individual
maupun secara kelompok, tes verbal dan tes performansi, maupun tes inteligensi
untuk orang cacat khusus misalnya tuna rungu dan tuna netra. Beberapa bentuk tes
inteligensi antara lain:

1. Tes Binet

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan mental seseorang.


Inteligensi digambarkan oleh Alfred Binet sebagai sesuatu yang fungsional.
Komponen dalam inteligensi sendiri terdiri dari tiga hal, yaitu kemampuan untuk
mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan
bila tindakan tersebut telah dilaksanakan dan kemampuan untuk mengkritik diri
sendiri. Tes Binet yang digunakan di Indonesia saat ini adalah Stanford Binet
Intelligence Scale Form L-M, di mana tes tersebut merupakan hasil revisi ketiga
dari Terman dan Merril pada tahun 1960 (Nuraeni, 2012).

Tes Binet berisi materi berupa sebuah kotak yang berisi berbagai macam
mainan yang akan diperlihatkan pada anak-anak, dua buah buku kecil yang berisi
cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan yang berfungsi untuk mencatat jawaban
beserta skornya, dan sebuah petunjuk pelaksanaan dalam pemberian tes.
Pengelommpokkan tes-tes dalam skala Stanford–Binet dilakukan menurut
berbagai level usia, dimulai dari usia 2 tahun sampai dengan usia dewasa. Hal ini
karena level tersebut merupakan level intelektual dan hanya dimaksudkan sebagai
batas-batas dalam usia mental yang mungkin dicapai oleh anak-anak. 

1.  WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children).


Wechsler Intelligence Scale For Children (WISC), yang
dikembangkan oleh David Wechsler, adalah tes kecerdasan individual
diberikan untuk anak-anak antara usia 5 sampai 15 tahun inklusif yang
dapat diselesaikan tanpa membaca atau menulis. Tes WISC membutuhkan
waktu 65-80 menit untuk mengelola dan menghasilkan nilai IQ yang
merupakan kemampuan umum intelektual anak. Skala WISC terbagi atas 2
kelompok yaitu kelompok verbal dan kelompok performance. Tes verbal

7|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


terdiri atas materi perbendaharaan kata, pengertian, informasi, hitungan,
persamaan, rentangan angka. Sedangkan tes performance terdiri atas
mengatur gambar, melengkapi gambar, rancangan balok, merakit objek,
mazes dan simbol. (Mudhar & Rafikayati, 2017).
2. WPPSI (Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence).
Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI)
dikembangkan oleh Weschler. Sesuai dengan namanya, alat tes ini
dirancang dan ditujukan untuk anak-anak pada usia sebelum masuk
sekolah atau anak-anak yang ada pada tingkat taman kanak-kanak,
perkiraan usia dimulai dari 2 tahun atau saat anak mulai masuk ke taman
kanak-kanak hingga umur 6 tahun saat anak mulai masuk ke sekolah
dasar. Alat tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak
secara keseluruhan serta dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
karakteristik keterlambatan atau kesulitan anak tersebut (Cloudida, 2018).
Alat tes WPPSI juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan
dan mengklasifikasikan anak-anak dengan keterlambatan kemampuan
kognitif, mengevaluasi keterlambatan kemampuan kognitif, gangguan
intelektual dan autisme. WPPSI juga dapat digunakan untuk menentukan
jenis sekolah yang tepat bagi anak hingga melihat apakah anak mengalami
kerusakan pada otak (Wechsler, 2012).
3. IST (Intelligenz Struktur Test).
Tes ini dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt Main
Jerman pada tahun 1953. Intelligenz Struktur Test (IST) terdiri dari
sembilan subtes antara lain: Satzerganzung (SE) yaitu melengkapi kalimat,
Wortauswahl (WA) yaitu melengkapi kata-kata, Analogien (AN) yaitu
persamaan kata, Gemeinsamkeiten (GE) yaitu sifat yang dimiliki bersama,
Rechhenaufgaben (RA) yaitu kemampuan berhitung, Zahlenreihen (SR)
yaitu deret angka, Figurenauswahl (FA) yaitu memilih bentuk,
Wurfelaufgaben (WU) yaitu latihan balok, dan Merkaufgaben (ME) yaitu
latihan simbol. Tes IST terdiri dari sembilan sub tes terdiri dari 176 item
soal. Waktu pengerjaan yang dibutuhkan dalam penyajian tes IST ini
kurang lebih selama 90 menit dengan instruksi yang berbeda-beda pada

8|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


setiap sub tesnya. Tes IST ini membutuhkan seorang tester yang memiliki
keterampilan dalam menyajikan tes dan proses skoring serta interpretasi
yang memakan waktu. Tes ini dapat dilakukan secara individual maupun
klasikal (Kumolohadi & Suseno, 2012). IST adalah alat tes yang
kompleks dan memiliki tingkat kesulitan pada tugas-tugas di setiap bagian
yang tinggi. Meski begitu, melalui tes IST individu dapat mengetahui IQ
total dan per bagian (Kumolohadi & Suseno, 2012).

4. SPM (Standard Progressive Matrices).


Standard Progressive Matrixes, merupakan salah satu tes
inteligensi yang dikenal luas di Indoensia. SPM merupakan tes non verbal
yang menyajikan soal-soal dengan menggunakan gambar-gambar yang
berupa figur dan desain abstrak, hingga diharapkan tidak tercemari oleh
faktor budaya. Tes ini tidak menghasilkan IQ, melainkan skor yang dapat
dibandingkan dengan norma untuk menunjukkan tingkat kemampuan
mental seorang anak. Tes Standard Progressive Matrices (SPM). Tes ini
pertama kali diciptakan oleh John. C Raven tahun 1938 dan pertama kali
digunakan untuk Angkatan Bersenjata Inggris dalam Perang Dunia II.
Jenis tes ini dikelompokkan sebagai tes non verbal artinya materi soalnya
tidak diberikan dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam
bentuk gambar-gambar.
5. APM (Advanced Progressive Matrices).
Tes Advanced Progressive Matrices (APM) dikembangkan oleh
Raven yang merupakan tipe tes kedua dari tes yang ia kembangkan. Tes
Advanced Progressive Matrices mengukur kinerja intelektual dari mereka
yang memiliki inteligensi di atas rata-rata. Selain itu, tes ini juga mampu
membedakan secara tajam antara mereka yang tergolong memiliki
inteligensi unggul dari yang lainnya. Tes ini terdiri dua set yaitu set I
mencangkup 12 soal dengan waktu pengerjaan 5 menit dan tes II
mencangkup 36 soal dengan waktu pengerjaan 40 menit. Pemberian soal
set I kepada testi ditunjukkan dengan maksud untuk menjelaskan prinsip-
prinsip kerjanya, dan kemudian dilanjutkan ke set II dimana pengukuran

9|Tes Inteligensi dan Pengukurannya


sebenarnya dilakukan. Soal-soal pada set II meliputi persoalan-persoalan
yang mampu menjadi alat pengukur pada proses berpikir tinggi secara
analitis sehingga APM berguna untuk mendapatkan gambaran tentang laju
kecepatan dan keberhasilan belajar yang mungkin dicapai seseorang
didalam suatu bidang studi (Sunarya, 2017).
6. CFIT (Culture Fair Intelligence Test).
CFIT atau yang merupakan kependekan dari Culture Fair
Intelligence Test merupakan test yang dikembangkan oleh salah satu tokoh
inteligensi terkenal, yaitu Raymond Cattel. Norma dan juga nilai – nilai
pada suatu kebudayaan ini, dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran IQ
atau Inteligensi individu.
CFIT ini merupakan tes psikologi yang mana ia mengukur apa
yang dikenal sebagai fluid intelligence, yaitu kecerdasan yang meliputi
kemampuan analisis dan penalaran. Terdapat tiga jenis CFIT, yaitu :
1. CFIT skala 1, yang ditujukan untuk mereka yang mengalami retardasi
mental
2. CFIT Skala 2, yang ditujukan untuk usia 8 hingga 13 tahun
3. CFIT skala 3, yang ditujukan untuk dewasa

Administrasi dari Test CFIT


CFIT sendiri (Skala 3) terdiri dari 4 macam subtest. Berikut ini adalah ke
empat macam subtest pada CFIT:
1. Subtest 1 – Series, Peserta atau klien diminta untuk melanjutkan pola
yang sudah ada, dan memilih 1 dari 6 pilihan pola yang ada.
2. Subtest 2 – Classification, Peserta atau klien diminta untuk memilih 2
dari pilihan gambar, dengan pola ataupun karakteristik yang sama atau
memiliki kemiripan.
3. Subtest 3 – Matrices, Peserta atau klien diminta untuk memilih 1 dari 5
pilihan jawaban, yang mampu melengkapi gambar utama yang tersaji.

10 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
Subtest ini memiliki cara kerja yang mirip dengan APM, SPM, dan juga
CPM.
4. Subtest 4 – Condition / Typologi, Peserta atau klien diminta untuk
memilih 1 dari 5 jawaban dimana jawaban tersebut memiliki kondisi,
tekstur ataupun situasi yang sama seperti pada soal yang tersaji.
Skoring dan Interpretasi dari CFIT
Skoring pada test CFIT ini dilakukan dengan melihat jawaban yagn
diberikan oleh peserta atau klien, dan menghitung total jawaban benar
yang dimiliki oleh klien setelah melaksanakan test. CFIT bisa dibilang
merupakan test inteligensi sederhana yang mudah dan juga simple, baik
dalam mengerjakan, menskoring, dan juga melakukan interpretasi, sama
seperti test Matrices (APM, SPM, dan CPM).
7. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS).
Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dikembangkan oleh
David Wechsler. Akibat rasa ketidakpuasan dengan batasan dari teori
Stanford-Binet dalam penggunaannya, khususnya dalam pengukuran
kecerdasan untuk orang dewasa sehingga dikembangkanlah tes ini. David
Wechsler kemudian meluncurkan tes kecerdasan baru yang dikenal
sebagai Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) pada 1955. Tes
intellegensi ini memiliki enam subtes yang terkombinasikan dalam bentuk
skala pengukuran ketrampilan verbal dan lima subtes membentuk suatu
skala pengukuran ketrampilan tindakan (Rohmah, 2011).
8. TIKI (Tes Intelegensi Kolektif Indonesia).
TIKI merupakan akronim dari Tes Intelegensi Kolektif Indonesia.
Tes ini diciptakan berdasarkan kerja sama antara Indonesia dan Belanda.
Tujuan dari dibuatnya tes ini adalah untuk melihat standar intelegensi di
Indonesia serta membuat alat tes intelegensi yang berdasarkan norma
Indonesia (Nuraeni, 2012).Tes ini secara keseluruhan dibagi menjadi tiga
tes, TIKI Dasar, TIKI Menengah dan TIKI Tinggi.
9. CPM (Coloured Progressive Matrices).
CPM atau Coloured Progressive Matrices merupakan salah satu
alat tes yang dibuat oleh Raven. CPM sendiri merupakan alat tes yang

11 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
dibuat dikarenakan adanya keperluan pengetesan intelegensi pada anak-
anak yang tidak dapat menggunakan alat tes Raven sebelumnya yaitu SPM
atau Standart Progressive Matrices.
10 SON.
SON merupakan akronim dari Snijders Oomen Non Verbal Scale.
SON merupakan salah satu tes inteligensi non verbal digunakan untuk
individu dengan rentan usia 3 – 16 tahun. Alat tes ini juga tidak hanya
sebatas untuk individu dalam kondisi normal namun juga dapat digunakan
untuk individu dengan disabilitas seperti tunarungu. Alat tes ini dapat
digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan tes SON
berbentuk puzzle dan rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta
tidak dituntut untuk menjawab perintah yang diberikan.

2.3 Keterbatasan Tes Inteligensi


Skor tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seseorang
anak di Indonesia. Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan
saling berhubungan dengan pola asuh, interaksi antara anak dengan orang
tua, pola belajar, dan faktor lingkungan. Intelegensi menurut para ahli
adalah kemampuan mental dalam berpikir logis dengan melibatkan rasio.
Skor bukan satu-satunya hal mutlak untuk memutuskan tingkat
kecerdasan seseorang. Howard Gardner, psikolog pendidikan asal
Amerika yang terkenal dengan teori Multiple inttelligencenyamenyatakan
kecerdasan intelektual merupakan satu dari beberapa kecerdasan yan
dimiliki seseorang. Kecerdasan-kecerdasan itu antara lain bahasa,
matematis, berpikir logis, musik, visual, dan gerak. Namun alat ukur
kecerdasan ganda tersebut masih dikembangkan oleh Gardner.
Setidaknya ada tiga faktor yang berhubungan dengan tes IQ:
1. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil tes tersebut dapat dipercaya.
2. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini mampu mengukur apa yang hendak
di ukur.
3. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma
masyarakat sekitar.

12 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan
bijaksana. Tes IQ jangan dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya dalam
menentukan potensi seseorang. Hasil tes inteligensi yang tinggi
sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang oleh faktor-
faktor lain yang kondusif , begitu juga sebaliknya.

2.4 Berikut ini beberapa pandangan yang keliru mengenai tesi ntelegensi.
Cauchan (1978, dalam Azwar, 1996) mengemukakan beberapa pandangan
keliru yang sering dipikirkan oleh masyarakat umum mengenai penggunaan tes
inteligensi di bidang pendidikan, yaitusebagaiberikut:

Tes inteligensi mengukur kemampuan bawaan

Pendapat yang mengatakan bahwa apa yang diukur oleh tes inteligensi adalah
bersifat tetap karena dibawa sejak lahir dan tak dapat berubah adalah keliru.
Sebenarnya tes intelegensi mengukur performa individu pada suatu tugas mental
tertentu. Tugas-tugas dalam tes inteligensi dipengaruhi oleh pengalaman di
sekolah dan lingkungan kehidupan sehari-hari. Kemampuan untu kmenjawab
soal-soal dan pertanyaan dalam tes inteligensi banyak bergantung pada
pengalaman berbagai faktor lain yang dipelajari sehari-hari.

13 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
Prediksi tes intelegensi pasti akurat

Pendapat yang menyatakan bahwa prediksi dari hasil tes inteligensi pasti akurat
adalah keliru. Sebenarnya, hasil pengukuran itu tidak menjanjikan apa-apa kalau
tidak didukung oleh faktor lain yang relevan. Harus pula diingat bahwa hasil tes
inteligensi tidak dapat mencapai validitas yang sempurna. Jadi, hasil tes
inteligensi tidaklah dapat menghasilkan prediksi yang akurat.

Skor tes intelegensi sangat reliabel

Pendapat yang menyatakan reliabilitas tes inteligensi selalu sempurna adalah


keliru. Sebenarnya, pengukuran aspek nonfisik tidak dapat dilakukan secara
sangat konsisten karena banyak faktor yang menjadi sumber kesalahan.

Tes intelegensi dapat mengungkapkan semua informasi mengenai kompetensi


potensial dan aktual yang dimiliki siswa dan kemampuannya sebagai manusia.

BAB 3.
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Inteligensi dapat diberikan arti sempit

dan luas. Dalam arti sempit, inteligensi adalah

prestasi di sekolah. Dalam arti luas, inteligensi

adalah prestasi dalam berbagai bidang

kehidupan.

Kesepakatan juga belum diperoleh mengenai

faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap

inteligensi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensi diperoleh


secara heriditas, namun beberapa hasil penelitian lain

14 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
juga menunjukkan bahwa inteligensi dapat

dimodi fikasi . Banyak yang sepakat bahwa

inteligensi merupakan kombinasi antara heriditas

dan modifikasi.

Inteligensi berhubungan dengan bakat,

kreativitas dan prestasi. Inteligensi berhubungan

dengan bakat karena anak yang berbakat adalah

anak dengan inteligensi sangat tinggi. Inteligensi

berhubungan dengan kreativitas walaupun

kreativitas tidak dapat diidentifikasi menggunakan

tes inteligensi. Inteligensi juga berhubungan

dengan prestasi. Variasi dalam prestasi dapat

diramalkan dari variasi dalam inteligensi.Inteligensi diukur menggunakan tes


inteligensi. Ukuran yang biasa digunakan adalah IQ

sehingga tes inteligensi biasa dikenal sebagai tes

IQ. Ukuran IQ adalah rasio antara umur

kecerdasan dengan umur kalender.

3.2. Saran
Penulisan saran ini berisi tentang permintaan atau masukan dari penulis
kepada pembaca, seperti meminta untuk memperbaiki apabila ditemukan
indikasi kesalahan atau memberi masukan agar penulis memperbaikinya.

15 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
Daftar Pustaka
 Andayani, B. (2001). Kemampuan Psikologis Anak Dengan Tulisan
Tangan Buruk. Jurnal Psikologi. 28(2), 77-96.
https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7682.
 Cloudida. (2018). Daftar alat tes IQ di Indonesia. Melintas Cakrawala.
http://melintascakrawala.id/84/daftar-alat-tes-iq-di-indonesia
 Cohen, R. J., & Swerdlik, M. (2009). An Introduction to Tests and
Measurement (7th Editio). McGraw?Hill.
 Kumolohadi, R., & Suseno, M. N. (2012). Intelligenz Struktur Test Dan
Standard Progressive Matrices?: Dari Konsep Inteligensi Yang
Berbeda Menghasilkan Tingkat Inteligensi Yang Sama. Jurnal
Inovasi Dan Kewirausahaan, 1(2), 79?85.
https://journal.uii.ac.id/ajie/article/view/2825
 aarif, V., Widodo, A. E., & Wibowo, D. Y. (2017). Aplikasi Tes IQ
Berbasis Android. Ijse.Bsi.Ac.Id IJSE ? Indonesian Journal on

16 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a
Software Engineering ISSN, 3(2), 2461?2690.
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/ijse/article/view/2820
 udhar, M., & Rafikayati, A. (2017). Analisis kebutuhan pengembangan
alat tes intelegensi wechsler intelligence scale for children (WISC)
untuk anak tunarungu. In Seminar Nasional Bimbingan Konseling
Universitas Ahmad Dahlan.
http://seminar.uad.ac.id/index.php/snbkuad/article/viewFile/69/73
 Abror, Abd Rachman. 1993. Psikologi pendidikan. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana
 Atkinson, Rita L; Atkinson, Richard C; Smith, Edward E dan Bem, Daryl
J. 2003. Pengantar psikologi.Terjemahan oleh Widjaja
Kusuma.BatamCentre: Interaksara
 Purwanto, M Ngalim. 2003. Psikologi pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
 Sukmadinata, Nana Syaodih. 2003. Landasan psikologi proses pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
 Suparno, Paul. 2004. Teori inteligensi ganda dan aplikasinya di sekolah.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
 Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
 Winkel, WS. 1996. Psikologi pengajaran. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia

17 | T e s I n t e l i g e n s i d a n P e n g u k u r a n n y a

Anda mungkin juga menyukai