Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN BIO P-6

Denyut Jantung Pada Katak Hidup (Literatur)

Jantung merupakan suatu organ yang berdenyut dengan irama tertentu(kontraksi ritmik).
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke arah sirkulasi sistemik maupun pulmoner (Raneeta
2009). Jantung tersusun atas otot-ototjantung. Jaringan otot jantung terdiri atas sinsitium serabut-
serabut otot yang satudengan yang lain yang terpisahkan. Setiap impuls yang timbul di jantung
akandisebar ke seluruh otot jantung. Dengan demikian, kontraksinya selalu bersifat"all-or none".
Selain itu kuat kontraksi otot sangat ditentukan oleh panjang awaldari serabut-serabutnya (Hukum
Starling). Sifat otot jantung adalah mampumembangkitkan sendiri impuls irama denyut jantung
(otomasi jantung). Ototjantung peka terhadap perubahan metabolik, kimia dan suhu. Kenaikan
suhumeningkatkan metabolisme dan frekuensi denyut jantung (Primawati 2011).

Katak merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), artinya memiliki suhu tubuh yang
berubah sesuai dengan lingkungan. Denyut jantung dibagi menjadi dua tipe yaitu neurogenik dan
jantung meogenik. Jantung neurogenik adalah jantung pada hewan tingkatan rendah (invertebrata),
yang aktivitasnya diatur oleh sistem syaraf sehingga jika hubungansyaraf dengan jantung diputuskan
maka jantung akan berhenti berdenyut. Jantung miogenik denyutnya akan tetap ritmis meskipun
hubungan dengan syaraf diputuskan. Bahkan bila jantung katak diambil selagi masih hidup dan
ditaruh dalam larutan fisiologis yang sesuai akan tetap berdenyut (Affandi 2002).

Hipoksia tidak boleh terjadi, karena berpengaruh terhadap proses fisiologi terutama oksidasi
biologis dalam hal pengadaan ATP. Untuk mengatasi supaya tidak terjadi hipoksia, maka di dalam
tubuh katak akan mengalami adaptasi fisiologis yaitu dengan cara meningkatkan frekuensi denyut
jantung. Peningkatan frekuensi denyut jantung diharapkan suplai darah yang mengandung O2 pada
tingkat jaringan dapat ditingkatkan sehingga kejadian hipoksia dapat dihindarkan. (Isnaeni 2006).

Dari penelitian yang dilakukan purnamasari, penelitian pertama yang dilakukan pada jantung
katak mengenai pengaruh suhu dan zat kimia terhadap jantung katak. Saat jantung katak diberi larutan
fisiologis (NaCI) sebanyak 3 tetes pada suhu kamar, jantung bekerja 79/menit, itu adalah kerja normal
jantung pada suhu normalnya. Setelah jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis pada suhu 00C - 100C
ternyata ritme jantung katak menurun menjadi 78/menit. Hal ini disebabkan oleh respon feed back
mechanism otot jantung yang bekerja lebih lambat untuk mempertahankan suhu normal jantung.
Begitu pula pada saat jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis dengan suhu 300C - 40°C. Jantung
bekerja lebih lambat menjadi 66/menit. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi pada
jantung. Karena seharusnya peningkatan suhu sebesar 1°C saja akan meningkatkan denyut jantung
sekitar 10 denyut per menit (Purnamasari 2019).

Begitu juga jumlah denyut jantung katak (Rana sp.) setelah dilakukan pengulangan sampai
tiga kali. Jumlah denyut jantungnya berbeda-beda. Pada pengulangan kedua pada suhu kamar jantung
bekerja 78/menit, itu adalah kerja normal jantung pada suhu normalnya. Setelah jantung diberi 3 tetes
larutan fisiologis pada suhu 00C - 100C ternyata ritme jantung katak meningkat menjadi 90/menit.
Begitu pula pada saat jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis dengan suhu 300C - 40°C. Jantung
bekerja lebih lambat menjadi 50/menit. Sedangkan pada pengulangan ketiga pada suhu kamar jantung
bekerja 85/menit, itu adalah kerja normal jantung pada suhu normalnya. Setelah jantung diberi 3 tetes
larutan fisiologis pada suhu 00C - 100C ternyata ritme jantung katak tetap yaitu masih 85/menit.
Begitu pula pada saat jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis dengan suhu 300C - 40°C. Jantung
bekerja lambat menjadi 75/menit (Purnamasari 2019).
Pada penelitian kedua dengan menggunakan larutan fisiologis (Saline) jumlah denyut
jantungnya tidak jauh berbeda saat menggunakan larutan fisiologis (NaCI). Saat jantung katak diberi
larutan fisiologis (Saline) sebanyak 3 tetes pada suhu kamar jantung bekerja 78/menit, itu adalah kerja
normal jantung pada suhu normalnya. Setelah jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis pada suhu 00C -
100C ternyata ritme jantung katak meningkat menjadi 86/menit. Begitu pula pada saat jantung diberi
3 tetes larutan fisiologis dengan suhu 300C - 40°C. Jantung bekerja lebih lambat menjadi 78/menit,
sama dengan jumlah denyut jantung pada suhu kamar (Purnamasari 2019)..

Begitu juga jumlah denyut jantung katak (Rana sp.) setelah dilakukan pengulangan sampai
tiga kali seperti pada larutan fisiologis NaCl. Jumlah denyut jantungnya juga berbeda-beda. Pada
pengulangan kedua pada suhu kamar, jantung bekerja 89/menit. Setelah jantung diberi 3 tetes larutan
fisiologis pada suhu 00C - 100C ternyata ritme jantung katak menurun menjadi 79/menit. Begitu pula
pada saat jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis dengan suhu 300C - 40°C. Denyut jantungnya tetap
yaitu 79/menit. Sedangkan pada pengulangan ketiga pada suhu kamar jantung bekerja 76/menit.
Setelah jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis pada suhu 00C - 100C ternyata ritme jantung katak
meningkat menjadi 85/menit. Begitu pula pada saat jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis dengan
suhu 300C - 40°C. Jantung bekerja lambat, menurun menjadi 68/menit (Purnamasari 2019). .

Pada masing-masing penelitian dengan menggunakan kedua larutan dan dilakukan masing-
masing tiga kali pengulangan, didapatkan jumlah denyut jantung katak (Rana sp.) berbeda-beda. Ada
yang denyut jantungnya meningkat, menurun dan tetap. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain adalah suhu larutan yang digunakan baik suhu dingin, normal dan panas tidak berada
dalam suhu yang stabil dan sifat jantung yang termolabil, dimana jantung dapat berubah denyutnya
karena pengaruh suhu lingkungan. Sebagai contoh kita berpindah dari daerah suhu panas ke daerah
bersuhu dingin, maka denyut jantung menurun. Jadi, pada suhu yang lebih panas, frekuensi denyut
jantung menjadi naik dan sebaliknya. Namun pada penelitian ini, teori dan hasil penelitian berbeda.
Hal ini bisa terjadi diakibatkan oleh larutan zat kimia yang didinginkan dan dipanaskan. Dimana pada
saat larutan zat kimia (NaCl dan Saline) didinginkan, airnya tetap dan tidak mengalami penguapan,
sedangkan pada saat larutan zat kimia (NaCl dan Saline) dipanaskan, airnya mengalami penguapan
sehingga airnya berkurang dan garam tetap (Purnamasari 2019)..

Proses Pembuatan Katak Deserebrasi Dan Spinal

Proses pembuatan katak spinal adalah dengan merusak cerebrum dan medulla oblongata
dengan menusukkan jarum penusuk otak kira-kira 3 cm atau 4 cm dan kemudian memutar jarum
untuk merusak tenunan sarafnya dan biarkan kembali dari shock. Proses pembuatan katak desebrasi
adalah dengan memotong dengan cepat otak katak secara melintang menurut suatu garis yang
menghubungkan tepi-tepi anterior dari kedua gendang telinga dengan menggunakan scalpel
(pisau bedah), kemudian menunggu selam10-15 menit agar katak bebas dari keadaan shock. Katak
deserebrasi masih memiliki tingkat kesadaran yang baik dan menurun kesadarannya ketika
sereberumnya dirusak. Kesadaran sudah hilang pada katak spinalis (Iqbal 2007).

Katak normal sewaktu diberikan perlakuan memperlihatkan respon yang baik, sedangkan
pada katak spinal masih memperlihatkan respon perlakuan yang cukup baik meskipun pada respon
keseimbangan badannya sudah menurun, sedangkan pada katak decebrasi, dimana yang dirusak
adalah jaringan serebelum dan medulla oblongata, tampak terlihat bahwa respon yang diberikan
nyaris tidak ada meskipun katak masih memberikan gerakan spontan namun aspek lainnya sudah
tidak ada respon yang ditimbulkan. Hal ini disebabkan karena fungsi dari serebelum dan medulla
oblongata telah dirusak sehingga kontrol terhadap gerak dan keseimbangan lainnya tidak berjalan
dengan baik.. Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara
sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka
gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Cerebrum pada amphibi mereduksi, karena
aktifitas otot relatif berkurang. Sedangkan medulla oblongata (sumsum lanjutan) berfungsi
menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum lanjutan juga
mempengaruhi refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi,
gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum lanjutan juga mengatur
gerak refleks yang lain (Iqbal 2007).

Otak dan medulla spinalis pada amphibi (katak), selain dilindungi oleh tengkorak dan ruas-
ruas tulang belakang, juga dilindungi oleh 2 lapisan selaput meninges. Dua lapisan meninges pada
amphibi dari luar ke dalam adalah duramatar (yang berupa jaringan ikat) dan pia-arakniod yang
vascular. Di antara dua lapisan tersebut terdapat spatium subdurale. Bila membran ini terkena infeksi
maka akan terjadi radang yang disebut meningitis (Iqbal 2007).

Pada otak amphibi (katak) terdapat bagian-bagian Lobus olfaktorius pada amphibi memiliki
trunckus bulbus olfaktorius); Otak besar yang terdiri atas sepasang hemispermiun serebri; Otak tengah
(mesensefalon) dimana thalamus amphibi terletak di bagian dorsal otak dan merupakan jembatan
antara serebrum dan mesenshefalon; Otak kecil pada amphibi mereduksi, karena aktifitas otot relative
berkurang; Sumsum lanjutan (medulla oblongata) yang berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medula spinalis menuju ke otak; dan Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) yang berfungsi
menghantarkan impuls sensori dari saraf perifer ke otak dan menyampaikan impuls motoris dari otak
ke saraf perifer. Selain itu juga merupakan pusat dari refleks (Iqbal, 2007).

Anatomi Bentuk Ruang Jantung Dan Percabangan Pembuluh Darah

Jantung katak terdiri-dari 3 ruangan yaitu 2 atrium telah terbagi dengan sempurna oleh
septum inter-uariculum menjadi atrium kiri dan kanan dan 1 ventrikel (Nawangsari 2010). Ruangan
jantung katak yang terdiri dari 1 ventrikel akan berpengaruh terhadap peredaran darahnya. Karena
darah yang datang dari seluruh tubuh kaya akan CO2 akan tercampur kembali dengan darah yang
datang dari paru-paru (pulmo) yang kaya akan O2. Peredaran darah seperti ini tidaklah efektif dan
efesien, karena selalu terjadi kombinasi lagi di ventrikel darah yang kaya O2 dengan CO2. (Campbell
dkk 2004). Peredaran darah seperti ini mempunyai pengaruh terhadap suplai O2 pada tingkat jaringan.
Tidak menutup kemungkinan akan terjadi hipoksia. Hipoksia adalah defesiensi O2 pada tingkat
jaringan (Ganong 2010).

Pada katak bagian jantung yang bertindak sebagai pemacu jantung adalah sinus venosus.
Katak dan amfibia lainnya mempunyai jantung berbilik tiga, dengan dua arteri dan satu ventrikel.
Ventrikel akan memompakan darah ke dalam sebuah arteri bercabang yang mengarahkan darah
melalui dua sirkuit: pulmokutaneuscircuit  mengarah ke jaringan pertukaran gas, dimana darah akan
mengambil oksigen sembari mengalir melalui kapiler. Darah yang kaya oksigen kembali ke atrium
kiri jantung, dan kemudian sebagian besar di antaranya dipompakan ke dalam sirkuit sistematik.
Sirkuit sistemik membawa darah yangkaya oksigen ke seluruh organ tubuh dan kemudian
mengembalikan darah yang miskin oksigen ke atrium kanan melalui vena (Afrianto 2014).

Darah katak tersusun dari plasma darah yang terang (cerah) dan berisi sel – sel darah
(korpuskula), yakni sel – sel darah merah, sel darah putih dan keeping sel darah. Jantung katak terdiri
dari sebuah bilik yang berdinding tebal dan letaknya disebelah posterior; dua buah serambi , yakni
serambi kanan (atrium dekster) dan serambi kiri (atrium sinister); sinus venosus yang berbentuk
segitiga dan terletak disebelah dorsal dari jantung; dan Trunkus arteriosus berupa pembuluh bulat
yang keluar dari bagian dasar anterior bilik (Anonim 2009).

Pada katak, terdapat pembuluh darah arteri yang berbentuk kecil serta aliran darah lebih
terang dan aliran keluarnya jantung. Hal ini sesuai dengan pendapat sonjaya (2013), yang menyatakan
bahwa arteri adalah pembuluh darah yang keluar dari jantung menuju kapiler. Bentuk bercabang-
cabang dan mempunyai ciri-ciri yaitu ukurannya lebih kecil dari vena, cairan yang ada di dalamya
kaya oksigen tapi miskin CO2 sehingga warna darahnya lebih terang. Pembuluh darah vena berukuran
lebih besar daripada arteri, alirannya lambat menuju jantung, serta warnanya lebih gelap karena
mengandung CO2 dan miskin oksigen.

Sistem peredaran darah terdiri dari jantung/cor, pembuluh darah (aorta, arterikapiler, vena),
dan darah. Jantung merupakan organ sebagai pemompa darah, sedangkan darah berfungsi sebagai
transportasi nutrient, oksigen, karbon dioksida, ampas metabolisme dan hormon (Ganong 2010).
Jantung katak (Rana sp.) terdiri dari tiga ruangan yaitu dua atrium dan satu ventrikel (Campbell
2004). Peredaran darah katak termasuk peredaran ganda dan tertutup. Peredaran darah pulmoner,
darah dipompa dari ventrikel masuk ke pulmo melalui arteri pulmonalis kemudian darah kaya
okesigen akan masuk kedalam atrium kiri. Peredaran darah sistemik, darah dipompa dari ventrikel
masuk ke aorta, arteri, kapiler, kemudian nutrisi dan oksigen disuplai pada sel. Darah kaya karbon
dioksida akan kembali ke jantung melalui venula, vena, dan vena kava, dan bermuara pada atrium
kanan (Campbell 2004). Dikatakan lebih lanjut oleh Radita (2012), peredaran darah semacam ini
dianggap tidak efektif dan efesien karena darah yang kaya oksigen tercampur dengan darah yang kaya
karbon dioksida di ventrikel.

Sistem peredaran darah pada katak merupakan sistem peredaran darah tertutup karena organ
sirkulasi darahnya sudah kompleks dimana darah mengalir dari jantung ke seluruh tubuh melalui
arteri dan kembali lagi ke jantung melalui vena. Hal ini sesuai dengan pendapat Budhisetiawan
(2009), bahwa sistem peredaran darah tertutup adalah sistem peredaran darah dimana darah mengalir
dari jantung ke seluruh tubuh melalui pembuluh arteri dan dari seluruh tubuh darah kembali ke
jantung melalui pembuluh vena.

Dalam sistem peredaran darah dikenal ada dua jenis peredaran darah, yaitu sistem peredaran
darah terbuka dan sistem peredaran darah tertutup. Sistem peredaran darah terbuka yaitu system
peredaran darah yang dapat langsung masuk ke dalam jaringan tubuh dan masuk kedalam pembuluh
getah bening dengan ujung yang terbuka. Sedangkan system peradaran darah tertutup yaitu sistem
peredaran darah yang selalu berada/melalui pembuluh darah, tidak pernah langsung masuk ke dalam
jaringan tubuh. Contohnya : semua golongan vertebrata, termasuk manusia (Budhisetiawan 2009).

Sistem peredaran darah pada katak, dimulai pada saat darah mula – mula berkumpul di sinus
venosus, dan kemudian karena adanya kontraksi maka darah akan masuk serambi kanan. pada saat itu,
darah yang mengandung O2, yang berasal dari paru-paru masuk ke serambi kiri. Bila kedua serambi
berkontraksi maka darah akan terdorong ke dalam bilik. Dalam bilik terjadi sedikit percampuran
darah yang kaya O2 dan miskin O2 (Sari 2009). Untuk selanjutnya, darah yang kaya O2 dalam bilik
dipompa melalui trunkus arteriosus menuju arteri hingga akhirnya sampai di arteri yang sangat kecil
(kapiler) diseluruh jaringan tubuh. Dari seluruh jaringan tubuh, darah akan kembali ke jantung
melewati pembuluh balik yang kecil (venula) dan kemudian ke vena dan akhirnya ke jantung,
sementara itu, darah yang miskin dipompa keluar melewati arteri konus tubular. Pada katak dikenal
adanya sistem porta , yaitu suatu sistem yang dibentuk oleh pembuluh balik (vena ) saja (Sari 2009).
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung sebagai pemompa dan pembuluh darah sebagai
saluran. Darah dipompakan oleh jantung ke dalam pembuluh darah dan akan disebarkan ke seluruh
tubuh dan kemudian kembali lagi ke jantung sebagai suatu sirkulasi (Halwatiah 2009).

DAPUS

Afrianto, Panji. 2011.  Blog Panji . Otot Jantung. http://panjiarfianto09.student.ipb.ac.id

Campbell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Jakarta: Erlangga

Ganong, F .G. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Hewan EGC.

Ganong, W.F. 2010. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 10. Terjemahan Adhi Dharma. ECG. Penerbit
Buku Kedokteran Jakarta.

Halwatiah. 2009. Fisiologi . Makassar: Alauddin press

Iqbal. 2007. System Syaraf. http://iqbalali.com.htm. Diakses pada 14 Maret 2021

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta, Kanisius.

Nawangsari, S. 2010. Zoologi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor.

Primawati, S. N. (2011). Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan II. Mataram: Laboratorium Biologi
IKIP Mataram.

Radita. 2012. Respirasi Pada Katak. Pustaka Pandani

Raneeta. (2009). Retrieved Maret 14, 2021, from tentang Jantung Katak website:
https://raneeta.wordpress.com/tentang-jantung-katak/

Anda mungkin juga menyukai