No. Absen : 14
Kelompok : 7 ( Tujuh)
KOTA BINJAI
2020-2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puncak keagungan semata hanya tertuju pada Allah SWT yang telah memberikan
kita nikmat dari segala nikmat sehingga penulis dapat menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa raga maupun hartanya
demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih dapat kita rasakan pada saat sekarang
ini.
Makalah yang berada di hadapan pembaca ini membahas “MODEL KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
ANAK PRA SEKOLAH Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pra Sekolah yang
diampu oleh Dr. Muhammad Yusuf, M.Pd. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan bagi kita semua.
Kepada para pembaca yang membahas makalah ini kami sampaikan terima kasih. Saran dan
kritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan demi
bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Aamiin ya Rabbal aalamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
Kesimpulan 8
DAFTAR PUSTAKA 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat
1-6, di mana pendidikan anak usia dini diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa yang dimaksud pendidikan usia
dini adalah:
“Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut”.
Sejak saat itulah, perkembangan pendidikan Anak Usia Dini tumbuh dengan pesat, baik secara kuantitas
maupun kualitas pelayanan pendidikannya. Pendidikan usia dini tidak hanya terbatas pada Taman
Kanak-Kanak (TK) sebagai pendidikan prasekolah formal, tetapi mencakup kegiatan lainnya, seperi
Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak, PAUD Sejenis dan lainnya. Kesadaran masyarakat untuk
memberikan pendidikan di usia dini mulai meningkat walaupun belum mencapai apa yang diharapkan.
Hal itu dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan TK dan SD, yang
mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD/TK baru mencapai 26,68%
dan sebagian besar pendidikan anak usia dini (PAUD) diselenggarakan oleh masyarakat (Swasta) yakni
sekitar 98,7%. Hal itu menyiratkan bahwa terdapat masalah-masalah yang harus dikaji lebih jauh di
antaranya masih lemahnya peran pemerintah dalam mengembangkan PAUD serta maih rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan di usia dini.
Selain itu, “ekspektasi” masyarakat yang terlalu tinggi terhadap aspek kemampuan kognitif anak
menyebabkan arah pengembangan pendidikan anak usia dini dewasa ini dianggap masih kurang tepat.
PAUD pada hakekatnya adalah pendidikan yang berusaha mengembangkan seluruh potensi anak baik
potensi kognitif, afektif maupun psikomotorik dengan cara-cara yang sesuai dengan masa
perkembangannya, di antaranya belajar sambil bermain.
Oleh karena itu, upaya memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat tentang komponen-
komponen pendidikan anak usia dini perlu dilakukan. Komponen PAUD antara lain meliputi prinsip-
prinsip dasar PAUD, kurikulum, proses pembelajaran dan evaluasi. Kajian terhadap komponen-
komponen PAUD perlu dilakukan untuk lebih memahami hakekat PAUD itu sendiri, sehingga bagi
pendidik anak usia dini proses pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan kaidah-kaidah
pendidikan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menilai pembahasan terhadap kurikulum PAUD perlu
dilakukan baik melalui kajian kepustakaan maupun pengalaman penulis dalam mengelola program
PAUD. 1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum matapelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum
mata pelajaran terpisah (separated subject currikulum) berarti kurikulumnya dalam bentuk
matapelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan matapelajaran lainnya.
Konsekuensinya, anak didik harus semakin banyak mengambil mata pelajaran.
Tyler dan Alexandermenyebutkan bahwa jenis kurikulum ini digunakan dengan scool subject, dan sejak
beberapa abad hingga saat ini pun masih banyak didapatkan di berbagai lembaga pendidikan. Kurikulum
ini terdiri dari matapelajaran-matapelajaran yang tujuan pelajarannya adalah anak didik harus
menguasai bahan dari tiap-tiap matapelajaran yang telah ditentukan secara logis, sistematis, dan
mendalam (Soetopo & Soemanto, 1993: 78).[7]
Kurikulum matapelajaran dapat menetapkan syarat-syarat minimum yang harus dikuasai anak, sehingga
anak didik bisa naik kelas. Biasanya bahan pelajaran dan textbook merupakan alat dan sumber utama
pelajaran. Kurikulum matapelajaran atau subject curriculum terdiri dari matapelajaran (subject) yang
terpisah-pisah, dan subject itu merupakan himpunan pengalaman dan pengetahuan yang
diorganisasikan secara logis dan sistematis oleh para ahli kurikulum (experts).
2. Correlated Curriculum
Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah matapelajaran dihubungkan antara yang satu
dengan yang lain, sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas. Sebagai contoh, pada
matapelajaran fiqh dapat dihubungkan dengan matapelajaran Al-Quran dan Hadist. Pada saat anak didik
mempelajari shalat, dapat dihubungkan degan pelajaran Al-Quran (surat Al-Fatihah, dan surat lainnya)
dan hadist yang berhubungan dengan shalat, dan lain sebagainya.
Masih banyak cara lain menghubungkan pelajaran dalam kegiatan kurikulum. Korelasi tersebut dengan
memerhatikan tipe korelasinya, yakni:
b. Korelasi etis, yang bertujuan mendidik budi pekerti sehingga konsentrasi pelajarannya dipilih
pendidikan Agama. Misalnya pada Pendidikan Agama itu dibicarakan cara-cara menghormati: tamu,
orang tua, tetangga, kawan, dan lain sebagainya.
c. Korelasi sistematis, yang mana korelasi ini biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya: bercocok
tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
Kurikulum Broad Fields kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander menybutkan
dengan sebutan The Broad Fields of Subject Matter. Broad Fields menghapuskan batas-batas dan
menyatukan matapelajaran (subject matter) yang berhubungan erat. Hilda Taba mengatakan bahwa The
broad fields curriculum is essentially an effort to automatization of curriculum by combining several
specific areas large fields (The broad fieldscurriculum adalah usaha meningkatkan kurikulum dengan
mengombinasikan beberapa matapelajaran). Sebagai contoh: sejarah, geografi, ilmu ekonomi, dan ilmu
politik disatukan menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Phenik adalah orang yang mencetuskan tipe organisasi broad fields ini. Keinginan Phenik adalah agar
pendidik mengerti jenis-jenis arti perkembangan kebudayaan yang efektif; mengerti manfaat yang
didapakan dari berbagai ragam disiplin ilmu; dan upaya mendidik anak agar menghasilkan suatu
masyarakat yang civilized (beradab).
Phenik mengemukakan lima dasar logikanya yang kemudian menghasilkan ilmu broad fields berikut:
Soetopo & soemanto (1993: 78) mengemukakan bahwa keunggulan kurikulum broad fields adalah
adanya kombinasi matapelajaran sehingga manfaatnya akan semakin dirasakan, dan memungkinkan
adanatapelajaran sehingga manfaatnya akan semakin dirasakan, dan memungkinkan adanya
matapelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar serta generalisasi.
Sedangkan kelemahannya adalah hanya memberikan pengetahuan secara sketsa, abstrak, dan kurang
logis dari satu matapelajaran. 8
4. Integrated Curriculum
Kurikulum terpadu (integrated curriculum) merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan
pelajaran dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada
masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin atau
matapelajaran.
Kurikulum jenis ini membuka kesempatan yang lebih banyak untuk melakukan kerja kelompok,
masyarakat dan lingkungan sebagai sumber belajar, mementingkan perbedaan individual anak didik, dan
dalam perencanaan pelajaran siswa diikutsertakan. Kurikulum terpadu sangat menguntamakan agar
anak didik dapat memiliki sejumlah pengetahuan secara fungsional dan mengutamakan proses
belajarnya. Yang dimaksudkan cara memperoleh ilmu secara fungsional adalah karena ilmu tersebut
dikelompokkan berhubungan dengan usaha memecahkan masalah yang ada. Sebagai contoh, dengan
belajar membuat, anak didik sekaligus mempelajari hal-hal lain yang berkaitan dengan listrik, siaran,
penerimaan, dan sebagainya (Nasution, 1993: 111).
Integrated Curriculum mempunyai ciri yang sangat fleksibel dan tidak menghendaki hasil belajar yang
sama dari semua anak didik. Guru, orangtua, dan anak didik merupakan komponen-komponen yang
bertanggung jawab dalam proses pengembangannya. Di sisi lain, kurikulum ini juga mengalami
kesulitan-kesulitan bagi anak didik, terutama apabila dipandang dari ujian atau tes akhir atau tes masuk
yang uniform. Sebagai persiapan studi perguruan tinggi yang memerlukan pengetahuan yang logis dan
sistematis, kurikulum jenis ini akan mengalami kekakuan. Meskipun demikian, selama percobaan
delapan tahun (1932-1940) dengan kurikulum terpadu ini, anak didik dapat mengikuti pelajaran dengan
baik dan tidak kalah dengan prestasi anak didik lain yang menggunakan kurikulum konvesional, dan
justru mereka memiliki nilai tambah dalam hal perkembangan dan kemantapan kepribadian serta dalam
aktivitas sosial kemasyarakatan.9
D. Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dijelaskan oleh Hendyat Soetopo dan Soemanto (1986) membagi fungsi kurikulum
menjadi 7 bagian yaitu:
1. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Maksudnya bahwa kurikulum
merupakan suatu alat atau usaha untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh
sekolah yang dianggap cukup tepat dan penting untuk dicapai. Dengan kata lain bila tujuan yang
diinginkan tidak tercapai maka orang cenderung untuk meninjau kembali alat yang digunakan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Maksudnya kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yang disiapkan untuk siswa sebagai salah satu
konsumsi bagi pendidikan mereka dengan begitu diharapkan akan mendapat sejumlah pengalaman baru
yang kelak kemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak.
a) Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar bagi anak didik.
b) Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak dalam rangka
menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan .
Dalam arti: pertama sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi yaitu memperbaiki situasi
belajar, kedua sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam menciptakan situasi untuk
menunjang situasi belajar anak kearah yang lebih baik, ketiga sebagai pedoman dalam melaksanakan
fungsi supervisi dalam memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki situasi mengajar, keempat
sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut, kelima sebagai pedoman untuk
mengadakan evaluasi pengajuan kemajuan belajar mengajar.
Maksudnya orang tua dapat turut serta dalam memajukan putra putrinya, bantuan orang tua ini dapat
melalui konsultasi langsung sedangkan sekolah atau guru dana dan sebagainya.
Sekurang-kurangnya ada dua hal yang bisa dilakukan dalam fungsi ini yaitu pemakai lulusan ikut
memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja
sama dengan pihak orang tua atau masyarakat dan ikut memberikan kritik dan saran yang membantu
dalam rangka menyempurnakan progam pendidikan disekolah agar bisa lebih serasi dengan kebutuhan
masyarakat dalam bekerja. 11
1. Silabus
Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan
penilaian hasil belajar. Silabus harus disusun secara sistematis dan berisi komponen-komponen yang
saling berkaitan untuk memenuhi target pencapaian Kompetensi Dasar.
c. Bagaimana cara mengetahui bahwa kompetensi tersebut telah dikuasai anak didik?[12]
2. Perencaaan Semester
Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yang berisi jaringan-jaringan tema yang ditata
secara urut dan sistematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk setiap jaringan tema dan sebarannya
kedalam semester 1 dan 2.
b. Pilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelompok
dalam satu semester.[13]
· Tema
Tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.
Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan
yang utuh, memperkaya perbendaharaan anak didik, dan membuat pembelajaran lebih bermakna.
Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
· Prinsip pemilihan tema
Ø Kedekatan, artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema yang terdekat dengan kehindupan anak
kepada tema yang semakin jauh dari kehidupan anak.
Ø Kesederhanaan, artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana kepada tema-
tema yang lebih rumit bagi anak.
Ø Kemenarikan, artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang menarik minat anak.
Ø Keinsidentalan, artinya peristiwa atau kejadian disekitar anak (sekolahan) yang terjadi pada saat
pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran walaupun tidak sesuai dengan
tema yang dipilih pada hari itu.
Ø Mengidentifikasi tema yang sesuai denagan hasil belajar dan indikator dalam kurikulum.
Ø Menjabarkan tema kedala sub-sub tema agar cakupan tema tidak terlalu luas.
Dalam dunia pendidikan pra sekolah perkembangan anak merupakan hal yang harus diperhatikan
karena perkembangan anak secara lanjut akan menentukan proses pembelajaran anak tersebut di
jenjang selanjutnya.
Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian anak, karena kepribadian membentuk satu
kesatuan yang terintegrasi. Secara umum dapat dibedakan beberapa aspek utama kepribadian anak,
yaitu aspek intelektual (kecerdasan/ kognitif), sosial, emosional, bahasa, dan keagamaan.
Perkembangan dari tiap aspek kepribadian tidak selalu bersama-sama atau sejajar, perkembangan
sesuatu aspek mungkin mendahului atau mungkin juga mengikuti aspek lainnya. Pada awal kehidupan
anak, yaitu pada saat dalam kandungan dan tahun-tahun pertama kehidupan, perkembangan aspek fisik
dan motorik sangat menonjol.
Selama sembilan bulan dalam kandungan, ukuran fisik bayi berkembang dari seperduaratus milimeter
menjadi 50 sentimeter panjangnya. Selama dua tahun pertama, bayi yang tidak berdaya pada awal
kelahirannya, telah menjadi anak kecil yang dapat duduk, merangkak, berdiri, bahkan pandai berjalan
dan berlari, bisa memegang dan mempermainkan berbagai benda atau alat.
Adapun menurut Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif bagi anak dibagi menjadi dalam 4
fase yaitu:
a) Fase sensori Motor, yaitu rentang usia 0-2 tahun. Pada rentang usia tersebut, anak berinteraksi
dengan dunia sekitar melalui panca indra. Dimulai dari gerakan reflex yang dimiliki sejak lahir,
menghisap, menggenggam, melihat, melempar hingga pada akhir usia 2 tahun anak sudah dapat
menggunakan satu benda dengan tujuan berbeda. Dapat berfikir kompleks seperti bagaimana cara
untuk mendapatkan suatu benda yang diinginkan dan melakukan apa yang diinginkannya dengan benda
tersebut.
b) Fase Pra Operasional, yaitu pada rentang usia 2-7 tahun. Fase ini merupakan masa permulaan anak
untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak
belum stabil dan belum terorganisir secara baik.[16] Dalam masa ini, imajinasi anak juga mulai
berkembang sehingga mereka sering melakukan imitasi atau meniru perilaku orang lain dengan
menggunakan benda-benda di lingkup sekitarnya sebagai hal-hal lain yang mereka kenal dalam ruang
lingkup yang lebih luas.[17] Fase ini dibagi menjadi 3 sub fase berpikir:
· Berpikir secara simbolik (2-4 tahun),yaitu kemampuan berpikir tentang objek dan peristiwa secara
abstrak.Anak sudah dapat menggambarkan objek yang tidak ada dihadapannya.
· Befikir secara egosentris (2-4 tahun), anak melihat dunia dengan perspektifnya sendiri, menilai
benar/tidak berdasarkan sudut pandang sendiri, sehingga anak belum dapat meletakkan cara
pandangnya dari sudut pandang orang lain.
· Berfikir secara intuitif (4-7 tahun), yaitu kemampuan anak untuk menciptakan sesuatu
(menggambar/menyusun balok), tetapi tidak mengetahui alasan pasti mengapa melakukan hal tersebut.
Pada usia ini anak sudah dapat mengklasifikasikan objek sesuai dengan kelompoknya.
c) Fase Operasi Konkret (7-12 tahun), anak sudah punya kemampuan berfikir secara logis dengan
syarat objek yang menjadi sumber berfikir tersebut hadir secara konkret. Anak dapat mengklasifikasikan
objek, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutannya, memahami cara pandang orang lain dan
berfikir secara deduktif.
d) Fase Operasi Formal (12 tahun), anak dapat berfikir secara abstrak seperti kemampuan
mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, melakukan proses berfikir ilmiah yaitu
mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.[18]
3. Aspek Bahasa
Aspek bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan suara, berlanjut dengan meraban. Pada
awal masa sekolah dasar berkembang kemampuan berbahasa sosial yaitu bahasa untuk memahami
perintah, ajakan serta hubungan anak dengan teman-temannya atau orang dewasa. Bahasa merupakan
alat untuk berpikir dan berpikir merupakan suatu proses melihat dan memahami hubungan antar hal.
Bahasa juga merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi berlangsung
dalam suatu interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan kemampuan berbahasa juga berhubungan
erat dan saling menunjang dengan perkembangan kemampuan sosial. Perkembangan bahasa yang
berjalan pesat pada awal masa sekolah dasar mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja.
Aspek ini berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (13-14 tahun) dan remaja tengah (15-16
tahun). Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi
rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah,
rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa akrab
bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir yaitu
pada usia 18-21 tahun.[20]
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian
ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan
pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini. Menurut
Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink di antaranya instink keagamaan.
Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang
kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna.
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak itu melalui beberapa fase (tingkatan),
yaitu:
Tingkatan ini dimulai anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkat ini konsep mengenai Tuhan lebih
banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-
Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak
dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep
fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongengyang kurang masuk akal.
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada
masa ini ide ke Tuhanan anak sudah memcerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada
kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari
orang dewasa lainnya.
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan
usia mereka. Konsep keagamaan yang individalistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
· Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
· Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal.
· Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka
dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkat dipengaruhi oleh faktor intern yaitu
perkembangan usia dan faktor ektern berupa pengaruh luar yang dialaminya. 21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Correlated Curriculum
4. Integrated Curriculum
Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dijelaskan oleh Hendyat Soetopo dan Soemanto (1986) membagi fungsi kurikulum
menjadi 7 bagian yaitu:
1. Silabus
2. Perencanaan Semester
b. Pilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelompok
dalam satu semester.
· Tema
Aspek-aspek Perkembangan Anak pra sekolah berkenaan dengan keseluruhan kepribadian anak, karena
kepribadian membentuk satu kesatuan yang terintegrasi. Secara umum dapat dibedakan beberapa
aspek utama kepribadian anak, yaitu aspek intelektual (kecerdasan/ kognitif), sosial, emosional, bahasa,
dan keagamaan.
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah
selanjutnya. Kami minta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan isi makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
hlm. 65-67.
http://paudbook.blogspot.com/2012/01/aspek-aspek-perkembangan-anak
usia-dini.html
hlm. 45.
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm.121.