Safira Azka Rahmani Suwondo - Praktikum Proses Thermal
Safira Azka Rahmani Suwondo - Praktikum Proses Thermal
Tanggal Praktikum
Novy :Lestari
17 Februari
Irawan2021
Tanggal Pengumpulan240210180118
: 25 Februari 2021
PEMBAHASAN
Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Bahan pangan
didapatkan dari berbagai sumber seberti hewani dan nabati. Sumber pangan tersebut
memiliki karakter yang beragam, ada yang bisa dikonsumsi dalam kondisi mentah,
ada pula yang tingkat kerusakannya tinggi sehingga harus diolah terlebih dahulu
supaya aman untuk dikonsumsi juga meningkatkan daya simpan. Salah satu jenis
pengolahan pangan adalah proses thermal.
Proses thermal adalah pengolahan pangan dengan suhu dengan berbagai
variasi suhu dan waktu. Proses termal dalam suatu pengolahan pangan bertujuan
untuk memperpanjang keawetan produk pangan dengan membunuh mikroba
pembusuk dan patogen, memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk,
meningkatkan daya cerna protein dan karbohidrat, dan menghancurkan komponen-
komponen yang tidak diperlukan. Proses termal yang berlebihan dapat merusak
komponen gizi dan menurunkan mutu sensori produk (Yuswita, 2014).
1. Blansing
Blansing merupakan suatu proses thermal yang biasa digunakan pada
sayuran yang berfungsi untuk inaktivasi enzim (Kamisiati, 2020). Blansing
bertujuan untuk menginaktivasi enzim terutama enzim penyebab browning,
menurunkan jumlah mikroba, mempercepat pengeringan, menghilangkan residu
pestisida yang menyebabkan pembusukan maupun penurunan mutu pada sayuran
sebelum sayuran diproses lebih lanjut (Fellows, 2017)
Proses ini berjalan dalam waktu yang singkat dan menggunakan air atau uap
panas. Blansing dilakukan dengan mencelupkan buah atau sayur pada air mendidih
Nama asisten : Nada Renata Havad
Tanggal Praktikum
Novy :Lestari
17 Februari
Irawan2021
Tanggal Pengumpulan240210180118
: 25 Februari 2021
atau mengukus selama 3-5 menit dengan suhu kurang dari 100oC (Syah, Dahrul,
2012). Suhu dan wkatu yang digunakan dalam proses blansing ditentukan oleh
berbagai faktor seperti jenis dan ukuran sayur dan buah serta metode yang
digunakan (Fellow, 2000). Proses blansing yang berlebihan akan menyebabkan
produk kehilangan warna, aroma, dan komponen nutrisi karena komponen-
komponen tersebut rusak atau terlarut ke dalam media pemanas (pada proses
blansing dengan air panas atau steam) (Nursani, 2008). Setelah perebusan atau
pengukusan, sampel harus didinginkan untuk menghentikan proses pemasakan dan
menghindari kondisi over cooked. Pendinginan dapat dilakukann dengan uap
dingin, air dingin atau air es (Asgar, 2008).
Sampel yang disunakan dalam praktikum proses thermal metode blansing
adalah kubis, wortel, buncis dan tomat. Sebelum dikukus dan direbus sayuran
dicuci dan dipotong terlebih dahulu, pemotongan dilakukan untuk mempermudah
proses pemasakan bahan. Kubis diiris tipis dengan ukuran 3mm kemudian direbus
selama 30 detik dan dikukus selama 1,5 meit. Wortel dipotong dadu kemudian
direbus selama 3 menit dan diekukus selama 4 menit. Buncis dipotong dengan
ukuran 2 cm kemudian direbus selama 2 menit dan dikukus selama 3 menit. Tomat
utuh direbus selama 1 menit dan dikukus selama 2 menit. Waktu yang dibutuhkan
dalam proses blansing beragam karena disesuaikan dengan karakteristik sayuran
yang diamati. Sayuran yang telah direbus atau dikukus selanjutnya direndam dalam
air es selama 3 menit.
Blansing mengakibatkan perubahan sifat dari bahan seperti warna, tekstur
dan aroma. Berikut data hasil pengamatan proses thermal blansing pada sample
kubis, wortel, buncis dan tomat :
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu proses thermal yang dilakukan pasa suhu kurang
dari 100oC untuk memperpanjang umur simpan dengan cara membunuh
mikroorganisme pathogen dalam bahan. Suhu yang rendah membuat kandungan
gizi produk masih terjaga dengan baik (Sukasih, 2009). Proses ini hanya akan
membunuh bakteri pathogen, tetapi tidak dapat membunuh spora bakteri.
Pasteurisasi biasa dilakukan pada bahan-bahan yang sifatnya tidak tahan panas
seperti susu (Herendra, 2009). Proses pasteurisasi harus dilanjutkan dengan proses
pendinginan karena sifat akhir yang tidak steril, maka bahan harus tetap
dipertahankan pada suhu dingin untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan
mencegah denaturasi protein (Widodo, 2010).
Pada praktikum kali ini sample yang digunakan adalah susu sapi. Susu
adalah cairan putih ynag berasal dari kelenjar mamae pada mamalia ebtina yang
digunakan sebgai sumber nutrisi anaknya (Winarno, 1993). Susu memilki
kandungan kalsium ynag tinggi, sehingga merupakan sumber kalsium terbaik.
Selain itu, susu juga memiliki kandungan laktosa yang berfungsi untuk memebantu
absorpsi susu pada saluran cerna. Susu juga memiliki nutrisi lainnya seperti protein,
fosfor, vitamin A dan vitamin B1 (Almatsier, 2002).
Bakteri perusak pada susu memiliki jenis saprofit dan pathogen. Bakteri
saprofit dapat merusak fisik susu dan mempercepat pembusukkan, sedangkna
bakteri pathogen dapat membawa dan menularkan penyakit. Bakteri saprofit
diantaranya yaitu E. Coli, Aerobacter Aerogenes, Clostridium, Sarcina dan
Pseudomonas. Sedangkan bakteri pathogen pada susu diantaranya yaitu
Streptococcus, Pyrogenes, S. Aureus dan S. Thyphosa. Kontaminasi bakteri tersebut
umumnya berasal dari dalam puting, di luar puting, dan dari permukaan peralatan
penanganan dan penyimpanan susu (Wallace, 2008).
Pasteurisasi terbagi menjadi berbagai jenis. Proses pasteurisasi HTST (High
Temperature Short Time) dilakukan pada suhu minimum 72°C selama 15 detik,
metode ini disarankan untuk continuous flow pasteurization. Sedangkan LTLT
(Low Temperature Long Time) dilakukan pada suhu minimum 63°C selama 30
menit dan dinilai cocok untuk batch pasteurization. Selain itu juga dikenal 2 (dua)
Nama asisten : Nada Renata Havad
Tanggal Praktikum
Novy :Lestari
17 Februari
Irawan2021
Tanggal Pengumpulan240210180118
: 25 Februari 2021
jenis pasteurisasi lainnya yitu Ultra pasteurization dan UHT (Ultra Hight
Temperature) pasteurization. Ultra pasteurization merupakan pemanasan susu
pada suhu yang tinggi, sampai 280° F (138°C) selama 2 detik dengan pertimbangan
kemasan yang umumnya kurang kuat sehingga produk susu pasteurisasi ini harus
segera didinginkan selama penyimpanan. Ultra-High-Temperature (UHT)
Pasteurization adalah pemanasan susu pada suhu yang lebih tinggi lagi yaitu pada
suhu 280°- 302°F (138°-150°C), selama 1-2 detik. Produk susu ini umumnya
dikemas dalam keadaan steril, dengan kemasan berlapis hermatis sehingga dapat
disimpan tanpa pendinginan selama penyimpanan (Budiyono, 2009).
Pasteurisasi dilakukan dengan cara dituangkannya 500 ml susu pada bakn
stailess kmeudian dipanaskan diatas air mendidih sambil diamati suhunya hingga
suhu tertentu kemudian ditahan selama beberapa waktu bergantung dengan jenis
pasteurisasi yang digunakan. Untuk jenis LTLT susu dipanaskan pada suhu 60oC
dan ditahan selama 30 menit sedangkan pada HTST susu dipanaskan hingga suhu
75oC selama 15 detik. Susu kemudian didinginkan hingga suhu 40oC kemudian
dimasukan ke dalam jar di disimpan dalam lemari es. Penyimpanan suhu dingin
dilakukan untuk menghindari pertumbuhan bakteri pada susu. Berikut hasil
pengamatan yang dilakukan selama praktikum :
3. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses thermal untuk memperpanjang umur
simpan produk dengan cara mematikan seluruh mikroorganisme (Cahyani, 2014).
Sterilisasi pada bahan pangan biasa disebut sterilisasi komersiasl. Sterilisasi
komersial pada dasarnya adalah membunuh semua mikroorganisme yang ada dalam
bahan pangan, termasuk semua mikroba patogen dan organisme penghasil toksin
(racun). Dalam beberapa keadaan spora tahan panas sangat sulit dihilangkan tetapi
tidak akan berkembang biak selama makanan tersebut disimpan. Sterilisasi
biasanya dilakukan bersamaan dengan pengemasan aseptis seperi pengalengan.
Bahan pangan bersipat steril selama masih dalam kemasan.
Sterilisasi komersial dilakukan dengan cara pemanasan suhu tinggi dalam
periode waktu yang cukup lama, sehingga tidak ada lagi mikroorganisme yang
hidup pada suhu penyimpanan normal. Indikator proses sterilisasi yang optimal
umumnya dilakukan dengan memastikan C. botulinum dapat mati. Dengan
demikian, mikroba lain yang kurang tahan panas akan otomatis mati apabila C.
botulinum berhasil dibunuh (Yuswita, 2014).
Sample yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah wortel. Sample
wortel dipotong kemudian diblansing terlebih dahulu untuk mematikan enzim pada
Nama asisten : Nada Renata Havad
Tanggal Praktikum
Novy :Lestari
17 Februari
Irawan2021
Tanggal Pengumpulan240210180118
: 25 Februari 2021
bahan. Selain itu, pre-treatment berupa blansing juga bertujuan untuk mengurangi
jumlah mikroorganisme, mencegah pencoklatan dan mempertahankan warna bahan
pangan (Roy et al., 2009). Wortel yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke
dalam jar dan ditambahkan dengan air garam 2%. Garam dapat menahan
pertumbuhan mikroorganisme pada bagian yang terkontaminasi, mempengaruhi
water activity subtract dan dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme
(Widaningrum, 2007).
Jar tidak boleh diisi penuh oleh wortel dan air garam, melainkan harus
disisakan bagian kosong pada bagian atas jar atau biasa disebut dengan head space.
Head space berfungsi untuk memberikan ruang pemuaian bahan ketika sterilisasi
berlangsung. Head space yang terlalu kecil menyebabkan waktu pengolahan lebih
lama karena menurunnya kecepatan pindah panas namun head space yang terlalu
besar juga dapat mengakibatkan perubahan warna, dan rasa bahan pangan akibat
adanya oksidasi (Trianto dan Akbarsyah, 2007).
Jar kemudian dipanaskan dalam keadaan tutup yang terbuka. Proses ini
dinamakan exhausting yang bertujuan untuk mengeluarkan udara dalam kemasan
dan mengurangi tekanan dalam jar. Udara yang keluar tersebut kemudian akan
tertampung dalam headspace (Lopez, 1981). Selain bertujuan untuk menghilangkan
udara, exhausting bertujuan untuk mengurangi kemungkinan kemasan pecah
sealam sterilisiasi, menjaga kandungan vitamin C dan mengurangi kehidupan
bakteri anaerob (Murniyati dan Sunarman, 2000). Jar kemudian ditutup selagi
panas.
Sterilisasi dilakukan secepat mungkin detelah jar ditutup. Jar yang dibiarkan
terlalu lama sebelum proses sterilisasi akan mengakibatkan produk terkontaminasi
dengan banyak mikrooganisme. Sterilisas dilakukan menggunakan autoclave
denagn suhu 121oC selama 30 menit. Menurut Hayiyadi et al., (2006) suhu standar
sterilisasi adalah 121,1oC.
Setelah proses sterilisasi, jar segera didinginkan menggunakan air mengalir
hingga suhu 40oC. Pendinginan cepat ini bertujuan untuk mencegah overcooking
dan mencegah tumbuhnya bakteri termofilik (Hudaya, 2008). Pendinginan yang
lambat akan mengakibatkan bahan terlalu masak atau over cook sehingga tekstur
Nama asisten : Nada Renata Havad
Tanggal Praktikum
Novy :Lestari
17 Februari
Irawan2021
Tanggal Pengumpulan240210180118
: 25 Februari 2021
dan cita rasanya akan rusak (Adawyah, 2008). Berikut hasil pengamatan sterilisasi
terhadap wortel :
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum pengolahan bahan pangan dengan proses thermal
adalah:
1. Blansing dapat menginaktivasi enzim sehingga sampel sayuran memiliki warna
yang lebih baik. Aroma sampel menjadi lebih kuat serta teksturnya menjadi
lunak
2. Pasteurisasi dapat mematikan bakteri pathogen pada susu. Pasteurisasi terdiri
dari 2 macam yaitu LTLT dan HTST. Susu pasteurisasi memiliki arima yang
lebih kuar serta warna menjadi sedikit kekuningan
3. Sterilisasi dapat membunuh semua mikroorganisme dalam bahan. Sterilisasi
biasnya dikaukan bersamaan dengan pengemasan steril. Sampel wortel setelah
pasteurisasi mengalami penuruna pH dan terstur menjadi lunak.
Nama asisten : Nada Renata Havad
Tanggal Praktikum
Novy :Lestari
17 Februari
Irawan2021
Tanggal Pengumpulan240210180118
: 25 Februari 2021
Daftar Pustaka
Adawyah, Rabiatul. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Edisi Pertama. Jakarta
: PT. Bumi Aksara.
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Asgar, A., & Musaddad, D. (2008). Pengaruh media, suhu, dan lama blansing
sebelum pengeringan terhadap mutu lobak kering. Jurnal
Hortikultura, 18(1).
Lopez, A. 1981. A Complete Course in Canning. The Canning Trade Inc. Maryland.
Roy, M.K. et al. (2009). Steam Processed Broccoli (Brassica oleracea) has Higher
Antioxidant Activity In Chemical and Cellular Assay Systems. Food
Chemistry. 114: 263-269.
Nama asisten : Nada Renata Havad
Tanggal Praktikum
Novy :Lestari
17 Februari
Irawan2021
Tanggal Pengumpulan240210180118
: 25 Februari 2021
Sukasih, E., Prabawati, S., Hidayat, T., & Rahayuningsih, M. (2009). Optimasi
kecukupan panas pada pasteurisasi santan dan pengaruhnya terhadap mutu
santan yang dihasilkan. J Pascapanen, 6(1), 34-42.
Sun, H., Wang, L., Ai, L., Liang, S., & Wu, H. (2006). A sensitive and validated
method for determination of melamine residue in liquid milk by reversed
phase high-performance liquid chromatography with solid-phase
extraction. Food Control, 21(5), 686-691.
Trianto, Hari Eko dan Akbarsyah, Teuku Muamar Indra. 2007. Pengalengan Ikan
Tuna Komersial. Squalen Vol. 2 No. 2.
Widodo, D.S., dan Lusiana (2010), Kimia Analisis Kuantitatif: Dasar Penguasaan
Aspek Eksperimental, Graha Ilmu, Yogyakarta.