Anda di halaman 1dari 81

TUGAS MINGGU II- KEPERAWATAN JIWA PSIKOSOSIAL

DESY YEMINA SARTIKA


012041017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXV


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
2020
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

Tanggal masuk RS : 06 Oktober 2020


Tanggal Pengkajian : 02 November 2020
Diagnosa Medik : Diabetes Miletus dan Covid-19
I. IDENTITAS
1. Nama asien (insial) : Ny. N
2. Umur : 42 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status Perkawinan : Menikah
5. Orang yang Berarti : Suami dan Anak
6. Pekerjaan : Berdagang
7. Pendidikan : SMA
8. Penampilan : Rapi

II. PERSEPSI DAN HARAPAN


1. Pasien :
Klien mengatakan menderita sakit berat, klien mengatakan kondisi yang di
rasakan saat ini sangat mengganggu aktifitasnya. Klien mengatakan sudah dirawat
selama 1 bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat di rumah sakit dengan
penyakit yang sama, namun tidak separah yang sekarang. Klien ingin sembuh dan
bisa bekerja lagi mencari uang karena setiap hari klien harus menjalani
pengobatan, klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya karena kondisi
tubuh yang sekarang, merasa tidak berguna lagi untuk keluarganya (suami dan
anak-anaknya), Klien merasa lelah dan ada keinginan untuk berhenti berobat dan
klien merasa ingin mati saja, klien mengatakan tidak nyaman berada di dekat
orang lain karena takut tidak diterima, klien juga takut tidak diterima oleh
keluarga terdekatnya, klien sulit untuk tidur karena merasa cemas dengan
keluarganya di rumah. Jarak dari rumah klien kerumah sakit cukup jauh dan
klien harus naik kendaraan umum. Klien takut penyakitnya tidak bisa sembuh.
Klien tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya. Klien ingin mendapatkan
bantuan untuk mengatasi masalahnya. Klien tampak pasrah dengan penyakitnya,
dan hanya mengikuti prosedur keperawatan rumah sakit
2. Keluarga :
Komunikasi antar keluarga baik, saat keluarga mengetahui penyakit yag di derita
pasien sangat panik dan cemas akan tetapi suami pasien dan keluarga selalu
mensupport pasien. Keluarga mengatakan sakit adalah takdir, keluarga ikhlas
menerimanya. Menurut anak klien ayah nya tidak bisa mengantar karena harus
mencari nafkah dengan berdagang. Keluarga sangat berharap klien mau mengikuti
semua anjuran dokter supaya klien bisa segera sembuh dengan menyelesaikan
pengobatan di Rumah Sakit.

III. STATUS MENTAL


1. Emosi
Suasana hati yang menonjol saat dilakukan pengkajian adalah klien tampak cemas
dan putus asa, ekspresi wajah klien terlihat murung. Pasien mengatakan kadang-
kadang tidak bisa menahan emosi nya dan suka melamun didalam kamar. Klien
menjawab setiap pertanyaan dengan jelas, namun kadang-kadang klien terdiam
dan menghela nafas . sebelum melanjutkan kembali menjawab pertanyaan

2. Konsep Diri
Saat ini klien merasa menjadi beban bagi keluarganya. Sebagai istri klien tidak
bisa membantu suami untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Klien merasa
sedih dan lebih banyak murung. Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada
prosedur keperawatan rumah sakit

3. Pola Interaksi
Menurut keluarga Klien adalah seorang yang humoris. Dirumah klien biasa
berintetraksi dengan tetangga. Namun sejak sakit klien lebih banyak berdiam diri
menghabiskan waktu dikamar. Dan selama di Rumah Sakit Klien berinteraksi
dengan perawat dan teman nya sangat baik

4. Gaya Komunikasi
Klien bersedia menjawab seluruh pertanyaan, namun klien terlihat murung saat
berkomunikasi. Klien saat di ajak berbicara terlihat sedih ekspresi muka tegang
dan gelisah, kontak mata ada dan klien terlihat bingung.
IV. LATAR BELAKANG STATUS SOSIAL-BUDAYA
1. Pendidikan :
Klien tamat SMA
2. Pekerjaan :
klien memiliki usaha pribadi (berdagang) dengan kondisi pasang surut
3. Hubungan Sosial :
Sebelum sakit klien biasa berinteraksi dengan tetangga. Klien memiliki orang
yang berarti dalam kehidupan nya yaitu suami dan anaknya. Klien berkata jika ada
masalah klien akan menceritakan kepada suaminya dan orang tuanya. Klien aktif
dalam mengikuti kegiatan sosial
4. Sosio-Budaya :
Klien dengan suku jawa, menganggap bahwa sakitnya saat ini adalah kesalahan
karena tidak menuruti nasehat dari keluarganya untuk mengikuti saran dokter.
Klien terbiasa minum jamu dan lebih sering minum-minuman yang manis-manis
5. Gaya hidup :
Klien hidup sesuai kemampuan nya dan tidak berlebihan, sebelum sakit klien
adalah seorang pekerja keras, klien berdagang untuk membantu suami bekerja dan
mencukupi kebutuhan keluarganya, meskipun kadang mengalami kebangkrutan,
namun klien tetap berusaha bersama suami untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya

V. RIWAYAT KELUARGA
1. Genogram (3 generasi) :
2. Masalah Keluarga dan Krisis :
Sejak klien sakit, biaya hidup keluarga dan keperluan berobat ditanggung oleh
suami. anak pertama klien bekerja sebagai kuli serabutan dan terpaksa berhenti
bekerja karena harus mengantar klien berobat. klien masih harus membiayai
anaknya sekolah dan Klien mengatakan hubungan dengan suami, mertua dan
keluarganya sangat baik
3. Interaksi dalam Keluarga :
Klien sangat dekat dengan anggota keluarga, anak-anak serta adik dan kakaknya.
Bila ada masalah Pengambil keputusan adalah suami. Klien dan anak klien
menuruti apa kata suami.

VI. PENGKAJIAN FISIK


1. Riwayat Penyakit :
Klien di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah dengan diagnosa medis Diabetes
Miletus dan Covid, dan sudah dirawat selama 1 bulan. Sebelumnya klien juga
pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama, namun tidak separah
yang sekarang. Dari hasil pengkajian, klien mengatakan tidak menyangka
penyakitnya bertambah parah, klien juga malu dengan keluarga dan teman-
temannya karena kondisi tubuh yang sekarang, merasa tidak berguna lagi untuk
keluarganya (suami dan anak-anaknya), klien merasa ingin mati saja, klien
mengatakan tidak nyaman berada di dekat orang lain karena takut tidak diterima,
dan lebih senang jika sendiri, klien juga takut tidak diterima oleh keluarga
terdekatnya, klien sulit untuk tidur karena merasa cemas dengan keluarganya di
rumah. Dari hasil observasi, tampak luka gangren pada kaki kiri klien sudah
mengalami nekrotik yang membuat klien sulit untuk beraktivitas dan semakin
parah, dan sudah mulai mengeluarkan bau tidak sedap, klien tampak menyendiri
dan hanya mau berkomunikasi dengan perawat yang merawatnya, keluarga
terdekat (suami) mengatakan sudah pasrah dengan kondisi yang dialami klien.
Klien tampak bernafsu untuk makan, setiap makanan yang di saji kan selalu di
habiskan, BB klien 70 kg.
TD : 130/90 mmHg, N: 82 x/menit P : 20 x/mnt S: 36.6 C
2. Kebiasaan yang berhubungan dengan status kesehatan :
a. Penampilan Diri
Pasien terlihat rapi, rambut pasien terlihat bersih dan rapi,mulut bersih klien
rajin membersihkan nya, kuku kaki dan tangan nya tampak bersih, klien
terbiasa memakai sandal, tampak luka gangren pada kaki kiri klien sudah
mengalami nekrotik, dan sudah mulai mengeluarkan bau tidak sedap,
b. Merokok
Pasien tidak merokok
c. Alkohol/Obat-obatan
Klien tidak memiliki kebiasaan minum alkhohol, klien biasa minum obat
warung bila sakit
d. Istirahat dan Tidur
Klien tidur malam sekitar 6-8 jam, klien jarang untuk tidur siang karena
harus membantu suami berdagang. Pada saat pertama kali masuk rumah
sakit klien tidak bisa tidur tapi setelah beberapa hari di rumah sakit klien
mengatakan baru bisa tidur.
e. Nutrisi
Pasien makan 3 kali sehari, nafsu makan baik, pasien tidak ada
mual/muntah, pasien tidak memiliki masalah atau kesulitan dalam menelan
dan dalam mengunyah makanan
f. Eliminasi
Pola bab klien 1-2kali/hari, konsistesi lunak, tidak ada perdarahan dan
tidak diare.
Klien sering BAK di malam hari dan  Karakteristik warna urine klien
kuning, baunya khas.
g. Orientasi
Orientasi terhadap waktu,tanggal dan hari baik.
h. Tingkat Aktivitas
Klien mampu mengatur kebutuhan sehari-hari, sebelum sakit klien suka
memasak, merapihkan rumah sendiri, mengantar anak sekolah dan bekerja
membantu suami berdagang, semenjak sakit klien merasa tidak bisa
melakukan aktivitas seperti biasa dan selama di rumah sakit klien banyak
menghabiskan waktunya untuk tidur. Klien tidak nyeri/sesak nafas saat
beraktivitas. Klien merasa lemah, dan merasa sakit pada kakinya saat
beraktivitas sehari-hari
i. Tingkat Energi
Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri, namun setelah klien sakit
klien mengalami kelelahan dan sulit beraktifitas sehingga aktivitas klien
sebagian dibantuan. Klien mempumyai keinginan untuk sembuh

Jakarta, 02 November , 2020

( Desy Yemina Sartika)


012041017
LAPORAN PENDAHULUAN
ANSIETAS

A. DEFINISI
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidak
nyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang
menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang memperkua tindividu
mengambil tindakan menghadapi ancaman (Yosep, 2013).
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana dapat
membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satuc ontoh dampak
psikologis adalah timbulnya kecemasan atau ansietas. (Yusuf,2015:89)
Kecemasan (anxiety) adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang didasari dengan
rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan,
isolasi, dan ketidak amanan. Seseorang merasa dirinya sedang terancam. Pengalaman
kecemasan dimulai pada masa bayi dan berlanjut sepanjang hidup. Pengalaman seseorang
diketahui berakhir dengan rasa takut terbesar pada kematian (Stuart, 2013).
Kecemasan merupakan respon normal terhadap situasi yang tidak nyaman, tidak
pasti, serta mengancam, dan setiap orang sesekali mengalami tekanan seperti hal tersebut.
Kecemasan akan menjadi masalah ketika mengganggu perilaku adaptif yang
menyebabkan gejala fisik, atau melebihi tingkat yang dapat ditoleransi. Pada individu
dengan gangguan kecemasan, pengalaman seringkali merupakan salah satu pemicu
gangguan fungsional dan distress(Videbeck, 2014; Varcarolis, 2017; Morrison-Valfre,
2017).

B. Tanda dan gejala


Keluhan (keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas), antara
lain sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat, buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang .
d. Gangguan pola tidur, mimpi (mimpi yang menegangkan).
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
f. Keluhan (keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

C. Jenis-jenis Kecemasan
Menurut Freud, jenis-jenis dari kecemasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai
berikut(Hergenhahn & Henley, 2013):
a. Kecemasan nyata atau kecemasan objektif merupakan ketakutan terhadap bahaya
yang terlihat dan ada dalam dunia nyata. Misalnya takut dengan ular, harimau,
ataupun bencana alam. Kecemasan realistis akan menuntun perilaku untuk
menghindari atau melindungi diri dari bahaya yang ada. Kecemasan akan reda
apabila objek yang mengakibatkan kecemasan sudah tidak ada.
b. Kecemasan neurotik merupakan jenis kecemasan yang megganggu kesehatan
mental. Kecemasn neurotik berbasis pada masa anak-anak. Dalam suatu konflik
antara penundaan instingnitif dan realitas, anak sering dihukum atas ekspresi
seksual yang terbuka dan dorongan agresif atau keinginan untuk menunda impuls id
yang akan menimbulkan kecemasan. Kecemasan neurotik adalah ketakutan yang
tidak didasari atas hukuman terhadap impulsifitas dari perilaku yang didominasi id.
Ketakutan bukan merupakan insting melainkan hasil dari penundaan insting.
Konflik terjadi antara id, ego, dan dari sumber asalnya yang memiliki basis realitas.
c. Kecemasan moral, merupakan hasil dari konflik antara id dan super ego. Dimana
muncul saat seseorang akan melanggar nilai sehingga merasa malu dan bersalah
karena ada kode moral. Adanya kecemasan moral menandakan bahwa superego
berfungsi dengan baik.

D. Etiologi
a. Faktor Presipitasi Kecemasan
Stressor presipitasi merupakan semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi dua kategori (Stuart, 2013) :
1) Ancaman terhadap integritas fisik melibatkan potensial cacat fisik atau penurunan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ancaman ini bisa berasal dari
sumber internal mupun sumber eksternal.
a) Sumber internal, meliputi kegagalan sistem tubuh seperti jantung, sistem
kekebalan tubuh, atau pengaturan suhu. Perubahan biologis normal yang dapat
terjadi pada kehamilan dan kegagalan untuk berpartisipasi dalam praktik
kesehatan preventif merupakan sumber internal lainnya.
b) Sumber eksternal, berupa paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, bahaya keamanan; minimnya perumahan yang layak, makanan,
atau pakaian, serta cedera traumatik.
2) Ancaman terhadap sistem diri, melibatkan bahaya identitas seseorang, harga diri,
dan fungsi sosial yang terintegrasi. Kedua sumber internal dan eksternal dapat
mengancam harga diri, yaitu:
1) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam hubungan interpersonal dirumah
maupun tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru seperti menjadi orang
tua, mahasiswa atau karyawan. Berbagai acaman terhadap integritas fisik juga
dapat mengancam harga diri, karena hubungan pikiran dan tubuh merupakan
hubungan tumpang tindih.
2) Sumber eksternal, meliputi kehilangan seseorang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya, stres kerja, dan
dilema etika.

b. Faktor Predisposisi
Berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan faktor predisposisi dari
kecemasan adalah, sebagai berikut(Stuart, 2013; Varcarolis, 2017):
1) Biologis, sebagian besar studi menunjukkan disfungsi beberapa sistem dan bukan
hanya perubahan satu neurotransmiter tertentu saja dalam pengembangan
gangguan kecemasan. Sistem tersebut, meliputi:
a) Sistem GABA merupakan pengaturan kecemasan yang berhubungan dengan
aktivitas neurotransmitter gamma-aminobutyric acid(GABA), yang
mengontrol aktivitas, atau tingkat pembakaran, dari neuron di bagian otak
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan kondisi kecemasan. GABA
yaitu neurotransmiter penghambat paling umum di otak.
b) Sistem norepinefrin (NE) dianggap menengahi respons fight-of-flight. Bagian
dari otak yang memproduksi NE adalah lokus seruleus. Hal ini dihubungkan
dengan jalur neurotransmiter ke struktur lain dari otak yang berhubungan
dengan kecemasan, seperti amigdala, hipokampus, dan korteks serebral
(bagian pemikiran, penafsiran, dan perencanaan dari otak).
c) Sistem serotonin, gangguan regulasi neurotransmisi serotonin (5-HT) juga
mempunyai peran sebagai faktor penyebab kecemasan, karena klien yang
mengalami gangguan ini mungkin memiliki hipersensitif reseptor (5-HT).
Beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang teori ini. Menurut mereka,
seseorang akan merasa cemas karena ada penyakit fisik atau keabnormalan pada
tubuh, bukan karena suatu konflik emosi. Para ahli berpendapat bahwa otak
terdiri dari reseptor benzodiazepines dan reseptor-reseptor itulah yang akan
mengatur kecemasan. Selain itu, ada juga GABA yang meningkat akibat kerja
benzodiazepines sehingga apabila GABA meningkat, maka seseorang akan
merasa cemas.

2) Psikologis, teori belajar mempercayai bahwa seseorang yang telah terpapar


kekhawatiran yang intens dalam kehidupan awal lebih cenderung mengalami
kecemasan di kemudian hari sehingga peran pengaruh orang tua sangat penting.
Seseorang yang mudah merasa terancam atau memiliki tingkat harga diri yang
rendah akan lebih rentan terhadap kecemasan. Hal ini disebabkan karena tingkat
harga diri seseorang merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
kecemasan. kecemasan yaitu suatu konflik antara elemen kepribadian yaitu id,
ego, dan superego. Di mana id menggambarkan dorongan instingnitif dan impuls-
impuls primitif, ego adalah mediator antara id dan superego, dan superego adalah
hati nurani seseorang yang terkendalikan oleh adanya norma, agama dan budaya.
Kaitan semua hal tersebut pada kecemasan adalah peringatan pada pertahanan
ego.
3) Keluarga, gangguan kecemasan berlangsung pada keluarga. Gangguan panik
diperkirakan sekitar 40 %. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan jiwa, tiga kali lebih mungkin untuk mengalami Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) setelah peristiwa traumatik. Meskipun bukti kuat dari
kerentanan genetik, tetapi tidak ada gen tunggal atau spesifik yang secara jelas
diidentifikasi terkait gangguan kecemasan. Hal ini diakibatkan karena sebagian
peran penting bahwa lingkungan bermain dalam interaksi dengan kerentanan
genetik pada gangguan jiwa.
4) Interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut dari adanya penerimaan dan
penolakan interpersonal. Hal ini juga berhubungan dengan trauma perkembangan
seperti perpisahan, maupun kehilangan. Seseorang dengan harga diri rendah
biasanya sangat mudah mengalami perkembangan kecemasan berat.
5) Perilaku, kecemasan merupakan hasil frustasi dari semua yang mengganggu
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli beranggapan bahwa
perilaku kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan
untuk menghindari rasa sakit. Kecemasan juga mungkin timbul melalui konflik
yang terjadi ketika seseorang mengalami dorongan persaingan dan harus memilih
diantara mereka. Dalam hal ini konflik adalah hasil dari dua keinginan yaitu
pendekatan dan penghindaran. Pendekatan adalah keinginan untuk melakukan
sesuatu atau bergerak menuju sesuatu, sedangkan penghindaran merupakan
keinginan yang berlawanan; tidak melakukan sesuatu atau tidak bergerak menuju
ke sesuatu.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Stuart & Laraia (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
adalah sebagai berikut (Eka, 2012; Asih, 2017) :
1) Usia dan tingkat perkembangan
Semakin tua usia seseorang atau semakin tinggi tingkat perkembangan seseorang,
maka semakin banyak pengalaman hidup yang dimilikinya. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap kecemasan.
2) Jenis kelamin
Kecemasan dapat dipengaruhi oleh asam lemak bebas dalam tubuh. Perempuan
memiliki produksi asam lemak bebas lebih banyak daripada laki-laki, sehingga
perempuan berisiko mengalami kecemasan yang lebih tinggi daripada laki-laki
3) Pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah dalam memanfaatkan
koping sehingga memiliki tingkat kecemasan yang rendah dibandingkan dengan
yang berpendidikan rendah.
4) Keadaan fisik
Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang
sedang menderita penyakit lebih berisiko mengalami kecemasan daripada orang
yang tidak menderita penyakit.
5) Tingkat pengetahuan
Pengetahuan seseorang yang rendah lebih mudah mengalami kecemasan.
Ketidaktahuan seseorang terhadap sesuatu dianggap sebagai tekanan yang dapat
menyebabkan krisis dan dapat memicu terjadinya kecemasan. Hal ini disebabkan
karena kurangnya informasi yang didapatkannya.

E. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang ansietas yaitu:
a. Pemerikasaan laboratorium, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan fungsi adrenal, peningkatan glukosa dan menurunnya fungsi
paratiroid, tingkat oksigen dan kalsium.
b. Uji psikologis

F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut:
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
1) Makan makan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Cukup olahraga
4) Tidak merokok
5) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat –
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan
somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung.
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan
dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.

G. Rentang Respons
Rentang respons kecemasandari respons paling adaptif yaitu antisipasi sampai ke
respons yang paling maladaptif yaitu panik, seperti berikut (Stuart, 2013; Morrison-
Valfre, 2017) :

Respons adaptif Respons maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik


H. Tingkatan Kecemasan
Stuart (2013), mengategorikan kecemasan menjadi 4 tingkatan dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan terjadi saat ketegangan hidup sehari-hari, dan selama tahap
ini lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada. Respon
fisiologis yang dialami seperti tekanan darah batas normal atau sedikit meningkat,
kurang nyaman atau sedikit gelisah, iritabilitas atau ketidaksabaran, ketegangan
ringan; mengetuk jari, mengigit bibir, dan gemetar.Respon kongnitif orang yang
mengalami kecemasan ringan adalah lapang persepsi meluas, dan dapat menerima
rangsang yang kompleks, pikiran mungkin acak, tetapi dapat terkontrol.Respon
perilaku dan emosi yang dialami kecemasan ringan adalah perasaan nyaman dan
aman, santai, penampilan tenang, kemampuan seseorang melihat, mendengar, dan
menangkap lebih dari sebelumnya. Jenis kecemasan ringan dapat memotivasi dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas (Morrison-Valfre, 2017; Varcarolis,
2017).
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang, di mana seseorang hanya berfokus pada hal-hal yang
penting saja dan lapang persepsi menyempit sehingga kurang melihat, mendengar,
dan menangkap. Seseorang memblokir area tertentu tetapi masih mampu mengikuti
perintah jika diarahkan untuk melakukannya. Respon fisiologis yang dialami yaitu
tekanan darah naik, perubahan dalam nada suara, suara tremor, kesulitan
berkonsentrasi, tingkat pernapasan dan nadi meningkat, dan tekanan otot meningkat.
Respon kognitif dengan kecemasan sedang adalah lapang persepsi menyempit,
rangsang luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian. Respon
perilaku dan emosi yang dialami kecemasan sedang adalah tidak mampu secara
optimal dalam memecahkan masalah, perlu arahan/ bimbingan dari orang lain
(Morrison-Valfre, 2017; Varcarolis, 2017).
b. Kecemasan berat
kecemasan berat ditandai dengan penurunan yang signifikan di lapang persepsi.
Seseorang dengan kecemasan berat mungkin berfokus pada satu detail tertentu atau
banyak rincian yang tersebar sehingga orang tersebut akan mengalami kesulitan untuk
melihat kejadian yang terjadi di lingkungan, dan bahkan dengan bimbingan oleh
orang lain sekalipun. Respon fisiologis yang dialami yaitu perasaan takut, tanda-tanda
vital meningkat, mulut kering, diare, nafsu makan menurun, pupil yang melebar, otot
kaku, tegang, panca indera terpengaruh; pendengaran menurun, dan sensasi rasa sakit
menurun. Respon kognitif dengan kecemasan berat adalah lapang persepsi sangat
sempit, pemecahan masalah sulit, perhatian selektif (fokus pada satu bagian), kurang
perhatian (menghalangi rangsangan yang mengancam), distorsi waktu (hal-hal yang
tampak lebih cepat atau lebih lambat dari yang sebenarnya), sedangkan respon
perilaku dan emosinya terlihat seperti merasa terancam, aktivitas dapat meningkat
atau menurun (mungkin kecepatan, lari, meremas tangan, mengerang, menjadi sangat
tidak terorganisir, membeku pada posisi/ tidak dapat bergerak), mungkin tampak dan
merasa tertekan, menunjukkan penyangkalan; bisa mengeluh sakit atau nyeri, gelisah,
atau mudah tersinggung (Morrison-Valfre, 2017; Varcarolis, 2017).
c. Panik
Panik ditandai dengan rasa takut dan teror, sebagian orang yang mengalami
kepanikan tidak dapat melakukan hal-hal/ tindakan bahkan dengan arahan orang lain.
Respon fisiologis yang dialami adalah gejala sebelumnya meningkat sampai terjadi
pelepasan saraf simpatik, pucat, tekanan darah menurun/ hipotensi, koordinasi otot
buruk, rasa sakit, sensasi mendengar minimal.Respon kognitif pada tingkatan panik
adalah lapangan persepsi kacau atau tertutup, tidak dapat menerima rangsangan,
pemecahan masalah dan pemikiran logis sangat tidak mungkin, persepsi
ketidaknyataan tentang diri, lingkungan, atau kejadian disosiasi mungkin
terjadi.Respon perilaku dan emosi yang dialami pada tingkatan panik yaitu merasa
tidak berdaya dengan kehilangan kendali total, marah, ngeri; menjadi agresif atau
benar-benar menarik diri, menangis, lari, tidak terorganisir, dan perilaku biasanya
sangat aktif atau tidak aktif. Tingkat kecemasan ini tidak dapat bertahan tanpa batas
waktu, karena tidak kompatibel dengan kehidupan, dan kondisi panik yang
berkepanjangan akan menghasilkan kelelahan dan kematian (Morrison-Valfre, 2017;
Varcarolis, 2017).
I. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Gangguan perilaku: Core Problem


kecemasan

Koping individu tak efektif

Stressor

J. Manifestasi Klinis Kecemasan


Seseorang yang mengalami kecemasan akan mempengaruhi perubahan dalam fungsi
organ tubuh. Perubahan berupa respons fisiologi pada sistem tubuh, perilaku, kognitif,
dan afektif terhadap kecemasan menurut (Stuart, 2013) sebagai berikut :
a. Fisiologi
1) Kardiovaskuler: Palpitasi, jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah,
pingsan, aktual pingsan, penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi.
2) Respirasi: Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, pernapasan dangkal,
tenggorokan tersumbat, sensasi tersedak, terengah-engah.
3) Gastrointestinal: Nafsu makan menurun, jijik terhadap makanan, perut tidak
nyaman, nyeri perut, mual, rasa panas seperti terbakar, diare.
4) Neuromuskuler: Peningkatan refleks, reaksi kejut, kelopak mata berkedut,
insomnia, tremor, kekakuan, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang,
kelemahan umun, kaki goyah, gerakan kaku.
5) Saluran kemih: Keinginan untuk buang air kecil, sering buang air kecil.
6) Kulit: Wajah memerah, berkeringat, gatal, panas dan dingin, wajah pucat.
b. Perilaku
Respon perilaku yang terjadi, meliputi: kegelisahan, ketegangan fisik, tremor,
reaksi kejut, bicara cepat, kurangnya koordinasi, rawan kecelakaan,
penghindaran.
c. Kognitif
Respon kognitif yang bisa terjadi, yaitu: gangguan perhatian, konsentrasi yang
buruk, lupa, malu, mimpi buruk, takut cedera atau kematian, kebingungan.
d. Afektif
Kegelisahan, ketidaksabaran, gugup, frustasi, mati rasa, takut, teror,
ketidakberdayaan.

K. Sumber Koping
Seseorang bisa mengatasi/ menyelesaikan stres dan kecemasan dengan memobilisasi
sumber koping yang dimiliki secara internal dan eksternal di lingkungan. Sumber daya
seperti aset keuangan, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial, dan
keyakinan budaya dapat membantu seseorang untuk mengintegrasikan pengalaman stres
dalam hidupnya dan belajar untuk mengadopsi strategi koping yang efektif. Semua hal
tersebut bisa membantu seseorang untuk menemukan makna dari pengalaman stres dan
mempertimbangkan strategi alternatif untuk mengatasi peristiwa yang penuh dengan stres
(Stuart, 2013).

L. Mekanisme Koping
Ketika mengalami kecemasan, seseorang akan menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba menghilangkan kecemasan. Ketidakmampuan untuk mengatasi
kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab paling utama dari masalah psikologis.
Mekanisme koping dikategorikan menjadi 2, yaitu (Stuart, 2013):
a. Koping berfokus pada masalah atau tugas adalah upaya yang disengaja untuk
mengatasi masalah, konflik, dan memuaskan kebutuhan, seperti; serangan,
penarikan, dan kompromi.
b. Koping berfokus pada emosi atau ego yaitu dikenal sebagai mekanisme
pertahanan, melindungi orang dari perasaan tidak mampu dan tidak berharga,
serta mencegah kesadaran kecemasan.
Kedua mekanisme tersebut bisa bersifat konstruktif atau destruktif. Di mana
mekanisme koping yang konstruktif merupakan respon protektif yang secara sadar
menghadapi ancaman tersebut, sedangkan mekanisme koping destruktif melibatkan
represi ke alam bawah sadar. Mekanisme koping destruktif cenderung tidak efektif,
tidak memadai, tidak terorganisir, tidak pantas, dan berlebihan. Mekanisme koping
destruktif mungkin terlihat pada perilaku aneh atau timbulnya gejala (Stuart, 2013).

M. Komplikasi
a. Depresi
Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah
perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
b. Gangguan Somatoform
Gangguan somatoform merupakan kelompok gangguan yang meliputi symptom fisik
(misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara
medis. Berbagai symptom dan keluhan somatik tersebut cukup serius sehingga
menyebabkan stress emosional dan gangguan dalam kemampuan penderita untuk
berfungsi dalam kehidupan sosial dan pekerjaan. Diagnosis ini diberikan apabila
diketahui bahwa faktor psikologis memegang peranan penting dalam memicu dan
mempengaruhi tingkat keparahan serta lamanya gangguan dialami (oleh Kaplan,
Sadock, & Grebb, 1994 dalam buku Psikologi Abnormal Klinis Dewasa 2007)
c. Skizofrenia Hibefrenik
Skizofrenia Hebrefrenik adalah perilaku yang khas, regresi, primitive, afek tidak
sesuai dengan karakteristik umumnya, wajah dungu, tertawa aneh-aneh, menangis dan
menarik diri secara ekstrim (Mary C. Towsend dalam Novy Helena C, 1998: 143).
Menurut Maramis (2004) permulaannya perlahan – lahan dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang paling terlihat adalah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor
seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Delusi dan halusinasi
yang banyak sekali.
d. Skizofrenia Simplek
Skizofrenia yang satu ini sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala
utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terjadi.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Keperawatan pada pasien dengan ansietas menurut (Stuart, 2007) yaitu:
a. Identitas Klien
1) Initial : Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki – laki, karena
wanita lebih mudah stress dibanding pria.
2) Umur : Toddler-lansia
3) Pekerjaan: Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar.
4) Pendidikan: Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih
rentan mengalami ansietas
b. Alasan Masuk
Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan
d. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda Vital: Kaji tanda – tanda vital (Tekanan darah, respirasi, nadi, dan
suhu), tanda vital biasanya mengalami peningkatan
2) Keluhan Fisik: Kaji adanya peningkatan refleks, terkejut, mata berkedip-
kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum,
gerakan lambat, kaki goyah.
Selain itu juga dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas (Stuart,
2007):
B1 : Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal,
pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah.
B2 : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin
pingsan, pingsan, TD ↓, denyut nadi ↓.
B3 : Refleks ↑, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,
rigiditas, gelisah, wajah tegang.
B4 : Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
B5 : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada
abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati.
B6 : Lemah.

f. Psikososial:
1) Konsep diri:
a) Gambaran diri: Biasanya wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor,
gelisah, keringat berlebihan.
b) Identitas: Biasanya gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta
terjadi pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.
c) Peran: Biasanya menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok /
masyarakat.
d) Ideal diri: Biasanya berkurangnya toleransi terhadap stress, dan
kecenderungan ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
e) Harga diri: Biasanya klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan
yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
2) Hubungan Sosial:
Kaji mengenai:
a) Orang yang berarti
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Spiritual:
Kaji mengenai:
a) Nilai dan keyakinan
b) Kegiatan ibadah
g. Status Mental:
1) Penampilan: pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya
penampilannya tidak rapi.
2) Pembicaraan: Biasanya bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang
keras.
3) Aktivitas motorik: Kaji adanya lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.
4) Alam perasaan: Kaji adanya sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.
5) Afek: Biasanya labil
6) Interaksi selama wawancara: Kaji adanya tidak kooperatif, mudah tersingung
dan mudah curiga, kontak mata kurang.
7) Persepsi: Kaji adanya berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak
mampu menyelesaikan masalah.
8) Proses pikir: Biasanya persevarsi
9) Isi pikir: Kaji adanya obsesi, phobia dan depersonalisasi
10) Tingkat kesadaran: bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat
dan orang (ansietas berat)
11) Memori: pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder)
akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat
jangka pendek.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung: Biasanya tidak mampu berkonsentrasi
13) Kemampuan penilaian: Biasanya mengalami gangguan kemampuan penilaian
ringan
14) Daya titik diri: Biasanya menyalahkan hal-hal diluar dirinya, menyalahkan
orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.
h. Mekanisme Koping
Kaji cara pasien menghadapi kecemasannya, antara lain mekanisme adaptif
(bicara dengan orang lain, teknik relokasi, aktivitas kontruktif, olah raga, dll)
ataupun mekanisme maladaptive (minum alcohol, reaksi berlebihan, menghindar,
mencederai diri, dll)
i. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Yang perlu dikaji antara lain:
1) Masalah dengan dukungan kelompok
2) Masalah berhubungan dengan lingkungan
3) Masalah dengan pendidikan
4) Masalah dengan pekerjaan
5) Masalah dengan perumahan
6) Masalah ekonomi
7) Masalah dengan pelayanan kesehatan
j. Pengetahuan Kurang
k. Kaji adanya deficit pengetahuan mengenai ansietas, faktor presipitasi, sistem
pendukung, penyakit fisik, obat – obatan, dan lain – lain
l. Aspek medik
Diagnosa Medik:
1. Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau
lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu
tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax)
2. Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:
Ketegangan Motorik:
a. Kedutan otot atau rasa gemetar
b. Otot tegang/kaku/pegel linu
c. Tidak bisa diam
d. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik:
a. Nafas pendek/ terasa berat
b. Jantung berdebar-debar
c. Telapak tangan basah dingin
d. Mulut kering
e. Kepala pusing/rasa melayang
f. Mual, mencret, perut tidak enak
g. Muka panas/ badan menggigil
h. Buang air kecil lebih sering
i. Sukar menelan/rasa tersumbat
Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang
a. Perasaan jadi peka/ mudah ngilu
b. Mudah terkejut/kaget
c. Sulit konsentrasi pikiran
d. Sukar tidur
e. Mudah tersinggung
m. Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala:
penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin

2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas …… (Sebutkan derajatnya)
Misal:
- Ansietas ringan - Ansietas sedang
- Ansietas berat - Panik
DAFTAR PUSTAKA

AH.Yusuf (2015).Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta Selatan:Jagakarsa.

Asih, Deta A. 2017. Hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan pada
perempuan monopause di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Ciputat Tangerang
Selatan.http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ bitstream/.../35982/1/Deta%20Amelia
%20Asih-FKIK.pdf.Diakses 03 Oktober 2017.

Eka, Angelina R. 2012. Hubungan tingkat kecemasan dengan keberhasilan memberikan obat
melalui infus pada mahasiswa FIK UI angkatan 2010. http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/20301345-s42018angelina%20roida %20eka.pdf.Diakses 02 Oktober
2017.

Hergenhahn, B.R., & Tracy B. H. 2013.An Introduction To The History Of Psychology (7th
ed.). Belmont, CA: WadsworthPublishing.

Huda, Amin., Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

Morrison-Valfre, Michelle. 2017. Foundations of Mental Health Care (6thed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier, Inc.

Stuart, G. W. 2013. Prinsip dan praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi Indonesia :
Editor Keliat, A.B., Jessica P. Singapore : Elsevier.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Varcarolis, Elizabeth M. 2017. Essentials Of Psychiatric Mental Heart Nursing: A


Communication Approach To Evidence Based Care, (3th ed.). New York: Elsevier,
Inc.

Videbeck, Sheila, L. 2014. Psychiatric Mental Health Nursing (6th Ed.). Wolters
KluwerHealth / Lippincott Williams & Wilkins.

Yosep, Iyus. 2013. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN
KETIDAKBERDAYAAN

A. PENGERTIAN
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau
tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak
akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit
mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi
(NANDA, 2014).
Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa
tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian
yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Sedangkan menurut
Carpenito-Moyet (2014) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu
atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.

B. KLASIFIKASI/JENIS/TYPE

Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Bedaya Putus Asa

a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik. Kurangnya
harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan mekanisme
koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak adekuat dapat
menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu memahami
kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan. Individu mengkaji
situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan. Ketidakpastian menjadi
berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan hampa, kondisi
ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.

C. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita
gangguan jiwa)
2) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman
penggunaan zat terlarang .
3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal
terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu
pelaksana aktivitas harian pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-
kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi
pada lobus frontal, temporal dan limbic.
6) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
b. Psikologis
1) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan
terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
3) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal
atau AIDS
4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter
atau terlalu melindungi/menyayangi
7) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan
hobi dan aktivitas sehari-hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa
takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c. Sosial budaya
1) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan yang
sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya
3) Pendidikan rendah
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya:
pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat
yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya
kontrol lokus internal)
6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain, tidak
mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan
bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
7) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara pasif.

D. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien kurang
dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya
keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang
sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi
kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau
hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang
berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi
ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi timbulnya
ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a. Biologis :
1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program pengobatan
yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang, sulit dan kompeks)
(proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3. Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan kejang
atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic
4. Terdapat gangguan sistem endokrin
5. Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender
8. Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
a. Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial yang
berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan melakukan
tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
b. Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada dalam
lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya:
pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang
berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat

E. Pohon Masalah

Harga diri rendah

Ketidakberdayaan

Proses berduka.
Kurangnya umpan balik positif.
Umpan balik negatif yang konsisten.

F. Patofisiologi
Setiap proses penyakit, baik akut maupun kronis, dapat menyebabkan ketidakberdayaan
atau berperan menyebabkan ketidakberdayaan.
Beberapa sumber umum antara lain:
a) Berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi, sekunder akibat CVA, trauma
servikal, infark miokard, nyeri.
b) Berhubungan dengan ketidakmampuan menjalani tanggung jawab peran, sekunder
akibat pembedahan, trauma, artritis.
c) Berhubungan dengan proses penyakit yang melemahkan, sekunder akibat sklerosis
multipel, kanker terminal.
d) Berhubungan dengan penyalahgunaan zat.
e) Berhubungan dengan distorsi kognitif, sekunder akibat depresi.

a. Situasional (Personal, Lingkungan)


a) Berhubungan dengan perubahan status kuratif menjadi paliatif.
b) Berhubungan dengan perasaan kehilangan kontrol dan pembatasan gaya hidup,
sekunder akibat (sebutkan)
c) Berhubungan dengan pola makan yang berlebihan.
d) Berhubungan dengan karakteristik personal yang sangat mengontrol nilai (mis.,
lokus kontrol internal).
e) Berhubungan dengan pengaruh pembatasan rumah sakit atau lembaga.
f) Berhubungan dengan gaya hidup berupa ketidakmampuan (helplessness).
g) Berhubungan dengan rasa takut akiat penolakan (ketidaksetujuan).
h) Berhubungan dengan kebutuhan dependen yang tidak terpenuhi.
i) Berhubungan dengan umpan balik negatif yang terus-menerus.
j) Berhubungan dengan hubungan abusive jangka panjang.
k) Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
l) Berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak adekuat.

b. Maturasional :
a) Anak remaja : berhubungan dengan masalah pengasuhan anak.
b) Dewasa : berhubungan dengan peristiwa kehilangan lebih dari satu kali,
sekunder akibat penuaan (mis., pensiun, defisit sensori, defisit motorik, uang,
orang terdekat

DAFTAR PUSTAKA

Crpenito, L,J. (2014). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada praktek klinik (terjemahan).
Edisi 6. Jakarta : EGC
Nanda International. (2014). Nursing Diagnosis : Definition & classifications 2012-2014.
Jakarta : EGC
Wilkinson, J, M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPUTUSASAAN

A. PENGERTIAN
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2014).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa
kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorang yang
tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaiki
kehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya
bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya.
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan ,
keraguan .duka cita , apati , kesedihan , depresi , dan bunuh diri. ( Cotton dan Range,
1996 )
Menurut (Pharris, Resnick ,dan ABlum, 1997),mengemukakan bahwa
keputusasaan merupakan kondisi yang dapat menguras energi.
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan bersifat
subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau pilihan
pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai apa yang diiginkan
serta tidak dapat mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan .

B. TANDA DAN GEJALA


Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2011) adalah:
a. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa (“saya
tidak dapat melakukan”)
b. Sering mengeluh dan Nampak murung.
c. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
d. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
e. Menarik diri dari lingkungan.
f. Kontak mata kurang.
g. Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
h. Nampak selalu murung atau blue mood.
i. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
j. Menurun atau tidak adanya selera makan
k. Peningkatan waktu tidur.
l. Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
m. Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
n. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.

Sedangkan menurut, Keliat, Dkk (2006) adalah:


a. Mayor ( harus ada)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam , berlebihan, dan
berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai hal yang mustahil
isyarat verbal tentang kesedihan.
1) Fisiologis : respon terhadap stimulus melabat, tidak ada energi , tidur bertambah
2) Emosional
- Individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan perasaannya
tapi dapat merasakan
- Tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan tuhan
- Tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
- Hampa dan letih
- Perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa tidak berdaya,tidak mampu
dan terperangkap.
3) Individu memperlihatkan
- Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
- Penurunan verbalisasi
- Penurunan afek
- Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.
- Ketidakmampuan mencapai sesuatu
- Hubungan interpersonal yang terganggu
- Proses pikir yang lambat
- Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya sendiri.
4) Kognitif :
- Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan membuat
keputusan
- Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah yang
dihadapi saat ini.
- Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
- Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
- Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
- Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang ditetapkan
- Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan
- Tidak dapat mengenali sumber harapan
- Adanya pikiran untuk membunuh diri.
b. Minor ( mungkin ada )
1. Fisiologis : Anoreksia , BB menurun
2. Emosional
- Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain
- Merasa berada diujung tanduk
- Tegang
- Muak ( merasa ia tidak bisa)
- Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani
- Rapuh
3. Individu memperlihatkan
- Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara
- Penurunan motivasi
- Keluh kesah
- Kemunduran
- Sikap pasrah
- Depresi
4. Kognitif
Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima:
- Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang
- Bingung
- Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
- Distorsi proses pikir dan asosiasi
- Penilaian yang tidak logis
C. KLASIFIKASI/JENIS/TYPE

Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Harapan - Putus Harapan


·     Yakin - Tidak berdaya
·     Percaya - Putus asa
·     Inspirasi - Apatis
Tetap hati - Gagal dalam kehidupan
- Ragu – ragu
- Sedih
- Depresi
- Bunuh diri

N. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan adalah:
a) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan
b) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami keputusasaan.
d) Struktur Kepribadian
e) Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
O. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan keputusasaan adalah:
1. Faktor kehilangan
2. Kegagalan yang terus menerus
3. Faktor Lingkungan
4. Orang terdekat ( keluarga )
5. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
6. Adanya tekanan hidup
7. Kurangnya iman

P. Pohon masalah

Ketidakberdayaan

Keputusasaan

Harga diri rendah

Q. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan keputusasaan.
b. Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-
macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan
dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
semangat juangnya.
c. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung
pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani
terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari
penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan
dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual
keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
e. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi)
rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah
keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan,
berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi
paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program
rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan
ke masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, R. (2003). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk. (2006).
Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan
WHO
Stuart, G.W. (2007). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN CITRA TUBUH

A. DEFINISI
Citra tubuh adalah kumpulan dan sikap individu yang disadari dan tidak disadari
terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang
ukuran,fungsi, penampilan dan potensi tubuh (Stuart Laraia, 2005). Sedangkan
NANDA Internasional (2010) mendefinisikan gangguan citra tubuh sebagai konfusi
gangguan proses berpikir dalam gambaran mental fisik dari individu. Citra tubuh
adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu tentang bentuk, ukuran, berat
tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya yang digambarkan dalam bentuk
penampilan fisik (Fontaine, 2003).
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan bentuk,
struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Stuart-Laraia,
2005). Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya
yang diakibatkan oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh karena
tidak sesuai dengan yang diinginkan (SAK Jiwa, FIK UI Depok, 2017).

B. TANDA DAN GEJALA


1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh
4. Persepsi negatif pada tubuh
5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6. Mengungkapkan keputusasaan
7. Mengungkapkan ketakutan
8. Citra yang mengalami distorsi, melihat diri semakin gemuk, meskipun pada keadaan
berat badan normal
9. Penolakan bahwa adanya masalah dengan berat badan yang rendah
10. Kesulitan menerima penguatan positif
11. Kegagalan dalam mengambil tanggung jawab menurut diri sendiri, pengobatan diri
12. Tidak berpartisipasai pada terapi
13. Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri; penyalahgunaan obat-
obatan pencahar dan diuretic, penolakan untuk makan malam
14. Kontak mata kurang
15. Alam perasaan yang tertekan dan pikiran-pikiran yang mencela diri sendiri setelah
episode dari pesta dan memicu perut
16. Perenungan yang mendalam tentang penampilan diri dan bagaimana orang-orang
lain melihat diri mereka

C. POHON MASALAH

Gangguan isolasi sosial

Gangguan tubuh

Perubahan bentuk tubuh

D. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan dan penuaan
mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan
aspek lainnya dari konsepdiri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan social juga
mempengaruhi citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan
fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya
mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang
realistic terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan
membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan
meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif perubahan
perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek
penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain dari
konsep diri (Potter & Perry, 2005).

2. Presipitasi
 Trauma
 Penyakit atau kelainan hormonal
 Operasi atau Pembedahan
 Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan : maturasi
 Perubahan fisiologis tubuh: kehamilan, penuaan
 Prosedur medis dan keperawatan: efek pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursin Diagnoses:


Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014). Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

A. PENGERTIAN
Harga diri (self esteem) merupakan salahsatu komponen dari konsep diri. Harga
diri merupakan penilaian pribadi berdasarkan seberapa baik  prilaku sesuai dengan ideal
diri (stuart 2009). Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu
mengalami/beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri
(Carpemito, 2007). Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, serta merasa gagal mencapai keinginan
(Dalami dkk, 2009).
Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronis. Harga diri rendah
stuasional pengembangan persepsi negatif tentang dirinya sendiri pada suatu kejadian
(NANDA 2014). Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri/ evaluasi diri negatif
yang berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri
seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (Suliswati, 2005).
Sedangkan harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri atau  perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan di  pertahankan dalam waktu yang lama (NANDA
2014).
Harga diri rendah situasional terjadi bila seseorang mengalami trauma yang
terjadi secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi, misalnya korban pemerkosaan,
dituduh KKN, dipenjara secara tiba-tiba (Dalami dkk, 2009). Bila harga diri rendah
situasional tidak diatasi dapat menyebabkan harga diri rendah kronis.

B. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala dari harga diri rendah pada seseorang berbeda-beda dan bervariasi
antara individu satu dengan lainnya, tetapi biasanya dimanifestasikan sebagai berikut.
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit/ tindakan, misalnya: malu
karena alopesia setelah dilakukan tindakan kemoterapi.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik, mengejek diri
sendiri.
c. Merendahkan martabat: saya tidak bisa, saya bodoh, saya tidak tahu apa-apa, saya
tidak mampu.
d. Gangguan hubungan sosial.
e. Percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan.
f. Mencederai diri
g. Mudah marah, mudah tersinggung
h. Apatis, bosan, jenuh dan putus asa
i. Kegagalan menjalankan peran, proyeksi (menyalahkan orang lain).

C. KLASIFIKASI/JENIS/TYPE
Konsep diri didefinisikan sebagi semua pikiran,keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan memmengaruhi hubungan dengan
orang lain. konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri,dengan orang terdekat, dan dengan
realitas dunia. Menurut Stuart (2009) konsep diri terdiri atas komponen- komonen
berikut ini.
a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap
tubuhnya.termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang
ukuran,fungsi,penampilan,dan potensi. Citra tubuh di modifikasikan secara
berkesinambungan dengan persepsi dan  pengalaman baru.
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berprilaku terhadap standa,
aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
c. Harga diri
 penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis
seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah
perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,walaupun
melakuakan kesalahan,kekalahan dan kegagalan , tetap merasa sebagai seorang
yang penting dan berharga.
d. performa peran
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan social  berhubungan
dengan fungsi individu di berbagai kelompok social. Peran yang ditetapkan adalah
peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang di ambil
adalah peran terpilih atau dipilih oleh individu.

e. Identitas pribadi
 prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertangguang jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan,konsisten dan keunikan individu.prinsip tersebut sama
artinya dengan otonomi dan mencakup  persepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlanjut sepanjang
kehidupan,tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja.

Rentang Respon Konsep Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri rendah Keracunan identitas Depersonalisasi

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif
dari dirinya.

b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain.

D. ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang  berulang, kurang memiliki
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Nilai-nilai budaya yang tidak
dapat diikuti oleh individu.
3) Faktor yang memengaruhi identitas pribadi, meliputi ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan  perubahan struktur sosial.
b. Stresor pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan eksternal, yaitu sebagai
berikut:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketergantungan peran, berhubungand engan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya seperti frustasi. Ada tiga jenis transisi peran:
a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai,
serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau  berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit, terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh: kehilangan bagian tubuh:
perubahan ukuran, bentuk,  penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik
yang  berhubungan dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis, dan
keperawatan
E. POHON MASALAH

Isolasi sosial

Harga diri rendah situasional

Gangguan konsep diri

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria,dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition.


Missouri: Mosby Elsevier
Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika
Morhead, Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan, 5th edition. Missouri: Mosby Elsevier
Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta :EGC
Sutejo. (2010). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru
ANALISA DATA

DATA MASALAH
DS : Ansietas
 Klien mengatakan cemas dan panik saat mengetahui hasil swab
nya positif
 Klien mengatakan cemas dan memikirkan sanksi sosial yang
akan di alaminya
 Klien mengatakan menderita sakit berat dan klien mengatakan
kondisi yang di rasakan saat ini sangat mengganggu aktifitasnya.
 Klien mengatakan sudah dirawat selama 1 bulan. Sebelumnya
klien juga pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang
sama, namun tidak separah yang sekarang.
 Klien mengatakan ingin sembuh dan bisa bekerja lagi mencari
uang karena setiap hari klien harus menjalani pengobatan,
 Klien mengatakan tidak percaya dengan yang dialaminya
 Klien sering BAK saat malam hari
 Klien mengatakan merasa sedih dengan kondisi saat ini
 Klien mengatakan tidak ada teman buat curhat dan merasa
sendiri
DO :
 Klien terlihat murung, tegang dan gelisah
 Klien terlihat bingung dan sedih
 Klien kooperatif selama berinteraksi
 Kontak mata ada
 Klien tampak tidak bisa untuk tidur
 Klien tampak lemah dan lesu akibat kurang tidur
 TTV : TD : 130/90 mmHg, N: 82 x/menit P : 20 x/mnt
S: 36.6 C
DS : Gangguan citra tubuh
 Klien mengatakan malu dengan keadaanya sekarang
 Klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah
parah
DO :
 Perubahan aktual pada fungsi
 Luka gangren klien bertambah parah dan mulai mengeluarkan
bau tidak sedap

DS : Harga diri rendah


 Klien mengatakan merasa tidak berguna lagi
 Klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya
 Klien merasa ingin mati saja
 Klien takut tidak diterima oleh orang-orang terdekatnya
DO :
 Klien tampak sulit bergaul
Bicara klien lambat dan nada suara lemah

DS: Keputusasaan
 Menderita sakit berat dan sulit disembuhkan
 Napsu makan berkurang
 Keluarga mengatakan Sejak sakit tidak pernah lagi berinteraksi
dengan tetangga
DO:
 Klien tampak murung
 Klien terlihat tidak berinteraksi dengan pasien lain
PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN DIAGNOSIS PSIKOSOSIAL

N DIAGN TINDA PERTEMUAN


O OSA KAN
1 2 3DST

1 ANSIET PASIEN 1. Kaji ansietas 1. Evaluasi ansietas 1. Evaluasi


AS pasien dan kemampuan ansietas dan
2. Bantu pasien pasien kemampuan
mengenal melakukan tarik tarik nafas
ansietas ; nafas dalam dan dalam distraksi,
a) Mengidentif distraksi dan teknik lima jari,
ikasi dan berikan pujian spiritual dan
menguraika 2. Latihan hipnotis beri pujian
n diri sendiri 2. Latih sampai
perasaannya (teknik lima jari) membudaya
. dan kegiatan 3. Nilai
b) Mengenal spiritual kemampuan
penyebab 3. Anjurkan pasien mandiri
ansietas melakukan tarik 4. Nilai
c) Menyadari nafas dalam dampaknya
perilaku (setiap dua jam), pada ansietas
akibat distraksi (setiap
ansietas saat), teknik lima
3. Latih teknik jari (lima kli
relaksasi : sehari) dan
a) Tarik nafas kegiatan spiritual
dalam (lima
kali setiap
latihan)
b) Distraksi
(baca,
bercakap-
cakap,
nonton tv)
4. Anjurkan
latihan nafas
dalam tiap dua
jam,distraksi
setiap saat
(kecuali saat
tidur)

KELUAR 1. Diskusikan 1. Evaluasi masalah 1. Evaluasi


GA masalah yang yang dirasakan kegiatan
dirasakan keluarga dan keluarga dalam
dalam merawat kemampuan merawat/melati
pasien keluarga h pasien tarik
2. Menjelaskan merawat pasien, nafas dalam,
ansietas, berikan pujian. distraksi, teknik
penyebab 2. Menyertakan lima jari, dan
proses terjadi, keluarga saat kegiatan
tanda dan melatih pasien spiritual
gejala, serta hipnotis diri 2. Nilai
akibatnya sendiri (lima jari) kemampuan
3. Menjelaskan dan kegiatan keluarga
cara merawat spiritual merawat pasien
ansietas pasien; 3. Anjurkan 3. Nilai
tidak membantu pasien kemampuan
menambah mengatasi keluarga
masalah ansietasnya melakukan
pasien, selalu 4. Diskusikan kontrol/rujukan
bersikap positif dengan keluarga
dan memeberi cara perawatan
semangat dirumah, follow
4. Menyertakan up dan kondisi
keluarga saat pasien yang peru
melatih pasien dirujuk (lapang
melakuka tarik persepsi
nafas dalam menyempit, tidak
dan distraksi mampu
serta menerima
menjelaskan informasi,
kepada yang gelisah, tidak
besuk untuk dapat tidur) dan
melakukan cara merujuk
sikap yang pasien
positif

2 GANGG PASIEN 1. Kaji 1. Evaluasi 1. Evaluasi


UAN stressor/penyeb gangguan citra gangguan citra
CITRA ab gangguan tubuh dan tubuh dan
citra tubuh dan kemampuan kemampuan
TUBUH
tanda dan pasien melatih meningkatkan
gejala bagian tubuh dan
2. Bantu pasien yang terganggu memebentuk
mengenal dan yang sehat. citra tubuh yang
gangguan citra 2. Motivasi pasien ideal. Beri
tubuhnya; untuk melatih pujian
a) Mengidentifi pembentukan 2. Latih sampai
kasi dan tubuh yang idea: membudaya
menguraikan bagian tubuh 3. Nilai
perasaanya. yang terganggu kemampuan
b) Menyadari dan bagian tubuh mandiri
gangguan yang sehat 4. Nilai
citra 3. Ajarkan pasien dampaknya
tubuhnya meningkatkan pada gangguan
3. Diskusikan citra tubuh citra tubuh
persepsi pasien dengan cara :
tentang; citra a) Gunakan
tubuhnya yang protese, wig,
terganggu dan kosmetik
bagian tubuh atau yang
yang masih lainnya
potensial dan sesegera
harapan mungkin,
4. Latih gunakan
meningkatkan pakaian yang
fungsi bagian baru (jika
tubuh yang diperlukan)
terganggu; b) Motivasi
melihat,menye pasien untuk
ntuh, melatih. melihat,
5. Latih menyentuh,
menggunakan merawat
bagian tubuh bagian tubuh
yang masih yang hilang
sehat dn dan diganti
potensial.. secara
bertahap.
4. Lakukan
interaksi secara
bertahap dengan
cara :
a. Susun jadwal
kegiatan
sehari-hari
b. Dorong
melakukan
aktifitas
sehari-hari
dan terlibat
dalam
keluarga dan
social
c. Dorong
untuk
mengunjungi
teman atau
orang lain
yang
berarti/memp
unyai peran
penting
baginya
d. Beri pujian
terhadap
keberhasilan
pasien
melakukan
interaksi

KELUAR 1. Diskusikan 1. Evaluasi peran 1. Evaluasi


GA masalah yang keluarga kegiatan
dirasakan merawat pasien, keluarga dalam
dalam merawat mengatasi merawat/melati
pasien gangguan citra h pasien dalam
2. Menjelaskan tubuh melalui merawat/melati
gangguan citra aktifitas yang h pasien dalam
tubuh, mengarah pada pembentukan
penyebab, pebentukan tubuh yang ideal
proses terjadi, tubuh yang ideal 2. Nilai
tanda dan 2. Diskusikan kemampuan
gejala, serta dengan keluarga keluarga
akibatnya cara perawatan merawat pasien
3. Menjelaskan di rumah, follow 3. Nilai
cara merawat up dan kondisi kemampuan
gangguan citra pasien yang keluarga
tubuh pasien: perlu dirujuk melakukan
tidak (penolakan kontrol/rujukan
menambah terhadap
masalah perubahan diri
pasien, selalu bersifat menetap
bersikap positif dan tidak mau
dan memeberi terlibat dalam
semangat perawatan diri)
4. Mendiskusikan dan cara merujuk
dengan pasien
keluarga
bagian tubuh
yang
terganggu;
fungsi, struktur
dan atau
bentuk dan
bagian tubuh
yang masih
sehat
5. Menyertakan
keluarga saat
pasien
melakukan
latihan bagian
tubuh yang
terganggu dan
yang masih
sehat
6. Anjurkan
keluarga
memotivasi
pasien
melakukan
latihan bagian
tubuh yang
terganggu dan
bagian tubuh
yang sehat

3 HARGA PASIEN 1. Kaji stresr 1. Evaluasi harga 1. Evaluasi harga


DIRI harga diri diri pasien serta diri pasien dan
RENDA rendah kemampuan kemampuan
situasional dan melakukan melakukan
H
tanda gejala kegiatan positif kegiatan yang
SITUAS 2. Bantu pasien dan manfaatnya. positif serta
IOANA menegenal Beri pujian manfaatnya
L harga diri 2. Latih dalam
rendah ; kemampuan meningkatkan
a) Mengidenti kedua harga diri. Beri
fikasi dan 3. Anjurkan menilai pujian
menguraika manfaat 2. Nilai
n melakukan kemampuan
perasaanya kegiatn dalam pasien
b) Menegenal meningkatkan melakukan
penyebab harga diri. kemampuan
harga diri positif
rendah 3. Nilai harga diri
c) Menyedari pasien
perilaku
akibat
harga diri
rendah
d) Mengevalu
asi positif
diri yang
lalu
3. Bantu pasien
mengidentifika
si potensi dan
keterbatasan
yang dimiliki
saat ini
4. Diskusikan
aspek
positif/potensi/
kemampuan
diri sendiri,
keluarga, dan
lingkungan
5. Latih satu
kemampuan
positif yang
dimiliki
6. Latih
kemampuan
positif orang
lain
7. Tekankan
bahwa kegiatan
melakukan
kemampuan
positif berguna
untuk
menumbuhkan
harga diri
positif

KELUAR 1. Diskusikan 1. Evaluasi masalah 1. Evaluasi


GA masalah yang yang dirasakan kegiatan
dirasakan keluarga dan keluarga dalam
dalam merawat kemampuan merawat/melati
pasien keluarga h pasien
2. Bantu keluarga merawat pasien. melakukan
mengenal Berikan pujian. kegiatan positif
harga diri 2. Meneyertakan dan manfaat
rendah pada keluarga saat meningkatkan
pasien ; melatih harga diri pasien
a) Menjelaska kemampuan 2. Nilai
n harga diri pasien yang kamampuan
rendah, kedua keluarga
penyebab, 3. Anjurkan merawat pasien
proses membantu pasien 3. Nilai
terjadi, mengatasi harga kemampuan
tanda diri rendahnya keluarga
gejala, serta 4. Diskusikan melakukan
akibatnya dengan keluarga kontrol/rujukan
b) Menjelaska cara perawatan
n cara dirumah, follow
merawat up dan kondisi
pasien pasien yang
dengan perlu dirujuk
harga diri (lapang persepsi
rendah; menyempit, tidak
menumbuh mampu
kan harga menerima
diri positif informasi,
melalui gelisah, tidak
melakukan dapat tidur) dan
kegiatan cara merujuk
positif pasien
3. Sertakan
keluarga saat
melatih latihan
kemampuan
positif
4. Anjurkan
membantu /
memotivasi
pasien
melakukan
kemampuan
positif dan
memberi
pujian

4 KETIDA PASIEN 1. Kaji stressor 1. Evaluasi 1. Evaluasi


K dan tanda dan ketidakberdayaa ketidakberdayan
gejala n pasien dan paien,
BERDA ketidakberdaya kemampuan kemampuan
YAAN an airmasi pikiran pemberdayaan
2. Bantu pasien dan harapan pasien. Berikan
mengenal positif. Beri pujian
ketidakberdaya pujian 2. Nilai
an; 2. Latihan cara keberdayaan
a) Mengidenti mengontrol pasien
fikasi dan perasaan 3. Nilai apakah
menguraika ketidakberdayaa ketidakberdayaa
n n melalui n
perasaanya. peningkatan berkurang/hilan
b) Menngenal kemampuan g
penyebab mengendalikan
ketidakberd situasi yang
ayaan masih bias
c) Menyadari dilaukan pasien ;
perilaku a) Bantu pasien
akibat mengindentif
ketidakberd ikasi
ayaan area/kegiatan
3. Bantu kehidupan
mengidentifika yang dapat
si situasi dilakukan
kehidupan walaupun
yang tidak sedang sakit
mampu b) Latih
dikontrol oleh berbagai
pasien kegiatan
4. Diskusikan yang masih
pemikiran dapat
negatif pasien dilakukan
yang dapat walaupun
menurunkan sedang sakit ;
kondisi pasien misalnya
5. Bantu pasien makan
untuk sendiri,
meningkatkan menggerakka
pemikiran n tangan dan
positif, logis, kaki dan
dan rasional ditingkatkan
6. Latih sesuai
mengembangk kondisi
an pikiran dan kesehatan
harapan positif pasien
(latihan
afirmasi
positif)

KELUAR 1. Diskusikan 1. Evaluasi masalah 1. Evaluasi


GA masalah yang yang dirasakan kegiatan
dirasakan oleh keluarga keluarga dalam
dalam merawat dalam merawat merawat/melati
pasien dan membantu h pasien
2. Bantu keluarga latihan berpikir afirmasi dan
mengenal positif pasien mengendalikan
ketidakberdaya (afirmasi positif). perasaan
an pasien ; Beri pujian 2. Nilai
a) Menjelaska 2. Menyertakan kemampuan
n keluarga saat keluarga
ketidakberd melatih pasien merawat pasien
ayaan, mengontrol 3. Nilai
penyebab, perasaan kemampuan
proses ketidakberdayaa keluarga
terjadi, n melalui melakukan
tanda dan peningkatan kontrol/rujukan
gejala, serta kemampuan
akibatnya mengendalikan
b) Menejelask situasi yang
an cara masih bisa
merawat dilakukan pasien
pasien 3. Anjurkan
dengan keluarga
ketidakberd membantu pasien
ayaan ; mengendalikan
berpikir perasaan dan
positif, latihan afirmasi
logis, 4. Diskusikan
rasional dengan keluarga
dan cara perawatan
mengemba dirumah, follow
ngkan up dan kondisi
pikiran 7 pasien yang
harapan perlu dirujuk
positif ( ketidakberdaya
(afirmasi an dan
positif) keengganan
3. Sertakan pasien
keluarga saat melakukan
melatih latihan kegiatan) dan
pengembangan cara merujuk
pikiran dan pasien
harapan positif
serta afirmasi
positif
5 KEPUT PASIEN 1. Kajj stressor 1. Evaluasi 1. Evaluasi
US dan tanda keputusasaan keputusasaan
keputusasaan pasien dan dan kemampuan
ASAAN 2. Bantu pasien kemampuan berpikir positif,
mengenal berpikir positif, melakukan
keputusasaan ; membangun kegiatan positif,
mengidentifika harapan dan membangun
si dan makna hidup harapan dan
menguraikan 2. Diskusikan aspek makna hidup
perasaan positif diri 2. Nilai
sedih/kesendiri sendiri, keluarga kemampuan
an/keputusasaa dan lingkungan pasien
nnya. 3. Diskusikan melakukan cara
3. Bantu pasien kemampuan mengatasi
mengenal positif diri sendir keputusasaan
penyebab putus 4. Latih satu 3. Nilai tanda
asa kemampua keputusasaaan
4. Diskusiakan positif pasien
perbedaan 5. Diskusikan
antara perasaan manfaat
dan pikiran melakukan
terhadap kegiatan positif
kondisi yang dalam
dialami pasien menumbuhkan
5. Bantu pasien harapan dan
menyadari makna hidup
akibat putus 6. Anjurkan
asa melakukan
6. Bantu pasien latihan
mengungkapka kemampuan
n pengalaman berikut sesuai
pikiran, dengan kondisi
perasaan dan kesehatan
perilaku yang 7. Lanjutkan
positif berpikir positif,
7. Latih menata melakukan
ulang pikiran kegiatan positif,
dengan cara ; membangun
latihan berpikir harapan dan
positif, makna hidup
membangun
harapan dan
menemukan
makna hidup
8. Anjurkan
melakukan
berpikir positif,
membangun
harapan dan
mencari makna
hidup

KELUAR 1. Diskusikan 1. Evaluasi masalah 1. Evaluasi


GA masalah yang yang dirasakan keluarga dalam
dirasakan oleh keluarga merawat/melati
dalam merawat dan kegiatan h pasien
pasien keluarga dalam berpikir positif,
2. Bantu keluarga membimbing melakukan
mengenal pasien berpikir kegiatan positif,
putus asa pada positif, membangun
pasien ; membangun harapan dan
menjalaskan harapan dan makna hidup
keputusasaan, makna hidup. 2. Nilai
penyebab, Beri pujian kemampuan
proses terjadi, 2. Menyertakan keluarga
tanda dan keluarga saat merawat pasien
gejala, serta melatih pasien 3. Nilai
akibatnya melatih kemampuan
kemampuan keluarga
3. Menjelaskan positif melakukan
cara merawat 3. Anjurkan kontrol/rujukan
pasien dengan keluarga
putus asa ; membantu pasien
menumbuhaka mengatasi
n harapan keputusasaannya
positif melalui 4. Diskusikan
restrukturisasi dengan keluarga
pikiran ; cara perawatan
berpikir positif, dirumah, follow
melakukan up dan kondisi
kegiatan pasien yang
positif, perlu dirujuk
menemukan (keputusasaan
harapan dan dan keinginan
makna hidup bunuh diri) dan
4. Sertakan cara merujuk
keluarga saat pasien
melatih
berpikir positif,
membangun
harapan dan
makna hidup
5. Anjurkan
keluarga
memotivasi
pasien berpikir
positif,
membangun
harapan dan
makna hidup

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1. Ansietas TUM : klien mampu Bina hubungan saling percaya
berpikiran positif dan dengan menggunakan prinsip
mencapai tujuan realistis komunikasi terapeutik

TUK SP I pasien
Klien dapat membina 5. Kaji ansietas pasien
hubungan saling percaya 6. Bantu pasien mengenal ansietas ;
Kriteria hasil:  Mengidentifikasi dan
setelah dilakukan 1 x menguraikan perasaannya.
interaksi klien menunjukkan  Mengenal penyebab ansietas
tanda-tanda percaya pada  Menyadari perilaku akibat
perawat ansietas
7. Latih teknik relaksasi :
Klien mampu mengenali  Tarik nafas dalam (lima kali
ansietasnya setiap latihan)
Kriteria hasil  Distraksi (baca, bercakap-
Setelah 1x pertemuan klien cakap, nonton tv)
mampu: 8. Anjurkan latihan nafas dalam
 Mengenali ansietasnya tiap dua jam,distraksi setiap saat
 Mengenal penyebab (kecuali saat tidur)
ansietasnya
 Melakukan latihan tehnik
relaksasi ( tarik nafas
dalam, distraksi) SP II pasien
4. Evaluasi ansietas dan
Klien dapat mengontrol kemampuan pasien melakukan
ansietas dengasn hipnotis tarik nafas dalam dan distraksi
lima jari dan berikan pujian
Kriteria hasil 5. Latihan hipnotis diri sendiri
Setelah 1x pertemuan klien (teknik lima jari) dan kegiatan
mampu Mempraktekan spiritual
hipnotis lima jari 6. Anjurkan pasien melakukan tarik
nafas dalam (setiap dua jam),
distraksi (setiap saat), teknik
lima jari (lima kli sehari) dan
kegiatan spirituaL

SP III pasien
5. Evaluasi ansietas dan
kemampuan tarik nafas dalam
distraksi, teknik lima jari,
spiritual dan beri pujian
6. Latih sampai membudaya
7. Nilai kemampuan mandiri
8. Nilai dampaknya pada ansietas
Klien dapat dukungan dari SP I keluarga
keluarga dalam mengontrol 5. Diskusikan masalah yang
ansietasnya dirasakan dalam merawat pasien
Kriteria hasil : 6. Menjelaskan ansietas, penyebab
Setelah 1x pertemuan proses terjadi, tanda dan gejala,
kleuarga mampu: serta akibatnya
 Menyebutkan penyebab 7. Menjelaskan cara merawat
proses terjadi, tanda dan ansietas pasien; tidak menambah
gejala, serta akibatnya dari masalah pasien, selalu bersikap
ansietas positif dan memeberi semangat
 Mempraktekkan cara 8. Menyertakan keluarga saat
Merawat anggota keluarga melatih pasien melakuka tarik
dengan ansietas nafas dalam dan distraksi serta
menjelaskan kepada yang besuk
untuk melakukan sikap yang
positif

SP II keluarga
5. Evaluasi masalah yang
dirasakan keluarga dan
kemampuan keluarga merawat
pasien, berikan pujian.
6. Menyertakan keluarga saat
melatih pasien hipnotis diri
sendiri (lima jari) dan kegiatan
spiritual
7. Anjurkan membantu pasien
mengatasi ansietasnya
8. Diskusikan dengan keluarga
cara perawatan dirumah, follow
up dan kondisi pasien yang peru
dirujuk (lapang persepsi
menyempit, tidak mampu
menerima informasi, gelisah,
tidak dapat tidur) dan cara
merujuk pasien

SP III keluarga
4. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
tarik nafas dalam, distraksi,
teknik lima jari, dan kegiatan
spiritual
5. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol/rujuka
2. Ketidakberday TUM : klien mampu Bina hubungan saling percaya
aan berpikiran positif dan dengan menggunakan prinsip
mencapai tujuan realistis komunikasi terapeutik
TUK I SP I pasien
Klien dapat membina 1. Kaji stressor dan tanda dan
hubungan saling percaya gejala ketidakberdayaan
Kriteria hasil: 2. Bantu pasien mengenal
setelah dilakukan 1 x ketidakberdayaan;
interaksi klien mampu  Mengidentifikasi dan
melakukan menguraikan perasaanya.
 BHSP  Mengenal penyebab
 Klien mampu ketidakberdayaan
mengidentifikasi dan  Menyadari perilaku akibat
menguraikan perasaannya ketidakberdayaan
 Klien mampu mengenali 3. Bantu mengidentifikasi situasi
dan mengekspresikan kehidupan yang tidak mampu
emosinya dikontrol oleh pasien
 Klien mampu 4. Diskusikan pemikiran negatif
memodivikasi pola pasien yang dapat menurunkan
kognitif yang negatif kondisi pasien
 Klien mampu 5. Bantu pasien untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan pemikiran positif,
pengambilan keputusan logis, dan rasional

 Klien dapat 6. Latih mengembangkan pikiran


mengembangkan dan harapan positif (latihan

pemikiran yang positif afirmasi positif)

SP II pasien
3. Evaluasi ketidakberdayaan
pasien dan kemampuan airmasi
pikiran dan harapan positif. Beri
pujian
4. Latihan cara mengontrol
perasaan ketidakberdayaan
melalui peningkatan
kemampuan mengendalikan
situasi yang masih bias dilaukan
pasien ;
 Bantu pasien
mengindentifikasi
area/kegiatan kehidupan yang
dapat dilakukan walaupun
sedang sakit
5. Latih berbagai kegiatan yang
masih dapat dilakukan walaupun
sedang sakit ; misalnya makan
sendiri, menggerakkan tangan
dan kaki dan ditingkatkan sesuai
kondisi kesehatan pasien

SP III pasien
4. Evaluasi ketidakberdayan paien,
kemampuan pemberdayaan
pasien. Berikan pujian
5. Nilai keberdayaan pasien
6. Nilai apakah ketidakberdayaan
berkurang/hilang
Keluarga dapat merawat SP I keluarga
klien dengan 1. Diskusikan masalah yang
ketidakberdayaan dirasakan dalam merawat pasien
Kriteria hasil : 2. Bantu keluarga mengenal
Setelah 1x pertemuan ketidakberdayaan pasien ;
kleuarga mampu:  Menjelaskan ketidakberdayaan,
 Menjelaskan penyebab, proses terjadi, tanda
ketidakberdayaan, dan gejala, serta akibatnya
penyebab, proses terjadi,  Menejelaskan cara merawat
tanda dan gejala, serta pasien dengan
akibatnya ketidakberdayaan ; berpikir
 Mempraktekkan cara positif, logis, rasional dan
Merawat anggota keluarga mengembangkan pikiran 7
dengan ketidakberdayaan harapan positif (afirmasi
 Melakukan positif)
kontrol/rujukan 3. Sertakan keluarga saat melatih
latihan pengembangan pikiran
dan harapan positif serta
afirmasi positif
SP II keluarga
1. Evaluasi masalah yang dirasakan
oleh keluarga dalam merawat
dan membantu latihan berpikir
positif pasien (afirmasi positif).
Beri pujian
2. Menyertakan keluarga saat
melatih pasien mengontrol
perasaan ketidakberdayaan
melalui peningkatan
kemampuan mengendalikan
situasi yang masih bisa
dilakukan pasien
3. Anjurkan keluarga membantu
pasien mengendalikan perasaan
dan latihan afirmasi
4. Diskusikan dengan keluarga cara
perawatan dirumah, follow up
dan kondisi pasien yang perlu
dirujuk ( ketidakberdayaan dan
keengganan pasien melakukan
kegiatan) dan cara merujuk
pasien
SP III keluarga
4. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
afirmasi dan mengendalikan
perasaan
5. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol/rujukan
3. Keputusasaan TUM : klien dapat Bina hubungan saling percaya
mengatasi keputusasaannya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeuti
TUK SP I Pasien
Klien dapat membina 9. Kaji stressor dan tanda
hubungan saling percaya keputusasaan
Kriteria hasil: 10. Bantu pasien mengenal
Setelah 1x interaksi klien keputusasaan ;
dapat memina hubungan mengidentifikasi dan
seling percaya dengan menguraikan perasaan
perawat sedih/kesendirian/keputusasaan
nya.
Klien dapat mengenal 11. Bantu pasien mengenal
maslah keputus asaan penyebab putus asa
Kriteria hasil: 12. Diskusiakan perbedaan antara
Setelah 1 x interaksi klien perasaan dan pikiran terhadap
dapat mengidentifikasi dan kondisi yang dialami pasien
memceriterakan perasaan 13. Bantu pasien menyadari akibat
tentang keputusasaannya putus asa
14. Bantu pasien mengungkapkan
Klien dapat berfikiran positif pengalaman pikiran, perasaan
Kriteria hasil dan perilaku yang positif
Sete;lah 1x interaksi klien 15. Latih menata ulang pikiran
mampu menyebutkan dengan cara ; latihan berpikir
kemampuan positif yang positif, membangun harapan
dimiliki dan menemukan makna hidup
Klien dapat melakukan 16. Anjurkan melakukan berpikir
kegiatan positif yang positif, membangun harapan
dimiliki dan mencari makna hidup

SP II pasien
8. Evaluasi keputusasaan pasien
dan kemampuan berpikir positif,
membangun harapan dan makna
hidup
9. Diskusikan aspek positif diri
sendiri, keluarga dan lingkungan
10. Diskusikan kemampuan
positif diri sendir
11. Latih satu kemampua positif
12. Diskusikan manfaat
melakukan kegiatan positif
dalam menumbuhkan harapan
dan makna hidup
13. Anjurkan melakukan latihan
kemampuan berikut sesuai
dengan kondisi kesehatan
14. Lanjutkan berpikir positif,
melakukan kegiatan positif,
membangun harapan dan makna
hidup

SP III Pasien
4. Evaluasi keputusasaan dan
kemampuan berpikir positif,
melakukan kegiatan positif,
membangun harapan dan makna
hidup
5. Nilai kemampuan pasien
melakukan cara mengatasi
keputusasaan
6. Nilai tanda keputusasaaan
pasien

Keluarga dapat merawat SP I keluarga


anggota keluarga dengan 7. Diskusikan masalah yang
keputusasaan dirasakan dalam merawat
pasien
Kriteria hasil 8. Bantu keluarga mengenal putus
Setelah 1 x interaksi asa pada pasien ; menjalaskan
keluarga mampu: keputusasaan, penyebab, proses
6. Mengenal putus asa pada terjadi, tanda dan gejala, serta
pasien ; menjalaskan akibatnya
keputusasaan, penyebab, 9. Menjelaskan cara merawat
proses terjadi, tanda dan pasien dengan putus asa ;
gejala, serta akibatnya menumbuhakan harapan positif
 Mempraktekkan cara melalui restrukturisasi pikiran ;
merawat klien dengan berpikir positif, melakukan
keputus asaan kegiatan positif, menemukan
 Mempraktekkan cara harapan dan makna hidup
follow up dan merujiuk 10. Sertakan keluarga saat melatih
keluarga dengan berpikir positif, membangun
keputusasaan harapan dan makna hidup
11. Anjurkan keluarga memotivasi
pasien berpikir positif,
membangun harapan dan
makna hidup

SP II keluarga
5. Evaluasi masalah yang
dirasakan oleh keluarga dan
kegiatan keluarga dalam
membimbing pasien berpikir
positif, membangun harapan dan
makna hidup. Beri pujian
6. Menyertakan keluarga saat
melatih pasien melatih
kemampuan positif
7. Anjurkan keluarga membantu
pasien mengatasi
keputusasaannya
8. Diskusikan dengan keluarga
cara perawatan dirumah, follow
up dan kondisi pasien yang
perlu dirujuk (keputusasaan dan
keinginan bunuh diri) dan cara
merujuk pasien

SP III keluarga
4. Evaluasi keluarga dalam
merawat/melatih pasien berpikir
positif, melakukan kegiatan
positif, membangun harapan dan
makna hidup
5. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
6. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol/rujukan

STRATEGI PELAKSANAAN (SPI) TINDAKAN KEPERAWAN


ANSIETAS

Hari : Selasa, 03 November 2020


Pertemuan :I
SP/DX : SP I / Ansietas
Nama Klien : Ny.N
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Data Subyektif :
 Klien mengatakan cemas dan panik saat mengetahui hasil swab nya positif
 Klien mengatakan cemas dan memikirkan sanksi sosial yang akan di alaminya
 Klien mengatakan menderita sakit berat dan klien mengatakan kondisi yang
di rasakan saat ini sangat mengganggu aktifitasnya.
 Klien mengatakan sudah dirawat selama 1 bulan. Sebelumnya klien juga
pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama, namun tidak
separah yang sekarang.
 Klien mengatakan ingin sembuh dan bisa bekerja lagi mencari uang karena
setiap hari klien harus menjalani pengobatan,
 Klien mengatakan tidak percaya dengan yang dialaminya
 Klien sering BAK saat malam hari
 Klien mengatakan merasa sedih dengan kondisi saat ini
 Klien mengatakan tidak ada teman buat curhat dan merasa sendiri

b. Data obyektif
 Klien terlihat murung, tegang dan gelisah
 Klien terlihat bingung dan sedih
 Klien kooperatif selama berinteraksi
 Kontak mata ada
 Klien tampak tidak bisa untuk tidur
 Klien tampak lemah dan lesu akibat kurang tidur
 TTV : TD : 130/90 mmHg, N: 82 x/menit P : 20 x/mnt S: 36.6 C

2. Diagnosa keperawatan: Ansietas


3. Tujuan
 Klien dapat Mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
 Klien dapat mengenal penyebab ansietasnya
 Klien menyadari perilaku akibat ansietasnya
4. Intervensi
 Kaji ansietas pasien
 Bantu pasien mengenal ansietas
 Latih teknik relaksasi
 Tarik nafas dalam (lima kali setiap latihan)
 Distraksi (baca, bercakap-cakap, nonton tv)
 Anjurkan latihan nafas dalam tiap dua jam,distraksi setiap saat (kecuali saat
tidur)
B. STRATEGI PELAKSANAAN I (SP I)
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
”Assalamualaikum Bu, perkenalkan nama saya Desy Yemina, panggil saja
saya Desy, saya mahasiswa UNIVERSITAS BINAWAN jurusan
keperawatan hari ini saya ingin berbincang-bincang bersama ibu, saya akan
datang selama 3 hari, Apa betul ini Ny. N ? Bu lebih suka dipanggil siapa?”
”Tujuan saya datang ke ruangan ibu untuk membantu mengatasi masalah yang
Ibu rasakan”

b. Evaluasi validasi
”Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
”O, jadi Bu semalam tidak bisa tidur?”
”Baiklah, Bu, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang
perasaan yang ibu rasakan?”
c. Kontrak
Topik : “Sesuai dengan janji kita kemaren hari ini kita akan berbincang-
bincang tentang masalah yang Ibu hadapi saat ini tujuannya agar
kita bisa bersama-sama mengatasi masalah yang Ibu hadapi saat ini,
apa Ibu bersedia…. “

Tempat :” Kita berbincang-bincang disini saja ya bu, di ruangan ibu?”

Waktu :”Tidak lama, hanya sekitar 10 menit bagaimana ibu besedia.”

2. Kerja
”Coba ibu ceritakan apa yang ibu rasakan?”
”Oh, jadi ibu merasa gelisah, cemas karena kondisi kesehatan ibu?”
”Apakah ibu memiliki riwayat hipertensi?”
”Jadi ibusebelumnya sudah kontrol ke puskesmas ?”
“Selama ini, bila ibu punya masalah yang mengganggu, apa yang ibu lakukan?”
”Jadi kalau ibu punya masalah, ibu akan memikirkan terus masalah itu sehingga ibu
merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?”
“Apakah sebelumnya ibu pernah mengalami masalah yang ibu anggap cukup
berat?”
“Apakah ibu mampu menyelesaikan masalah tersebut?”
“Wah, baik sekali, berarti dulu ibu pernah mampu menyelesaikan masalah yang
cukup berat, saya yakin sekali ibu sekarang juga akan mampu menyelesaikan
kecemasan yang ibu rasakan”
“Baiklah ibu, bagaimana kalau sekarang kita coba latihan relaksasi dengan cara
tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu cara yang cukup mampu untuk
mengurangi kecemasan yang ibu rasakan. Bagaimana kalau kita latihan sekarang,
Saya akan lakukan, ibu perhatikan saya, lalu ibu bisa mengikuti cara yang sudah
saya ajarkan. Kita mulai ya Bu.”
“Ibu silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, ibu tarik nafas dalam
perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam hitungan tiga setelah itu ibu
hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Nah,
sekarang coba ibu praktikkan. Wah bagus sekali, ibu sudah mampu melakukannya.
Ibu bisa melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai ibu merasa relaks
atau santai”

3. Terminasi
a. Evalusi respon subyektif klien
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang dan latihan tarik nafas
dalam…..
b. Evaluasi respon obyektif klien
Bisa ibu praktekkan latihan nafas dalam yang sudah kita pelajari
tadi….bagus… ibu bisa mempraktekkannya dengan baik
c. Rencana tindak lanjut
Jangan lupa ibu untuk latihan nafas dalam setiap 2 jam kecuali tidur… dan
bercakap-cakap saat ibu mengalami kecemasan.
d. Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik ibu besok kita akan bertemu lagi untuk latihan hipnotis diri
sendiri (tehnik lima jari)... tujuannya supaya ibu mampu
mengalihkan kecemasan melalui beberapa cara..”
Tempat : “Kita akan bertemu diruangan dan tempat tidur ibu ya, ibu bersedia .

Waktu :” Besok pagi saya dinas pagi, kita akan bertemu jam 09.00 ya bu, ibu
bersedia… baik. Jika ibu  membutuhkan saya, ibu dapat
memanggil saya menggunkan bel yang  ada” selamat sore”

STRATEGI PELAKSANAAN (SPII) TINDAKAN KEPERAWATAN


ANSIETAS

Hari : Rabu, 04 November 2020


Pertemuan : II
SP/DX : SP I I / Ansietas
Nama Klien : Ny.N

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Data Subyektif
 Klien mengatakan merasa lebih tenang
 Napsu makan klien berkurang
 Klien terbangun dimalam hari untuk BAK. Dan klien bisa tidur kembali
 Klien sering BAK saat malam hari

b. Data Obyektif
 Klien masih terlihat murung
 Klien mulai terlihat berinteraksi dengan klien lain

2. Diagnosa Keperawatan : Ansietas


3. Tujuan Khusus
 Klien mampu melakukan tarik nafas dalam dan distraksi

 Klien mampu latihan hipnotis diri (teknik lima jari) dan kegiatan spritual

 Klien mampu melakukan tarik nafas dalam (setiap dua jam) distraksi (setiap
saat), teknik lima jari (lima kali sehari) dan kegiatan spiritual.

4. Tindakan Keperawatan

a. Bantu klien dalam melakukan tarik nafas dalam dan distraksi

 Menjelaskan cara tarik nafas dalam dan distraksi


 Menjelaskan tujuan dari tarik nafas dalam dan distraksi
 Mempraktekkan depan klien tarik nafas dalam dan distraksi.
b. Bantu Klien untuk latihan hipnotis diri (teknik lima jari) dan kegiatan spiritual
 Menjelaskan cara hipnotis diri dan kegiatan spritual
 Menjelaskan tujuan dari hipnotis diri dan kegiatan spritual
 Mempraktekkan depan klien hipnotis diri dan spiritual
c. Bantu klien melakukan tarik nafas dalam (setiap dua jam) distraksi (setiap saat)
teknil lima jari (lima kali sehari) dan kegiatan spiritual.

B. Proses Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam teraupetik
“Assalamualaikum, selamat pagi ibu! Masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi / Validasi :
“Bagaimana perasaan Ibu pagi hari ini? Apakah sudah lebih dari hari kemaren?
Masih apa yang suster ajarkan kemaren?
c. Kontrak
Topik : “sesuai dengan jani saya kemaren, hari ini kita latihan nafas dalam dan
latihan distraksi? “
Tempat :” Tempatnya seperti kemaren saja ya bu, kita latihan di taman saja”
Waktu :”Tidak lama, hanya sekitar 20 menit dari jam 09.00 s/d 09.20.”

b. Fase Kerja
“Seperti yang ibu bilang kemaren ibu gelisah dan susah tidur dan merasa tidak
nyaman. Untuk mengurangi rasa gelisah ibu, hari ini kita akan mendengarkan musik.
Adapun manfaat dari mendengar musik adalah untuk membantu ibu relaks dan
nyaman. Kalau boleh tau musik kesukaan ibu apa? Oh ibu suka lagu religi. Baiklah
kita akan mendengarkan lagu religi sambal tarik nafas dalam tahan selama 3 detik
dan hembuskan lewat mulut. Dengarkan suara saya dan musik yang diputar. Pertama
dekat kan ibu jari dengan telunjuk, bayangkan tubuh ibu sangat sehat, bayangkan ibu
sedang berjalan-jalan di pantai, bayangkan dan coba rasakan, hilangkan semua beban
pikian ibu. Kedua dekatkan ibu jari dengan jari tengah bayangkan ketika ibu
mendapatkan barang yang paling ibu sukai, entah itu pemberian anak, atau suami.
Ketiga dekatklan ibu jari dengan jari manis, bayangkan ketika ibu berada di tempat
yang nyaman, tempat yang membuat ibu sangat bahagia. Keempat dekatkan ibu jari
dengan jari kelingking bayangkan ketika ibu mendapatkan suatu penghargaan. Tarik
nafas kembali atur nafas dengan baik, tarik nafas pelan-pelan dan hembuskan secara
perlahan, lakukan sebanyak tiga kali. Buka mata ibu secara perlahan-lahan.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah mendengarkan music dan melakukan hipnotis
5 jari? Bagus, ibu meras alebih nyaman dan tenang.
b. Rencana Tindak Lanjut
“Baiklah ibu, selanjutnya jika ibu merasa cemas, ibu dapat menggunakan teknik
ini.
c. Kontrak yang akan datang
Topik : “Kita akan bertemu kembali besok ya ibu untuk melihat apakah 
bapak/ibu sudah lebih baik dan merasa nyaman serta mengevaluasi
teknik  distraksi dan teknik relaksasi yang sudah diajarkan”
Tempat : “Kita akan bertemu diruangan dan tempat tidur ibu ya. Jika
ibu  membutuhkan saya, ibu dapat memanggil saya
menggunkan bel yang  ada”
Waktu :” Besok pagi saya dinas pagi, kita akan bertemu jam 07.00 ya bu”

STRATEGI PELAKSANAAN (SPIII) TINDAKAN KEPERAWAN


ANSIETAS

Hari : Kamis, 05 November 2020


Pertemuan : III
SP/DX : SP III/ Ansietas
Nama Klien : Ny. N

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Data subyektif
 Klien mengatakan lebih tenang
 Klien tidur malam lebih nyenyak

b. Data obyektif
 Klien terlihat lebih tenang
 Klien terlihat berinteraksi dengan klien lain
 Klien mulai tersenyum

2. Diagnosa keperawatan: Ansietas


3. Tujuan
 Klien dapat melakukan tehnik relaksasi, distraksi, hipnotis lima jari dan spiritual untuk
mendistraksi kecemasan
4. Intervensi
 Evaluasi ansietas dan kemampuan pasien melakukan tarik nafas dalam
dan distraksi dan berikan pujian
 Latihan hipnotis diri sendiri (teknik lima jari) dan kegiatan spiritual
 Anjurkan pasien melakukan tarik nafas dalam (setiap dua jam)
distraksi (setiap saat), teknik lima jari (lima kali sehari) dan kegiatan
spiritual

B. STRATEGI PELAKSANAAN III (SP III)


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat Pagi bu…
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini…apa ada masalah dengan tidurnya semalam…
alhamdulillah … Ibu bisa tidur dengan nyenyak…bagaimana dengan latihan yang
sudah kita latih kemaren.. apa sudah dikerjakan semua… bagus ibu sudah
melakukannya..
c. Kontrak
Topik : “Sesuai dengan janji kita kemaren hari ini kita akan melihat kemampuan
Ibu mendistraksi kecemasan tujuannya untuk mengetahui apa ibu sudah
mampu mengontrok kecemasan secara mandiri. Ibu bersedia…
Tempat :” Tempatnya seperti kemaren saja ya bu, kita latihan di taman saja”
Waktu :”Tidak lama, kita akan berbincang-bincang selama 15 menit.... Bagaimana
ibu bersedia.”
2. Kerja
Apa saja yang ibu lakukan saat ibu mengalami kecemasan… dengan tehnik rel;aksasi
.. bagus ibu…kapan ibu lakukan… setiap 2 jam bagus bu… selain itu apa lagi…
bercakap-cakap…. bagus bu.. kapan ibu melakukannya… bagus bu…. apa lagi..
hipnotis lima jari… berapa kali sehari… 5x bagus bu… bagaimana dengan
sholatnya… alhamdulillah .. 5 waktu… dipertahankan dan terus dilakukan …Bisa ibu
ulangi lagi cara latihan nafas dalam… selain nafas dalam apa yang bisa dilakukan
untuk mengalihkan kecemasan…. bagus sekali.. sekarang kita akan latihan hipnotis
diri sendiri dengan tehnik lima jari … sebelumnya boleh saya tahu apa ibu pernah
mendapatkan kejutan dari keluarga ibu… saat ulang tahun.. anak ibu yang laki-laki
dan perempuan memberi kado… kalau sedang libur tidak berdagang…. Ibu biasanya
kemana .. pulang kampung kampung saat lebaran… ibu suka ke pantai….. bagus bu…
saya akan jelaskan acaranya….. kemudian ibu bisa mengikuti saya… pejam mata…
tarik nafas dalam.. sekali lagi… ibu jari dengan jari telunjuk…. bayangkan saat badan
ibu sehat… ibu bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga
Ibu jari dengan jari tengah… bayangkan saat ibu mendapatkan pujian saat usaha ibu
sukses…… ibu memperoleh banyak keuntungan … bayangkan betapa bahagia
keluarga ibu
Ibu jari dengan jari manis.. bayangkan…… saat ibu mendapat kejutan ulang tahun
dari anak dan suami ibu…... Ibu merasa sangat bahagia.. bayangkan
Ibu jari dengan jari kelingking… bayangkan… saat lebaran.. Ibu pulang kampung …..
Ibu berlibur kepantai..… bayangkan pemandangan dipantai….. pohon rindang dan
teduh.. betapa damainya bayangkan
Tarik nafas dalam…. sekali lagi… buka mata
Bisa Ibu ceritakan selama sakit bagaimana dengan sholat ibu.. apa ada masalah…
selama ibu di rawat…

3. Terminasi
a. Evalusi
Respon subyektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan hipnotis diri sendiri dengan tehnik
lima jari…
Respon obyektif
Bisa ibu sebutkan beberapa cara yang bisa ibu lakukan untuk mengalihkan
kecemasan ibu… apa lagi… bagus sekali..
b. Rencana tindak lanjut
Jangan lupa ibu untuk latihan nafas dalam setiap 2 jam. Distraksi setiap saat dan
tehnik lima jari 5x sehari dan sholat jangan ditinggalkan ya bu….
c. Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik bu…. Besok kita akan bertemu lagi untuk melihat kembali
kemampuan ibu melakukan latihan untuk mendistraksi kecemasan
ibu....
Tempat :” Tempatnya seperti kemaren saja ya bu, kita latihan di taman saja”
Waktu :”Tidak lama, kita akan berbincang-bincang selama 15 menit.... Bagaimana
ibu bersedia.”

CATATAN KEPERAWATAN

Implementasi Evaluasi
Selasa , 03 November 2020 S : Klien mengatakan merasa lebih
Data Subyektif: tenang
 Klien mengatakan cemas dan panik saat O : Klien masih terlihat murung
mengetahui hasil swab nya positif A:
 Klien mengatakan cemas dan memikirkan  Ansietas
sanksi sosial yang akan di alaminya P:
 Klien mengatakan menderita sakit berat dan Klien
klien mengatakan kondisi yang di rasakan saat  Latihan tarik nafas dalam
ini sangat mengganggu aktifitasnya. setiap 2 jam kecualia kan tidur
 Klien mengatakan sudah dirawat selama 1 dan distraksi
bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat  Selalu berfikiran positif
di rumah sakit dengan penyakit yang sama,  Gali kemampuan positif yang
namun tidak separah yang sekarang. dimiliki
 Klien mengatakan ingin sembuh dan bisa  Lakukan afirmasi positif
bekerja lagi mencari uang karena setiap hari Perawat :
klien harus menjalani pengobatan,  Evaluasi kemampuan pasien
 Klien mengatakan tidak percaya dengan yang melakukan tehnik relaksasi dan
dialaminya distraksi dan berikan pujian
 Klien sering BAK saat malam hari  Latih hipnotis diri sendiri
 Klien mengatakan merasa sedih dengan kondisi (teknik lima jari) dan kegiatan
saat ini spiritual
 Klien mengatakan tidak ada teman buat curhat
dan merasa sendiri
Data Obyektif :
 Klien terlihat murung, tegang dan gelisah
 Klien terlihat bingung dan sedih
 Klien kooperatif selama berinteraksi
 Kontak mata ada
 Klien tampak tidak bisa untuk tidur
 Klien tampak lemah dan lesu akibat kurang
tidur
 TTV : TD : 130/90 mmHg, N: 82 x/menit P :
20 x/mnt S: 36.6 C

Diagnosa
 Ansietas
Desy Yemina
 Gangguan citra tubuh
 Harga diri rendah
 Keputusasaan
Tindakan keperawatan
 Mengkaji ansietas ketidak berdayaan dan
keputusasaanklien
 Membantu pasien mengenal penyebab
ansietas, ketidak berdayaan dan keputusasaan
 Melatih teknik relaksasi dan distraksi
 Bantu klien mengungkapkan perasaan dan
perilaku yang positif
Rencana tindak lanjut
 Identifikasi penyebab kecemasan ketidak
berdayaan dan keputusasaan klien
 Ajarkan tehnik relaksasi setiap 2 jam kecuali
kan tidur dan distraksi
Rabu, 04 November 2020 S : Klien mengatakan lebih tenang
Data Subyektif O : Klien terlihat tenang
 Klien mengatakan merasa lebih tenang A:
 Napsu makan klien berkurang  Ansietas
 Klien terbangun dimalam hari untuk BAK. Dan P:
klien bisa tidur kembali Klien
 Klien sering BAK saat malam hari  Latihan tarik nafas dalam
setiap 2 jam distraksisetiap
Data obyektif saat. Hipnotis lima jari 5 x

 Klien masih terlihat murung sehari sholat 5 waktu

 Klien mulai terlihat berinteraksi dengan klien  Selalu berfikiran positif

lain  Lakukan afirmasi positif


Diagnosa  Lakukan kegiatan yang positif
 Ansietas Perawat :
 Gangguan citra tubuh  Latih kemampuan tehnik

 Harga diri rendah relaksasi dan distraksi hipnotis

 Keputusasaan lima jari sampai membudaya

Tindakan keperawatan  Nilai kemampuan mandiri

 Evaluasi ansieta, ketidakberdayaan dan pasien

keputusasaan
 Evaluasi kemampuan pasien melakukan tehnik
relaksasi dan distraksi dan berikan pujian
 Latih hipnotis diri sendiri (teknik lima jari) dan
kegiatan spiritual
Rencana tindak lanjut
 Anjurkan pasien melakukan tarik nafas dalam
(setiap dua jam),
 Distraksi (setiap saat),
 Teknik lima jari (lima kli sehari) dan kegiatan
spiritual
Desy Yemina

Kamis, 05 November 2020 S : Klien mengatakan lebih tenang


Data Subyektif O : Klien terlihat tenang klien
 Klien mengatakan lebih tenang tersenyum kepada perawat
 Klien tidur malam lebih nyenyak A: ansietas

 Klien melakukan latihan yang sudah diajarkan P:

Data Obyektif Klien

 Klien terlihat lebih tenang  Latihan tarik nafas dalam

 Klien terlihat berinteraksi dengan klien lain setiap 2 jam distraksisetiap


saat. Hipnotis lima jari 5 x
 Klien mulai tersenyum
sehari sholat 5 waktu
Diagnosa
 Selalu berfikiran positif
 Ansietas
 Lakukan afirmasi positif
Tindakan keperawatan
 Evaluasi ansietas dan kemampuan tarik nafas  Lakukan kegiatan yang positif

dalam distraksi, teknik lima jari, spiritual dan Perawat :

beri pujian  Latih kemampuan tehnik

 Latih sampai membudaya relaksasi dan distraksi hipnotis


lima jari sampai membudaya
 Nilai kemampuan mandiri
 Nilai dampaknya pada ansietas
Rencana tindak lanjut
Melatih kemampuan tehnik relaksasi distraksi,
Desy Yemina
teknik lima jari, spiritual sampai membudaya

Jumat, 06 November 2020 S :Klien mengatakan pikirannya


Data Subyektif : tenang
 Klien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak, O : Klien terlihat hum,oris menjawab
 Klien berinteraksi dengan tetangganya pertanyaan perawat
Data Obyektif: A : Tidak ada masalah

 Klien terlihat ceria P

 Klien berintertaksi dengan pasien lainnya Pasien : Lakukan semua yang

Masalah : tidak ditemukan masalah sudah diajarkan


Tindaklan keperawatan Selalu berfikiran positif
 Motivasi klien untuk melakukan semua yang
diajarkan Desy Yemina

Anda mungkin juga menyukai