2. Konsep Diri
Saat ini klien merasa menjadi beban bagi keluarganya. Sebagai istri klien tidak
bisa membantu suami untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Klien merasa
sedih dan lebih banyak murung. Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada
prosedur keperawatan rumah sakit
3. Pola Interaksi
Menurut keluarga Klien adalah seorang yang humoris. Dirumah klien biasa
berintetraksi dengan tetangga. Namun sejak sakit klien lebih banyak berdiam diri
menghabiskan waktu dikamar. Dan selama di Rumah Sakit Klien berinteraksi
dengan perawat dan teman nya sangat baik
4. Gaya Komunikasi
Klien bersedia menjawab seluruh pertanyaan, namun klien terlihat murung saat
berkomunikasi. Klien saat di ajak berbicara terlihat sedih ekspresi muka tegang
dan gelisah, kontak mata ada dan klien terlihat bingung.
IV. LATAR BELAKANG STATUS SOSIAL-BUDAYA
1. Pendidikan :
Klien tamat SMA
2. Pekerjaan :
klien memiliki usaha pribadi (berdagang) dengan kondisi pasang surut
3. Hubungan Sosial :
Sebelum sakit klien biasa berinteraksi dengan tetangga. Klien memiliki orang
yang berarti dalam kehidupan nya yaitu suami dan anaknya. Klien berkata jika ada
masalah klien akan menceritakan kepada suaminya dan orang tuanya. Klien aktif
dalam mengikuti kegiatan sosial
4. Sosio-Budaya :
Klien dengan suku jawa, menganggap bahwa sakitnya saat ini adalah kesalahan
karena tidak menuruti nasehat dari keluarganya untuk mengikuti saran dokter.
Klien terbiasa minum jamu dan lebih sering minum-minuman yang manis-manis
5. Gaya hidup :
Klien hidup sesuai kemampuan nya dan tidak berlebihan, sebelum sakit klien
adalah seorang pekerja keras, klien berdagang untuk membantu suami bekerja dan
mencukupi kebutuhan keluarganya, meskipun kadang mengalami kebangkrutan,
namun klien tetap berusaha bersama suami untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya
V. RIWAYAT KELUARGA
1. Genogram (3 generasi) :
2. Masalah Keluarga dan Krisis :
Sejak klien sakit, biaya hidup keluarga dan keperluan berobat ditanggung oleh
suami. anak pertama klien bekerja sebagai kuli serabutan dan terpaksa berhenti
bekerja karena harus mengantar klien berobat. klien masih harus membiayai
anaknya sekolah dan Klien mengatakan hubungan dengan suami, mertua dan
keluarganya sangat baik
3. Interaksi dalam Keluarga :
Klien sangat dekat dengan anggota keluarga, anak-anak serta adik dan kakaknya.
Bila ada masalah Pengambil keputusan adalah suami. Klien dan anak klien
menuruti apa kata suami.
A. DEFINISI
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidak
nyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang
menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang memperkua tindividu
mengambil tindakan menghadapi ancaman (Yosep, 2013).
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana dapat
membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satuc ontoh dampak
psikologis adalah timbulnya kecemasan atau ansietas. (Yusuf,2015:89)
Kecemasan (anxiety) adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang didasari dengan
rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan,
isolasi, dan ketidak amanan. Seseorang merasa dirinya sedang terancam. Pengalaman
kecemasan dimulai pada masa bayi dan berlanjut sepanjang hidup. Pengalaman seseorang
diketahui berakhir dengan rasa takut terbesar pada kematian (Stuart, 2013).
Kecemasan merupakan respon normal terhadap situasi yang tidak nyaman, tidak
pasti, serta mengancam, dan setiap orang sesekali mengalami tekanan seperti hal tersebut.
Kecemasan akan menjadi masalah ketika mengganggu perilaku adaptif yang
menyebabkan gejala fisik, atau melebihi tingkat yang dapat ditoleransi. Pada individu
dengan gangguan kecemasan, pengalaman seringkali merupakan salah satu pemicu
gangguan fungsional dan distress(Videbeck, 2014; Varcarolis, 2017; Morrison-Valfre,
2017).
C. Jenis-jenis Kecemasan
Menurut Freud, jenis-jenis dari kecemasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai
berikut(Hergenhahn & Henley, 2013):
a. Kecemasan nyata atau kecemasan objektif merupakan ketakutan terhadap bahaya
yang terlihat dan ada dalam dunia nyata. Misalnya takut dengan ular, harimau,
ataupun bencana alam. Kecemasan realistis akan menuntun perilaku untuk
menghindari atau melindungi diri dari bahaya yang ada. Kecemasan akan reda
apabila objek yang mengakibatkan kecemasan sudah tidak ada.
b. Kecemasan neurotik merupakan jenis kecemasan yang megganggu kesehatan
mental. Kecemasn neurotik berbasis pada masa anak-anak. Dalam suatu konflik
antara penundaan instingnitif dan realitas, anak sering dihukum atas ekspresi
seksual yang terbuka dan dorongan agresif atau keinginan untuk menunda impuls id
yang akan menimbulkan kecemasan. Kecemasan neurotik adalah ketakutan yang
tidak didasari atas hukuman terhadap impulsifitas dari perilaku yang didominasi id.
Ketakutan bukan merupakan insting melainkan hasil dari penundaan insting.
Konflik terjadi antara id, ego, dan dari sumber asalnya yang memiliki basis realitas.
c. Kecemasan moral, merupakan hasil dari konflik antara id dan super ego. Dimana
muncul saat seseorang akan melanggar nilai sehingga merasa malu dan bersalah
karena ada kode moral. Adanya kecemasan moral menandakan bahwa superego
berfungsi dengan baik.
D. Etiologi
a. Faktor Presipitasi Kecemasan
Stressor presipitasi merupakan semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi dua kategori (Stuart, 2013) :
1) Ancaman terhadap integritas fisik melibatkan potensial cacat fisik atau penurunan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ancaman ini bisa berasal dari
sumber internal mupun sumber eksternal.
a) Sumber internal, meliputi kegagalan sistem tubuh seperti jantung, sistem
kekebalan tubuh, atau pengaturan suhu. Perubahan biologis normal yang dapat
terjadi pada kehamilan dan kegagalan untuk berpartisipasi dalam praktik
kesehatan preventif merupakan sumber internal lainnya.
b) Sumber eksternal, berupa paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, bahaya keamanan; minimnya perumahan yang layak, makanan,
atau pakaian, serta cedera traumatik.
2) Ancaman terhadap sistem diri, melibatkan bahaya identitas seseorang, harga diri,
dan fungsi sosial yang terintegrasi. Kedua sumber internal dan eksternal dapat
mengancam harga diri, yaitu:
1) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam hubungan interpersonal dirumah
maupun tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru seperti menjadi orang
tua, mahasiswa atau karyawan. Berbagai acaman terhadap integritas fisik juga
dapat mengancam harga diri, karena hubungan pikiran dan tubuh merupakan
hubungan tumpang tindih.
2) Sumber eksternal, meliputi kehilangan seseorang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya, stres kerja, dan
dilema etika.
b. Faktor Predisposisi
Berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan faktor predisposisi dari
kecemasan adalah, sebagai berikut(Stuart, 2013; Varcarolis, 2017):
1) Biologis, sebagian besar studi menunjukkan disfungsi beberapa sistem dan bukan
hanya perubahan satu neurotransmiter tertentu saja dalam pengembangan
gangguan kecemasan. Sistem tersebut, meliputi:
a) Sistem GABA merupakan pengaturan kecemasan yang berhubungan dengan
aktivitas neurotransmitter gamma-aminobutyric acid(GABA), yang
mengontrol aktivitas, atau tingkat pembakaran, dari neuron di bagian otak
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan kondisi kecemasan. GABA
yaitu neurotransmiter penghambat paling umum di otak.
b) Sistem norepinefrin (NE) dianggap menengahi respons fight-of-flight. Bagian
dari otak yang memproduksi NE adalah lokus seruleus. Hal ini dihubungkan
dengan jalur neurotransmiter ke struktur lain dari otak yang berhubungan
dengan kecemasan, seperti amigdala, hipokampus, dan korteks serebral
(bagian pemikiran, penafsiran, dan perencanaan dari otak).
c) Sistem serotonin, gangguan regulasi neurotransmisi serotonin (5-HT) juga
mempunyai peran sebagai faktor penyebab kecemasan, karena klien yang
mengalami gangguan ini mungkin memiliki hipersensitif reseptor (5-HT).
Beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang teori ini. Menurut mereka,
seseorang akan merasa cemas karena ada penyakit fisik atau keabnormalan pada
tubuh, bukan karena suatu konflik emosi. Para ahli berpendapat bahwa otak
terdiri dari reseptor benzodiazepines dan reseptor-reseptor itulah yang akan
mengatur kecemasan. Selain itu, ada juga GABA yang meningkat akibat kerja
benzodiazepines sehingga apabila GABA meningkat, maka seseorang akan
merasa cemas.
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut:
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
1) Makan makan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Cukup olahraga
4) Tidak merokok
5) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat –
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan
somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung.
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan
dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.
G. Rentang Respons
Rentang respons kecemasandari respons paling adaptif yaitu antisipasi sampai ke
respons yang paling maladaptif yaitu panik, seperti berikut (Stuart, 2013; Morrison-
Valfre, 2017) :
Stressor
K. Sumber Koping
Seseorang bisa mengatasi/ menyelesaikan stres dan kecemasan dengan memobilisasi
sumber koping yang dimiliki secara internal dan eksternal di lingkungan. Sumber daya
seperti aset keuangan, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial, dan
keyakinan budaya dapat membantu seseorang untuk mengintegrasikan pengalaman stres
dalam hidupnya dan belajar untuk mengadopsi strategi koping yang efektif. Semua hal
tersebut bisa membantu seseorang untuk menemukan makna dari pengalaman stres dan
mempertimbangkan strategi alternatif untuk mengatasi peristiwa yang penuh dengan stres
(Stuart, 2013).
L. Mekanisme Koping
Ketika mengalami kecemasan, seseorang akan menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba menghilangkan kecemasan. Ketidakmampuan untuk mengatasi
kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab paling utama dari masalah psikologis.
Mekanisme koping dikategorikan menjadi 2, yaitu (Stuart, 2013):
a. Koping berfokus pada masalah atau tugas adalah upaya yang disengaja untuk
mengatasi masalah, konflik, dan memuaskan kebutuhan, seperti; serangan,
penarikan, dan kompromi.
b. Koping berfokus pada emosi atau ego yaitu dikenal sebagai mekanisme
pertahanan, melindungi orang dari perasaan tidak mampu dan tidak berharga,
serta mencegah kesadaran kecemasan.
Kedua mekanisme tersebut bisa bersifat konstruktif atau destruktif. Di mana
mekanisme koping yang konstruktif merupakan respon protektif yang secara sadar
menghadapi ancaman tersebut, sedangkan mekanisme koping destruktif melibatkan
represi ke alam bawah sadar. Mekanisme koping destruktif cenderung tidak efektif,
tidak memadai, tidak terorganisir, tidak pantas, dan berlebihan. Mekanisme koping
destruktif mungkin terlihat pada perilaku aneh atau timbulnya gejala (Stuart, 2013).
M. Komplikasi
a. Depresi
Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah
perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
b. Gangguan Somatoform
Gangguan somatoform merupakan kelompok gangguan yang meliputi symptom fisik
(misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara
medis. Berbagai symptom dan keluhan somatik tersebut cukup serius sehingga
menyebabkan stress emosional dan gangguan dalam kemampuan penderita untuk
berfungsi dalam kehidupan sosial dan pekerjaan. Diagnosis ini diberikan apabila
diketahui bahwa faktor psikologis memegang peranan penting dalam memicu dan
mempengaruhi tingkat keparahan serta lamanya gangguan dialami (oleh Kaplan,
Sadock, & Grebb, 1994 dalam buku Psikologi Abnormal Klinis Dewasa 2007)
c. Skizofrenia Hibefrenik
Skizofrenia Hebrefrenik adalah perilaku yang khas, regresi, primitive, afek tidak
sesuai dengan karakteristik umumnya, wajah dungu, tertawa aneh-aneh, menangis dan
menarik diri secara ekstrim (Mary C. Towsend dalam Novy Helena C, 1998: 143).
Menurut Maramis (2004) permulaannya perlahan – lahan dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang paling terlihat adalah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor
seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Delusi dan halusinasi
yang banyak sekali.
d. Skizofrenia Simplek
Skizofrenia yang satu ini sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala
utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terjadi.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Keperawatan pada pasien dengan ansietas menurut (Stuart, 2007) yaitu:
a. Identitas Klien
1) Initial : Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki – laki, karena
wanita lebih mudah stress dibanding pria.
2) Umur : Toddler-lansia
3) Pekerjaan: Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar.
4) Pendidikan: Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih
rentan mengalami ansietas
b. Alasan Masuk
Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan
d. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda Vital: Kaji tanda – tanda vital (Tekanan darah, respirasi, nadi, dan
suhu), tanda vital biasanya mengalami peningkatan
2) Keluhan Fisik: Kaji adanya peningkatan refleks, terkejut, mata berkedip-
kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum,
gerakan lambat, kaki goyah.
Selain itu juga dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas (Stuart,
2007):
B1 : Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal,
pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah.
B2 : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin
pingsan, pingsan, TD ↓, denyut nadi ↓.
B3 : Refleks ↑, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,
rigiditas, gelisah, wajah tegang.
B4 : Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
B5 : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada
abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati.
B6 : Lemah.
f. Psikososial:
1) Konsep diri:
a) Gambaran diri: Biasanya wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor,
gelisah, keringat berlebihan.
b) Identitas: Biasanya gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta
terjadi pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.
c) Peran: Biasanya menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok /
masyarakat.
d) Ideal diri: Biasanya berkurangnya toleransi terhadap stress, dan
kecenderungan ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
e) Harga diri: Biasanya klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan
yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
2) Hubungan Sosial:
Kaji mengenai:
a) Orang yang berarti
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Spiritual:
Kaji mengenai:
a) Nilai dan keyakinan
b) Kegiatan ibadah
g. Status Mental:
1) Penampilan: pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya
penampilannya tidak rapi.
2) Pembicaraan: Biasanya bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang
keras.
3) Aktivitas motorik: Kaji adanya lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.
4) Alam perasaan: Kaji adanya sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.
5) Afek: Biasanya labil
6) Interaksi selama wawancara: Kaji adanya tidak kooperatif, mudah tersingung
dan mudah curiga, kontak mata kurang.
7) Persepsi: Kaji adanya berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak
mampu menyelesaikan masalah.
8) Proses pikir: Biasanya persevarsi
9) Isi pikir: Kaji adanya obsesi, phobia dan depersonalisasi
10) Tingkat kesadaran: bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat
dan orang (ansietas berat)
11) Memori: pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder)
akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat
jangka pendek.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung: Biasanya tidak mampu berkonsentrasi
13) Kemampuan penilaian: Biasanya mengalami gangguan kemampuan penilaian
ringan
14) Daya titik diri: Biasanya menyalahkan hal-hal diluar dirinya, menyalahkan
orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.
h. Mekanisme Koping
Kaji cara pasien menghadapi kecemasannya, antara lain mekanisme adaptif
(bicara dengan orang lain, teknik relokasi, aktivitas kontruktif, olah raga, dll)
ataupun mekanisme maladaptive (minum alcohol, reaksi berlebihan, menghindar,
mencederai diri, dll)
i. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Yang perlu dikaji antara lain:
1) Masalah dengan dukungan kelompok
2) Masalah berhubungan dengan lingkungan
3) Masalah dengan pendidikan
4) Masalah dengan pekerjaan
5) Masalah dengan perumahan
6) Masalah ekonomi
7) Masalah dengan pelayanan kesehatan
j. Pengetahuan Kurang
k. Kaji adanya deficit pengetahuan mengenai ansietas, faktor presipitasi, sistem
pendukung, penyakit fisik, obat – obatan, dan lain – lain
l. Aspek medik
Diagnosa Medik:
1. Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau
lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu
tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax)
2. Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:
Ketegangan Motorik:
a. Kedutan otot atau rasa gemetar
b. Otot tegang/kaku/pegel linu
c. Tidak bisa diam
d. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik:
a. Nafas pendek/ terasa berat
b. Jantung berdebar-debar
c. Telapak tangan basah dingin
d. Mulut kering
e. Kepala pusing/rasa melayang
f. Mual, mencret, perut tidak enak
g. Muka panas/ badan menggigil
h. Buang air kecil lebih sering
i. Sukar menelan/rasa tersumbat
Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang
a. Perasaan jadi peka/ mudah ngilu
b. Mudah terkejut/kaget
c. Sulit konsentrasi pikiran
d. Sukar tidur
e. Mudah tersinggung
m. Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala:
penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin
2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas …… (Sebutkan derajatnya)
Misal:
- Ansietas ringan - Ansietas sedang
- Ansietas berat - Panik
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Deta A. 2017. Hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan pada
perempuan monopause di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Ciputat Tangerang
Selatan.http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ bitstream/.../35982/1/Deta%20Amelia
%20Asih-FKIK.pdf.Diakses 03 Oktober 2017.
Eka, Angelina R. 2012. Hubungan tingkat kecemasan dengan keberhasilan memberikan obat
melalui infus pada mahasiswa FIK UI angkatan 2010. http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/20301345-s42018angelina%20roida %20eka.pdf.Diakses 02 Oktober
2017.
Hergenhahn, B.R., & Tracy B. H. 2013.An Introduction To The History Of Psychology (7th
ed.). Belmont, CA: WadsworthPublishing.
Huda, Amin., Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.
Morrison-Valfre, Michelle. 2017. Foundations of Mental Health Care (6thed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier, Inc.
Stuart, G. W. 2013. Prinsip dan praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi Indonesia :
Editor Keliat, A.B., Jessica P. Singapore : Elsevier.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Videbeck, Sheila, L. 2014. Psychiatric Mental Health Nursing (6th Ed.). Wolters
KluwerHealth / Lippincott Williams & Wilkins.
Yosep, Iyus. 2013. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN
KETIDAKBERDAYAAN
A. PENGERTIAN
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau
tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak
akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit
mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi
(NANDA, 2014).
Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa
tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian
yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Sedangkan menurut
Carpenito-Moyet (2014) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu
atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
B. KLASIFIKASI/JENIS/TYPE
Rentang Respon
a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik. Kurangnya
harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan mekanisme
koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak adekuat dapat
menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu memahami
kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan. Individu mengkaji
situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan. Ketidakpastian menjadi
berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan hampa, kondisi
ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
C. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita
gangguan jiwa)
2) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman
penggunaan zat terlarang .
3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal
terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu
pelaksana aktivitas harian pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-
kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi
pada lobus frontal, temporal dan limbic.
6) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
b. Psikologis
1) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan
terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
3) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal
atau AIDS
4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter
atau terlalu melindungi/menyayangi
7) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan
hobi dan aktivitas sehari-hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa
takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c. Sosial budaya
1) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan yang
sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya
3) Pendidikan rendah
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya:
pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat
yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya
kontrol lokus internal)
6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain, tidak
mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan
bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
7) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara pasif.
D. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien kurang
dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya
keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang
sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi
kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau
hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang
berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi
ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi timbulnya
ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a. Biologis :
1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program pengobatan
yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang, sulit dan kompeks)
(proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3. Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan kejang
atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic
4. Terdapat gangguan sistem endokrin
5. Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender
8. Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
a. Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial yang
berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan melakukan
tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
b. Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada dalam
lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya:
pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang
berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat
E. Pohon Masalah
Ketidakberdayaan
Proses berduka.
Kurangnya umpan balik positif.
Umpan balik negatif yang konsisten.
F. Patofisiologi
Setiap proses penyakit, baik akut maupun kronis, dapat menyebabkan ketidakberdayaan
atau berperan menyebabkan ketidakberdayaan.
Beberapa sumber umum antara lain:
a) Berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi, sekunder akibat CVA, trauma
servikal, infark miokard, nyeri.
b) Berhubungan dengan ketidakmampuan menjalani tanggung jawab peran, sekunder
akibat pembedahan, trauma, artritis.
c) Berhubungan dengan proses penyakit yang melemahkan, sekunder akibat sklerosis
multipel, kanker terminal.
d) Berhubungan dengan penyalahgunaan zat.
e) Berhubungan dengan distorsi kognitif, sekunder akibat depresi.
b. Maturasional :
a) Anak remaja : berhubungan dengan masalah pengasuhan anak.
b) Dewasa : berhubungan dengan peristiwa kehilangan lebih dari satu kali,
sekunder akibat penuaan (mis., pensiun, defisit sensori, defisit motorik, uang,
orang terdekat
DAFTAR PUSTAKA
Crpenito, L,J. (2014). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada praktek klinik (terjemahan).
Edisi 6. Jakarta : EGC
Nanda International. (2014). Nursing Diagnosis : Definition & classifications 2012-2014.
Jakarta : EGC
Wilkinson, J, M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPUTUSASAAN
A. PENGERTIAN
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2014).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa
kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorang yang
tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaiki
kehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya
bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya.
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan ,
keraguan .duka cita , apati , kesedihan , depresi , dan bunuh diri. ( Cotton dan Range,
1996 )
Menurut (Pharris, Resnick ,dan ABlum, 1997),mengemukakan bahwa
keputusasaan merupakan kondisi yang dapat menguras energi.
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan bersifat
subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau pilihan
pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai apa yang diiginkan
serta tidak dapat mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan .
Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
N. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan adalah:
a) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan
b) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami keputusasaan.
d) Struktur Kepribadian
e) Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
O. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan keputusasaan adalah:
1. Faktor kehilangan
2. Kegagalan yang terus menerus
3. Faktor Lingkungan
4. Orang terdekat ( keluarga )
5. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
6. Adanya tekanan hidup
7. Kurangnya iman
P. Pohon masalah
Ketidakberdayaan
Keputusasaan
Q. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan keputusasaan.
b. Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-
macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan
dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
semangat juangnya.
c. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung
pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani
terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari
penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan
dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual
keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
e. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi)
rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah
keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan,
berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi
paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program
rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan
ke masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, R. (2003). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk. (2006).
Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan
WHO
Stuart, G.W. (2007). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN CITRA TUBUH
A. DEFINISI
Citra tubuh adalah kumpulan dan sikap individu yang disadari dan tidak disadari
terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang
ukuran,fungsi, penampilan dan potensi tubuh (Stuart Laraia, 2005). Sedangkan
NANDA Internasional (2010) mendefinisikan gangguan citra tubuh sebagai konfusi
gangguan proses berpikir dalam gambaran mental fisik dari individu. Citra tubuh
adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu tentang bentuk, ukuran, berat
tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya yang digambarkan dalam bentuk
penampilan fisik (Fontaine, 2003).
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan bentuk,
struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Stuart-Laraia,
2005). Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya
yang diakibatkan oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh karena
tidak sesuai dengan yang diinginkan (SAK Jiwa, FIK UI Depok, 2017).
C. POHON MASALAH
Gangguan tubuh
D. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan dan penuaan
mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan
aspek lainnya dari konsepdiri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan social juga
mempengaruhi citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan
fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya
mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang
realistic terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan
membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan
meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif perubahan
perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek
penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain dari
konsep diri (Potter & Perry, 2005).
2. Presipitasi
Trauma
Penyakit atau kelainan hormonal
Operasi atau Pembedahan
Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan : maturasi
Perubahan fisiologis tubuh: kehamilan, penuaan
Prosedur medis dan keperawatan: efek pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Harga diri (self esteem) merupakan salahsatu komponen dari konsep diri. Harga
diri merupakan penilaian pribadi berdasarkan seberapa baik prilaku sesuai dengan ideal
diri (stuart 2009). Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu
mengalami/beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri
(Carpemito, 2007). Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, serta merasa gagal mencapai keinginan
(Dalami dkk, 2009).
Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronis. Harga diri rendah
stuasional pengembangan persepsi negatif tentang dirinya sendiri pada suatu kejadian
(NANDA 2014). Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri/ evaluasi diri negatif
yang berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri
seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (Suliswati, 2005).
Sedangkan harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan di pertahankan dalam waktu yang lama (NANDA
2014).
Harga diri rendah situasional terjadi bila seseorang mengalami trauma yang
terjadi secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi, misalnya korban pemerkosaan,
dituduh KKN, dipenjara secara tiba-tiba (Dalami dkk, 2009). Bila harga diri rendah
situasional tidak diatasi dapat menyebabkan harga diri rendah kronis.
C. KLASIFIKASI/JENIS/TYPE
Konsep diri didefinisikan sebagi semua pikiran,keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan memmengaruhi hubungan dengan
orang lain. konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri,dengan orang terdekat, dan dengan
realitas dunia. Menurut Stuart (2009) konsep diri terdiri atas komponen- komonen
berikut ini.
a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap
tubuhnya.termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang
ukuran,fungsi,penampilan,dan potensi. Citra tubuh di modifikasikan secara
berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berprilaku terhadap standa,
aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
c. Harga diri
penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis
seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah
perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,walaupun
melakuakan kesalahan,kekalahan dan kegagalan , tetap merasa sebagai seorang
yang penting dan berharga.
d. performa peran
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan social berhubungan
dengan fungsi individu di berbagai kelompok social. Peran yang ditetapkan adalah
peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang di ambil
adalah peran terpilih atau dipilih oleh individu.
e. Identitas pribadi
prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertangguang jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan,konsisten dan keunikan individu.prinsip tersebut sama
artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlanjut sepanjang
kehidupan,tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri rendah Keracunan identitas Depersonalisasi
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif
dari dirinya.
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain.
D. ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang memiliki
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Nilai-nilai budaya yang tidak
dapat diikuti oleh individu.
3) Faktor yang memengaruhi identitas pribadi, meliputi ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. Stresor pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan eksternal, yaitu sebagai
berikut:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketergantungan peran, berhubungand engan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya seperti frustasi. Ada tiga jenis transisi peran:
a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai,
serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit, terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh: kehilangan bagian tubuh:
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik
yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis, dan
keperawatan
E. POHON MASALAH
Isolasi sosial
DAFTAR PUSTAKA
DATA MASALAH
DS : Ansietas
Klien mengatakan cemas dan panik saat mengetahui hasil swab
nya positif
Klien mengatakan cemas dan memikirkan sanksi sosial yang
akan di alaminya
Klien mengatakan menderita sakit berat dan klien mengatakan
kondisi yang di rasakan saat ini sangat mengganggu aktifitasnya.
Klien mengatakan sudah dirawat selama 1 bulan. Sebelumnya
klien juga pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang
sama, namun tidak separah yang sekarang.
Klien mengatakan ingin sembuh dan bisa bekerja lagi mencari
uang karena setiap hari klien harus menjalani pengobatan,
Klien mengatakan tidak percaya dengan yang dialaminya
Klien sering BAK saat malam hari
Klien mengatakan merasa sedih dengan kondisi saat ini
Klien mengatakan tidak ada teman buat curhat dan merasa
sendiri
DO :
Klien terlihat murung, tegang dan gelisah
Klien terlihat bingung dan sedih
Klien kooperatif selama berinteraksi
Kontak mata ada
Klien tampak tidak bisa untuk tidur
Klien tampak lemah dan lesu akibat kurang tidur
TTV : TD : 130/90 mmHg, N: 82 x/menit P : 20 x/mnt
S: 36.6 C
DS : Gangguan citra tubuh
Klien mengatakan malu dengan keadaanya sekarang
Klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah
parah
DO :
Perubahan aktual pada fungsi
Luka gangren klien bertambah parah dan mulai mengeluarkan
bau tidak sedap
DS: Keputusasaan
Menderita sakit berat dan sulit disembuhkan
Napsu makan berkurang
Keluarga mengatakan Sejak sakit tidak pernah lagi berinteraksi
dengan tetangga
DO:
Klien tampak murung
Klien terlihat tidak berinteraksi dengan pasien lain
PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN DIAGNOSIS PSIKOSOSIAL
TUK SP I pasien
Klien dapat membina 5. Kaji ansietas pasien
hubungan saling percaya 6. Bantu pasien mengenal ansietas ;
Kriteria hasil: Mengidentifikasi dan
setelah dilakukan 1 x menguraikan perasaannya.
interaksi klien menunjukkan Mengenal penyebab ansietas
tanda-tanda percaya pada Menyadari perilaku akibat
perawat ansietas
7. Latih teknik relaksasi :
Klien mampu mengenali Tarik nafas dalam (lima kali
ansietasnya setiap latihan)
Kriteria hasil Distraksi (baca, bercakap-
Setelah 1x pertemuan klien cakap, nonton tv)
mampu: 8. Anjurkan latihan nafas dalam
Mengenali ansietasnya tiap dua jam,distraksi setiap saat
Mengenal penyebab (kecuali saat tidur)
ansietasnya
Melakukan latihan tehnik
relaksasi ( tarik nafas
dalam, distraksi) SP II pasien
4. Evaluasi ansietas dan
Klien dapat mengontrol kemampuan pasien melakukan
ansietas dengasn hipnotis tarik nafas dalam dan distraksi
lima jari dan berikan pujian
Kriteria hasil 5. Latihan hipnotis diri sendiri
Setelah 1x pertemuan klien (teknik lima jari) dan kegiatan
mampu Mempraktekan spiritual
hipnotis lima jari 6. Anjurkan pasien melakukan tarik
nafas dalam (setiap dua jam),
distraksi (setiap saat), teknik
lima jari (lima kli sehari) dan
kegiatan spirituaL
SP III pasien
5. Evaluasi ansietas dan
kemampuan tarik nafas dalam
distraksi, teknik lima jari,
spiritual dan beri pujian
6. Latih sampai membudaya
7. Nilai kemampuan mandiri
8. Nilai dampaknya pada ansietas
Klien dapat dukungan dari SP I keluarga
keluarga dalam mengontrol 5. Diskusikan masalah yang
ansietasnya dirasakan dalam merawat pasien
Kriteria hasil : 6. Menjelaskan ansietas, penyebab
Setelah 1x pertemuan proses terjadi, tanda dan gejala,
kleuarga mampu: serta akibatnya
Menyebutkan penyebab 7. Menjelaskan cara merawat
proses terjadi, tanda dan ansietas pasien; tidak menambah
gejala, serta akibatnya dari masalah pasien, selalu bersikap
ansietas positif dan memeberi semangat
Mempraktekkan cara 8. Menyertakan keluarga saat
Merawat anggota keluarga melatih pasien melakuka tarik
dengan ansietas nafas dalam dan distraksi serta
menjelaskan kepada yang besuk
untuk melakukan sikap yang
positif
SP II keluarga
5. Evaluasi masalah yang
dirasakan keluarga dan
kemampuan keluarga merawat
pasien, berikan pujian.
6. Menyertakan keluarga saat
melatih pasien hipnotis diri
sendiri (lima jari) dan kegiatan
spiritual
7. Anjurkan membantu pasien
mengatasi ansietasnya
8. Diskusikan dengan keluarga
cara perawatan dirumah, follow
up dan kondisi pasien yang peru
dirujuk (lapang persepsi
menyempit, tidak mampu
menerima informasi, gelisah,
tidak dapat tidur) dan cara
merujuk pasien
SP III keluarga
4. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
tarik nafas dalam, distraksi,
teknik lima jari, dan kegiatan
spiritual
5. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol/rujuka
2. Ketidakberday TUM : klien mampu Bina hubungan saling percaya
aan berpikiran positif dan dengan menggunakan prinsip
mencapai tujuan realistis komunikasi terapeutik
TUK I SP I pasien
Klien dapat membina 1. Kaji stressor dan tanda dan
hubungan saling percaya gejala ketidakberdayaan
Kriteria hasil: 2. Bantu pasien mengenal
setelah dilakukan 1 x ketidakberdayaan;
interaksi klien mampu Mengidentifikasi dan
melakukan menguraikan perasaanya.
BHSP Mengenal penyebab
Klien mampu ketidakberdayaan
mengidentifikasi dan Menyadari perilaku akibat
menguraikan perasaannya ketidakberdayaan
Klien mampu mengenali 3. Bantu mengidentifikasi situasi
dan mengekspresikan kehidupan yang tidak mampu
emosinya dikontrol oleh pasien
Klien mampu 4. Diskusikan pemikiran negatif
memodivikasi pola pasien yang dapat menurunkan
kognitif yang negatif kondisi pasien
Klien mampu 5. Bantu pasien untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan pemikiran positif,
pengambilan keputusan logis, dan rasional
SP II pasien
3. Evaluasi ketidakberdayaan
pasien dan kemampuan airmasi
pikiran dan harapan positif. Beri
pujian
4. Latihan cara mengontrol
perasaan ketidakberdayaan
melalui peningkatan
kemampuan mengendalikan
situasi yang masih bias dilaukan
pasien ;
Bantu pasien
mengindentifikasi
area/kegiatan kehidupan yang
dapat dilakukan walaupun
sedang sakit
5. Latih berbagai kegiatan yang
masih dapat dilakukan walaupun
sedang sakit ; misalnya makan
sendiri, menggerakkan tangan
dan kaki dan ditingkatkan sesuai
kondisi kesehatan pasien
SP III pasien
4. Evaluasi ketidakberdayan paien,
kemampuan pemberdayaan
pasien. Berikan pujian
5. Nilai keberdayaan pasien
6. Nilai apakah ketidakberdayaan
berkurang/hilang
Keluarga dapat merawat SP I keluarga
klien dengan 1. Diskusikan masalah yang
ketidakberdayaan dirasakan dalam merawat pasien
Kriteria hasil : 2. Bantu keluarga mengenal
Setelah 1x pertemuan ketidakberdayaan pasien ;
kleuarga mampu: Menjelaskan ketidakberdayaan,
Menjelaskan penyebab, proses terjadi, tanda
ketidakberdayaan, dan gejala, serta akibatnya
penyebab, proses terjadi, Menejelaskan cara merawat
tanda dan gejala, serta pasien dengan
akibatnya ketidakberdayaan ; berpikir
Mempraktekkan cara positif, logis, rasional dan
Merawat anggota keluarga mengembangkan pikiran 7
dengan ketidakberdayaan harapan positif (afirmasi
Melakukan positif)
kontrol/rujukan 3. Sertakan keluarga saat melatih
latihan pengembangan pikiran
dan harapan positif serta
afirmasi positif
SP II keluarga
1. Evaluasi masalah yang dirasakan
oleh keluarga dalam merawat
dan membantu latihan berpikir
positif pasien (afirmasi positif).
Beri pujian
2. Menyertakan keluarga saat
melatih pasien mengontrol
perasaan ketidakberdayaan
melalui peningkatan
kemampuan mengendalikan
situasi yang masih bisa
dilakukan pasien
3. Anjurkan keluarga membantu
pasien mengendalikan perasaan
dan latihan afirmasi
4. Diskusikan dengan keluarga cara
perawatan dirumah, follow up
dan kondisi pasien yang perlu
dirujuk ( ketidakberdayaan dan
keengganan pasien melakukan
kegiatan) dan cara merujuk
pasien
SP III keluarga
4. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
afirmasi dan mengendalikan
perasaan
5. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol/rujukan
3. Keputusasaan TUM : klien dapat Bina hubungan saling percaya
mengatasi keputusasaannya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeuti
TUK SP I Pasien
Klien dapat membina 9. Kaji stressor dan tanda
hubungan saling percaya keputusasaan
Kriteria hasil: 10. Bantu pasien mengenal
Setelah 1x interaksi klien keputusasaan ;
dapat memina hubungan mengidentifikasi dan
seling percaya dengan menguraikan perasaan
perawat sedih/kesendirian/keputusasaan
nya.
Klien dapat mengenal 11. Bantu pasien mengenal
maslah keputus asaan penyebab putus asa
Kriteria hasil: 12. Diskusiakan perbedaan antara
Setelah 1 x interaksi klien perasaan dan pikiran terhadap
dapat mengidentifikasi dan kondisi yang dialami pasien
memceriterakan perasaan 13. Bantu pasien menyadari akibat
tentang keputusasaannya putus asa
14. Bantu pasien mengungkapkan
Klien dapat berfikiran positif pengalaman pikiran, perasaan
Kriteria hasil dan perilaku yang positif
Sete;lah 1x interaksi klien 15. Latih menata ulang pikiran
mampu menyebutkan dengan cara ; latihan berpikir
kemampuan positif yang positif, membangun harapan
dimiliki dan menemukan makna hidup
Klien dapat melakukan 16. Anjurkan melakukan berpikir
kegiatan positif yang positif, membangun harapan
dimiliki dan mencari makna hidup
SP II pasien
8. Evaluasi keputusasaan pasien
dan kemampuan berpikir positif,
membangun harapan dan makna
hidup
9. Diskusikan aspek positif diri
sendiri, keluarga dan lingkungan
10. Diskusikan kemampuan
positif diri sendir
11. Latih satu kemampua positif
12. Diskusikan manfaat
melakukan kegiatan positif
dalam menumbuhkan harapan
dan makna hidup
13. Anjurkan melakukan latihan
kemampuan berikut sesuai
dengan kondisi kesehatan
14. Lanjutkan berpikir positif,
melakukan kegiatan positif,
membangun harapan dan makna
hidup
SP III Pasien
4. Evaluasi keputusasaan dan
kemampuan berpikir positif,
melakukan kegiatan positif,
membangun harapan dan makna
hidup
5. Nilai kemampuan pasien
melakukan cara mengatasi
keputusasaan
6. Nilai tanda keputusasaaan
pasien
SP II keluarga
5. Evaluasi masalah yang
dirasakan oleh keluarga dan
kegiatan keluarga dalam
membimbing pasien berpikir
positif, membangun harapan dan
makna hidup. Beri pujian
6. Menyertakan keluarga saat
melatih pasien melatih
kemampuan positif
7. Anjurkan keluarga membantu
pasien mengatasi
keputusasaannya
8. Diskusikan dengan keluarga
cara perawatan dirumah, follow
up dan kondisi pasien yang
perlu dirujuk (keputusasaan dan
keinginan bunuh diri) dan cara
merujuk pasien
SP III keluarga
4. Evaluasi keluarga dalam
merawat/melatih pasien berpikir
positif, melakukan kegiatan
positif, membangun harapan dan
makna hidup
5. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
6. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol/rujukan
b. Data obyektif
Klien terlihat murung, tegang dan gelisah
Klien terlihat bingung dan sedih
Klien kooperatif selama berinteraksi
Kontak mata ada
Klien tampak tidak bisa untuk tidur
Klien tampak lemah dan lesu akibat kurang tidur
TTV : TD : 130/90 mmHg, N: 82 x/menit P : 20 x/mnt S: 36.6 C
b. Evaluasi validasi
”Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
”O, jadi Bu semalam tidak bisa tidur?”
”Baiklah, Bu, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang
perasaan yang ibu rasakan?”
c. Kontrak
Topik : “Sesuai dengan janji kita kemaren hari ini kita akan berbincang-
bincang tentang masalah yang Ibu hadapi saat ini tujuannya agar
kita bisa bersama-sama mengatasi masalah yang Ibu hadapi saat ini,
apa Ibu bersedia…. “
2. Kerja
”Coba ibu ceritakan apa yang ibu rasakan?”
”Oh, jadi ibu merasa gelisah, cemas karena kondisi kesehatan ibu?”
”Apakah ibu memiliki riwayat hipertensi?”
”Jadi ibusebelumnya sudah kontrol ke puskesmas ?”
“Selama ini, bila ibu punya masalah yang mengganggu, apa yang ibu lakukan?”
”Jadi kalau ibu punya masalah, ibu akan memikirkan terus masalah itu sehingga ibu
merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?”
“Apakah sebelumnya ibu pernah mengalami masalah yang ibu anggap cukup
berat?”
“Apakah ibu mampu menyelesaikan masalah tersebut?”
“Wah, baik sekali, berarti dulu ibu pernah mampu menyelesaikan masalah yang
cukup berat, saya yakin sekali ibu sekarang juga akan mampu menyelesaikan
kecemasan yang ibu rasakan”
“Baiklah ibu, bagaimana kalau sekarang kita coba latihan relaksasi dengan cara
tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu cara yang cukup mampu untuk
mengurangi kecemasan yang ibu rasakan. Bagaimana kalau kita latihan sekarang,
Saya akan lakukan, ibu perhatikan saya, lalu ibu bisa mengikuti cara yang sudah
saya ajarkan. Kita mulai ya Bu.”
“Ibu silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, ibu tarik nafas dalam
perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam hitungan tiga setelah itu ibu
hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Nah,
sekarang coba ibu praktikkan. Wah bagus sekali, ibu sudah mampu melakukannya.
Ibu bisa melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai ibu merasa relaks
atau santai”
3. Terminasi
a. Evalusi respon subyektif klien
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang dan latihan tarik nafas
dalam…..
b. Evaluasi respon obyektif klien
Bisa ibu praktekkan latihan nafas dalam yang sudah kita pelajari
tadi….bagus… ibu bisa mempraktekkannya dengan baik
c. Rencana tindak lanjut
Jangan lupa ibu untuk latihan nafas dalam setiap 2 jam kecuali tidur… dan
bercakap-cakap saat ibu mengalami kecemasan.
d. Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik ibu besok kita akan bertemu lagi untuk latihan hipnotis diri
sendiri (tehnik lima jari)... tujuannya supaya ibu mampu
mengalihkan kecemasan melalui beberapa cara..”
Tempat : “Kita akan bertemu diruangan dan tempat tidur ibu ya, ibu bersedia .
Waktu :” Besok pagi saya dinas pagi, kita akan bertemu jam 09.00 ya bu, ibu
bersedia… baik. Jika ibu membutuhkan saya, ibu dapat
memanggil saya menggunkan bel yang ada” selamat sore”
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Data Subyektif
Klien mengatakan merasa lebih tenang
Napsu makan klien berkurang
Klien terbangun dimalam hari untuk BAK. Dan klien bisa tidur kembali
Klien sering BAK saat malam hari
b. Data Obyektif
Klien masih terlihat murung
Klien mulai terlihat berinteraksi dengan klien lain
Klien mampu latihan hipnotis diri (teknik lima jari) dan kegiatan spritual
Klien mampu melakukan tarik nafas dalam (setiap dua jam) distraksi (setiap
saat), teknik lima jari (lima kali sehari) dan kegiatan spiritual.
4. Tindakan Keperawatan
B. Proses Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam teraupetik
“Assalamualaikum, selamat pagi ibu! Masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi / Validasi :
“Bagaimana perasaan Ibu pagi hari ini? Apakah sudah lebih dari hari kemaren?
Masih apa yang suster ajarkan kemaren?
c. Kontrak
Topik : “sesuai dengan jani saya kemaren, hari ini kita latihan nafas dalam dan
latihan distraksi? “
Tempat :” Tempatnya seperti kemaren saja ya bu, kita latihan di taman saja”
Waktu :”Tidak lama, hanya sekitar 20 menit dari jam 09.00 s/d 09.20.”
b. Fase Kerja
“Seperti yang ibu bilang kemaren ibu gelisah dan susah tidur dan merasa tidak
nyaman. Untuk mengurangi rasa gelisah ibu, hari ini kita akan mendengarkan musik.
Adapun manfaat dari mendengar musik adalah untuk membantu ibu relaks dan
nyaman. Kalau boleh tau musik kesukaan ibu apa? Oh ibu suka lagu religi. Baiklah
kita akan mendengarkan lagu religi sambal tarik nafas dalam tahan selama 3 detik
dan hembuskan lewat mulut. Dengarkan suara saya dan musik yang diputar. Pertama
dekat kan ibu jari dengan telunjuk, bayangkan tubuh ibu sangat sehat, bayangkan ibu
sedang berjalan-jalan di pantai, bayangkan dan coba rasakan, hilangkan semua beban
pikian ibu. Kedua dekatkan ibu jari dengan jari tengah bayangkan ketika ibu
mendapatkan barang yang paling ibu sukai, entah itu pemberian anak, atau suami.
Ketiga dekatklan ibu jari dengan jari manis, bayangkan ketika ibu berada di tempat
yang nyaman, tempat yang membuat ibu sangat bahagia. Keempat dekatkan ibu jari
dengan jari kelingking bayangkan ketika ibu mendapatkan suatu penghargaan. Tarik
nafas kembali atur nafas dengan baik, tarik nafas pelan-pelan dan hembuskan secara
perlahan, lakukan sebanyak tiga kali. Buka mata ibu secara perlahan-lahan.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah mendengarkan music dan melakukan hipnotis
5 jari? Bagus, ibu meras alebih nyaman dan tenang.
b. Rencana Tindak Lanjut
“Baiklah ibu, selanjutnya jika ibu merasa cemas, ibu dapat menggunakan teknik
ini.
c. Kontrak yang akan datang
Topik : “Kita akan bertemu kembali besok ya ibu untuk melihat apakah
bapak/ibu sudah lebih baik dan merasa nyaman serta mengevaluasi
teknik distraksi dan teknik relaksasi yang sudah diajarkan”
Tempat : “Kita akan bertemu diruangan dan tempat tidur ibu ya. Jika
ibu membutuhkan saya, ibu dapat memanggil saya
menggunkan bel yang ada”
Waktu :” Besok pagi saya dinas pagi, kita akan bertemu jam 07.00 ya bu”
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Data subyektif
Klien mengatakan lebih tenang
Klien tidur malam lebih nyenyak
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih tenang
Klien terlihat berinteraksi dengan klien lain
Klien mulai tersenyum
3. Terminasi
a. Evalusi
Respon subyektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan hipnotis diri sendiri dengan tehnik
lima jari…
Respon obyektif
Bisa ibu sebutkan beberapa cara yang bisa ibu lakukan untuk mengalihkan
kecemasan ibu… apa lagi… bagus sekali..
b. Rencana tindak lanjut
Jangan lupa ibu untuk latihan nafas dalam setiap 2 jam. Distraksi setiap saat dan
tehnik lima jari 5x sehari dan sholat jangan ditinggalkan ya bu….
c. Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik bu…. Besok kita akan bertemu lagi untuk melihat kembali
kemampuan ibu melakukan latihan untuk mendistraksi kecemasan
ibu....
Tempat :” Tempatnya seperti kemaren saja ya bu, kita latihan di taman saja”
Waktu :”Tidak lama, kita akan berbincang-bincang selama 15 menit.... Bagaimana
ibu bersedia.”
CATATAN KEPERAWATAN
Implementasi Evaluasi
Selasa , 03 November 2020 S : Klien mengatakan merasa lebih
Data Subyektif: tenang
Klien mengatakan cemas dan panik saat O : Klien masih terlihat murung
mengetahui hasil swab nya positif A:
Klien mengatakan cemas dan memikirkan Ansietas
sanksi sosial yang akan di alaminya P:
Klien mengatakan menderita sakit berat dan Klien
klien mengatakan kondisi yang di rasakan saat Latihan tarik nafas dalam
ini sangat mengganggu aktifitasnya. setiap 2 jam kecualia kan tidur
Klien mengatakan sudah dirawat selama 1 dan distraksi
bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat Selalu berfikiran positif
di rumah sakit dengan penyakit yang sama, Gali kemampuan positif yang
namun tidak separah yang sekarang. dimiliki
Klien mengatakan ingin sembuh dan bisa Lakukan afirmasi positif
bekerja lagi mencari uang karena setiap hari Perawat :
klien harus menjalani pengobatan, Evaluasi kemampuan pasien
Klien mengatakan tidak percaya dengan yang melakukan tehnik relaksasi dan
dialaminya distraksi dan berikan pujian
Klien sering BAK saat malam hari Latih hipnotis diri sendiri
Klien mengatakan merasa sedih dengan kondisi (teknik lima jari) dan kegiatan
saat ini spiritual
Klien mengatakan tidak ada teman buat curhat
dan merasa sendiri
Data Obyektif :
Klien terlihat murung, tegang dan gelisah
Klien terlihat bingung dan sedih
Klien kooperatif selama berinteraksi
Kontak mata ada
Klien tampak tidak bisa untuk tidur
Klien tampak lemah dan lesu akibat kurang
tidur
TTV : TD : 130/90 mmHg, N: 82 x/menit P :
20 x/mnt S: 36.6 C
Diagnosa
Ansietas
Desy Yemina
Gangguan citra tubuh
Harga diri rendah
Keputusasaan
Tindakan keperawatan
Mengkaji ansietas ketidak berdayaan dan
keputusasaanklien
Membantu pasien mengenal penyebab
ansietas, ketidak berdayaan dan keputusasaan
Melatih teknik relaksasi dan distraksi
Bantu klien mengungkapkan perasaan dan
perilaku yang positif
Rencana tindak lanjut
Identifikasi penyebab kecemasan ketidak
berdayaan dan keputusasaan klien
Ajarkan tehnik relaksasi setiap 2 jam kecuali
kan tidur dan distraksi
Rabu, 04 November 2020 S : Klien mengatakan lebih tenang
Data Subyektif O : Klien terlihat tenang
Klien mengatakan merasa lebih tenang A:
Napsu makan klien berkurang Ansietas
Klien terbangun dimalam hari untuk BAK. Dan P:
klien bisa tidur kembali Klien
Klien sering BAK saat malam hari Latihan tarik nafas dalam
setiap 2 jam distraksisetiap
Data obyektif saat. Hipnotis lima jari 5 x
keputusasaan
Evaluasi kemampuan pasien melakukan tehnik
relaksasi dan distraksi dan berikan pujian
Latih hipnotis diri sendiri (teknik lima jari) dan
kegiatan spiritual
Rencana tindak lanjut
Anjurkan pasien melakukan tarik nafas dalam
(setiap dua jam),
Distraksi (setiap saat),
Teknik lima jari (lima kli sehari) dan kegiatan
spiritual
Desy Yemina