Anda di halaman 1dari 1

Pemberontakan PRRI/Permesta

Pemberontakan PPRI dan Permesta terjadi karena adanya ketidakpuasan beberapa daerah di
Sumatra dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat.
Ketidakpuasan tersebut didukung oleh beberapa panglima militer.  Tujuan dari pemberontakan
PRRI ini adalah untuk mendorong pemerintah supaya memperhatikan pembangunan negeri
secara menyeluruh, sebab pada saat itu pemerintah hanya fokus pada pembangunan yang berada
di daerah Pulau jawa. PRRI memberikan usulan atas ketidakseimbangan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah pusat.

Meskipun alasan yang dilakukan oleh PRRI ini benar, namun cara yang digunakan untuk
mengoreksi pemerintah pusat itu salah. PRRI menuntut kepada pemerintah pusat dengan nada
paksaan, sehingga pemerintah menganggap bahwa tuntutannya itu bersifat memberontak. Hal
tersebut menimbulkan kesan bagi pemerintah pusat bahwa PRRI adalah suatu bentuk
pemberontakan. Akan tetapi, jika PRRI itu dikatakan sebagai pemberontak, hal ini merupakan
anggapan yang tidak tepat sebab sebenarnya PRRI ingin membenahi dan memperbaiki sistem
pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat, bukan untuk menjatuhkan pemerintahan
Republik Indonesia.

Selanjutnya mereka membentuk dewan-dewan militer daerah, seperti :

1. Dewan Banteng di Sumatra Barat dipimpin oleh Kolonel Achmad Husein (Komandan
Resimen Infanteri 4) dibentuk pada 20 Desember 1956
2. Dewan Gajah di Medan dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon, Panglima Tentara
dan Teritorium I (TTI) pada tanggal 22 Desember 1956.
3. Dewan Garuda, dibentuk pada pertengahan bulan Januari 1957 oleh Letnan Kolonel
Barlian.
4. Dewan Manguni, dibentuk pada tanggal 17 Pebruari 1957 di Manado oleh Mayor
Somba.

Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Februari 1958, Ketua Dewan Banteng
mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum tersebut adalah menyatakan
bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam. Setelah menerima
ultimatum tersebut pemerintah bertindak tegas dengan cara memberhentikan secara tidak hormat
Achmad Husein dan melakukan operasi militer pada tanggal 12 Februari 1958. Dibawah
pimpinan KSAD,A. H. Nasution membekukan komando daerha militer Sumatra Tengah serta
mengadakan operasi militer gabungan yang diberi nama Operasi 17 Agustus yang berhasil
menghancurkan gerakan separatis tersebut. Namun pada tanggal 15 Februari 1955, terjadi
proklamasi PRRI yang berisi bahwa daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah memutuskan
hubungan dengan pemerintah pusat. Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan PRRI,
pemerintah psat melancarkan operasi Sapta Marga dan berhasil melumpuhkan aksi dilakukan
PRRI/Permesta.

Anda mungkin juga menyukai