Pengembangan Dan Pengorganisasian Masyarakat2
Pengembangan Dan Pengorganisasian Masyarakat2
PENYUSUN :
FRIDA LINA TARIGAN, M.Kes
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga karya tulis ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimaksih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirnya.
Modul ini saya buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas saya sebagai dosen di Universitas
Sari Mutiara Indonesia pada Mata Kuliah Pengembangan dan pengorganisasian.
Modul mata kuliah ini berisi uraian singkat tentang konsep dasar dan ruang lingkup
Pengembangan dan Pengorganisasian serta penjelasannya. Dan harapan saya semoga buku ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi karya tulis agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya,saya yakin masih banyak
kekurangan dari karya tulis ini.oleh karna itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan buku ini
i
VISI DAN MISI
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
VISI
Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global khususnya
dibidang kesehatan lingkungan tahun 2038
MISI
1. Melaksanakan pendidikan yang efektif, efesien dalam kesehatan masyarakat, khususnya
kesehatan linkungan sesuai dengan SN Dikti dan KKNI level 6 (enam)
2. Melaksanakan kregiatan penelitian dalam rangka memberikan solusi dalam berbagai
persoalan kesehatan khususnya kesehatan lingkungan
3. Melaksanakan kegiatan pengabdian maysarakat secara provesional untuk meningkatkan
status kesehatan masyarakat yang mendukung pencapaian progam pemerintah dalam bidang
kesehatan khususnya kesehatan lingkungan.
4. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta institusi,
asosiasi profesi dalam dan luar negeri dalam rangka pelaksanaan tridarma perguruan tinggi
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
VISI DAN MISI PRODI KESEHATAN MASYARAKAT .............................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I Konsep dasar Pengembangan masyarakat .............................................................. 1
1.1 definisi pengembangan masyarakat .............................................................................. 1
1.2 model pengembangan masyarakat ............................................................................... 1
BAB II Mengkaji Pengembangan masyarakat sebagai proses perubahan social ............... 2
2.1 Pengertian perubahan sosial budaya sebagai gejala umum .......................................... 2
2.2 Teori Perubahan social.................................................................................................. 2
2.3 Hubungan antara perubahan sosial & budaya ............................................................... 3
2.4 Bentuk Perubahan sosial budaya .................................................................................. 4
2.5 Pengembangan masyarakat di Indonesia ...................................................................... 6
BAB III Konsep dan strategi pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat ............... 7
3.1 Konsep pemberdayaan .................................................................................................. 7
3.2 Berbagai indikator pemberdayaan ................................................................................ 7
3.3 Strategi pemberdayaan masyarakat............................................................................... 8
3.4 Unsur ( 5 P ) Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat ....................................... 9
BAB IV Mengkaji Konsep pengorganisasian Masyarakat ................................................. 9
4.1 Konsep dasar pengorganisasian masyarakat ................................................................. 9
4.2 Perencanaan Pengorganisasian masyarakat .................................................................. 10
4.3 Pendekatan dalam Pengorganisasian Masyarakat ......................................................... 20
BAB V Konsep persiapan sosial, partisipasi dan kaderisasi dalam PPM ........................... 21
5.1 Konsep Persiapan social ............................................................................................... 21
5.2 Konsep Partisipasi ......................................................................................................... 22
5.3 kaderisasi....................................................................................................................... 22
BAB VI Konsep dan langkah pengembangan poskesdes ................................................... 26
6.1 konsep dasar poskesdes................................................................................................. 26
6.2 strategi pemberdayaan individu .................................................................................. 29
6.3 strategi pemberdayaan kelompok ................................................................................ 32
6.4 Prinsip monitoring dan evaluasi program pemberdayaan ............................................. 33
iii
BAB I
Konsep dasar Pengembangan masyarakat
1
denagn mengumpulkan atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu
permasalahan.Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan mempunyai kemungkinan-
kemungkin yang dapat dilaksanakan. Berbeda dengan PML, PS lebih berorientasi pada “tujuan
tugas”.Sistem klien PML umumnya kelompok-kelompok yang kurang beruntung.
c. Model Aksi Sosial (AS)
Model AS ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah, dan
sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung.Juga meningkatkan kebutuhan yang
memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan
yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Tujuan yang ingin dicapai
adalah mengubah sistem atau kebijakan pemerintah secara langsung dalam rangaka
menanggulangi masalah yang mereka hadapi sendiri.Dalam kaitan ini, Suharto (1996)
menjelaskan tujuan dan sasaran utama AS adalah perubahan-perubahan fundamental dalam
kelembagaan pada stuktur masyarakat melaui proses pendistribusian kekuasaan (distribution of
resourches) dan pengambilan keputusan (distribution of decisison making).
BAB II
Mengkaji Pengembangan masyarakat sebagai proses perubahan sosial
1. Teori Evolusioner
Perubahan sosial memiliki arah yang mantap yang dilalui masyarakat. Semua masyarakat
melewati urutan fase yang sama serta mulai dari tahap perkembangan awal sampai
2
perkembangan terakhir. Bila tahap terakhir sudah tercapai, maka perubahan evolusioner telah
berakhir. Prinsip teori evolusi yang paling penting merupakan bahwa tahap-tahap masyarakat
berasal dari kelahiran, pertumbuhan, serta kesempurnaan.
2. Teori Konflik
Teori konflik memaparkan bahwasanya konflik atau pun perselisihan berasal dari perselisihan
kelas antara kelompok yang mengendalikan modal atau pemerintahan dengan kelompok tertindas
secara materi, sehingga mengarah pada perubahan sosial. Sumber perubahan sosial yang paling
penting di dalam perspektif ini merupakan konflik kelas sosial di masyarakat. Perspektif ini
memiliki prinsip bahwa konflik sosial serta perubahan sosial merupakan hal-hal yang selalu
melekat pada struktur masyarakat. Teori ini didasarkan pada pemikiran Karl Marx bahwa konflik
kelas sosial merupakan sumber terpenting serta berpengaruh di dalam semua perubahan sosial.
3. Teori Fungsional
Teori ini menganggap bahwa setiap elemen masyarakat memberikan fungsi pada elemen
masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di bagian masyarakat juga akan menyebabkan
perubahan di bagian lain.
4. Teori Siklus
Teori ini memiliki perspektif yang menarik di dalam melihat perubahan sosial karena
mengasumsikan bahwa perubahan sosial tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh siapapun,
bahkan orang-orang yang terampil sekalipun. Di setiap masyarakat, terdapat siklus yang harus
diikuti. Kebangkitan serta penurunan peradaban (budaya) tidak terelakkan serta perubahan sosial
tidak selalu baik.
3
bagian kebudayaan, termasuk didalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan segala
wujud budaya. Misalnya, Kingsley Davis mengemukakan peubahan logat bahasa yang terjadi
pada bahasa-bahasa orang Aria setelah terpisah dengan induknya, perubahan-perubahan tersebut
tidak memengaruhi organisasi sosial dari masyarakat-masyarakat yang menggunakan bahasa
tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan daripada perubahan sosial. Perubahan-
perubahan dalam kebudayaan memiliki ruang lingkup yang lebih luas. Sudah tentu, ada unsur-
unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan dalam kebudayaan
tidak perlu memengaruhi sistem sosial.
Secara umum, revolusi dapat terjadi apabila terdapat hal-hal seperti berikut ini.
· Harus ada keinginan untnk mengadakan suatu perubahan. Hal ini terjadi karena di
masyarakat terdapat perasaan tidak puas terhadap suatu keadaan sehingga ada keinginan untuk
mencapai perbaikan dengan perubahan dari keadaan tersebut.
· Adanya seorang pemimpin atau kelompok orang yang dianggap mampu memimpin
masyarakat tersebut.
4
· Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat tersebut, untuk
kemudian meneruskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat untuk dijadikan
program dan arah bagi gerakan masyarakat.
· Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan tujuan gerakan revolusi kepada masyarakat.
· Harus ada momentum (pemilihan waktu yang tepat) untuk terjadinya revolusi.
Contoh : Revolusi industry, revolusi kemerdekaan
2. Dilihat dari pengaruh
1. Perubahan yang pengaruhnya kecil
Perubahan yang pengaruhnya kecil adalah perubahan yang kurang membawa pengaruh langsung
atau kurang berarti bagi masyarakat yang bersangkutan. Perubahan yang demikian ini tidak
sampai membuat keguncangan-keguncangan dalam masyarakat
Contoh : Perubahan mode pakaian, rambut, dan sebagainya
5
Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki dan
terjadi di luar jangkauan masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan
ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan ataukendala-kendala dalam
masyarakat pembukaan lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan.
Contoh : Bencana alam
6
keseluruhan. Keadaan ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas keluarga dan
masyarakat untuk menghasilkan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang selanjutnya
membuat kondisi sosial ekonomi keluarga dan masyarakat semakin rendah, demikian seterusnya
berputar sebagai suatu siklus yang tidak berujung seperti yang terdapat dalam gambar di bawah
ini.
BAB III
Konsep dan strategi pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat
7
kesetaraan akses terhadap sumber daya yang dipunyai oleh mereka yang berada di kelas lebih
tinggi dibanding mereka dari kelas rendah, yang berkuasa dan dikuasai, pusat dan pinggiran.
Sumber daya dapat berupa waktu, tenaga, lahan, kredit, informasi, keterampilan, dan sebagainya.
3. Kesadaran kritis Kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat bukanlah tatanan
alamiah yang berlangsung demikian sejak kapanpun atau semata-mata memang kehendak Tuhan,
melainkan bersifat struktural sebagai akibat dari adanya diskriminasi yang melembaga.
Keberdayaan masyarakat pada tingkat ini berarti berupa kesadaran masyarakat bahwa
kesenjangan tersebut adalah bentukan sosial yang dapat dan harus diubah.
4. Partisipasi Keberdayaan dalam tingkat ini adalah masyarakat terlibat dalam berbagai lembaga
yang ada di dalamnya. Artinya, masyarakat ikut andil dalam proses pengambilan keputusan dan
dengan demikian maka kepentingan mereka tidak terabaikan.
5. Kontrol Keberdayaan dalam konteks ini adalah semua lapisan masyarakat ikut memegang
kendali terhadap sumber daya yang ada. Artinya, dengan sumber daya yang ada, semua lapisan
masyarakat dapat memenuhi hakhaknya, bukan hanya segelintir orang yang berkuasa saja yang
menikmati sumber daya, akan tetapi semua lapisan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat
dapat mengendalikan serta mengelola sumber daya yang dimiliki.
8
a. Pemungkinan
yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
secara optimal.
b. Penguatan
yaitu memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan
masa dan memenuhi kebutuhan- kebutuhannya.
c. Perlindungan
merupakan melindungi masyarakat terutama kelompok- kelompok lemah dan mencegah
terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
d. Penyokongan
yaitu memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan perannya dan
tugas-tuags kehidupanya.
e. Pemeliharaan
yaitu memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distiribusi kukuasaan
antara berbagai kelompok dalam masyarakat dengan menjamin keselarasan dan keseimbangan
yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan barusaha.
BAB IV
Mengkaji Konsep pengorganisasian Masyarakat
9
Community Organization adalah suatu proses untuk memelihara keseimbangan antara
kebutuhan-kebutuhan sosial dengan sumber-sumber kesejahteraan sosial dari suatu masyarakat
tertentu atau suatu bidang kegiatan tertentu (Arthur Dunham, 1958)
Community Work adalah suatu proses membantu masyarakat untuk memperbaiki masyarakatnya
melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama (Alan Twevetrees, 1993)
Masyarakat dalam konteks pengembangan dan pengorganisasian, diartikan sebagai sebuah
‘tempat bersama’ yakni sebuah wilayah geografi yang sama (Mayo, 1998), misalnya
RT,RW,kampung di pedesaan, perumahan di perkotaan.
Menurut Murray G. Ross, PPM adalah suatu proses ketika suatu masayarakat berusaha
menentukan kebutuhan-kebutuhan atau tujuan-tujuannya, mengatur atau menyusun,
mengembangkan kepercayaan dan hasrat untuk memenuhinya, menentukan sumber-sumber (dari
dalam ataupun dari luar masyarakat), mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya ini, dan dalam pelaksanaan keseluruhannya, memperluas
dan mengembangkan sikap-sikap dan prakti-praktik kooperatif dan kolaboratif di dalam
masyarakat
Definisi tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Yang dimaksud istilah ”proses” adalah serentetan tindakan mulai dari penentuan masalah
atau tujuan sampai pada pemecahan masalah atau tercapainya tujuan di dalam masyarakat.
Berbagai proses dapat ditemukan dalam penanggulangan masalah-masalah
kemasyarakatan.Dalam kaitan ini proses dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat agarb berfungsi sebagai satu kesatuan yang terintegrasi.Kemampuan ini tumbuh dan
berkembang secara bertahap sebagi akibat upaya yang dilakukan masyarakat dalam
menanggulangi masalah-masalahnya.
b) Istilah “masyarakat” menunjukkan dua macam pengelompokkan orang, yaitu:
· Keseluruahan orang yang tinggal di suatu daerah geografis, misalnya: desa, kota, propinsi,
negara atau dunia.pada umumnya PPM dilaksanakan di daerah geografis yang sempit, tetapi juga
dapat diterapkan untuk daerah-daerah yang lebih luas.
· Kelompok orang yang memiliki minat-minat atau fungsi yang sama, misalnya di bidang:
kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, lingkungan dll.
c) Proses “ menetukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan” berarti, cara yang dilakukan
warga masyarakat untuk menentukan dan memusatkan perhatian pada masalah yang menganggu
10
mereka serta menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai.Namun, dalam hal ini tidak seluruh
warga masyarakat dapat dilibatkan dalam penentuan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan.
d) Menyusun atau mengatur kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan berarti, perlunya usaha
untuk menentukan prioritas.Diantara berbagai jenis masalah dan tujuan, beberapa diantaranya
berhubungan langsung dengan apa yang dirasakan, diyakini, dan ditanggapi oleh sebagian besar
warga masyarakat.Hal-hal seperti inilah yang perlu dijadikan perhatian utama.Pada tahap ini
petugas profesional dapat memberikan sumbangannya yang besar untuk proses pengungkapan
keinginan atau kebutuhan masyarakat.
e) Penemuan sumber-sumber (dari dalam atau dari luar masyarakat), mencakup upaya
menemukan peralatan-peralatan, orang-orang, tehnik-tehnik, bahan-bahan dan sebagainya yang
diperlukan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
f) Mengambil tindakan-tindakan yaitu melakukan rangkaian kegiatan yang telah disebutkan
sebelumnya.Proses ini harus mengarah pada tercapainya suatu hasil, meski hanya sebagian saja
dari keseluruhan hasil yang diingankan.
g) Memperluas dan mengembangkan sikap-sikap dan praktik-praktik kooperatif dan
kolaboratif di dalam masyarakat.Ini berarti:
· Pada saat proses berlangsung dan mengalami kemajua, warga masyarakat akan memulai
memahami, menerima, dan saling bekerjasama.
· Pada saat berlangsungnya proses penentuan dan penanggulangan masalah bersama,
kelompok-kelompok bersama para pemimpinnya akan berusaha saling bekerjasama dalam
kegiatan bersama, dan akan mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam penanggulangan
kesulitan-kesulitan dan konflik yang dihadapi masyarakat.
11
b. Memulai mengembangkan dan merubah program dan usaha-uasha kesejahteraan untuk
memperoleh penyesuaian yang lebih baik antara sumber-sumber dan kebutuhan
c. Meningkatkan standar pekerjaan sosial untuk meningkatkan efektifitas kerja dari lembaga-
lembaga
d. Meningkatkan dan memberikan fasilitas interelasi dan meningkatkan koordinasi antara
organisasi, kelompok dan individu-individu yang terlibat dalam program dan usaha
kesejahteraan social
e. Mengembangkan pengertian umum dari masalah, kebutuhan dan metode pekerjaan social
f. Mengembangkan dukungan dan paertisipasi masyarakat dalam aktifitas kesejahteraan
sosial
12
Sedangkan bentuk yang tidak langsung (indirect), mempersyaratkan adanya orang-orang yang
benar-benar yakin akan adanya kebutuhan/masalah dalam masyarakat yang jika diambil
tindakan-tindakan untuk mengatasinya maka akan timbu manfaat bagi masyarakat. Hal ini dapat
berupa badan perencanaan yang mempunyai dua fungsi, yaitu untuk menampung apa yang
direncanakan secara tidak formal oleh para petugas, serta mempunyai efek samping terhadap
mereka yang belum termotivasi dalam kegiatan ini.
Metode pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat diklasifikasikan sebagai berikut :
Peranan petugas dalam pengembangan dan pengorganisasian masyarakat terbagi dalam beberapa
jenis, antara lain sebagai : pembimbing, enabler dan ahli. (Murray G-Ross). Sebagai pembimbing
(guide) maka petugas berperan untuk membantu masyarakat mencari jalan untuk mencapai
tujuan yang sudah ditentukan oleh masyarakat sendiri dengan cara yang efektif. Tetapi pilihan
cara dan penentuan tujuan dilakukan sendiri oleh masyarakat dan bukan oleh petugas. Sebagai
enabler, maka petugas berperan untuk memunculkan dan mengarahkan keresahan yang ada
dalam masyarakat untuk diperbaiki. Sebagai ahli (expert), menjadi tugasnya untuk memberikan
keterangan dalam bidang-bidang yang dikuasainya. Sedangkan persyaratan petugas antara lain :
· Mampu mendekati masyarakat dan merebut kepercayaan mereka dan mengajaknya untuk
kerjasama serta membangun rasa saling percaya antara petugas dan masyarakat.
· Mengetahui dengan baik sumber-sumber daya maupun sumber-sumber alam yang ada di
masyarakat dan juga mengetahui dinas-dinas dan tenaga ahli yang dapat dimintakan bantuan.
· Mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dengan menggunakan metode dan teknik
khusus sedemikian rupa sehingga informasi dapat dipindahkan, dimengerti dan diamalkan oleh
masyarakat.
· Mempunyai kemampuan profesional tertentu untuk berhubungan dengan masyarakat
melalui kelompok-kelompok tertentu.
· Mempunyai pengetahuan tentang masyarakat dan keadaan lingkungannya.
· Mempunyai pengetahuan dasar mengenai ketrampilan (skills) tertentu yang dapat segera
diajarkan kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.
· Mengetahui keterbatasan pengetahuannya sendiri.
Pengembangan masyarakat Di dalam negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan
yang merupakan suatu lingkaran yang tak berujung yang menghambat perkembangan
masyarakat secara keseluruhan. Maksudnya, keadaan sosial ekonomi rendah yang
13
mengakibatkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan, ketidakmampuan dan ketidaktahuan ini
selanjutnya mengakibatkan produktivitas secara umum juga rendah, produktivitas yang rendah
selanjutnya membuat keadaan sosial ekonomi semakin rendah dan seterusnya.
Langkah-langkah untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat, hendaknya
menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan
2. Pertinggi mutu potensi yang ada
3. Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada
4. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
Pengembangan masyarakat membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat,
membantu menumbuhkan kemampuan untuk berorganisasi, berkomunikasi dan menguasai
lingkungan fisiknya. Pembangunan ekonomi terjadi bila masyarakat melaksanakan program-
program pembangunan fisik tanpa mengembangkan kapasitas manusianya.
Unsur-unsur program pengembangan masyarakat
· Program terencana yang terfokus kepada kebutuhan-kebutuhan menyeluruh (total needs)
dari masyarakat yang bersangkutan.
· Mendorong swadaya masyarakat (ini merupakan unsur paling utama)
· Adanya bantuan teknis dari pemerintah maupun badan-badan swasta atau organisasi-
organisasi sukarela, yang meliputi tenaga personil, peralatan, bahan ataupun dana
· Mempersatukan berbagai spesialisasi seperti pertanian, peternakan, kesehatan masyarakat,
pendidikan, kesejahteraan keluarga, kewanitaan, kepemudaan, dll untuk membantu masyarakat.
Bentuk-bentuk program pengembangan masyarakat
Menurut Mezirow, ada 3 (tiga) jenis program dalam usaha pengembangan masyarakat, yaitu :
· Program integratif – Memerlukan pemgembangan melalui koordinasi dinas-dinas teknis
· Program adaptis – Fungsi pengembangan masyarakat cukup ditugaskan pada salah satu
kementrian.
· Program proyek – dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah tertentu dan program
disesuaikan khusus kepada daerah yang bersangkutan
Penjabaran secara operasional dari bentuk program pengembangan masyarakat ini
sebagai berikut
14
· Biarkan agar masyarakat sendiri yang menentukan masalah, baik yang dihadapi secara
perorangan atau kelompok.
· Biarkan agar masyarakat sendiri yang membuat analisis untuk selanjutnya menyusun
rencana usaha perbaikan yang akan dilakukan.
· Biarkan agar masyarakat sendiri yang mengorganisir diri untuk melaksanakan usaha
perbaikan tersebut.
· Sedapat mungkin digali dari sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri dan kalau
betul-betul diperlukan dimintakan bantuan dari luar.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan masyarakat
· Menumbuhkan rasa percaya kepada diri sendiri
· Menimbulkan rasa bangga dan semangat gairah kerja
· Mengingatkan dinamika masyarakat untuk membangun
· Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
15
bermatra tradisional, netral dan teknikal.Sedangkan pendekatan radikal diberi label sebagai
pendekatan yanng bermatra transformasional.
Dua perspektif Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
Pendekatan Perspektif Tujuan/asumsi
Profesional (tradisional, - Perawatan masyarakat - Meningkatkan inisiatif
netral, teknikal) - Pengorganisasian dan kemandirian
masyarakat masyarakat
- Pembangunan masyarakat - Memperbaiki
pemberian pelayanan
sosial dalam kerangka
relasi sosial yang ada
Radikal (transformasional) - Aksi masyarakat - Meningkatkan
berdasarkan kelas kesadaran dan inisiatif
- Aksi masyarakat masyarakat
berdasarkan jender - Memberdayakan
- Aksi masyarakat masyarakat guna mencari
berdasarkan ras akar penyebab
ketertindasan dan
diskriminasi
- Mengembangkan
strategi dan membangun
kerjasama dalam
melakukan perubahan
sosial sebagai bagian dari
upaya mengubah relasi
sosial yang menindas,
deskriminatif, dan
eksporatif.
16
Jack Rothman (1995: 27-34), dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Approaches to community
intervention”, mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsep tentang PPM:
1) Pengembangan masyarakat lokal (PML)
2) Perencanaan sosial (PS)
3) Aksi sosial (AS)
Paradigma ini merupakan format ideal yang dikembangkan terutama untuk tujuan analisis dan
konseptualisasi.Dalam praktiknya, ketiga model tersebut saling bersentuhan satu dengan yang
lainnya.Setiap komponennnya bisa digunakan secara kombinasi dan stimultan sesuai dengan
kebutuhan dan situasi yang ada.
17
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah denagn mengumpulkan
atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu permasalahan.Kemudian, mengambil
tindakan yang rasional dan mempunyai kemungkinan-kemungkin yang dapat dilaksanakan.
Berbeda dengan PML, PS lebih berorientasi pada “tujuan tugas”.Sistem klien PML umumnya
kelompok-kelompok yang kurang beruntung.
18
Kebanyakan PPM dilakukan pada masyarakat yang telah menerima proyek sebelumnya, karena
dipandang telah mampu dan berhasil menjalankan proyek.
c. Person Bias
Kelompok elite dalam masyarakat, tokoh masyarakat, kaum lelaki, para penerima, dan pengguna
inovasi serta orang-orang yang aktif dalam kegiatan pembangunan adalah mereka yang kerap
menerima program dan berkah pembangunan.Sementara kelompok masyarakat kelas bawah
yang kurang memiliki akses terhadap jaringan sumber-sumber yang ada.
e. Profesional Bias
Bias ini timbul terutama oleh konsepsi yang memandang bahwa kelompok masyarakat kurang
beruntung sebagai kelompok lemah, memiliki pengetahuan rendah, pasif, malas, fatalis, serta
ciri-ciri lain budaya kemiskinan (culture of proverty).Sementara itu para ahli, penguasa, dan
pengusaha adalah raja yang memegang hegemoni dan kendali pembanguan.
f. Physical Bias
Umumnya masyarakat hanya mengenal dan mengakui program atau proyek yang bersifat fisik,
seperti pembangunan, gedung, jembatan, dll.
g. Financial Bias
Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh suatu departemen kerapkali dipandang sebagai bukti
keberhasilan suatu progam.Fiunancial Bias disebabkan oleh kesalahan pemikiran yang
membaurkan prinsip efisiensi vis a vis prinsip efektivitas sebagai tolak ukur keberhasilan proyek.
h. Indicator Bias
19
Bias ini terutama berkaitan dengan aspek uncountability pada program yang berorientasi
sosial.Dampak keberhasilan program sulit diukur secara langsung dan kuantitatif, serta
banyaknya eksternal variabel yang terkontaminasi kedalammainstream proyek.
20
BAB V
Konsep persiapan sosial, partisipasi dan kaderisasi dalam PPM
21
Pada tahap ini yang berperan ialah subyektivitas & budaya setempat. Misalnya daerah dengan
fanatisme agama yang kuat, maka usaha yang banyak berkaitan dengan bidang keagamaan akan
dianggap penting, seperti perbaikan masjid
Banyaknya warga yang merasakan masalah tsb
Usaha perbaikan gizi lebih efektif dilakukan di daerah yang banyak anak balitanya
1. Tahap Penyadaran Masyarakat
Tujuan tahap ini adalah agar masyarakat sadar akan :
– keadaaan dan kebutuhan mereka
– perlunya mereka ikut serta memenuhi kebutuhan tsb
– potensi mereka untuk memenuhi kebutuhan
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan kegiatan dalam bentuk diskusi, penyuluhan, survey,
dll
Dalam usaha penyadaran diperlukan pengarahan agar kesadaran yang timbul untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Sifat Paternalistik yang ada di
masyarakat dapat dimanfaatkan dengan cara menggunakan jalur kepemimpinan setempat untuk
turut memberikan motivasi kepada masyarakat.
5.2 Konsep Partisipasi
1. Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga donor
maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2. Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi pembiayaan
pryek.
3. Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk melakukan analisis
masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk
mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa
yang ingin mereka pilih.
5.3 kaderisasi
Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari
kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan
22
sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan
dinamis. Kaderisasi adalah sebuah keniscayaan mutlak membangun struktur kerja yang mandiri
dan berkelanjutan.
Fungsi dari kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon (embrio) yang siap
melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi. Kader suatu organisasi adalah orang
yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga dia
memiliki kemampuan yang di atas rata-rata orang umum. Bung Hatta pernah menyatakan
kaderisasi dalam kerangka kebangsaan, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit.
Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus
menanam.”
Dari sini, pandangan umum mengenai kaderisasi suatu organisasi dapat dipetakan
menjadi dua ikon secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran
kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi sebuah organisasi adalah
individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam sebuah organisasi dan kebijakan-
kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas organisasi.
Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain adalah
individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi. Sifat
sebagai subyek dan obyek dari proses kaderisasi ini sejatinya harus memenuhi beberapa fondasi
dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-kader organisasi yang handal, cerdas dan
matang secara intelektual dan psikologis.
Sebagai subyek atau pelaku, dalam pengertian yang lebih jelas adalah seorang
pemimpin. Bagi Bung Hatta, kaderisasi sama artinya dengan edukasi, pendidikan! Pendidikan
tidak harus selalu diartikan pendidikan formal, atau dalam istilah Hatta “sekolah-sekolahan”,
melainkan dalam pengertian luas. Tugas pertama-tama seorang pemimpin adalah mendidik. Jadi,
seorang pemimpin hendaklah seorang yang memiliki jiwa dan etos seorang pendidik.
Peran kaderisasi:
1. Pewarisan nilai-nilai organisasi yang baik
Proses transfer nilai adalah suatu proses untuk memindahkan sesuatu (nilai) dari
satu orang keorang lain (definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia). Nilai-nilai ini bisa berupa hal-
hal yang tertulis atau yang sudah tercantum dalam aturan-aturan organisasi (seperti Konsepsi,
AD ART, dan aturan-aturan lainnya) maupun nilai yang tidak tertulis atau budaya-budaya baik
23
yang terdapat dalam organisasi (misalnya budaya diskusi) maupun kondisi-kondisi terbaru yang
menjadi kebutuhan dan keharusan untuk ditransfer.
Posisi Kaderisasi:
24
1. Strategis
Definisi dalam KBBI, rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus.Perlu ada perencanaan yang matang dalam organisasi agar tujuannya tercapai, salah
satunya adalah kaderisasi yang baik. Bila kaderisasi baik, berarti internal organisasi tersebut
baik. Bila internal kaderisasinya sudah baik, semua tujuan organisasi bisa tercapai dan bisa
‘ekspansi’ ke wilayah eksternal.
2. Vital
Ini menunjukkan urgensi dari kaderisasi. Jika, kaderisasi mati, cepat atau lambat organisasi pun
akan mati karena organisasi tidak berkembang dan tidak mampu mengaktualisasi dirinya.
Fungsi kaderisasi:
1. Melakukan rekrutmen anggota baru
Penanaman awal nilai organisasi agar anggota baru bisa paham dan bergerak menuju tujuan
organisasi.
2. Menjalankan proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan anggota
Membina anggota dalam setiap pergerakkannya. Menjaga anggota dalam nilai-nilai
organisasi dan memastikan anggota tersebut masih sepaham dan setujuan. Mengembangkan skill
dan knowledge anggota agar semakin kontributif.
3. Menyediakan sarana untuk pemberdayaan potensi anggota sekaligus sebagai pembinaan dan
pengembangan aktif
Kaderisasi akan gagal ketika potensi anggota mati dan anggota tidak terberdayakan.
4. Mengevaluasi dan melakukan mekanisme kontrol organisasi
Kaderisasi bisa menjadi evaluator organisasi terhadap anggota. Sejauh mana nilai-nilai itu
terterima anggota, bagaimana dampaknya, dan sebagainya. (untuk itu semua, diperlukan
perencanaan sumber daya anggota sebelumnya)
Aspek kaderisasi:
Kaderisasi haruslah holistik. Banyak aspek yang harus tersentuh oleh kaderisasi untuk
menghasilkan kader yang ideal. Aspek tersebut adalah
1. Fisikal (kesehatan)
2. Spiritual (keyakinan, agama, nilai)
25
3. Mental (moral dan etika, softskill, kepedulian)
4. Intelektual (wawasan, keilmuan, keprofesian)
5. Manajerial (keorganisasian, kepemimpinan)
Dari setiap aspek, harus ada sinergi dan keseimbangan agar tiap aspek bisa menunjang
aspek yang lainnya sehingga potensi si kader teroptimalisasi.
Bentuk kaderisasi:
1. Kaderisasi pasif
Kaderisasi pasif dilakukan secara insidental dan merupakan masa untuk kenaikan jenjang
anggota. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning to know’ dan sedikit
‘learning to be’. Pembinaan pasif sangat penting dan efektif dalam pembinaan dan penjagaan.
2. Kaderisasi aktif
Yaitu kaderisasi yang bersifat rutin dan sedikit abstrak, karena pada kaderisasi ini, anggotalah
yang mencari sendiri ‘materi’-nya. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning
to know’, ‘learning to do’, dan ‘learning to be’ sekaligus. Maka dalam hal ini sangat penting
untuk dipahami, bahwa setiap rutinitas kegiatan, haruslah memberdayakan potensi anggota
sekaligus menjadi bentuk pembinaan dan pengembangan aktif bagi anggota. Kaderisasi ini
sangat baik dalam proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan secara sistematis.
BAB VI
Konsep dan langkah pengembangan poskesdes
6.1 konsep dasar poskesdes
A. Pengertian poskesdes
Poskesdes adalah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan dasar masyarakat desa.
Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat serta
sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya masyarakat dan dukungan
pemerintah.
Pelayanan pokesdes meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela.
26
B. Tujuan poskesdes
Tujuan poskesdes antara lain:
1. Terwujudnya masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalahan kesehatan di wilayah
desanya
2. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan
3. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan dan pelaporan dalam rangka meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap resiko dan bahaya yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa atau KLB serta factor- factor resikonya
4. Tersedianya upaya pemerdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya di bidang kesehatan
5. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh masyarakat dan tenaga
professional kesehatan
6. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa
C. Ruang lingkup polindes
Ruang lingkup poskesdes meliputi: upaya kesehatan yang menyeluruh mencakup upaya
promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama bidan dengan
melibatkan kader atau tenaga sukarela.
D. Kegiatan utama poskesdes
1. Pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku
beresiko dan surveilans lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan
kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan kesehatan
dasar
2. Promosi kesehatan, penyehatan lingkungan dll. Kegiatan dilakukan berdasar pendekatan
edukatif atau pemasyarakatan yang dilakukan melalui musyawarah mufakat yang disesuaikan
kondisi dan potensi masyarakat setempat
E. Fungsi poskesdes
1. Sebagai wahana peran aktif masyarakat di bidang kesehatan
27
2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah kesehatan
3. Sebagai wahana pelayanan kesehatan dasar, guna lebih mendekatkan kepada masyarakat serta
meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
4. Sebagai wahana pembentukan jaringan berbagai UKBM yang ada di desa
F. Prioritas pengembangan poskesdes
1. Desa/ kelurahan yang tidak terdapat sarana kesehatan. Adapun desa yang terdapat puskesmas
pembantu masih memungkinkan untuk diselenggarakan poskesdes
2. Desa di lokasi terisolir, terpenci, tertingal, perbatasan atau kepulauan
G. Manfaat poskesdes
1. Bagi masyarakat
a. Permasalahan di desa dapat terdeteksi dini, sehingga bisa ditangani cepat dan diselesaikan,
sesuai kondisi potensi dan kemampuan yang ada
b. Memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dekat
2. Bagi kader
a. Mendapat informasi awal di bidang kesehatan
b. Mendapat kebanggaan, dirinya lebih berkarya bagi masyarakat
3. Bagi puskesmas
a. Memperluan jangkauan pelayanan puskesmas dengan mengoptimalkan sumber data secara
efektif dan efisien
b. Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
4. Bagi sector lain
a. Dapat memadukan kegiatan sektornya di bidang kesehatan
b. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan lebih afektif dan efisien
H. Pengorganisasian
1. Tenaga poskesdes
a. Tenaga masyarakat
1) Kader
2) Tenaga sukarela lainnya
Tenaga masyarakat minimal 2 orang yang telas mendapat pelatihna khusus
b. Tenaga kesehatan
28
Minimal terdapat seorang bidan yang menyelenggarakan pelayanan
2. Kepengurusan
Kepengurusan dipilih melalui musyawarah mufakat masyarakat desa, serta ditetapkan oleh
kepala desa. Struktur minilmal terdiri dari Pembina ketua, sekretaris, bendahara dan anggota
3. Kedudukan dan hubungan kerja
a. Poskesdes merupakan kooedinator dari UKBM yang ada (misalnya: posyandu, poskestren,
ambulan desa).
b. Pokesdes dibawah pengawasan dan bimbingan puskesmas setempat. Pelaksanan poskesdes
waib melaporkan kegiatannya kepada puskesmas, adapun pelaporan yang menyangkut
pertanggungjawaban keuangan disampaikan kepada kepala desa
c. Jika wilayah tersebut terdapat puskesmas pembantu maka poskesdes berkoordinasi dengan
puskesmas pembantu yang ada tersebut
d. Poskesdes di bawah pimpinan kabupaten/ kota melalui puskesmas. Pembinaan dalam aspek
upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan
I. Sumber daya poskesdes
1. Diselenggarakan oleh tenaga kesehatan minimal 1 bidan, minimal dibantu 2 kader
2. Terdapat sarana fisik bangunan, perlengkapan, alat kesehatan, sarana komunikasi
3. Tahanan pembangunan poskesdes
a. Mengembangkan polindes (pos bersalin desa) yang telah ada menjadi poskesdes
b. Memanfaatkan bangunan yang suudah ada (seperti balai desa, RW) untuk dijadikan poskesdes
c. Membangun baru, dengan sumber dana dari pemerintah, donator, dunia usaha atau swadaya
dari masyarakat Meilani, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya
29
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2. Definisi konseling
Konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut
klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai
serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu
konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung
jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling
adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien
dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah
khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
3. Manajemen Stress
A. Pengertian Manajemen Setres
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala Stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stres dapat juga
membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara
sederhana hal ini berarti bahwa Stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu
pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat Stres yang dialami oleh karyawan tersebut.
Adapun menurut Robbins (2001:563) Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi
yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk
mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian Stres
dikaitkan dengan penelitian ini maka Stres itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri
seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Jadi, Stres dapat dilihat dari dua
30
sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau karyawan
tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai
tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.
4. Manajemen krisis
Krisis diproduksi oleh dua sumber peristiwa yaitu kejadian eksternal seperti bencana, kematian
dalam keluarga, pengangguran tiba-tiba, atau sakit parah, dan kejadian internal. Sumber internal,
sementara diperburuk oleh peristiwa eksternal, adalah kondisi seperti perasaan bunuh diri,
alkoholisme akut, putus asa, atau perjalanan obat buruk. Krisis yang ditandai oleh stres yang
parah, gangguan rutinitas kehidupan, frustrasi akut dan perasaan cemas dan tidak berdaya.
Dalam masyarakat Barat krisis biasanya dilihat sebagai masalah berat untuk dipecahkan,
sedangkan di beberapa masyarakat Timur misalnya, Cina simbol bahasa merupakan krisis. Dari
sudut pandang aktualisasi, konselor perlu menanyakan bagaimana metode krisis mendapatkan
klien dari kenyamanan dan ekuilibrium ke tingkat yang lebih tinggi dari pertumbuhan.
Setidaknya ketika krisis telah berlalu klien harus bertanya pada diri sendiri apa yang mereka
pelajari dari pengalaman itu.
Keterampilan untuk mengelola krisis disajikan secara rinci dalam Hubungan konseling yaitu:
Proses dan Keterampilan (Brammer 1979). Lavelle (1979) membandingkan dua gaya berurusan
dengan krisis-perilaku dan afektif. Gaya afektif menekankan klarifikasi sebab dan akibat,
menghubungkan perilaku sekarang dan masa lalu, dan meringkas tema umum. Gaya perilaku
menekankan menyelidik, perintah terfokus, analisis formal kesulitan klien dan potensi
menyarankan. Gaya perilaku menimbulkan pernyataan signifikan lebih alternatif-terkait masa
depan, namun pernyataan mengatasi secara signifikan lebih sedikit dibandingkan dengan gaya
afektif. Salah satu implikasi untuk gaya konseling adalah stres fleksibilitas dan peran ganda
untuk intervensi krisis.
Krisis intervensi metodologi dan strategi konseling telah menjadi bidang khusus untuk
membantu. Selain keterampilan konseling biasa, terapi obat dapat menjadi tambahan medis
berguna dalam rasa sakit emosional yang parah. Tujuannya biasanya restorasi ke ekuilibrium
precrisis. Aguilera dan Messick (1974) meringkas langkah dalam intervensi krisis sebagai: (1)
Penilaian orang dan masalah (misalnya, bahaya bagi diri sendiri atau orang lain?), (2)
Perencanaan intervensi (misalnya, untuk mengembalikan keseimbangan), (3) intervensi untuk
mengeksplorasi perasaan, mendapatkan pemahaman intelektual, mengesplorasi mekanisme
31
koping dan membuka kembali dunia sosial, (4) resolusi krisis ( misalnya, memperkuat
mekanisme bertahan).
32
kesempatan berusaha. Dubois dan Miley (1992) memiliki beberapa cara atau teknik yang lebih
spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat:
a. Membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati, menghargai pilihan dan
hak klien menentukan nasibnya sendiri (selfdetermination), menghargai perbedaan dan keunikan
individu, menekankan kerja sama klien (client partnerships)
b. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri dari klien,
mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, dan menjaga kerahasiaan klien.
c. Memecahkan masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses
pemecahan masalah, memnghargai hak-hak klien, merangkai tantangan-tantangan sebagai
kesempatan belajar dan melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui ketaatan terhadap kode etik
profesi, keterlibatan dalam pengembangan profesional, riset, dan perumusan kebijakan,
penerjemah kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, penghapusan segala bentuk
diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.
Kegiatan monitoring lebih berpunpun (terfokus) pada kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara regular
berdasarkan indikator tertentu, dengan maksud mengetahui apakah kegiatan yang sedang
berlangsung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati. Indikator monitoring
mencakup esensi aktivitas dan target yang ditetapkan pada perencanaan program. Apabila
monitoring dilakukan dengan baik akan bermanfaat dalam memastikan pelaksanaan kegiatan
tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan program). Juga memberikan informasi
kepada pengelola program apabila terjadi hambatan dan penyimpangan, serta sebagai masukan
dalam melakukan evaluasi.
Secara prinsip, monitoring dilakukan sementara kegiatan sedang berlangsung guna memastikan
kesesuain proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila ditemukan penyimpangan atau
kelambanan maka segera dibenahi sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai rencana dan
33
targetnya. Jadi, hasil monitoring menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya. Sementara
Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan, untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari kegiatan
atau program. Hasil Evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama diwaktu
dan tempat lainnya.
Seperti terlihat pada gambar Siklus Majamen Monev, fungsi Monitoring (dan evaluasi)
mnerupakan satu diantara tiga komponen penting lainnya dalam system manajelemen program,
yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Tindakan korektif (melalui umpan balik). Sebagai siklus,
dia berlangsung secara intens keaarah pencapaian target-target antara dan akhirnya tujuan
program.
Penilaian (Evaluasi) merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena
kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring. Dalam
merencanakan suatu kegiatan hendaknya evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan,
sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang lengkap. Evaluasi diarahkan untuk
mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil
informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah
34
evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat
menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat” (William N Dunn : 2000).
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program itu mencapai sasaran yang diharapkan
atau tidak. Evaluasi lebih menekankan pada aspek hasil yang dicapai (output). Evaluasi baru bisa
dilakukan jika program itu telah berjalan setidaknya dalam suatu periode (tahapan), sesuai
dengan tahapan rancangan dan jenis program yang dibuat dalam perencanaan dan dilaksanakan.
TUJUAN MONEV
Umpan balik dari sebuah program akan dipergunakan dalam perbaikan dan penyesuaian
komponen-komponen yang tidak maksimal dalam pelaksanaan program. Bila memungkinkan
perubahan scenario dan konsolidasi sumberdaya (proses manajemen) dapat dilakukan dalam
pelaksanaan program sehingga lebih menjamin keberhasilan program.
Monitoring bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang sedang berjalan,
untuk mengetahui kesenjangan antara perencanaan dan terget. Dengan mengetahui kebutuhan ini
pelaksanaan program dapat membuat penyesuaian dengan memanfaatkan umpan balik tersebut.
Kesenjangan yang menjadi kebutuhan itu bisa jadi mencakup faktor biaya, waktu, personel, dan
alat, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat diketahui misalnya berapa jumlah tenaga yang perlu ditambahkan atau
dikurangi, alat atau fasilitas apa yang perlu disiapkan untuk melaksanakan program tersebut,
berapa lama tambahan waktu dibutuhkan, dan seterusnya. Sementara itu, Evaluasi bertujuan
memperoleh informasi yang tepat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
tentang perencanaan program, keputusan tentang komponen input pada program, implementasi
program yang mengarah kepada kegiatan dan keputusan tentang output menyangkut hasil dan
dampak dari program kegiatan, dan terutama apa yang dapat diperbaiki pada program yang sama
yang akan dilaksanakan di waktu dan tempat lain.
35
1. Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi
3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat untuk
mencapai tujuan proyek.
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran kemajuan,
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.
FUNGSI MONEV
1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap orang / manejer/ pejabat yang diserahi tugas dan
wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Membidik para pekerja atau pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan.
3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelainan dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian
yang tidak diinginkan.
36
4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami
hambatan dan pemborosan-pemborosan yang tidak perlu.
Dalam kaitannya dengan monitoring Moh. Rifai (1986) menjelaskan fungsinya sebagai berikut:
1. Evaluasi sebagai pengukur kemajuan;
2. Evaluasi sebagai alat perencanaan;
3. Evaluasi sebagai alat perbaikan.
Berdasarkan uraian uraian di atas dapat disimpulkan fungsi utama monitoring terkait dengan
perihal: mengukur hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan program dengan alat ukur
rencana yang sudah dibuat dan disepakati, menganalisa semua hasil pemantauan (monitoring)
untuk dijadikan bahan dalam mempertimbangkan keputusan lanjutan.
MANFAAT MONEV
Secara umum manfaat dari penerapan sistem monitoring dan evaluasi dalam suatu program
adalah sebagai berikut:
ü Penerapan sistem M&E yang disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator
akan memperjelas tujuan serta arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut.
ü Pemilihan indikator program yang melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak
saja berguna untuk mendapatkan indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong
pemilik proyek dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mendukung
suksesnya program.
2. Monitoring dan Evaluasi (M&E) sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program:
37
ü Adanya sistem M&E yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program
mengetahui kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang secara
potensial dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir bermanfaat
bagi pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat waktu dalam
mengatasi masalah.
ü Informasi hasil M&E dapat memberikan umpan balik kepada pelaksana program
tentang hasil capaian program, dalam arti sesuai atau tidak sesuai dengan yang
diharapkan
ü Bilamana hasil program belum sesuai dengan harapan maka pelaksana program dapat
melakukan tindakan penyesuaian atau koreksi secara tepat dan cepat sebelum
program terlanjur berjalan tidak pada jalurnya. Dengan demikian informasi hasil
M&E bermanfaat dalam memperbaiki jalannya implementasi program.
3. Monitoring dan Evaluasi (M&E) sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi:
ü M&E tidak hanya memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut.
Informasi pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang
dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan meningkatkan
akuntabilitas program.
ü Informasi hasil M&E dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk advokasi program
kepada para pemangku kepentingan.
ü Informasi tersebut akan memicu dialog dan pembelajaran serta memacu keikutsertaan
Manfaat M&E dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu manfaat bagi pihak Penanggung Jawab
Program dan manfaat bagi Pengelola Proyek, yaitu:
38
ü Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja
ü Untuk meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan
ü Membantu penentuan langkah-langkah yang berkaitan dengan kegiatan proyek
selanjutnya.
ü Sebagai dasar untuk melakukan M&E selanjutnya.
ü Membantu untuk mempersiapkan laporan dalam waktu yang singkat
ü Mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dan menjaga kinerja yang
sudah baik.
ü Sebagai dasar (informasi) yang penting untuk melakukan evaluasi proyek.
PRINSIP-PRINSIP MONEV
Hal yang paling prinsipil dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah acuan kegiatan
monitoring adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati dan diberlakukan, selanjutnya
sustainability kegiatannya harus terjaga, dalam pelaksanaannya objektivitas sangat diperhatikan
dan orientasi utamanya adalah pada tujuan program itu sendiri.
39
7. Monitoring harus berorientasi pada tujuan program.
Adapun mengenai prinsip-prinsip evaluasi, Nanang Fattah (1996) mengemukakan ada 6 prinsip,
yaitu:
1. Sistem M&E dibuat sederhana; disesuaikan dengan kapasitas dan sumber daya yang
tersedia. Hal ini untuk menghindari kesulitan implementasi di lapangan.
2. Tujuan yang jelas. Kegiatan M&E difokuskan pada hal-hal yang relevan dengan tujuan dari
monitoring itu sendiri yang dikaitkan dengan aktivitas dan tujuan program. Jangan
mengumpulkan data yang tidak relevan dengan kebutuhan program. Perlu dibuat
logframe, intervention logic model, dan rencana kerja M&E yang antara lain mencakup
rincian indicator kinerja yang akan dipantau.
3. Dilakukan tepat waktu; ini merupakan esensi monitoring karena ketersediaan data on-time
diperlukan bagi pihak manajemen/pengguna data untuk penyelesaian masalah secara tepat
waktu. Selain itu ketepatan waktu monitoring juga penting untuk mendapatkan data akurat
dalam memantau obyek tertentu pada saat yang tepat.
4. Informasi hasil M&E harus akurat dan objektif; informasi tidak akurat dan objektif bisa
menyebabkan false alarm. Perlu mekanisme untuk check konsistensi dan akurasi data.
5. Sistem M&E bersifat partisipatif dan transparan; perlu pelibatan semua stakeholders dalam
penyusunan design dan implementasinya, serta hasilnya dapat diakses oleh semua pihak.
40
6. Sistem M&E dibuat flexible; dalam artian tidak kaku tapi bisa disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi tapi masih dalam batas koridor SOP.
7. Bersifat action-oriented; monitoring diharapkan menjadi basis dalam pengambilan
keputusan dan tindakan. Oleh karena itu sejak awal perlu dilakukan analisa kebutuhan
informasi untuk menjamin bahwa data monitoring akan digunakan untuk melakukan
tindakan.
8. Kegiatan M&E dilakukan secara cost-effective.
9. Unit M&E terdiri dari para specialists yang tidak hanya bertugas mengumpulkan data tetapi
juga melakukan analisa masalah dan memberikan rekomendasi pemecahan masalah secara
praktis.
Teknik dalam pelaksanaan monitoring dapat dilakukan dengan melalui kegiatan observasi
langsung atas proses, wawancara kepada sumber/pelaku utama, dan kegiatan diskusi terbatas
melalaui forum group discussion untuk memperoleh klarifikasi pelaksanaan program.
1. Pendekatan
Ada empat cara untuk memonitor keluaran dan dampak. Keempat cara atau pendekatan itu
adalah pelaporan sistem sosial (social accounting), eksperimentasi sosial (social
experimentation), pemeriksaan sosial (social auditing) dan pengumpulan bahan untuk penelitian
sosial (social research cumulation). Pendekatan ini masingmasing mempunyai dua aspek yaitu
aspek yang berhubungan dengan jenis informasi yang diperlukan (Dunn, 1981).
Keempat pendekatan ini mempunyai ciri yang bersamaan yaitu bahwa keempatnya:
41
oleh pembuat kebijaksanaan (misalnya kondisi sekarang yang sudah ada), dan variabel yang
dapat dimanipulasikan atau diramalkan sebelumnya;
ü BERPUSAT PADA TUJUAN, yaitu untuk memberikan pemuasan kebutuhan, nilai atau
kesempatan kepada klien atau target;
2. Teknik
ü WAWANCARA DAN ANGKET: Wawancara adalah cara yang dilakukan bila monitoring
ditujukan pada seseorang. Instrumen wawancara adalah pedoman wawancara.
42
Wawancara itu ada dua macam, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak
langsung.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
136
137
Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1986.
Lexy J. Moleong, Metodologo Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya,
2001).
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, (Yogyakarta: BPFE, 2000).
Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Syafei, Pengembangan Masyarakat
Islam,(Bandung: Rosda Karya, 2001).
Nany Noor Kurniyati , Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat
Pada Sektor Industri Genteng Studi di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, AKMENIKA UPY, Volume 7, 2011.
Nur Syam, metode penelitian dakwah, (sketsa pemikiran pengembangan ilmu dakwah),
(Solo, CV. Rhamadani, 1994).
Pengantar Penologi (ilmu pengetahuan tentang pemasyarakatan khusus terpidana),
Penerbit Menara Medan,1976.
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, PT Rajagrafindo
Persada, 2006.
Roem Topatimasang, Merubah Kebijakan Publik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Soetomo, Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka, Pustaka Belajar,
Yogyakarta, 2009.
Sheila Espine, Manual Advokasi Kebijakan Strategis, (Jakarta : Ameepro.2004).
Soeharsono dan Ana Retnoningsih, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Bintang Jaya,
Semarang.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1986
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabeta, 2009).
Tumpal Simanjuntak, Action Reseach And Development Strategi, (Jakarta: Tanpa
Penerbit, 2002).
Valentina Sagala, Advokasi Perempuan Akar Rumput, (Bandung : Institut Perempuan.
2011).
Http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=585&Ite mid=43
(10 Juni 2013).
45