Anda di halaman 1dari 27

Week 10

EVALUASI
NILAI GIZI

Dosen :
Tiana Fitrilia, S.Pd., M.Si

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
 Pengolahan panas dikembangkan untuk
memperpanjang umur simpan dan menaikkan
ketersediaan zat gizi

 Mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi,


karena degradasi panas dapat terjadi pada zat gizi.

 Tantangan bagi industri pengolahan pangan adalah


memperkecil susut zat gizi selama pengolahan panas
tetapi cukup menjamin umur simpan yang lebih lama.
 Proses menggunakan panas seperti pemasakan
bertujuan menaikkan kelezatan makanan, seperti :
a. Perebusan
b. Penggorengan
c. Pembakaran

 Pengukusan, pasteurisasi dan pensterilan bertujuan


untuk menaikkan umur simpan bahan pangan dan
memperkecil timbulnya penyakit yang berasal dari
makanan.
 Prosespemanasan yang sering diterapkan pada
sistem jaringan sebelum pembekuan,
pengeringan dan atau pengalengan.

 Tujuan:
Bergantung pada perlakuan lanjutan terhadap
bahan pangan.
 Pengukusan sebelum pembekuan atau pengeringan
terutama untuk menonaktifkan enzim yang akan
menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi
yang tidak dikehendaki selama penyimpanan.

 Pengukusan sebelum pengalengan untuk pelayuan


jaringan sebelum penutupan kaleng dan menonaktifkan
enzim.

 Suhu air pengukusan harus lebih tinggi dari 66oC tetapi


kurang dari 82oC.
Studi Kasus... (1)

 Latar Belakang
Pemanfaatan residu daging ikan gabus hasil ekstraksi albumin
 Hasil Penelitian :

Tabel 1. Parameter Kimia Abon


Studi Kasus... (1)

Tabel 2. Asam askorbat pada sayuran segar dan olahan


Tabel 3. Pengaruh Proses Blansing
 Pengukusan dengan air:
- Vitamin larut air akan semakin susut dengan
meningkatnya sentuhan.
- Vitamin larut minyak tidak terpengaruh.

 Faktor yang diharapkan mempengaruhi susut selama


pengukusan dengan air adalah faktor yang mempengaruhi
pemindahan massa, yaitu:
- Luas permukaan
- Konsentrasi zat terlarut dalam air panas
- Pengadukan air
 Pengukusan dengan uap panas:
dapat menghasilkan retensi zat gizi larut air yang
lebih besar dibandingkan pengukusan dengan air.

 Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar


zat gizi makanan, yang besarnya bergantung pada
cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus.

 Keragaman susut zat gizi diantara berbagai cara


pengukusan terjadi akibat penelusan dan degradasi
oksidatif.
 Pengolahan panas yang dirancang untuk menonaktifkan
sebagian saja mikroorganisme vegetatif yang terdapat
dalam pangan.

 Pasteurisasi harus digunakan bersamaan dengan cara


pengawetan lain seperti:
- Fermentasi
- Pendinginan
- Mempertahankan kondisi anaerob
- Harus digunakan pada produk seperti sari
buah yang sangat asam.
Tabel 4. Kandungan Vitamin pada Susu
 Semua produk yang dipasteurisasi mempunyai pH
rendah untuk menghasilkan suasana asam karena pH
asal sistemnya rendah atau produk telah difermentasi.

 Semua zat gizi yang tidak tahan panas secara nisbi


mantap dalam kondisi asam, maka susut zat gizi dalam
produk demikian sedikit.

 Susut termal selama pasteurisasi mungkin kecil namun


susut oksidatif dapat tinggi.
 Bahan pangan cair bukan asam yang paling penting
adalah susu.

 Pengaruh perlakuan pasteurisasi pada zat gizi susu


mendapat banyak perhatian.

 Proses STWS menghasilkan retensi zat gizi yang


lebih besar.

 Zat gizi yang dipengaruhi perlakuan pasteurisasi


adalah tiamin, vitamin C dan Vitamin B12.
 Zat gizi yang lebih peka pada suhu tinggi biasanya
sama dengan zat gizi yang perlu perhatian selama
penyimpanan.

 Semakin rendah suhu simpan, semakin lambat


degradasi zat gizinya. Biasanya pengemasan amat
bermanfaat untuk memperpanjang masa simpan;
karena susut oksidatif dan susut akibat cahaya (baik
sinar tampak maupun ultra violet) dapat merupakan
mekanisme susut yang utama.
 Berlawanan dengan produk pasteurisasi lain,
penyimpanan susu yang sudah dipasteurisasi harus
disimpan pada suhu simpan yang rendah dan waktu
simpan yang pendek akan memperkecil susut zat gizi
susu.

 Walaupun demikian, terjadi kerusakan beberapa zat


gizi, terutama oleh katalis cahaya tampak dan
ultraviolet. Karena itu pengemasan merupakan hal
penting yang perlu diperhatikan.
 Steril adalah istilah yang menunjukkan kondisi tanpa
mikroorganisme hidup.

 Organisme hidup adalah organisme yang dapat berbiak


di bawah kondisi optimum untuk pertumbuhannya.

 Pensterilan merupakan istilah untuk setiap proses yang


menghasilkan kondisi steril dalam makanan.

 Beberapa mikroorganisme dan sporanya sangat tahan


panas dan biasanya tidak praktis untuk mensterilkan
makanan dengan pengolahan panas.
 Apabila hal ini dilakukan, organoleptik dan nilai gizi
makanan akan rusak sehingga tidak dapat diterima.

 Pensterilan harus dibarengi dengan cara pengawetan lain


seperti pengemasan dan pengaturan suhu penyimpanan.

 Cara ini dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan


mikroorganisme atau sporanya dalam lingkungan kondisi
penyimpanan.

 Makanan yang telah diproses dengan panas dan


memenuhi persyaratan ini disebut “Steril Secara Niaga”
 Kerusakan zat gizi selama proses panas bergantung pada:
(1). Waktu/perlakuan suhu yang digunakan
sebagai dasar proses.
(2). Laju pemindahan panas kedalam produk.
Pengaruh perlakuan panas mematikan, yang
setara pada berbagai suhu, terhadap retensi
vitamin C dalam sari tomat.
Persen retensi vit C
120
100
80
60
40
20
0
Tanpa panas 250 240 230 220

Suhu pengolahan (oC)


Tabel 5. Pengoptimuman Retensi Zat Gizi

Proses Cara Pengoptimuman


Pengukusan Berdasarkan tinjauan selain susut karena
panas (misalnya susut akibat penelusan,
degradasi oksidatif, kerusakan produk).
Pasteurisasi STWS apabila tidak terdapat enzim tahan
panas.

Pensterilan Pemanasan konveksi bahan pangan dan


Niaga pengolahan : STWS sampai pengaruh
enzim tahan panas menjadi penting.
 Pengoptimuman proses pengukusan ditinjau dari
retensi zat gizi meliputi: pertimbangan susut zat gizi
akibat degradasi termal. Misalnya:- Pengukusan dalam
air panas dapat
mengakibatkan susut zat gizi mela-
lui penelusan.
- Pengukusan dalam udara panas da-
pat mengakibatkan susut zat gizi akibat
oksidasi.
 Pengukusan lama dengan suhu rendah tidak
mempunyai keuntungan nyata dibandingkan
pengukusan sebentar pada suhu tinggi. Tetapi jika
terjadi penelusan yang berarti atau susut akibat
oksidasi, maka pengukusan apada suhu tinggi waktu
singkat (STWS) akan menghasilkan retensi zat gizi
yang lebih besar.
 Untukpensterilan niaga, baik di luar wadah
atau di dalam wadah dengan pemanasan
konveksi, proses STWS akan menghasilkan
retensi zat gizi dan faktor mutu yang
maksimum. Hal ini diakibatkan oleh
perbedaan tanggapan suhu terhadap laju
perusakan mikroba dibandingkan dengan
tanggapan terhadap laju perusakan zat gizi
dan faktor mutu.
 Pengoptimuman proses panas untuk retensi
zat gizi ditentukan oleh kebergantungan nisbi
pada suhu, yaitu antara laju perusakan enzim
atau mikroorganisme dengan laju perusakan
zat gizi.

Anda mungkin juga menyukai