Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

OLEH

MUHAMMAD SYUIB
1010211004

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2011

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan akhir praktikum dasar dasar perlindungan tanaman
Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
Bapak Winarto dan Ibu Novri Nelly sebagai dosen serta Abang Supri Angga dan
Kak Ria sebagai asisten dalam melaksanakan praktikum ini. Terima kasih juga
disampaikan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini jauh dari kesempurnaan dan
masih perlu banyak perbaikan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat edukatif demi kesempurnaan laporan akhir ini,
sehingga bermanfaat dalam pelaksanaan praktikum selanjutnya.

Padang, Desember 2011

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit dan Gejala Pada Tanaman ........................................ 3
2.2 Morfologi Serangga ............................................................... 10
2.3 Perkembangbiakan Insecta ..................................................... 12
2.4 Ordo Insecta ........................................................................... 13
2.5 Gulma .................................................................................... 17
2.6 Pestisida Sintetik dan Nabati ................................................... 20
2.7 Konsep Pengendalian Hama Terpadu ..................................... 24
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................. 28
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................... 28
3.3 Pelaksaan ............................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tanaman Terserang Jamur .................................................... 30
4.2 Tanaman Terserang Virus ..................................................... 30
4.3 Pengamatan Makro dan Mikroskopis Patogen Tanaman ......... 30
4.4 Morfologi Serangga .............................................................. 31
4.5 Perkembangan dan Metamorfosis Serangga .......................... 32
4.6 Ordo Ordo Serangga ............................................................. 33
4.7 Antraknosa Pada Tanaman Cabai .......................................... 34
4.8 Praktikum Lapangan ............................................................. 34
4.9 Gejala Serangan Hama dan Gulma ........................................ 35

ii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 37
5.2 Saran ...................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 38
LAMPIRAN ........................................................................................ 40

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Tanaman yang Terserang Jamur
2. Tanaman yang Terserang Virus
3. Pengamatan Makro dan Mikroskopis Pathogen Tanaman
4. Morfologi Serangga
5. Perkembangan dan Metamorphosis Serangga
6. Ordo Ordo Serangga
7. Antraknosa Pada Tanaman Cabai

iv
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlindungan Tanaman merupakan suatu kegiatan yang melindungi


tanaman dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) seperti serangan
hama penyebab penyakit, gulma yang dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian
baek secara kualitas dan kuantitas serta merugikan nilai ekonomis.
Pengertian perlindungan tanaman menurut Peraturan Pemerintah. Cakupan
perlindungan tanaman pada era globalisasi, agribisnis dan otonomi daerah. Tujuan
Perlindungan Tanaman (a) pencegahan, pengendalian dan pemantauan/peramalan
OPT, (b) peningkatan kuantitas dan kualitas hasil-hasil pertanian, (c) peningkatan
daya saing produk pertanian di pasar, (d) peningkatan penghasilan dan
kesejahteraan petani, (e) peningkatan kualitas dan keseimbangan lingkungan
hidup.(Martono, 1996)
Pada penyakit tanaman yang harus diperhatikan tidak per individu, tetapi
dalam populasi. Pada umumnya petani/petugas memeriksakan tanamannya kalau
menunjukkan gejala yang khas. Namun perlu dibiasakan pemeriksaan dilakukan
berdasarkan hasil yang diperoleh, apakah terjadi kehilangan hasil. Dengan
demikian perlu dilakukan observasi yang mendalam, tidak hanya terhadap gejala
pada tanaman, tetapi juga pada cuaca, media tanah dan hara, air dan bahan kimia
yang dipakai, serta cara budidaya.
Ilmu-ilmu yang terkait terhadap kegiatan penerapan perlindungan tanaman
antara lain adalah : Ekologi dan epidemiologi, Fisiologi tumbuhan, patologi
anatomi dan morfologi, genetika, taksonomi dan geografi tumbuhan, bakteriologi,
mikologi, virologi, entomologi, fitopatologi, ilmu gulma, agronomi, ilmu tanah,
mikrobiologi, biokimia, kimia, bioteknologi, fisika, meteorologi, matematik dan
statistik untuk peramaln OPT, teknologi informasi, ekonomi untuk penentuan
ambang pengendalian ( Yudiarti, 2007)
Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya dapat menimbulkan
gangguan dan kerusakan bagi tanaman budidaya maupun aktivitas manusia dalam
mengelola usahataninya (Djafarudin, 2001). Hama adalah hewan penggangu

1
tanaman yang secara fisik masih dapat dilihat secara kasat mata tanpa bantuan alat
dan terdapat di lingkungan tanaman yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman
baik secara kualitas dan kuantitas sehingga menyebabkan kerugian ekonomis.
Hama yang mengganggu tanaman seperti filum yang anggotanya diketahui
berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca
(siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga,
tunggau, dan lain-lain).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman ini


adalah untuk mengetahui gejala serangan penyakit, hama dan gulma yang
merugikan bagi tanaman.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT DAN GEJALA PADA TANAMAN

2.1.1 Penyakit Tanaman

a. Jamur

Jamur (fungi) merupakan suatu bagain dari Thallophyta, yang


karakteristiknya berhubungan dengan tidak adanya klorofil sama sekali, sehingga
tak bisa untuk melakukan asimilasi. Bagian tubuhnya yang bersifat vegetatif
terdiri atas benang-benang yang halus dan dinamakan hifa. Hifa-hifa ini
merupakan miselium dimana ada yang berserabut ada yang tidak. Lebih dari
8000 spesies jamur dapat menyebabkan penyakit pada tunbuhan. Semua
tumbuhan diserang oleh beberapa jenis jamur, dan setiap jenis jamur parasit dapat
menyerang satu atau banyak jenis tumbuhan. Beberapa jenis jamur dapat tumbuh
dan memperbanyak diri hanya apabila tetap berhubungan dengan tumbuhan
inangnya selama hidupnya, jamur yang demkian dikenal dengan parasit obligat
atau biotrof. Jenis lain membutuhkan tumbuhan inang untuk sebagian daur
hidupnya tetapi tetap dapat menyelesaikan daurnya pada bahan organik mati
maupun pada tumbuhan hidup, jamur yang demikian disebut parasit non-obligat.
Jamur menyebabkan gejala lokal atau gejala sistemik pada inangnya, dan
gejala tersebut mungkin terjadi secara terpisah pada inang-inang yang berbeda,
secara bersamaan pada inang yang sama atau yang satu mengikuti yang lain pada
inang yang sama.
Hampir semua gejala di atas mungkin dapat menyebabkan tumbuhan yang
terinfeksi menjadi sangat kerdil. Di samping itu, gejala yang lain seperti karat
daun, embun (mildew), layu dan bahkan penyakit tertentu menyebabkan
hiperplasia pada beberapa organ tumbuhan, seperti akar pekuk (clubroot)
mungkin menyebabkan kekerdilan tumbuhan secara

3
Ada empat kelas utama jamur, yaitu:
1. Phycomycetes
Dikenal juga dengan jamur ganggang, berbentuk tabung berisi protoplasma
dengan banyak inti. Hifa tidak bersekat.
2. Ascomycetes
Dikenal juag dengan jamur kantong, dengan spora seksual disebut askospora.
Hifa bersekat dan berpori (poralseptum).
3. Basidiomycetes
Dikenal juga dengan nama jamur ganda. Memiliki spora seksual yang disebut
basidiospora atau sporidia. Hifaberseket dan berinti.
4. Deuteromycetes
Dikenal juga dengan sebutan jamur imperfect karena setiap jamur yang belum
diketahui perkembangbiakannya secara seksual, kan dimasukkan kedalam
kelas ini. Hifa bersekat dan memiliki inti.

b. Bakteri

Ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk bakteri disebut Bakteriologi.


Bakteri adalah tumbuhan tingkat rendah yang paling kecil, dan memiliki bentuk
yang bermacam-macam. Bermilyar-milyar bakteri dapt membentuk koloni
berwarna putih, kekuning-kuningan, atau merah.
Untuk perekembangbiakannya, bakteri membutuhkan vektor seperti
serangga, hewan, manusia, pemindahan tanah, angin, dan air. Jika sudah sampai di
tumbuhan inang, bakteri akan masuk memlalui lubang daun, atau melalui luka.
Gejala serangan bakteri dapat berbentuk pembusukan basah karena mengandung
lendir keputih-putihan, tumor, layu, kerdil, pengerutan bagian tumbuhan,
perubahan warna, pada daun, daun mumi pada buah.

c. Virus dan Viroid

Ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk virus disebut dengan Virologi.
Virus berarti zat lendir yang dapat menimbulkan penyakit tumbuhan, mempunyai
satu tipe asam nukleat yang dikenal sebagai RNA atau DNA dengan mantel
protein. Sedangkan viroid adalah makromolekul asam nukleat telanjang yang

4
sangat kecil. Gejala yang ditimbulkan dengan berupa perubahan warna dari hijaun
menjadi kuning (klorosis) secara setempat atau menyeluruh.
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-
sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal),
sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang
jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Virus
sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat
menjalankan fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada dalam sel inang.
Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu,
baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV), hewan (misalnya virus flu
burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV). Virus tidak
mempunyai alat untuk bergerak. Oleh karena itu untuk berpindah dia membuthkan
bantuan dari vektornya seperti serangga, manusia, hewan, air, dan angin.

d. Nematoda

Ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk nematoda disebut Nematologi.


Nematoda berbetukseperti cacing kecil dengan panjang lebih kurang 200-1000
nm. Bisa hidup di air dan tanah, di dalam tumbuhan (endoparasit), di luar
tumbuhan (ektoparasit). Badan nematoda berbentuk benang, mempunyai mulut
dan saluran makanan yang baik. Mulutnya dilengkapi dengan kait dalam mulut
yang berhubungan dengan kerongkongan yang sempit. Dinding badan berotot
dan menutupi ruangan badan yang berisi cairan darah, saluran makanan, alat
pengeluaran kotoran, dan alat reproduksi. Tidak ada sistem sirkulasi dan alat
pernafasan yang sempurna. Nematoda jantan berukuran kecil dari betina.
Nematoda adalah filum yang paling speciose setelah arthropoda, mereka
terjadi di hampir setiap habitat termasuk sebagai parasit dalam segala macam
tumbuhan dan hewan, (mereka tidak seperti tempat-tempat kering namun). Salah
satu spesies yang diketahui yang dapat hidup dalam cuka lama (Turbatrix aceti)
dan lain yang karena hanya ditemukan di tikar bir Jerman. Meskipun hanya
sekitar 80.000 spesies telah dijelaskan beberapa ilmuwan memperkirakan
mungkin ada sebanyak satu juta spesies yang semua mengatakan. Mereka dapat
terjadi dalam jumlah yang sangat padat dalam tanah dan vegetasi yang

5
membusuk, sebanyak 90.000 telah ditemukan dalam sebuah apel busuk tunggal,
sementara jutaan terjadi di atas 3cm (1 inci) dari satu meter persegi tanah yang
berkualitas baik. Walaupun ada sejumlah besar Nematoda hidup bebas ada juga
sejumlah besar spesies parasit, banyak yang menyebabkan penyakit manusia dan
hewan lainnya serta untuk tanaman, hampir setiap organisme hidup telah
ditemukan untuk menjadi parasitised oleh satu spesies nematoda atau yang lain.
Kebanyakan nematoda cukup kecil, mereka berbagai ukuran dari 100 mikrometer
panjang (1/10th mm atau 1/250th dari dalam) ke renale Nematoda Dioctophyme
Raksasa perempuan yang dapat mencapai 1 meter, atau 3 kaki panjang.

2.1.2 Gejala Penyakit Tanaman

Apabila tumbuhan diganggu oleh patogen atau oleh keadaan lingkungan


tertentu dan salah satu atau lebih dari fungsi tersebut terganggu sehingga terjadi
penyimpangan dari keadaan normal, maka tumbuhan menjadi sakit. Penyebab
utama penyakit baik berupa organisme hidup patogenik (parasit) maupun factor
lingkungan fisik (fisiopath). Adapun mekanisme penyakit tersebut dihasilkan akan
sangat bervariasi yang tergantung pada agensia penyebabnya dan kadang-kadang
juga bervariasi dengan jenis tumbuhannya. Pada mulanya tumbuhan bereaksi
terhadap agensia penyebab penyakit pada bagian terserang. Reaksi tersebut dapat
berupa reaksi biokimia alami, yang tidak dapat dilihat. Akan tetapi reaksinya
dengan cepat menyebar dan terjadinya perubahan-perubahan pada jaringan yang
dengan sendirinya menjelma menjadi makroskopik dan membentuk gejala
penyakit. Berbagai macam penyakit yang dapat menular, yaitu bakteri, jamur,
virus, mikoplasma, dan tanaman tingkat tinggi. Kekhasan penyakit yang menular
adalah terjadinya interaksi yang terus-menerus oleh faktor-faktor biotik (hidup)
atau oleh faktor-faktor abiotik (fisik atau kimia).
Postulat Koch tidak dapat digunakan untuk semua jenis diagnosis
patogen, tapi pada umumnya langkah ini akan sangat membantu dalam
mendiagnosis suatu penyakit tumbuhan. Pada bagian tumbuhan yang sakit dapat
dilihat tanda-tanda adanya patogen (sign of desease) dan gejala penyakit
(symptom of desease).

6
Gejala serangan penyakit dapat juga disebabkan karena terganggunya
proses fisologis pada tanaman. Dengan terganggunya proses fisiologis ini tanaman
memberikan respons dalam bentuk gejala. Adapungejala yang dimunculkan
sebagai respons tergangunya proses fisiologis adalah sebagai berikut :
a. Gejala Utama (Main Symptoms)
b. Gejala Lapangan (Field Symptoms)

2.1.3 Pengenalan Penyakit Abiotis

Penyakit abiotik adalah faktor tak hidup (mati ) seprti suhu, kadar air
tanah, kelembaban udara, pH tanah dan bahan-bahan kimia di dalam tanah
(Agrios, 1996). Suatu faktor abiotik tertentu dapat menyebabkan pohon
mengalami tekanan hingga penyakit yang ditimbulkan oleh patogen menjadi lebih
berat dibandingkan dengan bila pohon hanya terserang oleh patogen. Faktor
lingkungan fisik atau kimia dapat bekerja sendiri dan menyebabkan pohon
menjadi sakit tanpa adanya serangan suatu patogen, dan dapat pula mempengaruhi
perkembangan penyakit yang ditimbulkan oleh pathogen (Agrios, 1996).
Tiap jenis tanaman memerlukan syarat mengenai faktor fisik atau kimia
tertentu untuk pertumbuhannya yang optimal, oleh karena itu suatu kondisi
lingkungan fisik atau kimia tertentu mungkin sekali cukup baik untuk
pertumbuhan jenis tanaman yang satu, tetapi tidak baik untuk pertumbuhan jenis
tanaman yang lain. Demikian pula pada suatu kondisi lingkungan fisik atau kimia
tertentu, suatu jenis tanaman yang semula pada umur tertentu tidak menunjang
gejala suatu penyakit, pada umur-umur lebih lanjut dapat menjadi sakit.

1. Pengaruh Suhu

Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1 sampai 40 OC,


kebanyakan jenis tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15 dan 30 OC. Tumbuhan
berbeda kemampuan bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat prtumbuhan
yang berbeda. Misalnya, tumbuhan yang lebih tua, dan lebih keras akan lebih
tahan terhadap suhu rendah dibanding kecambah muda. Jaringan atau organ
berbeda dari tumbuhan yang sama mungkin sangat bervariasi kesensitifannya
(kepekaannya) terhadap suhu rendah yang sama. Tunas jauh lebih sensitif (peka)
dibanding daun dan sebagainya.

7
• Pengaruh Suhu Tinggi

Pada umunya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas
kerusakannya apabila suhu lebih tinggi dari suhu maksimum untuk
pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum.
Pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan berhubungan dengan pengaruh faktor
lingkungan yang lain, terutama kelebihan cahaya, kekeringan, kekurangan
oksigen, atau angin kencang bersamaan dengan kelembaban relatif yang rendah.
Suhu tinggi biasanya berperan dalam kerusakan sunsclad yang tampak pada
bagian terkena sinar matahari pada buah berdaging dan sayuran, seperti cabe,
apel, tomat, umbi lapis bawang dan umbi kentang.

• Pengaruh Suhu Rendah

Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar


dibanding dengan suhu tinggi. Suhu di bawah tiitik beku menyebabkan berbagai
kerusakan terhadap tumbuhan. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap titik meristematik muda atau
keseluruhan bagian tumbuhan herba, embun upas yang membunuh tunas pada
persik, cherry, dan pepohonan lain, dan membunuh bunga, buah muda dan
kadangkadang ranting sukulen sebagian pepohonan.

2. Pengaruh Kelembaban

• Pengaruh Kelembaban Tanah Rendah

Gangguan kelembaban di dalam tanah mungkin bertanggung jawab


terhadap lebih banyaknya tumbuhan yang tumbuh jelek dan menjadi tidak
produktif sepanjang musim. Kekurangan air mungkin juga terjadi secara lokal
pada jenis tanah tertentu, kemiringan tertentu atau lapisan tanah yang tipis yang
dibawahnya terdapat batu atau pasir. Tumbuhan yang menderita karena
kekurangan kelembaban tanah biasanya tetap kerdil, hijau pucat sampai kuning
terang, mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika
kekeringan berlanjut tumbuhan layu dan mati.

8
• Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi

Akbat kelebihan kelembaban tanah yang disebabkan banjir atau drainase


yang jelek, bulu-bulu akar tumbuhan membusuk, mungkin karena menurunnya
suplai oksigen ke akar. Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami
stres, sesak napas dan kolapsi. Keadaan basah, an-aerob menguntungkan
pertumbuhan mikroorganisme an-aerob, yang selama proses hidupnya membentuk
substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping itu, sel-sel akar
yang dirusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan
permeabilitas selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau
bahan-bahan beracun lain oleh tumbuhan.

3. Kekurangan Oksigen

Tingkat oksigen rendah yang terjadi pada pusat buah atau sayuran yang
berdaging di lapangan, terutama selama periode pernapasan cepat pada suhu
tinggi, atau pada penyimpanan produk tersebut di dalam tumpukan yang besar
sekali. Contoh dari kasus ini adalah berkembangnya penyakit yang disebut
blackheart pada kentang, yang dalam suhu cukup tinggi merangsang pernapasan
dan reaksi enzimatik yang abnormal pada umbi kentang. Suplai (penyediaan)
oksigen sel pada bagian dalam umbi tidak mencukupi untuk mendukung
peningkatan pernapasan, dan sel tersebut mati karena kekurangan oksidasi. Reaksi
enzimatik yang diaktivasi oleh suhu tinggi dan kurang oksidasi berjalan sebelum,
selama dan sesudah kematian sel. Reaksi tersebut secara abnormal mengoksidasi
penyusun tumbuhan yang normal menjadi pigmen melanin hitam. Pigmen tersebut
menyebar ke sekitar jaringan umbi dan akhirnya menjadikan umbi tampak hitam.

4. Cahaya

Kekurangan cahaya memperlambat pembentukan klorofil dan mendorong


pertumbuhan ramping dengan ruas yang panjang, kemudian menyebabkan daun
berwarna hijau pucat, pertumbuhan seperti kumparan, dan gugurnya daun bunga
secara prematur. Keadaan tersebut dikenal dengan etiolasi. Tumbuhan teretiolasi
didapatkan di lapangan hanya apabila tumbuhan tersebut ditanam dengan jarak
yang terlalu dekat atau apabila ditanam di bawah pohon atau benda lain.

9
Kelebihan cahaya agak jarang terjadi di alam dan jarang merusak tumbuhan.
Banyak kerusakan yang berhubungan dengan cahaya mungkin akibat suhu tinggi
yang menyertai intensitas cahaya tinggi (Agrios, 1996).

2.2 MORFOLOGI SERANGGA

Serangga merupakan kelompok utama hama, karena serangga merupakan


kelompok terbesar dalam dunia hewan (+ 2/3 spesies hewan yang telah diketahui
adalah serangga. Serangga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, serangga
dapat berkembang biak dengan cepat, serangga dapat menjadi resisten terhadap
insektisida. Serangga termasuk hewan poikilotermik (suhu tubuhnya dapat
berubah mengikuti perubahan suhu lingkungannya sehingga lebih efisien dalam
penggunaan energy (Martoredjo, 1984)
Insecta sering disebut serangga atau heksapoda. Heksapoda berasal dari
kata heksa berarti 6 (enam) dan kata podos berarti kaki. Heksapoda berarti hewan
berkaki enam. Diperkirakan jumlah insecta lebih dari 900.000 jenis yang terbagi
dalam 25 ordo. Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali variasi dalam kelas
insecta baik bentuk maupun sifat dan kebiasaannya.
Secara morfologi, tubuh serangga terbagi atas tiga bagian utama, yaitu:
kepala (caput), dada (thoraks) dan perut (abdomen). Pada bagian-bagian tertentu
terdapat embelan dan alat-alat tertentu.

1. Kepala (caput)

Bentuk umum kepala serangga berupa struktur kotak yang terdiri dari
enam ruas. Dikepala terdapat sepasang maa majemuk yang terletak di kiri dan
kanan kepala yang berfungsi untuk menerima gambar (melihat), memungkinkan
serangga dapat melihat kesegala arah tanpa harus memutar kepala atau badan.
Diantara mata majemuk terdapat tiga mata tunggal (ada serangga yang memiliki
sampai 6 mata tunggal) yang disebut ocelli yang berfungsi untuk mengukur
intensitas cahaya.selain itu juga terdapat sepasang antena dan alat mulut.
Secara umum, alat mulut serangga terdiri dari mandibula, maxila, labium,
labial pulp, maxillary pulp. Tipe mulut serangga menentukan jenis makanan dan

10
kerusakan yang dapat ditimbulkan serangga terhadap tumbuhan. Alat mulut
serangga berdasarkan fungsi dan cara makan dapat dibedakan antara lain adalah :
• Mandibulata (alat mulut menggigit-mengunyah), Contoh : Ordo Orthoptera
Terdiri atas: Labrum, mandibel (untuk memotong, mengunyah, maksila
(untuk melembutkan makanan), labium (membantu memegang makanan)
• Haustelata (alat mulut menusuk-menghisap, merautmenghisap), contoh: ordo
Hemiptera
Terdiri atas labrum (cuping), rostrum (labium), dan stilet (modifikasi dari
mandibel dan maksila)
• Meraut-menghisap, contoh: Thrips; Alat mulut abnormal (hanya 1 stilet
mandibel yang berkembang)
Terdiri atas 1 stilet mandibel kiri, 2 stilet maksila, labrum, rostrum.
• Alat mulut tipe khusus (alat mulut mengkait menghisap), contoh: Bactrocera
dorsalis, larva ordo Diptera (lalat, nyamuk).
Terdiri atas: kait mulut dan otot penggerak kait mulut [pentingnya
mempelajari alat mulut karena berkaitan dengan kerusakan yang ditimbulkan
pada tanaman.

2. Dada (thorax)

Dada pada serangga adalah tempat melekatnya kaki dan sayap. Dada
terdiri atas tiga ruas yaitu prothoraks, mesothoraks dan metathoraks. Serangga
adalah binatang tidak bertulang belakang yang mempunyai sayap. Sayap
merupakan tonjolan integumen dari bagian permukaan atas dan bawah yang
terbuat dari bahan khitin tipisyang disebut tegmina pada belalang, dan elyta pada
kumbang. Umumnya serangga memiliki dua pasang sayap.

3. Perut (abdomen)

Perut serangga memiliki 11 atau 12 ruas, dan tidak mempunyai kaki


seperti pada bagian dada. Pada belalang betina, bagian belakang perut terdapat
ovipositor yang berfungsi untuk meletakkan telurnya. Pada segmen pertama
terdapat alat pendengaran atau membran tympanum. Segmen perut yang ke-12
disebtu telson atau periproct. Lobang anus terletak pada teson ini. Pad kedua sisi

11
perut terdapat lobang cukup besar yang ditutupi oleh selaput tipis yang disebut
timpanum, berfungsi sebagai alat pendengar. Selain itu ada juga organ pernapasan
(spiracle) berupa lubang-lubang kecil berpasangan yang terdapat disetiap ruas.
Satu at dua pasang kadang-kadangterdopat pada thoraks.

2.3 PERKEMBANGBIAKAN SERANGGA

Pada umumnya serangga mengawali siklus hidupnya sebagai telur dan


berkembangbiak secara kawin (seksual), yang berarti sel telur mengalami
pembuahan oleh sperma, tetapi ada juga serangga yang berkembangbiak secara
tidak kawin (aseksual).
Setelah telur menetas, serangga pra-dewasa tersebut mepunyai ukuran dan
bentuk yang kadang-kadang berlainan sama sekali dengan serangga dewasa
(imago), yang dikenal dengan metamorfosis. Metamorfosis dapat dikelompokkan
menjadi empat tipe:

1. Ametabola (tanpa metamorfosis)

Imago memiliki bentuk luar yang serupa dengan serangga pra-dewasa


(gaead), kecuali ukuran dan kematangan alat kelamin. Urutan perkembangbiakan
adalah: Telur – gaead – imago. Contoh: kutu buku (Lepisma saccharina – ordo
tThysanura). Ordo ini merupakan serangga primitif berukuran ≤ 30 mm, ada
sekitar 700 spesies, hidup dibangunan, buku, kertas, berantene panjang, tanpa
sayap dan badan bersisik. Perut bersegmen dengan 2 atatu 3 cercus bersendi pada
ujungnya, serangga ini akan berlari menghindari sinar. Serangga ini tidak begitu
penting bagi usaha pertanian.

2. Hemimetabola (metamorfosis tidak sempurna)

Serangga pra-dewasa (naiad) dan imago memperlihatkan perbendaan yang


nyata dalam bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat hidup
dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – nimfs –
imago. Contoh: Belalang (Ordo Orthoptera).

12
3. Paurometabola (Metamorfosis tidak sempurna)

Bentuk umum serangga pra-dewasa (nimfa) dengan imago serupa, hanya


terjadi perubahan bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat
hidup dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur –
nimfa –imago. Contoh: Belalang – Oro Orthoptera.

4. Holometabola (Metamorfosis sempurna)

Disebut juga dengan metamorfosis sempurna dimana serangga pra-dewasa


(larva dan pupa) memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan imago. Larva
merupakan fase aktif untuk makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan
yang dicirikan dengan terjadinya perombakan atau penyusunan kembali alat-alat
tubuh bagian luar dan dalam serangga. Fase pupa merupakan fase instirahat bagi
serangga. Habitat dan makanan serangga fase larva, pupa dan imago sangat
berbeda. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – larva – pupa/kepompong
– imago. Mtamorfosis ini merupakan ciri khas serangga: Ordo Lepidoptera,
Coleoptera, dan ordo Diptera.
Ditinjau dari jenis makanan, serangga digolongkan menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Fitofag
Serangga yang mengambil bahan makanan dari tumbuhan. Serangga inilah
yang disebut hama.
2. Entomopag
Serangga yang memakan serangga lain, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
agen pengendali secara biologis, seperti parasitoid atau predator.

2.4 ORDO SERANGGA

2.4.1 Ordo Orthoptera (bangsa belalang)

Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada


beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain.
Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih
sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut

13
tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur.
Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.
Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah : Kecoa
(Periplaneta sp.), belalang sembah/mantis (Otomantis sp.) dan belalang kayu
(Valanga nigricornis Drum.).

2.4.2 Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding

Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar
anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago).
Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan
tubuh serangga lain. Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada
yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada
bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap
belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian
kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli. Tipe alat mulut
pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat
pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut
muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas
memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran,
yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah : Walang
sangit (Leptorixa oratorius Thumb.), kepik hijau (Nezara viridula L), bapak
pucung (Dysdercus cingulatus F).

2.4.3 Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)

Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo


Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi
sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya. Sayap depan anggota ordo
Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus
semua, sedang sayap belakang bersifat membranus. Alat mulut juga bertipe
pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat

14
tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota
Hemiptera.
Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan
kutu-kutuan, seperti : Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.), kutu putih daun
kelapa (Aleurodicus destructor Mask.), kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.).

2.4.4 Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)

Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun


ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain. Sayap
terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki
vena sayap dan disebut elytra. Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi
dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus
dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan. Alat mulut bertipe
penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada
beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada
moncong yang terbentuk di depan kepala.

2.4.5 Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)

Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai
hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa
umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar. Sayap terdiri dari dua
pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada
kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya
memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang
disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi
palpus labialis berkembang sempurna.
Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya
melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva bertipe
polipoda, memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe
obtekta. Beberapa jenisnya antara lain : penggerek batang padi kuning (Tryporiza
incertulas Wlk), kupu gajah (Attacus atlas L), ulat grayak pada tembakau
(Spodoptera litura).

15
2.4.6 Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)

Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan,


pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu
pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat
keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai
adanya antene dan mata facet. Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya,
tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk
pengisap.
Pupa bertipe coartacta. Beberapa contoh anggotanya adalah : lalat buah
(Dacus spp.), lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F), lalat rumah (Musca
domesticaLinn.) dan lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis).

2.4.7 Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)

Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator/parasitoid pada


serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk. Sayap terdiri dari dua
pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap
belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli.
Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum
sebagai alat pengisapnya.
Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah : Trichogramma sp.
(parasit telur penggerek tebu/padi), Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat
Artona) dan Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).

2.4.8 Ordo Odonata (bangsa capung/kinjeng)

Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang
dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena-vena yang jelas dan
pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar. Antenanya pendek, larva
hidup di air dan bersifat karnivora.
Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis
serangga kecil yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu
loncat serta ngengat penggerek batang padi.

16
2.5 GULMA

Setiap jenis tumbuhan berpotensi menjadi gulma. Tumbuhan yang


berpotensi sebagai gulma cenderung mempunyai ciri khas tertentu yang
memungkinkannya untuk mudah tersebar luas dan mampu menimbulkan
gangguan dan kerugian (Djafarudin, 2001)
a. Bersifat subyektif (berdasarkan kepentingan manusia / Anthroposentris)
Gulma adalah:
* Tumbuhan yang salah tempat.
* Tumbuhan yang tidak diinginkan.
* Tumbuhan yang tidak dikehendaki.
* Tumbuhan yang tidak diusahakan.
* Tumbuhan yang merugikan.
* Tumbuhan tidak sedap dipandang mata.
* Tumbuhan yang mempunyai nilai negatif lebih besar daripada nilai
positifnya.
* Tumbuhan yang belum diketahui manfaatnya.
b. Bersifat Umum
Gulma adalah tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan
menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia. Kaitan gulma dengan
budidaya tanaman adalah tumbuhan yang keberadaannya dapat menimbulkan
gangguan dan kerusakan bagi tanaman budidaya maupun aktivitas manusia dalam
mengelola usahataninya (Yudiarti, 2007).
Tanaman budidaya walaupun syarat tumbuhnya terpenuhi apabila
mendapatkan gangguan akan mengalami kerusakan akibat hasilnya menurun
bahkan dapat gagal panen. Ganggungan ini disebabkan adanya gulma di sekitar
tanaman budidaya. Kerugian yang disebabkan gulma dapat:
1. menurunkan hasil tanaman (kuantitas dan kualitas produk) melalui
persaingan: air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh, kompetisi dalam
dimensi ruang dan waktu.
2. Menghambat/menekan pertumbuhan bahkan meracuni tanaman budidaya
dengan mengeluarkan zat alelopat.
3. pemupukan, pendangiran dan◊Mempersulit pemeliharaan tanaman
penggemburan tanah, serta pengendalian OPT

17
4. Menghambat aliran air dan merusak saluran pengairan
5. Mengurangi persediaan air di waduk (transpirasi)
6. mengurangi kapasitas air di saluran pengairan dan tempat penampungan
(sungai, selokan, waduk, dam, embung, kolam, dsb) akibat sedimentasi
7. Mengganggu dan mempersulit aktivitas manusia sanitasi kebun◊dalam
budidaya tanaman sejak pratanam sampai pascapanen / lahan budidaya
8. Sebagai inang pengganti bagi serangga hama dan patogen penyakit.
Peningkatan biaya untuk pengendalian hama dan penyakit tumbuhan.
Gulma diserang oleh penyebab hama dan penyebab penyakit tumbuhan
yang sama dengan yang menyerang tanaman. Scirpus maritimus
menghidupi Piricularia orizae, organisme yang menyebabkan penyakit
hawar (blast) padi. Kebanyakan gulma rumputan adalah tumbuhan inang
bagi penggerek daun hijau dan coklat (Nephotettix impiticepts dan
Nilaparvata lugens). Di antara musim pertanaman, gulma tersebut bertindak
sebagai tumbuhan inang serangga yang menjamin adanya serangga pada
musim tanam berikutnya
9. Menimbulkan ganguan kesehatan. Tepungsari beberapa spesies gulma
menyebabkan alergi dan beberapa spesies menyebabkan peradangan kulit.
Beberapa spesies gulma yang tepungsarinya menyebabkan alergi, antara lain
Cynodon dactylon, Eleusine indica, Imperata cylindrica, Amarantus
spinosus, Tridax procumbens, Mimosa pudica, dan Cyperus rotundus.

c. Klasifikasi Gulma

1. Berdasar sifat morfologi & respon terhadap herbisida:


a. Grasses (Rumputan): Famili Gramineae
b. Sedges (Tekian): Famili Cyperaceae
c. Broadleaf Weeds (Daun Lebar): Selain Rumputan & Tekian
d. Fern (Pakisan): berasal dari keluarga pakisan/paku-pakuan.

2. Berdasarkan Daur Hidup (Umur)

18
• Annual Weeds (Gulma semusim), Ciri-ciri: Umur < 1 tahun, organ
perbanyakannya biji, umumnya mati setelah biji masak, produksi biji
regenerasi. Contoh:◊melimpah Eleusine indica, Cyperus iria, Phyllanthus
niruri, dsb.
• Biennial Weeds (Gulma dwimusim), Ciri-ciri: Umur 1-2 tahun, tahun pertama
membentuk organ vegetatif dan tahun kedua menghasilkan biji. Contoh:
Typhonium trilobatum dan Cyperus difformis.
• Perennial Weeds (Gulma tahunan), Ciri-ciri: Umur > 2 tahun, perbanyakan
vegetatif dan atau generatif, organ vegetatif cenderung tumbuh pada ujung,
bila organ◊bersifat dominansi apikal vegetatif terpotong-potong semua
tunasnya mampu tumbuh. Contoh: Imperata cyllindrica, Chromolaena
odorata, dan Cyperus rotundus.

3. Berdasarkan Habitat
• Terrestrial Weeds (Gulma darat), Ciri-ciri: Tumbuh di lahan kering dan tidak
tahan genangan air. Contoh: Axonopus compressus, Ageratum conyzoides,
dan Cyperus rotundus.
• Aquatic Weeds (Gulma air), Ciri-Ciri:Sebagian / seluruh daur hidupnya di air,
umumnya bila kekeringan mati. Contoh: Pistia stratiotes (Floating Weeds),
Monochoria vaginalis (Emergent Weeds), Ceratophyllum demersum
(Submergent Weeds), dam Polygonum piperoides (Marginal Weeds).
• Areal Weeds (Gulmamenumpang pada tanaman), Ciri-ciri: Tumbuhnya selalu
menempel/menumpang pada tanaman lainnya dan biasanya mengganggu.
Contoh: Drymoglossum heterophyllum (Epifit), Loranthus pentandrus
(Hemiparait), dan Cuscuta campestris (Hiperparasit).

4. Berdasarkan Tipe/Cara Tumbuhnya


• Erect / tumbuh tegak: Boerhavia erecta
• Creeping / tumbuh menjalar: Paspalum conjugate
• Climbing / memanjat: Meremia hirta

5. Berdasarkan Struktur Batang

19
• Herba/tidak berkayu: Panicum repens
• Vines/Sedikit berkayu: Mikania micrantha
• Woody Weeds/berkayu: Melastoma affine.

2.6 PESTISIDA SINTETIK DAN NABATI

2.6.1 Pestisida Sintetik

Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk


mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu.
Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi").
Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia,
ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak
selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai
"racun".
Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa
• insektisida (serangga)
• fungisida (fungi/jamur)
• rodensida (hewan pengerat/Rodentia)
• herbisida (gulma)
• akarisida (tungau)
• bakterisida (bakteri)
• larvasida (larva)
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak
ekosistem. Dengan adanya pestisida ini, produksi pertanian meningkat dan
kesejahteraan petani juga semakin baik. Karena pestisida tersebut racun yang
dapat saja membunuh organisme berguna bahkan nyawa pengguna juga bisa
terancam bila penggunaannya tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
menurut depkes riau kejadian keracunan tidak bisa di tanggulangi lagi sebab para
petani sebagian besar menggunakan pestisida kimia yang sangat buruk bagi
kesehatan mereka lebih memilih pestisida kimia dari pada pestisida botani
(buatan) kejadian keracunan pun sangat meningkat di provinsi tersebut. mMnurut
data kesehatan pekan baru tahun 2007 ada 446 orang meninggal akibat keracunan

20
pestisida setiap tahunnya dan sekitar 30% mengalami gejala keracunan saat
menggunakan pestisida Karena petani kurang tau cara menggunakan pestisida
secara efektif dan penggunaan pestisida secara berlebihan, dan berdasarkan hasil
penilitian Ir. La Ode Arief M. Rur.SC. dari Sumatera Barat tahun 2005
mengatakan penyebab keracunan pestisida di Riau akibat kurang pengetahuan
petani dalam penggunaan pestisida secara efektif dan tidak menggunakan alat
pelindung diri saat pemajanan pestisida,hasilnya dari 2300 responden yang peda
dasarnya para petani hanya 20% petani yang menggunakan APD (alat pelindung
diri), 60% patani tidak tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan mereka
mengatakan setelah manggunakan pestisida timbul gejala pada tubuh ( mual,sakit
tenggorokan, gatal - gatal, pandangan kabur, Dll.)dan sekitar 20% petani tersebut
tidak tau sama sekali tentang bahaya pestisida terhadap kesehatan,begitu tutur Ir.
La Ode Arief M. Rur.SC. beliau juga mengatakan semakin rendah tingkat
pendidikan petani semakin besar risiko terpajan penyakit akibat pestisida. Oleh
karena itu, adalah hal yang bijak jika kita melakukan usaha pencegahan sebelum
pencemaran dan keracunan pestisida mengenai diri kita atau makhluk yang
berguna lainnya.

2.6.2 Formulasi Pestisida

Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida


dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat
diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi
nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai:
a. Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates)
b. Butiran (granulars)
c. Debu (dust)
d. Tepung (powder)
e. Oli (oil)
f. Fumigansia (fumigant)

2.6.3 Pestisida Kimia

21
Pestisida tersusun dan unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105
unsur. Namun yang sering digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur.
Unsur atau atom yang lebih sering dipakai adalah carbon, hydrogen, oxigen,
nitrogen, phosphor, chlorine dan sulfur. Sedangkan yang berasal dari logam atau
semi logam adalah ferum, cuprum, mercury, zinc dan arsenic.
1) Sifat pestisida Setiap pestisida mempunyai sifat yang berbeda. Sifat pestisida
yang sering ditemukan adalah daya, toksisitas, rumus empiris, rumus bangun,
formulasi, berat molekul dan titik didih.
2) Tata Nama Pestisida Pengetahuan pestisida juga meliputi struktur dan cara
pemberian nama atau dikenal dengan tata nama.
3) Cara Kerja Pestisida
• Pestisida kontak, berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena
sasaran.
• Pestisida fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran
terkena uap atau gas
• Pestisida sistemik, berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman
melalui jaringan. Hama akan mati kalau mengisap cairan tanaman.
• Pestisida lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran
memakan pestisida.

2.6.4 Pestisida Nabati

Keunggulan dan Kekurangan Pestisida Nabati


Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat
dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman.
Memang ada kelebihan dan kekurangannya. Kira-kira ini kelebihan dan
kekurangan pestisida nabati.

Kelebihan:
1. Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari
2. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga
walaupun jarang menyebabkan kematian

22
3. Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada
manusia dan lingkungan
4. Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan
bersifat selektif
5. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia
6. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman
7. Murah dan mudah dibuat oleh petani

Kelemahannya:
1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus
lebih sering
2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)
3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan
bahan baku
4. Kurang praktis
5. Tidak tahan disimpan.

Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:


1. Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang
menyengat
2. Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot
3. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
4. Menghambat reproduksi serangga betina
5. Racun syaraf
6. Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
7. Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap
serangga
8. Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri.

23
4.7 KONSEP PENGENDALIAN HAMA TERPADU

4.7.1 Secara Fisis (mekanis)

Perlindungan tanaman menggunakan cara fisik dilakukan dengan


memanfaatkan faktor-faktor fisik, misalnya suhu, kelembaban, sinar atau radiasi.
Perlindungan tanaman dengan tujuan untuk mempertahankan rasa manis jagung
muda dapat dilakukan dengan merebus (suhu tinggi berair), sayuran maupun
buah-buahan supaya awet segar perlu disimpan dalam almari pendingin (suhu
rendah), biji-bijian supaya tidak mudah berjamur perlu dikeringkan (kelembaban
atau kandungan air rendah).

Berikut secara ringkas pengendalian penyakit secara fisika (mekanis) :


1) menghasilkan sumber infeksi (dicabut/dipetik), kemudian membuang atau
membakar bagian yang terserang hama dan penyakit agar tdak menyebar
luas kedeaerah pengusahaan budidaya.
2) menggunakan peralatan yang bersih,
3) memasang perangkap mekanis,
4) pembakaran sumber infeksi,
5) menggunakan alat penimbul suara-suara (menolak hama).

Dari ke 5 teknik diatas, berikut pengendalian fisika dengan pemanasan dan


pembakaran. Pemanasan dilakukan dengan tujuan menghilangkan patogen dari
tanah atau dari benih, agar patogen ini tidak berkembang pada pertanaman yang
akan datang. Disamping itu pemanasan juga dilakukan dengan terhadap buah-
buahan, untuk membunuh jamur yang sudah mengadakan infeksi laten pada waktu
buah masih mentah, untuk mencegah berkembangnya penyakit pasca penenselam
pengangkutan dan penyimpanan.

4.7.2 Secara Kimia

Pengendalian kimiawi merupakan pengendalian dengan menggunakan


bahan kimia atau pestisida. Penggunaan bahan kimia untuk membunuh

24
pengganggu tanaman telah dikenal sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Racun
alami dari Arsen telah dikenal bangsa Cina dan Yunani sejak abad pertama
sebelum masehi (Anonim, 1959). Sejak ditemukan DDT (Dichloro Diphenyl
Trichloetan) sebagai senyawa sintetes di Eropa pada tahun 1939 oleh Paul Muller,
merupakan tonggak terjadinya revolusi perkembangan racun hama. Penggunaan
racun hama secara moderen dimulai sejak tahun 1967 di Amerika Serikat, ketika
Paris Green digunakan untuk mengendalikan epidemi (ledakan) hama kumbang
Colorado (Leptinotarsa decemliata) yang menyerang tanaman kentang. Di
Amerika Serikat sejak tahun 1945 sampai 1980 (35 tahun) jumlah pestisida yang
digunakan meningkat 10 kali lipat, sedangkan di Indonesia mengalami
peningkatan 6 kali selama 10 tahun, yaitu sejak tahun 1970 sampai 1980.
Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit sangat
jelas tingkat keberhasilannya. Penggunaan pestisida kimia merupakan usaha
pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak dikuti dengan tepat penggunaan,
tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jenis dan tepat konsentrasi. Keadaan
ini yang sering dinyatakan sebagai penyebabkan peledakan populasi suatu hama.

4.7.3 Secara biologi

Pengendalian biologi yang terjadi secara alami di alam yang dapat


menekan perkembangan serangan penyakit tanaman jarang dapat dijelaskan
bagaimana mekanisme pengendaliaanya. Kemajuan penelitian dibidang ini
berjalan lambat, karena harus menunggu tersediannya pengetahuan dasar
mengenai perilaku dan sifat populasi campuran di dalam tanah dan dipermukaan
tanaman. Walaupun demikian, ada beberapa sistim pengendalian biologi yang
telah dikembangkan dengan memanfaatkan bioteknologi.

Inokulasi Trichoderma
Sifat antagonis jamur Trichoderma sp telah diteliti sejak lama. Inokulasi
Trichoderma lignorum ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu
yang menyerang di pesemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin
yang dihasilkan jamur ini yang dapat diisolasi dari biakan yang ditumbuhan di
dalam petri. Spesies lain dari jamur ini telah diketahui bersifat antagonistik atau
parasitik terhadap jamur patogen tular tanah yang banyak menimbulkan kerugian

25
pada tanaman pertanian Tahun 1972, Well dan kawan-kawan melaporkan bahwa
dengan pemberian inokulum Trichoderma harzianum dengan perbandingan
inokulum dengan tanah 1 : 10 v/v dapat mengendalikan penyakit busuk batang
dan busuk akar yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii.

Bakteri dari Genus Agrobacterium dan Pseudomonas

Kelompok bakteri dari Genus Agrobacterium dan Pseudomonas banyak


dimanfaatkan sebagai agen pengendalian biologi. Tidak semua spesies dari
genus Agrobacterium merupakan bakteri patogen. Banyak strain yang diisolasi
dari dalam tanah diketahui merupakan strain antagonis yang dapat menghambat
pertumbuhan strain patogen. Kedua strain ini dapat diketahui apakah bersifat
patogen atau antagonis dengan melakukan uji patogenisitas pada tanaman inang.
Di dalam tanah di sekeliling perakaran tanaman yang sakit, perbandingan kedua
strain ini sangat tinggi tetapi pada perakaran tanaman yang sehat perbandinganya
rendah sekali (Skinner cit. Hinggins, 1985).

4.7.4 Menggunakan agen hayati

Beberapa upaya menurunkan kontaminasi awal pada buah olah minimal


adalah dengan menggunakan sanitiser seperti klorin (Nguyen-the dan Carlin,
1994). Namun, penggunaan klorin dalam pangan ataupun perlakuan air maíz
dipertanyakan, karena beberapa componen pangan dapat bereaksi dengan klorin
membentuk senyawa toksik yang potensial (Richardson, 1994).
Dalam industri pangan, bakteri asam laktat telah digunakan secara luas
sebagai agen biokontrol untuk meningkatkan keamanan pangan olah minimal
yang direfrigerasi tanpa penambahan asam. Peranan bakteri asam laktat adalah
untuk memperbaiki cita rasa, tetapi bakteri asam laktat ini ternyata juga memiliki
efek pengawetan pada produk fermentasi yang dihasilkan. Bakteri asam laktat
dapat memproduksi dan melakukan sekresi berupa senyawa penghambat selain
asam laktat dan asam asetat, seperti hidrogen peroksida, bakteriosin, antibiotik,
dan reuterin yang kurang dikenal atau belum terungkap kemampuannya sebagai
senyawa penghambat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui sifat
penghambatan dan pengawetan bakteri asam laktat (BAL) seperti efek

26
penghambatan BAL pada mikroflora yang terdapat dalam sayur siap olah
(Vescovo, et al., 1995), dan penggunaan BAL untuk meningkatkan keamanan
buah dan sayuran olah minimal (Breidt dan Fleming, 1995).

4.7.5 Menurut Undang-undang Karantina tumbuhan

Istilah karantina (Quarantine) berasal dari kata “quaranta” yang berarti


“empat puluh”. Istilah ini dipakai karena dulu jika ada kapal yang membawa
penumpang berpenyakit menular, kapal itu tidak diizinkan berlabuh di pelabuhan
dan harus menunggu selama empat puluh hari. Sesudah jangka waktu itu orang-
orang masih hidup dianggpa telah bebas dari penyakit dan diizinkan turun
kedarat.
Karantina tumbuhan bertujuan untuk mencegah pemasukan dan
penyebaran hama dan penyakit tumbuhan dengan memakai Undang-Undang.
System karantuna ini diterpakan lebih cendrung mengatasi masuk atau keluarnya
produk pertanian melalui jalur perdagangan agar tidak menyebar kedaerah
pengimpor.

4.7.6 Eradikasi

Eradikasi yang dimaksudkan adalah agar penyakit-penyakit yang baru saja


masuk kesuatu daerah sedapat mungkin dapat dihilangkan sebelum meluas. Usaha
pembersihan (eradikasi) perlu dilakukan oleh semua penanam. Oleh karena itu
tindakan harus didasarkan atas peraturan yang dikeluarkan oleh pemeriintah.
Pembersihan dilakukan menyeluruh dan holistic agar penyakit yang menyerang
tanaman benar-benar musnah dan tidak ada yang tertinggal.

Contoh eradikasi yang sukses dilaksanakan adalah

Eradikasi pada tahun 1907 penyakit karat daun kopi (Hemilaeia vastatrix)
pernah terbawa masuk ke porto Rico bersama-sama dengan bibit kopi Arabika
dari Jawa. Tetapi dengan eradikasi yang dilakukan dengan cepat dan cermat
penyakit dapat dihilangkan sama sekali.

27
III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman ini dilaksanakan pada


bulan September sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Hama Penyakit
Tanaman Fakultas Pertanian Uniiversitas Andalas, Padang

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman yang


terserang penyakit (virus, bakteri, jamur dan nematode), preparat nematoda,
bakteri dan jamur yang di inokulasi, cabai yang terserang antraknosa, belalang
kembara, aquadest, alcohol dan beberapa hama yang didapatkan waktu praktikum
lapangan.
Sementara itu, alat yang digunakan adalah mikroskop, petridish, pinset,
buku gambar, pensil, pisau cutter, pensil warna, penggaris, slide-slide ordo hama
dan proyektor serta laptop.

3.3 Pelaksanaan

a. Laboratorium
Alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum telah disiapkan sebelum
praktikum dimulai kemudian asisten menerangkan tentang objek yang akan
dipraktikumkan dengan tampilan slide-slide pedukung. Setelah itu, praktikan akan
menggambar bahan yang dibawa saat praktikum juga bisa juga melalui slide-slide
yang di tampilkan oleh asisten apabila pada objek yang dipraktikumkan tidak
membawa bahan.

b. Moist Chumber
Pada praktikum penyakit antraknosa pada tanaman cabai menggunakan
metode Moist chumber dimana pelaksanaan yang dilakukan yaitu praktikan
membawa cabai yang terserang penyakit anatraknosa. Bagian cabai yang
terserang jamur dipotong sepanjang 0.5cm dan 0,5cm juga yang sehat jadi

28
panjangnya 1 cm. lembabkan tissue dengan aqudest dan letakkan pada cawan
petri. setelah itu, potongan cabai tadi rendam dalam aquadest selama 2-3 menit,
pindahkan untuk di rendam dalam alcohol selanjutnya di rendam untuk yang
terakhir pada aquadest sekitar 3 menit. Angkat dan letakkan pada cawan petri
yang telah diletakkan tissue yang lembab. Inkubasi selama 2 x 24 jam.

c. Lapangan
Pengamatan yang dilakukan dilapangan menggunakan metode observasi
yaitu praktikan langsung mengamati objek yang di praktikumkan di lapangan.
Setelah mengamati maka praktikan menggambar atau mengambil foto dengan
kamera dari tanaman yang terserang hama dan mendeskripsikan secara morfologi
terserang tersebut pada kertas pengamatan yang telah dibagikan oleh masing-
masing asisten.

29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tanaman Terserang Jamur

Gejala yang tampak pada tanaman yang terserang oleh penyakit antara
lain:
• Pada daun terdapat bercak coklat dan hifa dari jamur yang menyerang
• Terdapatnya jaringan tanaman yang mati diakibatkan oleh jamur

4.2 Tanaman Terserang Virus

Gejala tanaman yang terserang virus antara lain:


• Warna hijau pada tanaman tidak merata
• Sebagian daun ada bercak-bercak kuning
• Tanaman yang terserang virus daun keriting

4.3 Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Patogen Tanaman

a. Bakteri
Makroskopis
Adapun ciri koloni yang diamati adalah sebagai berikut
Warna Koloni : Kuning
Bentuk Permukaan : Cembung
Diameter Koloni : 1mm (0,1cm)
Bentuk Koloni : Reguler
Mikroskopis
Secara mikroskopis koloni bakteri ini tidak dapat untuk diamati
sebab bahan yang disgunakan adalah bahan penelitian dari salah seorang
senior mahasiswa hama dan penyakit tanaman fakultas pertanian
b. Jamur
Secara makroskopis jamur yang diamati memiliki warna ungu yang mana
jamur yang dikenal dengan nama Fusarium sp yang dapat menyebabkan
penyakit pada benih cabai

30
c. Nematoda
Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah preparat
nematode pada tanaman padi. Secara mikroskopis nematoda ini memiliki
stilet pada bagian mulut yang dapat menusuk akar tanaman sehingga
menyebabkan kerugian.
Nematoda ini memberikan hormone-hormon merangsang
pertumbuhan melalui stiletnya sehingga sel-sel yang menerima suntikan
nematoda ini akan bengkak.

4.4 Morfologi Serangga

Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh, kita dapat mengetahui


morfologi dari serangga (Belalang), bagian-bagian dari tubuhnya, dan fungsi di
bagian-bagian tersebut. Bagian-bagian dari serangga yang diamati terdiri dari:
a. Tubuh
- Kepalai
- Thoraks (dada)
- Abdomen (perut)
- Sayap
- Antena
- Mata mejemuk
- Mata tunggal
- Mulut
- Tungkai
b. Kepala
- Antena (scap, pedicel, flagellum)
- Mata majemuk
- Mata tunggal
- Labrum (bibir atas)
- Mandibel (rahang besar)
- Labium (bibir bawah)
- Maxilla (rahang kecil)

31
c. Tungkai
- Coxa, bagian melekat langsung dengan thoraks
- Trochanter, ruas kedua dan penghubung dengan ruas ketiga
- Femur
- Tibia,
- Tarsus
- Pretarsus
d. Abdomen
- Spiracle
- Kapulatori
- Ovipori
- Apodema

4.5 Perkembangan dan Metamorfosis Serangga

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, kita dapat mengetahui jenis-jenis


perkembangbiakan pada insecta, yaitu:
a. Ametabola (tanpa metamorfosis)
Imago memiliki bentuk luar yang serupa dengan serangga pra-dewasa
(gaead), kecuali ukuran dan kematangan alat kelamin. Urutan
perkembangbiakan adalah: Telur – gaead – imago. Contoh: kutu buku
(Lepisma saccharina – ordo Thysanura). Ordo ini merupakan serangga
primitif berukuran ≤ 30 mm, ada sekitar 700 spesies, hidup dibangunan,
buku, kertas, berantene panjang, tanpa sayap dan badan bersisik. Perut
bersegmen dengan 2 atatu 3 cercus bersendi pada ujungnya, serangga ini
akan berlari menghindari sinar. Serangga ini tidak begitu penting bagi usaha
pertanian.
b. Hemimetabola (metamorfosis tidak sempurna)
Serangga pra-dewasa (naiad) dan imago memperlihatkan perbendaan yang
nyata dalam bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat hidup
dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – nimfs
– imago. Contoh: Capung (Ordo Odonata).

32
c. Paurometabola (Metamorfosis tidak sempurna)
Bentuk umum serangga pra-dewasa (nimfa) dengan imago serupa, hanya
terjadi perubahan bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat
hidup dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur –
nimfa –imago. Contoh: Belalang – Ordo Orthoptera.
d. Holometabola (Metamorfosis sempurna)
Disebut juga dengan metamorfosis sempurna dimana serangga pra-dewasa
(larva dan pupa) memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan imago. Larva
merupakan fase aktif untuk makan, sedangkan pupa merupakan bentuk
peralihan yang dicirikan dengan terjadinya perombakan atau penyusunan
kembali alat-alat tubuh bagian luar dan dalam serangga. Fase pupa
merupakan fase instirahat bagi serangga. Habitat dan makanan serangga fase
larva, pupa dan imago sangat berbeda. Urutan perkembangbiakannya adalah:
Telur – larva – pupa/kepompong – imago. Metamorfosis ini merupakan ciri
khas serangga: Ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan ordo Diptera.

4.6 Ordo Ordo Serangga

Berdasarkan hasil praktkum yang diperoleh, kita dapat mengetahui ordo-ordo


dari insecta. Pada praktikum, hanya dua ordo yang dibahas yaitu Ordo Diptera
dan Ordo Odonata.
- Ordo Diptera
Insecta ordo diptera memiliki ciri khas, memiliki sistem metamorfosa
holometabola. Fase yang berbahaya adalah saat berbentul larva dan imago.
Tipe mulut larva umumnya chewing (menggigit-mengunyah), sedangkan
yang imago umunya memiliki tipe mulut sponging (menjilat). Sayap
sepasang, sayap belakang berubah menjadi halter.
Ex: Tawon
- Ordo Odonata
Insecta Ordo Odonata memiliki sistem metamorfosis Hemimetabola dengan
tipe mulut umumnya chewing (menggigit-mengunyah). Ciri-ciri ordo ini
adalah:
 Ukuran besar, sering bewarna terang, perut bundar, memanjang

33
 Mata besar majemuk
 Dua pasang sayap memanjang, membraneous, transparan dengan vena
menyilang sangat kompleks dan bernodus ditepi depan
 Imago terbang sangat kuat, merupakan pembunuh, kaki digunakan
untuk menangkap mangsa
 Kawin diudara, bertelur di air atau di tanaman air, naiad hidup di air
dan bernafas dengan insang
 Cercus tidak beruas, sebagai organ pendekap pada capung jantan
 Mengalami 11 – 15 kali pengelupasan kulit.
Ex: Capung

4.7 Antraknosa Pada Tanaman Cabai

Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh


Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides
Pens, penyakit antraknosa atau patek ini merupakan momok bagi para petani cabai
karena bisa menghancurkan panen hingga 20-90 % terutama pada saat musim
hujan, cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan
sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH
dengan suhu 32 derajat selsius biasanya gejala serangan penyakit antraknosa atau
patek pada buah ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena
sengatan matahari diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya
berwarna hitam.
Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila
telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman
dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu
daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman.

4.8 Praktikum Lapangan

Secara morfologi tanaman yang didapatkan dilapangan terlihat sehat


semua, tetapi setelah dilihat dengan dekat ternyata banyak sekali hama-hama yang
mengganggu pertumbuhan dari tanaman tersebut. Hama yang didapatkan ada
yang masih adalam bentuk telur, larva dan imago.

34
Kebanyakan hama yang didapatkan dalam bentuk larva sehingga
kerugiaan yang ditanggung petani sangat tiggi untuk dapat memabsmi hama
tersebut. Sebagian dari petani ada yang melakukan penamanan secara polikultur
dan tumpang sari untuk dapat mengurangi serangga hama pada lahan pertanian
mereka

4.9 Gejala Serangan Hama dan Gulma

a. Gejala Serangan Hama

kerusakan tanaman yang di timbulkan dari serangan hama


• Menggigit-mengunyah : sobekan pada daun, lubang pada daun, gerekan
pada buah, batang dan akar
• Menusuk-menghisap : bintik-bintik pada daun, bercak-bercak kuning
(klorosis) atau pucuk daun mengkerut
• Meraut-menghisap : goresan-goresan putih keperakan ada bunga
• Mengait-menghisap : bagian dalam buah hancur, dan membusuk (ordo
Diptera

b. Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat dan waktu yang
tidak dikehendaki oleh petani, dimana kerugian yang ditimbulkan lebih besar dari
keuntungan

Berdasarkan umur atau siklus hidupnya

 Gulma semusim/setahun (annual weeds)


Gulma yang menyelesaikan satu siklus hidupnya (Perkecambahan biji--
masa aktif vegetatif—berbunga—berbuah—menghasilkan biji—mati)
dalam periode satu musim/< 1 tahun
Contoh: Ageratum conyzoides (babadotan)
 Gulma dua musim/dua tahunan (biennial weeds)
Gulma yang siklus hidupnya > 1 tahun tetapi < 2 tahun
Contoh:Fimbristylis miliacea (Babawangan –padi)

35
 Gulma Tahunan (pirennial weeds)
Gulma yang satu siklus hidupnya > 2 tahun
Contoh: Mimosa pudica (Putri malu)

Berdasarkan bentuk morfologi secara umum

 Gulma rerumputan (grasses)


merupakan famili Graminae dan Poaceae
Contoh: Imperata cylindrica (alang-alang)
 Gulma berdaun lebar (broad leaf)
merupakan tumbuhan dikotil, beberapa ada yang monokotil
Contoh: Amaranthus Spinosa (Bayam duri)
 Teki-tekian (sedges)
Merupakan famili Cyperaceae
Contoh: Cyperus rotundus (teki)

Berdasarkan habitatnya

 Gulma darat
Gulma yang tumbuh di tanah/lahan kering
Contoh:Eleusine indica
 Gulma air (aquatic weeds/hydropyte)
Gula air dibagi tiga:
1. Gulma air yang terapung (floating)
Daun dan batangnya berada di permukaan air sedangkan akarnya
melayang dan tidak menyentuh dasar air
Contoh: Eichornia crassipes (enceng gondok)
2. Gulma air yang tenggelam (submersed)
perakaran tidak menyentuh dasar air, daun serta batang melayang-
layang di dalam air dan tidak muncul ke permukaan
Contoh: hydrilla verticillata
3. Gulma yang akarnya tumbuh di dasar air daunnya muncul di
permukaan (emersed)
Contoh: Leersia hexandra (rumput banto)

36
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman yang telah


dilaksanakan maka praktikan dapat menyimpulkan bahwa :
• Seseorang perlu untuk melakukan perlindungan tanaman yang gunanya
untuk mengurangi kerugian secara ekonomi
• Tanaman yang terserang oleh penyakit dan hama akan menyebabkan
kerugian secara ekonomis
• Perlindungan tanaman merupakan ilmu yang harus dimiliki untuk
melakukan budidaya tanaman. Apabila melakukan budidaya tanpa
mengetahui konsep dasar perlindungan tanaman, maka tanaman yang
dibudidayakan tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan, bahkan
bisa saja mengalami gagal panen.

5.2 Saran

Agar praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tujuan dari praktikum
dapat tercapai, maka diharapkan kepada praktikan agar lebih serius dan teliti lagi
dalam melaksanakan praktikum.

37
DAFTAR PUSTAKA

D. Foth, Henry. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam Ahli Bahasa Dr.
Soenartono Adisoemarto, Ph.D. Erlangga. Jakarta.

Guntur, Nova Dwi. Dkk. 2010. Pengaruh Atraktan Nabati Ekstrak Selasih
(Ocimum sanctum l.) Dan Daun Wangi (Melaleuca bracteata l.)
Terhadap Lalat Buah Jantan (Diptera: trypetidae) pada Tanaman
Mentimun. Universitas Lampung. Lampung

Irma sari, saturday, June 19, 2010 10:13:00 AM, Daslintan,


http://my.opera.com/irmasmall/blog/daslintan

Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT.Raja Grafindo


Persada. Jakarta.

Martoredjo Toekidjo. 1983. Ilmu Penyakit Lepas Panen. Ghalia Indonesia :


Jakarta.

Pracaya. 1996. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Indonesia Press. :


Jakarta

Sastrahidayat, Ika Rochidjatun. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional :


Surabaya.

Semangun, Haryono. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada


University Press. Yogyakarta.

Setiawati, A. Dkk. 2005. Pengendalian Kutu Kebul dan Nematoda Parasitik


Secara Kultur Teknik pada Tanaman Kentang. J. Hort. 15(4):288-296.

Suhaendah, Endah. Dkk. 2008. Uji Ekstrak Daun Suren Dan Beauveria Bassiana
Terhadap Mortalitas Ulat Kantong Pada Tanaman Sengon. Balai
Penelitian Kehutanan Ciamis. Jawa Barat

Tegmina. 2011. http://tegmina.wordpress.com/2011/03/09/morfologi-serangga/

Triharso. 1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gajah Mada. Universitas


Press. Yogyakarta.

Triharso. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University


Press . Yogyakarta.

Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (edisi kedua).


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

38
Yakup, Y.S. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Faperta Unsri .
Palembang.

Zulfitriany, D.M. dkk. 2004. Pemanfaatan Minyak Sereh (Andropogon nardus l.)
Sebagai Atraktan Berperekat Terhadap Lalat Buah (Bactrocera spp.)
Pada Pertanaman Mangga. J. Sains & Teknologi, Desember 2004,
Vol. 4 No.3: 123-129

39

Anda mungkin juga menyukai