Anda di halaman 1dari 135

ii:

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga Modul Praktikum
Analisis Bahan 2020 ini dapat terselesaikan. Modul ini bertujuan membantu praktikan, asisten,
serta semua pihak yang bersangkutan demi kelancaran pelaksanaan Praktikum Analisis Bahan
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada tahun 2020.
Isi modul ini disusun berdasarkan urutan kode mata praktikum secara terpisah satu
dengan yang lain agar lebih mudah dibaca dan dipahami. Pada edisi kali ini, terdapat penjelasan
setiap mata praktikum yang telah diperbaiki dan disempurnakan dari edisi sebelumnya sehingga
diharapkan terdapat peningkatan kualitas dari Praktikum Analisis Bahan secara keseluruhan.
Uraian terdiri dari tujuan, dasar teori, dan langkah kerja setiap mata praktikumnya.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan buku ini antara lain:
1. Himawan Tri Bayu Murti Petrus, S.T., M.E., D.Eng. selaku Kepala Laboratorium Analisis
Bahan.
2. Himawan Tri Bayu Murti Petrus, S.T., M.E., D.Eng., Yano Surya Pradana, S.T., M.Eng.,
Muhammad Mufti Azis, S.T., M.Sc., Ph.D., Yuni Kusumastuti, S.T., M.Eng., D.Eng., Dr.-Ing.
Teguh Ariyanto, S.T., M.Eng., Ir. Suprihastuti Sri Rahayu, M.Sc., Ir. Agus Prasetya,
M.Eng.Sc., Ph.D., Lisendra Marbelia, S.T., M.Sc., Ph.D.. selaku dosen pembimbing mata
Praktikum Analisis Bahan.
3. Hariyanto dan RismaWati selaku Laboran Laboratorium Analisis Bahan.
4. Seluruh asisten Praktikum Analisis Bahan 2020.
5. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada serta semua pihak
terkait.
Penyusun menyadari masih terdapat kekurangan baik materi maupun penulisan. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan selanjutanya.
Semoga buku ini memberikan manfaat dalam perkembangan pendidikan di Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta, Februari 2020


Penyusun
iii:
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
DAFTAR DOSEN PEMBIMBING PRAKTIKUM DAN ASISTEN ............................... 1
FORMAT PENULISAN LAPORAN RINGKAS ............................................................. 2
KETENTUAN PENGUMPULAN LAPORAN RINGKAS .............................................. 4
FORMAT PENULISAN LAPORAN RESMI ................................................................... 5
KETENTUAN PENGUMPULAN LAPORAN RESMI ................................................... 8
FORMAT PENULISAN LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... 9
TATA CARA PENULISAN LAPORAN ........................................................................ 10
KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM ........................................................ 12
PENGUKURAN SUHU DAN KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN ....................... 14
PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA ........................................................ 28
PENGUKURAN RAPAT MASSA DAN KONDUKTANSI .......................................... 39
MODULUS PATAH DAN KUAT DESAK BAHAN PADAT ...................................... 56
PENGUKURAN TEGANGAN MUKA DAN VISKOSITAS ZAT CAIR..................... 75
ANALISIS VOLUMETRI ............................................................................................... 96
ANALISIS GRAVIMETRI............................................................................................ 111
SPEKTROFOTOMETRI ............................................................................................... 121
1:
DAFTAR DOSEN PEMBIMBING PRAKTIKUM DAN ASISTEN

A. PENGUKURAN SUHU DAN KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN


Dosen Pembimbing : Yano Surya Pradana, S.T., M.Eng.
Asisten Praktikum : 1. Muhammad Hanief Haifa (Batch 1)
2. Audinia Alquratul Aini (Batch 2)
B. PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA
Dosen Pembimbing : Muhammad Mufti Azis, S.T., M.Sc., Ph.D.
Asisten Praktikum : 1. Muhammad Fahmi Abdul Aziz (Batch 1)
2. Bening Ardiningtyas Dinasti (Batch 2)
C. PENGUKURAN RAPAT MASSA DAN KONDUKTANSI
Dosen Pembimbing : Himawan Tri Bayu Murti Petrus, S.T., M.E., D.Eng.
Asisten Praktikum : 1. Maharani Alifia Hidayati (Batch 1)
2. Dhea Atika Risnawati (Batch 2)
D. MODULUS PATAH DAN KUAT DESAK BAHAN PADAT
Dosen Pembimbing : Yuni Kusumastuti, S.T., M.Eng., D.Eng.
Asisten Praktikum : 1. Bagus Adjie Prasetyo (Batch 1)
2. Norris Liega Limantara (Batch 2)
E. PENGUKURAN TEGANGAN MUKA DAN VISKOSITAS ZAT CAIR
Dosen Pembimbing : Dr.-Ing. Teguh Ariyanto, S.T., M.Eng.
Asisten Praktikum : 1. Arkan Fadhillah Dewantoro (Batch 1)
2. Berta Juliantina (Batch 2)
F. ANALISIS VOLUMETRI
Dosen Pembimbing : Ir. Suprihastuti Sri Rahayu, M.Sc.
Asisten Praktikum : 1. Muhammad Hanif Muflih (Batch 1)
2. Hanif Asshidiq Rohmat (Batch 2)
G. ANALISIS GRAVIMETRI
Dosen Pembimbing : Ir. Agus Prasetya, M.Eng.Sc., Ph.D.
Asisten Praktikum : 1. Rafaela Greta Putri (Batch 1)
2. Gefri Budiyangsyah (Batch 2)
H. SPEKTROFOTOMETRI
Dosen Pembimbing : Lisendra Marbelia, S.T., M.Sc., Ph. D.
Asisten Praktikum : 1. Ganang Dino Utama (Batch 1)
2. Priskila Natalia (Batch 2)
2:
FORMAT PENULISAN LAPORAN RINGKAS

JUDUL MATA PRAKTIKUM


I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan ini adalah:

1. ....
2. ....
(Tujuan disajikan dalam bentuk poin jika terdapat lebih dari satu tujuan)
II. CARA KERJA
Cara kerja berupa uraian secara lengkap dan rinci mengenai tahap-tahap
dalam percobaan.Uraian tersebut dituliskan dalam bentuk narasi menggunakan
kalimat pasif.
Setiap kalimat yang diawali dengan angka atau rumus senyawa tertentu,
maka harus dituliskan dalam kata-kata. Contoh: 5 gram ….. ditulis Lima
gram…., H2SO4 …. Ditulis Asam sulfat (H2SO4) …..
III. ANALISIS DATA
Berisi persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan, lengkap
dengan nomor persamaan dan keterangan dari variabel-variabel yang
digunakan, dilengkapi dengan perhitungan. Sebelum melakukan perhitungan,
tuliskan asumsi-asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan perhitungan.
Penulisan angka di belakang koma:
1. Untuk data percobaan, ditulis berdasarkan ketelitian alat.
2. Untuk hasil perhitungan persen, 2 angka belakang koma.
3. Untuk hasil perhitungan dengan ketelitian alat kurang dari 4 abk, maka
ditulis 4 angka belakang koma.
4. Gunakan format scientific jika angka sangat
kecil. Contoh: 0,0345 (diperbolehkan)
0,0046 (tidak diperbolehkan), harus ditulis 4,6242 x 10-3
IV. PEMBAHASAN
Berisi penjelasan mengenai hasil percobaan yang diperoleh serta penjelasan
mengenai grafik yang dibuat (jika ada).

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan
ini adalah:
3:
1. ....
2. ....
(Kesimpulan harus menjawab tujuan percobaan).

VI. SARAN
Berisi saran untuk kemajuan Praktikum Analisis Bahan (bukan saran untuk
asisten secara pribadi, maupun untuk praktikan selanjutnya).

Yogyakarta, 2020
Asisten, Praktikan,

Nama Lengkap Asisten Nama Lengkap Praktikan

Catatan: Laporan sementara dan poin-poin penilaian harus disertakan di akhir


laporan.
4:
KETENTUAN PENGUMPULAN LAPORAN RINGKAS

1. Laporan dikumpulkan kepada asisten jaga sebelum mengikuti praktikum


selanjutnya.
2. Laporan dikumpulkan dalam bentuk sudah dijilid rapi.
3. Laporan akan dikoreksi oleh asisten dan dikembalikan kepada praktikan
maksimal 2 (dua) minggu setelah tanggal pengumpulan laporan untuk direvisi
oleh praktikan.
4. Laporan yang telah direvisi dikembalikan kepada asisten dengan waktu sesuai
dengan kebijakan asisten.
5. Keterlambatan pengumpulan laporan yang telah direvisi akan dikenai
pengurangan nilai sebanyak 5 (lima) poin per hari kerja atau sesuai kebijakan
asisten.
6. Kartu acara harus selalu dibawa pada saat pengambilan dan pengumpulan laporan.
5:
FORMAT PENULISAN LAPORAN RESMI

JUDUL MATA PRAKTIKUM

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini adalah:
1. ....
2. ....
(Tujuan disajikan dalam bentuk poin-poin jika terdapat lebih dari satu tujuan)
II. DASAR TEORI
Berisi teori-teori yang berhubungan dengan praktikum terkait. Sumber dari
dasar teori yang digunakan harus dicantumkan. Contoh: …dikenal sebagai
‘pektin’(Kertesz, 1951).

III. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. ....
2. ….

B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan oleh gambar
rangkaian alat berikut:

Gambar 1. Rangkaian Alat ............................................................


6:
Alat yang digambar hanya alat utama saja. Merk dagang dari alat yang
digunakan harus di cantumkan, misalnya : Gelas beker Pyrex 250 mL.

C. Cara Percobaan
Cara kerja berupa uraian secara lengkap dan rinci mengenai tahap-tahap
dalam percobaan. Uraian tersebut dituliskan dalam bentuk narasi
menggunakan kalimat pasif.

D. Analisis Data
Berisi persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan, lengkap
dengan nomor persamaan dan keterangan dari variabel-variabel yang
digunakan. Tuliskan juga asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan
perhitungan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berisi hasil percobaan dan penjelasan mengenai hasil percobaan yang diperoleh
serta penjelasan mengenai grafik yang dibuat (jika ada).

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
1. ....
2. ....
(Kesimpulan harus menjawab tujuan percobaan)

VI. DAFTAR PUSTAKA


Berisi daftar pustaka yang dijadikan acuan dalam penulisan laporan. Cara
penulisan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Identifikasi hazard terdiri dari:
 Identifikasi hazard proses selama praktikum, merupakan identifikasi
kegiatan yang memiliki potensi bahaya selama praktikum beserta
penanganannya. Contoh: mengambil H2SO4 di lemari asam.

 Identifikasi hazard dari bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan.


Contoh: HCl.
7:
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
Berisi poin-poin alat perlindungan diri apa saja yang harus digunakan
selama percobaan beserta kegunaannya. Contoh: Jas laboratorium lengan
panjang.

C. Manajemen Limbah
Berisi poin-poin limbah yang dihasilkan dalam percobaan disertai
dengan penanganannya. Contoh: Sisa larutan NaOH.

D. Data Percobaan
Semua data yang ada di laporan sementara ditulis kembali di bagian ini.

E. Perhitungan
Berisi perhitungan yang diperoleh dari hasil percobaan.

Catatan:
- Setelah cover laporan resmi disertakan lembar pengesahan
- Laporan sementara dan poin-poin penilaian harus disertakan di akhir
laporan.
- Dilampirkan resume
8:
KETENTUAN PENGUMPULAN LAPORAN RESMI

1. Laporan resmi yang ditulis tangan dikumpulkan kepada asisten jaga sebelum
mengikuti praktikum selanjutnya. Setiap praktikan membuat satu laporan.
2. Laporan dikumpulkan dalam bentuk sudah dijilid rapi.
3. Laporan akan dikoreksi oleh asisten dan dikembalikan kepada praktikan
maksimal 1 (satu) minggu setelah tanggal pengumpulan laporan untuk direvisi
oleh praktikan.
4. Laporan yang telah direvisi dikembalikan kepada asisten dengan waktu sesuai
dengan kebijakan asisten.
5. Laporan yang telah di-acc oleh asisten dikembalikan lagi kepada praktikan untuk
diketik.
Setiap kelompok membuat satu laporan ketik.
6. Laporan yang telah diketik kemudian dikonsultasikan kepada dosen
pembimbing masing- masing mata praktikum.
7. Batas waktu pengumpulan laporan resmi yang sudah dikonsultasikan kepada
dosen pembimbing adalah 4 (empat) minggu setelah praktikum dilakukan.
8. Kartu acara dan kartu kontrol laporan resmi harus selalu dibawa pada saat
pengambilan dan pengumpulan laporan.
9:
FORMAT PENULISAN LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS BAHAN

dengan judul mata praktikum:

ANALISIS GRAVIMETRI

disusun oleh:
Nama Praktikan NIM Tanda Tangan

Muhammad Hanief Haifa 17/413743/TK/46183

Nia Alquratul 17/428895/TK/47397

Yogyakarta, 2020
Dosen pembimbing praktikum, Asisten,

INDRA PERDANA, S.T., M.T., Ph.D. GEFRI BUDIYANGSYAH


NIP. 19731127 199903 1 002
10:
TATA CARA PENULISAN LAPORAN

1. Laporan yang ditulis tangan ditulis dengan tinta berwarna hitam di kertas
folio bergaris dan TIDAK bolak-balik.
2. Laporan yang diketik dicetak pada kertas HVS ukuran A4 dengan line spacing
1,5 dan
margin: Atas : 4 cm Bawah : 3 cm Kiri : 3 cm Kanan : 3 cm.
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baku, sesuai Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia (PUEBI).
4. Tidak diperbolehkan menyingkat kata.
5. Menggunakan tanda baca yang tepat.
6. Tidak diperbolehkan menggunakan kata penghubung untuk memulai kalimat.
7. Permulaan kalimat yang berupa bilangan, lambang, atau rumus kimia
ditulis dengan kata-kata. Contoh: NaOH dibuat.... ditulis Natrium
hidroksida dibuat....
8. Menggaris bawahi setiap istilah asing (jika ditulis tangan) atau dicetak
miring (jika diketik). Contoh: aquadest atau aquadest.
9. Penulisan sumber dijadikan satu dengan
kalimat. Contoh: dikenal sebagai ‘pektin’
(Kertesz, 1951).
10. Penulisan pada cover menggunakan huruf kapital.
11. Judul mata praktikum ditulis dengan huruf
kapital. Contoh: ANALISIS KADAR
PATI
12. Judul bab ditulis dengan huruf kapital dan digaris bawah (jika ditulis
tangan) atau
huruf kapital dan dibold (jika diketik). Contoh:
I. TUJUAN PERCOBAAN (jika ditulis tangan).
I. TUJUAN PERCOBAAN (jika diketik).
13. Tabel tidak boleh dipenggal kecuali lebih dari satu halaman. Nomor dan
judul tabel diletakkan di atas tabel.
14. Hal yang termasuk gambar adalah gambar alat, bagan serta grafik. Gambar
alat merupakan gambar penampang depan alat utama dan rangkaian alat.
Keterangan dituliskan di tempat yang kosong pada gambar, penulisan
keterangan diberi garis bawah jika ditulis tangan dan digaris bawah serta di-
bold jika diketik, dan nomor dan judul gambar ditempatkan di bawah
11:
gambar.
15. Penomoran daftar, gambar, persamaan:
 Daftar/ tabel diberi nomor urut dengan angka romawi besar. Jika
ditulis tangan tulisan diberi garis bawah, sedangkan jika diketik tulisan
dibuat bold. Contoh: Tabel I. Data Hasil Titrasi (jika ditulis tangan)

Tabel I. Data Hasil Titrasi .. (jika diketik)


 Gambar diberi nomor urut dengan angka arab. Jika ditulis tangan tulisan
diberi garis bawah, sedangkan jika diketik tulisan dibuat bold. Contoh:
Gambar 1. Rangkaian Alat .(jika ditulis tangan)
Gambar 1. Rangkaian Alat... (jika diketik)
 Persamaan diberi nomor urut dengan angka arab di dalam kurung pada
tepi kanan. Contoh:
CaSO4 + K2CO3 CaCO3 + K2SO4 (1)
16. Ketentuan penulisan daftar pustaka:
Merujuk ke daftar pustaka Harvard dan/atau Chicago. Misalnya:
Solomons, T.W. dan Fryhle, C.B., 2011, “Organic Chemistry”, edisi
ke-10, John Wiley & Sons, Inc., New York.

Ke bawah menurut abjad nama akhir penulis


pertama. Ke kanan:
 Buku : Nama akhir penulis, tahun terbit, “judul buku”, jilid, edisi ke,
nomor halaman, nama penerbit, kota.
 Majalah/ jurnal : Nama akhir penulis, tahun terbit, “judul penelitian”, nama
majalah
(singkatan resmi), jilid, nomor halaman.
17. Ketentuan penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan bawah
halaman.
18. Syarat tidak inhall laporan:
 Harus sesuai ketentuan (format) laporan.
 Seluruh bab dan sub bab harus ada beserta isinya.
12:
KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM
Di dalam laboratorium praktikan harus:
 Mencuci tangan ketika masuk dan keluar laboratoriumdan ketika kontak dengan
bahan-bahan kimia.
 Selalu memakai jas laboratorium lengan panjang yang dikancingkan.
 Memakai alat perlindungan diri seperti masker, sarung tangan, dan goggle.
 Mengikat rambut panjang ke belakang dan memasukkan jilbab ke dalam jas
laboratorium.
 Memastikan bahwa label telah sesuai dengan bahan-bahan kimia yang ada di
dalamnya dan dalam kondisi yang baik.
 Mencabut dan mematikan aliran listrik dan air di akhir percobaan.

Di dalam laboratorium praktikan dilarang:


 Bekerja di luar area kerja.
 Menggunakan gelang, kalung, dan lengan yang terlalu longgar.
 Bekerja sendiri di laboratorium, khususnya untuk resiko tinggi.
 Merokok, makan,dan minum.
 Meletakkan makanan di kulkas bersama bahan-bahan kimia.
 Menggunakan lensa kontak.
 Menggunakan kembali suatu wadah untuk bahan kimia laintanpa membuang label awal.
 Membawa bahan kimia dalam saku baju atau saku jas laboratorium.
 Menghisap menggunakan mulut.
 Menyentuh bahan kimia.
 Menyimpan bahan kimia dalam jumlah besar di laboratorium.
 Menuangkan bahan kimia ke wastafel.
13:
Beberapa contoh simbol bahaya yang terdapat pada label bahan kimia:

Gambar 2.Contoh Simbol Bahaya


Sumber: Dokumen penulis
Untuk informasi lebih lengkap lihat poster “Keselamatan Kerja di Laboratorium” yang ada di
Laboratorium Analisis Bahan.
14:
PENGUKURAN SUHU DAN KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN
(A)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui prinsip kerja dan peneraan termometer berisi zat alir dan thermocouple
digital.
2. Menerapkan hasil peneraan untuk pengukuran kenaikan titik didih larutan.
3. Menentukan pengaruh konsentrasi zat terlarut elektrolit atau non elektrolit terhadap
kenaikan titik didih air.

II. DASAR TEORI


Suhu (temperatur) merupakan pengubah proses yang sangat penting baik dalam
skala laboratorium maupun skala industri, karena suhu dapat mempengaruhi kinerja unit
proses yang melibatkan reaksi kimia, maupun unit operasi pada sistem pemisahan, seperti
distilasi, pengeringan, penguapan, penyerapan, kristalisasi, dan lain-lain. Pada dasarnya
suhu berkaitan dengan energi kinetik molekul suatu senyawa (Brown, 1950). Suhu dapat
didefinisikan sebagai kondisi suatu benda (potensial) yang menentukan perpindahan
kalor (heat) menuju atau dari benda lain, atau secara lebih praktis sebagai tingkat (derajat)
kepanasan (hotness) atau kedinginan (coldness).
Ada beberapa skala (satuan) suhu, seperti Kelvin, Celcius, Fahrenheit, Reamur,
Rankine, dan International Practical Temperature Scale (IPTS). Secara umum, hubungan
antara perubahan suhu dengan perubahan sifat fisis dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Dokumen Penulis.


Gambar 1. Profil Perubahan Suhu dan Sifat Fisis Bahan
Hubungan tersebut dapat digunakan sebagai kurva baku, sehingga perubahan suhu
media dapat diketahui melalui perubahan sifat fisisnya. Alat ukur suhu yang merupakan
salah satu sistem pengukuran mungkin tersusun atas beberapa elemen, seperti ditunjukkan
pada bagan berikut:
15:
Elemen Tran- Pengkondisi Transmisi data/ Pemroses
Media
perasa duser isyarat/ telemetri data
terukur
Primer pengubah

Tampilan data

Pencetak data

Perekam data

Sumber: Dokumen Penulis.


Gambar 2. Elemen Sistem Pengukuran Suhu

Termometer dengan prinsip kerja perubahan volume merupakan termometer yang


elemen penyusunnya paling sedikit, yaitu elemen perasa dan elemen penampil.
Termometer berisi cairan mempunyai elemen perasa berupa cairan pengisi, dan elemen
penampil yang berupa gelas kapiler berskala. Demikian juga termometer berisi gas,
elemen perasanya berupa uap/gas, dan elemen penampilnya berupa simpangan. Elemen
perasa termometer bimetal berupa dua lapis logam yang mempunyai muai volume yang
berbeda, dan perubahan elemen perasanya ditunjukkan dengan simpangan (Jones, 1980).
Thermocouple merupakan elemen perasa sekaligus tranduser, karena hasil
pengukurannya berupa tegangan listrik. Pada umumnya, tegangan yang dihasilkan sangat
kecil, sehingga isyarat ini biasanya diolah lebih lanjut dengan penguat dan pengubah
isyarat dari tegangan menjadi suhu, untuk kemudian ditampilkan atau dicetak. Prinsip
kerja bimetal berdasarkan pemuaian dua buah logam yang disusun sedemikian rupa,
sehingga pada saat memuai, panjang kedua logam tidak sama yang diakibatkan oleh
koefisien muai logam yang berbeda (Perry, 1997).
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat
terlarut tetapi tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan. Titik didih
adalah suhu di mana terjadi perubahan wujud zat dari cair ke gas pada tekanan tertentu
(Smith, 1975). Pada tekanan 1 atm, air mendidih pada suhu 100 °C karena pada suhu itu
tekanan uap air sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Selisih antara titik didih larutan
dengan titik didih pelarut disebut kenaikan titik didih (ΔTb). Kenaikan titik didih tidak
bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya tergantung pada konsentrasi partikel
(molalitas) dalam larutan. Oleh karena itu, kenaikan titik didih tergolong sifat koligatif.
Molalitas adalah konsentrasi larutan yang dinyatakan dengan jumlah mol zat terlarut
dalam 1000 gram pelarut.
Mendidihnya suatu zat cair diamati dari timbulnya gelembung-gelembung udara
16:
yang terbentuk secara terus-menerus pada berbagai bagian zat cair. Dengan adanya zat
terlarut dalam suatu zat cair (pelarut) menimbulkan interaksi antara partikel terlarut
dengan partikel pelarut sehingga tekanan uap larutan akan turun dan menyebabkan titik
didih larutan tersebut akan naik karena energi yang diperlukan oleh pelarut untuk
membentuk uap agar tekanan uap sama dengan tekanan udara di sekitarnya meningkat.
Kenaikan titik didih terjadi pada larutan di mana zat terlarut termasuk zat non-volatil.
Menurut Raoult hubungan antara kenaikan titik didih larutan dengan konsentrasi
zat terlarut ditunjukkan pada persamaan (1), (Smith, 1975):
Tb  m  Kb (1)

dengan, Tb = kenaikan titik didih (oC)

Kb = tetapan kenaikan titik didih (oC/molal)

m = molalitas larutan (molal)


Zat terlarut dalam larutan elektrolit bertambah jumlahnya karena terurai menjadi
ion-ion, sedangkan zat terlarut pada larutan nonelektrolit jumlahnya tetap karena tidak
terurai menjadi ion-ion, sesuai dengan hal-hal tersebut maka sifat koligatif larutan
nonelektrolit lebih rendah daripada sifat koligatif larutan elektrolit. Oleh karena itu untuk
larutan elektrolit berlaku persamaan (2):

Tb  m  K b 1   n  1   (2)

dengan, n = jumlah ion yang dihasilkan


misal untuk NaCl  Na+ + Cl- maka n = 2
 = derajat ionisasi zat elektrolit
untuk elektrolit kuat dapat dianggap terionisasi sempurna,   1
Diagram di bawah ini menunjukkan perubahan kenaikan titik didih dan
hubungannya dengan tekanan uap larutan. Semakin rendah tekanan uap larutan, semakin
tinggi juga titik didihnya. Dapat dilihat bahwa penambahan zat terlarut ke dalam solven
dapat menurunkan tekanan uap dan menaikkan titik didih.

Sumber: Dokumen Penulis.


Gambar 3. H2O Phase Diagram (Perry, 1984)
17:
III. PELAKSANAAN PERCOBAAN
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Garam dapur (NaCl)
2. KI
3. KBr
4. KCl
5. Glukosa monohidrat (C6H12O6.H2O)
6. Aquadest
7. Es batu
B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Keterangan:
1. Panel instrumen
2. Blower
3. Water heater
4. Termometer alkohol 1100C
5. Termometer raksa 1100C
6. Tombol on/off temperature
measurement bench
7. Tombol on/off blower
8. Tombol on/off water heater
9. Pengatur skala water heater
10. Steker temperature
measurement bench
11. Display tegangan listrik
12. Steker water heater
13. Vacuum flask
Sumber: Dokumen Penulis.
Gambar 4. Rangkaian Alat Utama Percobaan Peneraan
Alat Ukur Suhu
Keterangan:
1. Labu Leher tiga
2. Pendingin bola
3. Pemanas mantel
4. Tombol on/off pemanas
mantel
5. Pengatur skala pemanas
6. Statif
7. Klem
8. Termometer alkohol
1100C + sumbat
9. Sumbat
10. Thermocouple digital
Sumber: Dokumen Penulis. 11. Thermocouple probe

Gambar 5. Rangkaian Alat Pengukuran Kenaikan Titik Didih Larutan


18:
C. Cara Kerja
Percobaan yang dilakukan meliputi peneraan alat ukur suhu dan pengukuran
kenaikan titik didih larutan.
1. Peneraan Alat Ukur Suhu (Menggunakan Termometer Raksa)
a. Pengukuran Suhu Udara
Catat suhu udara yang ditunjukkan termometer raksa, termometer alkohol dan
thermocouple pada udara terbuka setelah suhu yang ditunjukkan alat ukur
konstan.
b. Pengukuran Suhu Air Ledeng
1. Masukkan air ledeng secukupnya ke dalam gelas beker 250 mL.
2. Celupkan termometer raksa dalam air ledeng tersebut.
3. Catat suhu termometer raksa setelah nilainya konstan.
4. Ulangi percobaan dengan memakai termometer alkohol dan thermocouple.
c. Pengukuran Suhu Air Mendidih
1. Didihkan air ledeng secukupnya dalam water heater (skala water heater =4).
2. Celupkan termometer raksa, termometer alkohol dan probe thermocouple
dalam air pada water heater yang sedang mendidih.
3. Catat suhu tiap alat ukur setelah suhunya konstan.
d. Pengukuran Suhu Es Melebur
1. Masukkan es batu ke dalam vacuum flask sampai mencair.
2. Celupkan termometer raksa, termometer alkohol dan probe thermocouple
dalam leburan es melalui lubang pada tutup vacuum flask.
3. Catat suhu yang di tunjukkan tiap alat ukur setelah nilainya konstan.
e. Pengukuran Suhu Udara Panas
1. Pasang termometer raksa, termometer alkohol dan probe thermocouple pada
lubang yang tersedia pada pipa blower.
2. Hidupkan blower dengan menekan tombol on.
3. Catat suhu tiap alat ukur setelah nilainya konstan.
f. Pengukuran Suhu Es + Garam
1. Masukkan es batu ke vacuum flask dan menambah garam dapur secukupnya,
lalu membiarkan es batu mencair.
2. Celupkan termometer raksa, termometer alkohol dan probe thermocouple ke
dalam campuran garam dan leburan es melalui lubang pada vacuum flask.
3. Catat suhu tiap alat ukur setelah nilainya konstan.
19:
2. Pengukuran Kenaikan Titik Didih
a. Pengukuran titik didih aquadest.
1. Ambil 250 mL aquadest dengan gelas beker 250 mL.
2. Panaskan gelas beker 250 mL berisi aquadest tersebut di atas kompor sampai
mendidih.
3. Catat suhu didih aquadest yang ditunjukkan termometer alkohol dan
thermocouple.
b. Pengukuran titik didih larutan gula
1. Timbang gula pasir sebanyak yang tertera pada papan pengumuman pada
gelas beker 250 mL menggunakan neraca analitis digital.
2. Masukkan aquadest ke dalam gelas ukur 100 mL sebanyak 2 kali.
3. Larutkan gula pasir yang telah ditimbang dengan aquadest 200 mL dari gelas
ukur tersebut dalam gelas beker 600 mL dengan bantuan magnetic stirrer.
4. Tuang sebagian larutan gula tersebut (sekitar 100 mL) ke dalam labu leher
tiga 500 mL dengan bantuan corong gelas.
5. Panaskan larutan gula dalam labu leher tiga yang dilengkapi pendingin bola
di atas pemanas mantel pada skala 250.
6. Sisa larutan gula yang belum dimasukkan ke labu leher tiga, dipanaskan di
atas kompor listrik dengan wadah gelas beker 600 mL sampai suhunya sekitar
80oC (suhu dicek secara berkala menggunakan thermocouple) dengan ditutup
gelas arloji.
7. Masukkan larutan gula dari langkah 6 ke dalam labu leher tiga.
8. Panaskan larutan gula di dalam labu leher tiga sampai mendidih ditandai
dengan suhu yang konstan.
9. Catat suhu didih larutan gula yang ditunjukkan termometer alkohol dan
thermocouple.
10. Tuang larutan gula ke dalam gelas beker 600 mL lalu tambahkan gula pasir
sebanyak yang tertera pada papan pengumuman dan aduk menggunakan
magnetic stirrer.
11. Ulangi langkah 4 sampai 10 dua kali lagi hingga diperoleh 3 data percobaan.
c. Pengukuran titik didih larutan garam
1. Timbang garam (jenis dan massa garam sesuai dengan yang tertera di papan)
pada gelas beker 250 mL menggunakan neraca analitis digital.
2. Masukkan aquadest ke dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas sebanyak
2 kali.
20:
3. Larutkan NaCl yang telah ditimbang dengan aquadest dari labu ukur tersebut
dalam gelas beker 600 mL dengan bantuan magnetic stirrer.
4. Tuang sebagian larutan garam tersebut (sekitar 100 mL) ke dalam labu leher
tiga 500 mL dengan bantuan corong gelas.
5. Panaskan larutan garam dalam labu leher tiga yang dilengkapi pendingin bola
di atas pemanas mantel pada skala 250.
6. Sisa larutan garam yang belum dimasukkan ke pemanas mantel dipanaskan
di atas kompor listrik dengan wadah gelas beker 600 mL sampai suhunya
sekitar 80oC (suhu dicek secara berkala menggunakan thermocouple) dengan
ditutup gelas arloji.
7. Masukkan larutan garam dari langkah 6 ke dalam labu leher tiga.
8. Panaskan larutan garam di dalam labu leher tiga sampai mendidih ditandai
dengan suhu yang konstan.
9. Catat suhu didih larutan garam yang ditunjukkan termometer alkohol dan
thermocouple.
10. Tuang larutan garam ke dalam gelas beker 600 mL lalu tambahkan garam
NaCl sebanyak yang tertera pada papan pengumuman dan aduk
menggunakan magnetic stirrer.
11. Ulangi langkah 4 sampai 10 dua kali lagi hingga diperoleh 3 data percobaan.

D. Analisis Data
Sebelum melakukan perhitungan, tuliskan asumsi yang diambil dalam melakukan
percobaan. Asumsi merupakan dugaan yang digunakan sebagai landasan berpikir
karena dianggap benar.
1. Peneraan Alat Ukur Suhu
Hubungan antara suhu yang ditunjukkan termometer raksa (T1, K) dengan suhu yang
ditunjukkan alat ukur yang ditera (T2, K) dinyatakan dengan persamaan :
T2  AT1  B (3)
Dengan regresi linier (least-square method) diperoleh :
n T1 T2   T1  T2
A (4)
n T12    T1 
2

B
T 2  A T1
(5)
n
21:
 Data untuk perhitungan regresi linier disajikan dalam tabel :
No T1 T2 T12 T1 x T2

Σ
 Dari nilai A dan B, diperoleh persamaan linier hubungan suhu termometer raksa
dengan suhu termometer yang ditera.
 Kesalahan relatif persamaan terhadap data percobaan dihitung sebagai berikut:

T2 persamaan  T2 percobaan
Kesalahan relatif  100 o o (6)
T2 persamaan

Data disajikan dalam bentuk tabel:


No T1 T2 percobaan T2 persamaan Kesalahan relatif

Kesalahan relatif rata  rata 


 Kesalahan relatif (7)
n
dengan, n = jumlah data
 Grafik hubungan suhu termometer raksa dengan suhu termometer yang ditera
dapat dibuat dengan mengeplot nilai T2 hasil persamaan dan nilai T2 hasil
percobaan terhadap nilai T1. Contoh grafik dapat dilihat di bawah.
Peneraan dilakukan terhadap termometer alkohol dan thermocouple digital. Grafik
masing-masing dibuat terpisah dan dilampirkan di pembahasan.
2. Pengukuran Kenaikan Titik Didih Larutan
Suhu yang didapat dari percobaan kenaikan titik larutan, dimasukkan ke persamaan
yang Anda dapatkan dari perhitungan peneraan alat ukur suhu. Persamaan yang digunakan
untuk menera hasil suhu terukur ditulis kembali dan disajikan dalam bentuk T1=f(T2) :
T2  B
T1  (8)
A
Persamaan (8) untuk termometer alkohol dan thermocouple.
Hasil perhitungan peneraan alat ukur suhu disajikan dalam tabel berikut:
Suhu terukur dari percobaan Suhu hasil peneraan terhadap
(T2) termometer raksa (T1)
No Bahan
Termometer Thermocouple, Termometer Thermocouple,
alkohol, K K alkohol, K K
1. Aquadest
2. Garam
22:
3.
4.
5
6 Gula
7

Suhu yang telah ditera inilah yang kemudian digunakan untuk menghitung kenaikan
titik didih atau ΔTb pada bagian kenaikan titik didih larutan.
 Molalitas larutan dihitung dengan persamaan berikut
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 1000
𝑚= 𝑀𝑟𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
× 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (9)
𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

dengan, 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑔𝑢𝑙𝑎 (𝑔𝑟𝑎𝑚)


𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑟𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 (58,5 ) 𝑎𝑡𝑎𝑢
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙
𝑔𝑢𝑙𝑎 (342 )
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = 200 𝑔𝑟𝑎𝑚
 Kenaikan titik didih hasil percobaan dihitung menggunakan perssamaan berikut
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 − 𝑇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (10)
dengan, ∆𝑇𝑏 = kenaikan titik didih (0C)
𝑇𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = titik didih larutan (0C)
𝑇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = titik didih aquadest (0C)
 Kenaikan titik didih untuk larutan non elektrolit dihitung menggunakan persamaan
berikut
∆𝑇𝑏 = 𝑚 × 𝐾𝑏 (11)
dengan, ∆𝑇𝑏 = kenaikan titik didih (0C)
𝑚 = molalitas larutan (molal)
𝐾𝑏 = konstanta kenaikan titik didih (0C/molal)
 Kenaikan titik didih untuk larutan elektrolit dihitung menggunakan persamaan berikut
∆𝑇𝑏 = 𝑚 × 𝐾𝑏 [1 + (𝑛 − 1)𝛼] (12)
dengan, ∆𝑇𝑏 = kenaikan titik didih (0C)
𝑚 = molalitas larutan (molal)
𝐾𝑏 = konstanta kenaikan titik didih (0C/molal)
𝑛 = jumlah ion
𝛼 = derajat ionisasi
0𝐶
Nilai 𝐾𝑏 untuk 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 adalah 0,52 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑙
(Ebbing, 1990).
23:
Hasil perhitungan ∆𝑇𝑏 disajikan dalam tabel berikut :
NO Larutan Tlarutan (K) Molalitas ∆𝑇𝑏 ∆𝑇𝑏 percobaan
(m) rumus (K)
Talkohol Thermocouple Talkohol Thermocouple
1 Garam
2
3
4 Gula
5
6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


 Grafik hasil peneraan termometer alkohol dan thermocouple terhadap termometer
raksa. Bahas persamaan yang paling mewakili data percobaan berdasarkan kesalahan
relatif dan jika ada hasil yang menyimpang.
 Kesulitan-kesulitan yang dialami pada tahap tersebut.
 Grafik molalitas terhadap ΔTb dengan thermocouple dan termometer alkohol pada
larutan gula dan garam (2 grafik). Data percobaan ditampilkan dalam bentuk titik-
titik (jangan disambung dengan garis). Hasil perhitungan ΔTb menggunakan
persamaan ditampilkan dalam garis lurus (tanpa titik-titik) sesuai contoh grafik di
bawah. Bahas grafiknya, jika terdapat penyimpangan antara data percobaan dengan
garis persamaan, berikan alasannya.
 Tidak perlu menuliskan penyebab kesalahan relatif.
393
T2 = 0,9978 T1 - 0,9869
Suhu Termometer Alkohol (T2), K

373

353

333 Keterangan :
T2 percobaan
313 T2 persamaan

293

273
273 293 313 333 353 373 393
Suhu Termometer Raksa (T1), K

Sumber: Dokumen Penulis


Gambar 6. Contoh Grafik Hasil Peneraan Alat Ukur Suhu terhadap Termometer Raksa
24:
8
7

Kenaikan Titik Didih (ΔTb), °C


6 Keterangan :

5 ΔTb Percobaan
thermocouple
4
ΔTb persamaan
3
2 ΔTb percobaan t.
Alkohol
1
0
0 2 4 6
Molalitas Larutan Gula, molal

Sumber: Dokumen Penulis


Gambar 7. Contoh Grafik Kenaikan Titik Didih Larutan

V. KESIMPULAN
Buatlah kesimpulan yang sesuai dengan tujuan percobaan dan hal-hal yang anda temukan
dalam pelaksanaan praktikum. Jangan menulis ulang tujuan, cara kerja, dan dasar
teori di bagian kesimpulan.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Brown, G.G., Fourst, A.S., and Scherdewind, R., 1950, “Unit Operation,” pp. 541-547,
John Wiley and Sons, Inc., New York.
Considine, D.M., 1957, “Process Instruments and Controls Handbook”, McGraw-Hill
Book Company, Inc., New York.
Eckman, D.P., 1966, “Industrial Instrumentation”, Wiley Eastern Ltd., John Wiley and
Sons, Inc., New York.
Jones, B.E., 1980, “Instrumentation, Measurements, and Feedback”, Tata McGraw-Hill
Publishing Company, Ltd., New Delhi.
Perry, R.H., and Green, D.W., 1984, “Perry’s Chemical Engineers Handbook,” 6th ed.,
pp. 3-45, 3-127, 3-248, 12-3, 12-8, McGraw-Hill Company, Inc., New York.
Smith, J.M. and Van Ness, 1975, “Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics,” 3rd ed., pp. 573, McGraw-Hill Kogakusha, LTD., Tokyo.
Treybal, R.E., 1981, “Mass Transfer Operation,” 3rd ed., pp. 227-231, 237, McGraw-Hill
Kogakusha, LTD., Japan.
25:
VII.LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
a. Proses
b. Alat
c. Bahan
Penanganan Hazard
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
a. Jas laboratorium lengan panjang
b. Masker
c. Sarung tangan
d. Sepatu tertutup
C. Manajemen Limbah
a. Limbah larutan gula dibuang ke limbah Biodegradable
b. Limbah larutan garam dibuang ke limbah Halogen
D. Data Percobaan
E. Perhitungan
26:
LAPORAN SEMENTARA
PENGUKURAN SUHU DAN KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN
(A)
Nama Praktikan : 1. NIM : 1.
2. 2.
Hari/Tanggal :
Asisten : Muhammad Hanief Haifa / Audinia Alquratul Aini
A. Data Percobaan
1. Peneraan Alat Ukur Suhu
Media Terukur Termometer Raksa (°C) Termometer Alkohol (°C) Thermocouple (°C)
Air mendidih
Udara blower
Udara
Air
Es Melebur
Air es + garam
2. Pengukuran Kenaikan Titik Didih Larutan
Tekanan : 1 atm
Titik didih aquadest (pelarut) : Thermocouple :
Termometer alkohol :
Massa pelarut : 200 gram Garam :........
No Larutan Massa (gram) Titik didih (°C)
Termometer alkohol Thermocouple
1 Garam
+
+ +
2 Gula
+
+ +
Asisten Jaga, Praktikan,
1.
2.
3.
27:
POIN-POIN PENILAIAN

NAMA :

NIM :

No. Penilaian Nilai Max

1 TUJUAN 5

2 CARA KERJA 10

3 ANALISIS DATA 30

4 PEMBAHASAN 40
Grafik hasil peneraan termometer alkohol dan
thermocouple terhadap termometer raksa. Bahas
persamaan yang paling mewakili data percobaan 10
berdasarkan kesalahan relatif dan jika ada hasil yang
menyimpang.

Kesulitan-kesulitan yang dialami pada tahap tersebut. 5

Grafik molalitas terhadap ΔTb dengan thermocouple


dan termometer alkohol pada larutan gula dan garam (4
grafik). Bahas grafiknya, jika terdapat penyimpangan 25
antara data percobaan dengan garis persamaan, berikan
alasannya.

5 KESIMPULAN 10

6 SARAN 5

Format laporan

TOTAL 100
28:
PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA
(B)
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Membuat kurva standar hubungan antara tinggi pelampung dalam rotameter cairan
dengan laju alir air
2. Membuat kurva standar hubungan antara tinggi pelampung dalam rotameter gas dengan
laju alir udara.

II. DASAR TEORI


Dalam perancangan alat dan pemipaan dalam industri terdapat beberapa besaran
yang perlu diperhatikan. Selain sifat fluida itu sendiri seperti densitas dan viskositas fluida,
debit fluida dan laju alir fluida juga memegang peranan penting. Terdapat beberapa pilihan
alat yang dapat digunakan untuk mengukur laju alir fluida, salah satunya adalah rotameter.
Rotameter berbentuk tabung yang terbuat dari gelas, kaca, atau plastik yang
transparan. Tabung ini memiliki diameter atas yang sedikit lebih besar dibandingkan
diameter bawahnya. Pada dinding rotameter terdapat garis-garis skala ukuran panjang
untuk mengukur ketinggian float atau pelampung yang terdapat di dalam tabung.
Bahan pelampung dapat diganti-ganti sesuai dengan rapat massa dan laju maksimum
zat cair yang diukur. Pelampung dapat bergerak naik dan turun secara bebas, karena
didorong oleh zat alir yang mengalir dari bagian bawah rotameter ke atas. Pada keadaan
stabil, yaitu ketika tinggi pelampung tidak lagi berubah-ubah, terbentuk keseimbangan
gaya dimana gaya ke atas akibat laju alir fluida dan gaya gesek pelampung sama dengan
gaya berat pelampung.
Rotameter bekerja dengan prinsip beda tekanan tetap. Semakin besar perbedaan
tekanan, laju alir fluida menjadi semakin besar yang menyebabkan ketinggian pelampung
juga semakin besar karena gaya dorong dari fluida yang bertambah kuat.
Pada pengukuran laju alir cairan, pengukuran dapat dilakukan langsung dengan
mengukur debit cairan yang tertampung selama jangka waktu tertentu, berbeda dengan
pengukuran laju alir gas. Pengukuran laju alir gas dilakukan secara tidak langsung, dengan
mengukur debit air yang terdesak oleh aliran gas. Dalam hal ini diasumsikan volume air
yang terdesak sama dengan volume gas yang mengalir.
Kalibrasi dapat didefinisikan sebagai suatu operasi untuk mencari hubungan antara
suatu kuantitas dari suatu alat ukur dan kuantitas terkait berdasarkan suatu standar pada
kondisi tertentu. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah hasil kalibrasi tersebut hanya
29:
berlaku pada kondisi saat kalibrasi dilakukan.
Kalibrasi suatu alat ukur laju alir fluida menghasilkan hubungan antara suatu variabel
bebas dengan laju alir fluida. Misalnya pada rotameter, dihasilkan hubungan antara
variabel bebas tinggi pelampung dalam rotameter dengan variabel terikat laju alir fluida.
Laju alir fluida dapat dinyatakan dalam massa per satuan waktu, volume per satuan waktu,
dan besaran lain yang berhubungan dengan laju alir fluida.
Alat ukur laju alir dapat dikalibrasi secara gravimetrik dengan menimbang berat
fluida yang tertampung di dalam suatu bejana. Selain itu, alat ukur laju alir juga dapat
dikalibrasi secara volumetrik dengan mengukur volume fluida yang tertampung dalam
bejana. Idealnya, semua alat ukur laju alir dikalibrasi secara in situ, untuk menghindari
perbedaan fluida dan pengaruh instalasi terhadap kalibrasi alat ukur laju alir.

III. PELAKSAAN PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Air Ledeng
2. Udara
B. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan oleh gambar rangkaian alat
berikut :
Keterangan:
1. Statif
2. Pipa pengeluaran air
3. Rotameter
4. Float (Pelampung)
5. Bak penampung air
6. Pipa pengatur aliran ke bak
7. Pipa overflow
8. Pipa pengatur aliran ke
rotameter

Gambar 3. Rangkaian Alat Percobaan Pengukuran Laju Alir Zat Alir Cairan
30:
Keterangan:
1. Pressure gauge
2. Kran overflow
3. Kompresor
4. Kran pengatur aliran
5. Rotameter
6. Float (Pelampung)
7. Pipa pengeluaran
8. Botol penampung air
9. Statif
10. Kran overflow
11. Kran pengatur aliran gas
Tabung pengaman

Gambar 2. Rangkaian Alat Percobaan Pengukuran Laju Alir Zat Alir Gas

C. Cara Kerja
Peneraan Laju Alir Zat Cair

1. Ukur suhu air ledeng di gelas ukur dengan termometer alkohol 110 o C.
2. Buka kran pemasukan untuk mengisi bak penampungan air hingga penuh dan
terjadi aliran overflow.
3. Pastikan knob rotameter dalam keadaan terbuka sebelum mengalirkan fluida ke
dalam rotameter
4. Atur ketinggian float pada ketinggian 6,0 cm.
5. Ukur debit cairan yang mengalir dalam rotameter pada selang waktu 5 ± 0,20
detik dengan menggunakan stopwatch dan gelas ukur 50 mL atau 100 mL.
6. Catat volume air tertampung dan waktu pada stopwatch
7. Lakukan pengambilan data sebanyak 5 kali berurutan untuk ketinggian float
yang sama.
8. Debit untuk ketinggian float yang lain 5,5; 5,0; 4,5; 4,0; 3,5; 3,0; 2,5; 2,0; 1,5
cm.
Peneraan Laju Alir Zat Gas
1. Ukur suhu udara dengan termometer ruangan.
2. Siapkan rangkaian alat dan tutup semua kran pada rangkaian alat.
3. Isi botol penampung dengan air hingga tanda batas.
4. Atur ketinggian cairan pada selang pengeluaran akhir dengan tinggi cairan
pada penampung gas agar sejajar.
5. Nyalakan kompresor dan isi kompresor dengan udara hingga tekanan 5 kg/cm²
untuk Batch 1 dan 4,5 kg/cm2 untuk Batch 2.
6. Buka kran penghubung tabung pengaman dan kompresor, sehingga tabung gas
pengaman terisi udara.
31:
7. Pastikan knob rotameter dalam keadaan terbuka sebelum mengalirkan fluida
ke dalam rotameter
8. Catat tekanan udara di kompresor dan buka kran penghubung tabung gas dan
rotameter.
9. Atur ketinggian float rotameter pada 10,0 cm dengan menggunakan kran pada
tabung pengaman, dan dijaga agar tetap konstan.
10. Ukur debit cairan yang mengalir dalam rotameter pada selang waktu 3 ± 0,20
detik dengan menggunakan stopwatch dan gelas ukur 50 mL.
11. Catat volume air tertampung dan waktu pada stopwatch. Lakukan pengambilan
data sebanyak 5 kali untuk ketinggian float rotameter yang sama.
12. Debit untuk ketinggian float yang lain 8,0 ;6,0 ; 4,0 ; 2,0 cm.
13. Catat tekanan akhir udara yang tersisa di kompresor.
14. Keluarkan udara yang tersisa di dalam kompresor dan tabung pengaman.
D. Analisis Data
Pada percobaan ini untuk memudahkan perhitungan perlu diambil beberapa
asumsi. Sebelum data hasil percobaan di analisis, asumsi yang diambil pada
percobaan dijelaskan telebih dahulu.
Analisis yang ditulis hanya dua pendekatan terbaik dari tiga pendekatan.
1. Menghitung nilai debit fluida (Q) dengan membuat tabel ketinggian (h), volume
(V), waktu (t), dan debit fluida (Q). Pada laporan, cukup tuliskan 5 data pertama
kemudian titik-titik dan diisi satu data terakhir.
h, cm V, cm3 t, s Q, cm3/s
h1 V1 T1 Q1
h2 V2 T2 Q2
…...

…...

…...

…...

Hn Vn tn Qn

2. Menentukan Hubungan Debit Fluida Cair dan Gas Q dengan Ketinggian Float
(h)
a. Penentuan Hubungan Debit Fluida Cair dan Gas Q dengan Ketinggian Float
(h) dengan Pendekatan Linear

𝑄 = 𝑎ℎ + 𝑏 (1)
Penyelesaian dilakukan dengan regresi linear hingga didapatkan nilai
32:
konstanta a dan b untuk persamaan (1)
𝑛 𝛴ℎ 𝑄− 𝛴ℎ 𝛴𝑄
𝑎= (2)
𝑛𝛴ℎ2 −(𝛴ℎ)2
𝛴𝑄−𝑎𝛴ℎ
𝑏= (3)
𝑛

𝛴𝑄 = 𝑄1 + 𝑄2 + 𝑄3 + ⋯ + 𝑄𝑛 (4)
𝛴ℎ = ℎ1 + ℎ2 + ℎ3 + ⋯ + ℎ𝑛 (5)
𝛴ℎ2 = ℎ12 + ℎ22 + ℎ32 + ⋯ + ℎ𝑛2 (6)
𝛴𝑄ℎ = 𝑄1 ℎ1 + 𝑄2 ℎ2 + 𝑄3 ℎ3 + ⋯ + 𝑄𝑛 ℎ𝑛
(7)
b. Penentuan Hubungan Debit Fluida Cair dan Gas Q dengan Ketinggian Float
(h) dengan Pendekatan Logaritmik

𝑄 = 𝑎ℎ𝑏 (8)

Melakukan linearisasi sehingga diperoleh persamaan :


ln 𝑄 = ln 𝑎 + 𝑏 ln ℎ (9)
Dengan pemisalan dituliskan kembali menjadi :
𝑦 = 𝐴 + 𝐵𝑥 (10)
Penyelesaian dilakukan dengan regresi linear seperticara di poin (a)

c. Penentuan Hubungan Debit Fluida Cair dan Gas Q dengan Ketinggian Float
(h) dengan Pendekatan Eksponensial

𝑄 = 𝑎. 𝑒 𝑏ℎ (11)

Persamaan dapat diturunkan menjadi :

ln 𝑄 = ln 𝑎 + 𝑏. ℎ (12)

Dengan pemisalan dituliskan kembali menjadi :

𝑦 = 𝐴 + 𝐵𝑥 (13)
Penyelesaian dilakukan dengan regresi linear seperti cara di poin (a)

3. Menentukan nilai R-square masing-masing pendekatan


a. SST (Total Sum of Squares)
𝑆𝑆𝑇 = 𝛴(𝑄ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 − 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 )2 (14)
𝑆𝑆𝑇 = (𝑄1 − 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 )2 + (𝑄2
− 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 )2
+ ⋯ + (𝑄𝑛 − 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 )2
33:
(15)
𝛴𝑄ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 = 𝑛

(16)
b. SSE (Sum of Square Due to Error)
𝑆𝑆𝐸 = 𝛴(𝑄ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 − 𝑄𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 )2
(17)
𝑆𝑆𝐸 = (𝑄ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 1 − 𝑄𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛1 )2 + (𝑄ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 2 −
𝑄𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛2 )2 + ⋯ + (𝑄ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 𝑛 − 𝑄𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛𝑛 )2
(18)

Q persamaan diperoleh dari persamaan hubungan Q dan h hasil linearisasi


tiap pendekatan.
c. SSR (Sum of Square Due to Regression)
𝑆𝑆𝑅 = 𝑆𝑆𝑇 − 𝑆𝑆𝐸 (19)
𝑆𝑆𝑅
𝑅 2 = 𝑆𝑆𝑇 (20)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil yang harus dibahas :
- Penjelasan singkat mengenai tujuan dan prosedur percobaan setiap tahapnya.
- Penjelasan umum flowmeter, prinsip kerja rotameter, dan fungsi float pada rotameter.
- Pembahasan hubungan / trend debit fluida dengan ketinggian float berdasarkan data
percobaan.
- Penjelasan pengertian R-square.
- Pembahasan setiap metode pendekatan yang dilakukan berdasarkan hasil
perhitungan. Pilih dua metode yang paling sesuai dan penjelasan mengapa memilih
metode tersebut.
- Kurva standar hubungan antara tinggi pelampung (float) dalam rotameter cair dan gas
dengan laju alir fluida (cair dan gas) serta tujuan dibuat kurva tersebut. Pembahasan
mengenai kurva dan persamaan yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan teori.
Kurva dibuat dengan format seperti contoh di bawah. Membuat trendline dilakukan
secara manual dengan melakukan plot data laju alir dari persamaan. Pada
pendekatan logaritmik, penurunan rumus yang digunakan untuk membuat trendline
berbeda dengan Ms. Excel, sehingga pada kurva tetap menggunakan nilai dari
perhitungan dengan rumus pada modul.
34:
18,0000
16,0000 y = 2,2801x + 1,9297
R² = 0,9979
14,0000

Laju Alir Fluida, cm3/s


12,0000
10,0000
8,0000 Q Percobaan

6,0000 Q Persamaan

4,0000
2,0000
0,0000
0 2 4 6 8
Ketinggian Float, cm

- Penjelasan nilai R-square percobaan.

V. KESIMPULAN

Buatlah kesimpulan berdasarkan hasil percobaan. Jangan menulis ulang tujuan, cara
kerja, dan dasar teori di bagian kesimpulan.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Brown, G.G., 1950, ”Unit Operations”, John Wiley and Sons, Inc., New York.
McCabe, W.L., Smith , C.J., and Harriot, P., alih bahasa Jisyi, E.,“Operasi Teknik Kimia
Jilid I”, edisi ke-4, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Paton, R., 2005, ”Calibration and Standards in Flow Measurement”, pp. 1-3, 5, National
Engineering Laboratory, Scotland.
Perry, R.H. and Green, D.W.,1997, ”Perry‟s Chemical Engineers‟ Hand Book”, 7 ed.,
McGraw-Hill Book Co., Singapore.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Semua bahan yang digunakan untuk praktikum ini diidentifikasi tingkat ke-
hazard-annya sesuai dengan MSDS dan proses praktikum yang berbahaya
diidentifikasi dan disertakan cara penanganannya.
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
1. Jas laboratorium lengan panjang
2. Masker
3. Sarung tangan
35:
4. Sepatu tertutup

C. Manajemen Limbah

Setiap limbah yang dihasilkan dalam praktikum dijelaskan dibuang kemana dan
disertai alasan. Limbah praktikum ini berupa air ledengdan udara bertekanan.

D. Perhitungan
36:
LAPORAN SEMENTARA
PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA
(B)

Nama Praktikan : 1. NIM : 1.


2. 2.
3. 3.
Hari/tanggal :
Asisten : Muhammad Fahmi Abdul Aziz / Bening Ardiningtyas Dinasti

DATA PERCOBAAN
1. Peneraan Laju Alir Zat Cair
h(cm) 6,0 5,5 5,0
T (°C) °C °C °C
Q=V/t V
(cm3/s) t

4,5 4,0 3,5


°C °C °C

3,0 2,5 2,0


°C °C °C

1,5
°C
37:
2. Peneraan Laju Alir Gas
P awal : kg/cm3
P akhir : kg/cm3
o
T udara : C

h(cm) 10,0 8,0


T (°C) °C °C
Q=V/t V
(cm3/s) t

6,0 4,0
°C °C

2,0
°C

Yogyakarta, 2020
Asisten jaga, Praktikan,
1.

2.

3.
38:
POIN-POIN PENILAIAN
NAMA:
NIM:
No. Penilaian Nilai Max
1 TUJUAN 5
2 CARA KERJA 10
3 ANALISIS DATA 30
4 PEMBAHASAN 40
Penjelasan singkat mengenai tujuan dan prosedur 3
percobaan setiap tahapnya
Penjelasan umum flowmeter, prinsip kerja rotameter, 5
dan fungsi float pada rotameter
Pembahasan hubungan / trend debit fluida dengan 3
ketinggian float berdasarkan data percobaan
Penjelasan pengertian R-square 3
Pembahasan setiap metode pendekatan yang dilakukan 5
berdasarkan hasil perhitungan
Kurva standar, tujuan dibuat kurva tersebut, dan 10
pembahasannya
Penjelasan nilai R-square percobaan 2
Penjelasan umum alat-alat ukur fluida lainnya. 4
Pemahaman mengenai persamaan Bernoulli pada 5
beberapa alat
5. KESIMPULAN 10
6. SARAN 5
FORMAT LAPORAN
TOTAL 100
39:
PENGUKURAN RAPAT MASSA DAN KONDUKTANSI
(C)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan pengukuran rapat massa dan konduktansi adalah :
1. Memahami serta mempraktikkan cara pengukuran rapat massa dan konduktansi
dengan alat ukur.
2. Menentukan konsentrasi larutan sampel dengan cara mengukur konduktansinya
dengan bantuan kurva standar.

I. DASAR TEORI
A. Rapat Massa
Rapat massa atau densitas didefinisikan sebagai massa persatuan volume yang
biasa dilambangkan dengan  dan dapat dirumuskan dengan persamaan :

m
 (1)
v
Rapat massa umumnya mempunyai satuan kg/m3 atau gram/ml. Massa (m) dan
volume (V) adalah sifat ekstensif, artinya nilainya tergantung pada jumlah bahan yang
sedang diselidiki, sedangkan densitas adalah sifat intensif yang nilainya tidak
tergantung pada jumlah bahan yang diselidikiatau nilainya tetap untuk suatu kondisi
yang tetap pula.
Disamping rapat massa ada istilah specific gravity yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara rapat massa yang diukur dengan rapat massa pembanding
(referensi). Specific gravity tidak mempunyai satuan karena merupakan suatu
perbandingan. Umumnya yang dijadikan rapat massa referensi adalah rapat massa
aquadest murni pada suhu 4 °C dan pada tekanan atmosferik (1 atm) karena pada suhu
dan tekanan tersebut rapat massa dari air adalah 1 gram/mL. Specific gravity
dilambangkan dengan Sg yang dapat dirumuskan dengan persamaan :
c ai r a n
Sg  (2)
 a qu a d e st

Rapat massa dipengaruhi oleh beberapa faktor :


1. Konsentrasi larutan.
Semakin besar konsentrasi larutan maka rapat massa dari larutan itu juga akan
bertambah. Hal ini disebabkan karena semakin besar konsentrasinya, maka jumlah
dari partikel yang terlarut juga bertambah sehingga rapat massanya juga akan
40:
bertambah besar.
2. Suhu dan tekanan.
Untuk cairan, rapat massa hanya sedikit berubah bila terjadi perubahan suhu
atau tekanan karena sifat dari cairan yang incompressible, sedangkan untuk gas,
rapat massa sangat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Pada umumnya semakin
tinggi suhu, maka volume dari fluida akan bertambah besar. Rapat massa
berbanding terbalik dengan volume, sehingga jika volume dari fluida bertambah
maka rapat massanya akan berkurang. Sedangkan tekanan tidak mempunyai
pengaruh langsung terhadap rapat massa, namun tekanan berpengaruh terhadap
suhu. Jika tekanan bertambah maka suhu juga akan meningkat.
3. Fasa dari zat yang diukur rapat massanya.
Tiap fasa dari zat mempunyai rapat massa yang berbeda. Secara umum
perbandingan dari rapat massa untuk tiap fasa dari yang terbesar hingga yang
terkecil adalah fasa padat, cair dan gas.
Rapat massa cairan dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai alat antara
lain dengan menggunakan piknometer, hidrometer, dan neraca Wesphalt. Untuk
padatan dapat digunakan metode Archimedes. Pada percobaan ini digunakan
piknometer dan hidrometer.
Prinsip pengukuran rapat massa dengan piknometer adalah dengan mengukur
massa dari cairan menggunakan neraca analitis digital dan kemudian dibandingkan
dengan volume piknometer yang telah diketahui sehingga dapat diperoleh rapat
massanya. Pada percobaan ini, suhu yang digunakan adalah suhu lingkungan.
Prinsip pengukuran dengan hidrometer adalah memakai hukum Archimedes
dimana gaya keatas yang diberikan oleh cairan sama dengan berat hidrometer tersebut.
Rapat massa fluida berbanding terbalik dengan tinggi bagian hidrometer yang tercelup.
Makin besar rapat massa dari suatu cairan, maka bagian dari hidrometer yang tercelup
akan semakin sedikit.
B. Konduktometri
Konduktansi adalah kebalikan dari tahanan, atau bisa ditulis:
1
Konduktansi  (3)
R
Parameter penting yang banyak digunakan dalam mempelajari mekanisme
penghantaran listrik dalam larutan adalah kebalikan dari tahanan spesifik yang disebut
konduktansi spesifik (  ), mempunyai satuan Ω -1m-1 atau sering disebutdengan S adalah
siemen. Dalam suatu larutan elektrolit muatan listrik akan dibawa oleh ion-ion. Ion-ion positif
41:
(kation) akan bergerak dalam larutan menuju katoda (kutub negatif) sedangkan ion-ion negatif
(anion) bergerak menuju anoda. Ion-ion yang paling mudah tereduksi atau teroksidasi
mungkin akan menerima atau melepaskan elektron sehingga akan menyebabkan perubahan
komposisi larutan akibat penghantaran arus searah.
Konduktivitas larutan elektrolit tergantung pada tiga faktor: jumlah muatan, mobilitas,
dan konsentrasi ion. Ion dengan dua muatan misalnya A2- akan mampu menghantarkan dua
kali muatan listrik yang dapat dihantarkan ion A1-. Mobilitas ion adalah kecepatan bergerak
ion dalam larutan. Mobilitas ion dipengaruhi olah sifat-sifat solven, beda tegangan listrik, dan
ukuran ion (yakni semakin besar ion akan semakin kurang mobilitasnya). Mobilitas ion juga
dipengaruhi oleh suhu dan viskositas dari solven. Untuk ion, solven, dan suhu tertentu,
konduktansi ditentukan oleh konsentrasi ion. Oleh karena itu, konsentrasi ion dapat ditentukan
berdasar nilai konduktansi larutan. Konsentrasi merupakan variabel yang penting dalam
larutan elektrolit maka biasanya konduktivitas larutan elektrolit dihubungkan dengan
konsentrasi melalui besaran konduktivitas ekivalen yang didefinisikan sebagai :

 (4)
Ceq
dengan: Λ = konduktivitas ekivalen
 = konduktivitas per satuan volume larutan
Ceq = konsentrasi ekivalen larutan
Dalam literatur (Dean,1992) pada umumnya data ekivalen konduktansi
diberikan dalam satuan Ω -1.cm2. gram ekivalen-1 sedangkan konsentrasi sering
diberikan dalam grek/liter dan  dalam Ω -1.cm-1, maka persamaan di atas sering
ditulis dalam bentuk:
1000
 (5)
Ceq
Karena masing-masing ion adalah bermuatan listrik, maka dalam larutan akan
terjadi interaksi elektrostatik (saling tolak atau saling tarik) diantara ion-ion tersebut.
Interaksi ini akan semakin besar dengan semakin tinggi konsentrasi. Maka hanya
dalam keadaan sangat encer (infinite solution) sajalah larutan elektrolit akan
berkelakuan ideal. Maka biasanya pengukuran dilakukan konsentrasi larutan elektrolit
dengan prinsip konduktometri harus dilakukan dengan pengenceran atau untuk larutan
yang sangat encer.
42:

Gambar 4. Prinsip Penghantaran Listrik Berdasarkan Wheatstone

Konduktometer pada dasarnya adalah alat pengukur konduktansi yang biasanya


berupa sebuah jembatan Wheatstone dan cell konduktivitas seperti yang secara
skematik terlihat dalam Gambar 1. Tahanan A adalah sebuah cell yang berisi sampel
yang ditinjau. Tahanan B adalah tahanan variabel sedangkan tahanan D dan E sudah
tertentu harganya. Tahanan B dan kapasitor C dapat diatur hingga titik setimbang dapat
tercapai. Dalam keadaan ini berlaku persamaan:
RA RD
 (6)
RB RE
dengan mengetahui harga tahanan B, D, dan E, maka tahanan (dan juga konduktansi)
dari cell dapat ditentukan.
Nilai konduktometri dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
a) Suhu
Pada suhu yang semakin tinggi, ternyata mobilitas elektron bergerak semakin
cepat. Hal ini disebabkan pada suhu tinggi elektron akan menyerap energi dari
lingkungan untuk melakukan ionisasi. Semakin banyak jumlah ion-ion dalam
larutan, mengakibatkan semakin besar nilai dari konduktansinya.
b) Konsentrasi
Konduktansi juga dipengaruhi oleh konsentrasi. Semakin besar konsentrasi
menyebabkan semakin besarnya konduktansi. Hal ini disebabkan pada larutan yang
pekat interaksi ionnya akan semakin mudah jika dibandingkan dengan larutan yang
encer. Selain itu konsentrasi yang besar juga akan menyebabkan tumbukan partikel
semakin sering, yang memberi dampak pada semakin banyak pula ion yang
dihasilkan, dan oleh karena itu konduktansi dari suatu larutan elektrolit akan
semakin besar. Konduktansi akan menghasilkan hasil yang akurat apabila diukur
pada larutan yang encer. Karena ion-ion yang terdapat pada larutan yang encer
mempunyai mobilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan larutan pekat.
43:
III. PELAKSANAAN PERCOBAAN
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Natrium klorida (NaCl)
2. Aquadest
3. Air ledeng
B. Rangkaian Alat Percobaan

Keterangan:
1. Gelas Ukur 250 mL
2. Hidrometer
3. Fluida cair yang diukur
4. Beban pemberat hidrometer

Gambar 2.Rangkaian Alat Pengukuran Rapat Massa dengan Hidrometer


Keterangan :
1. Neraca analisis digital
2. Pintu neraca
3. Display
4. Pan neraca
5. Tombol On/Off
6. Tombol re-zerro
7. Tombol konversi
8. Piknometer 25 mL+tutup
9. Steker

Gambar 3. Rangkaian Alat Pengukuran Rapat Massa Fluida Cair

Keterangan :
1. Gelas Beker
2. Konduktometer
3. Probe
Penyangga probe
Steker

Gambar 4. Rangkaian Alat Pengukuran Konduktansi


44:
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan NaCl Berbagai Konsentrasi
a. Timbang NaCl sebanyak X gram dengan bantuan gelas arloji menggunakan
neraca analitis digital.
b. Larutkan NaCl dengan aquadest sebanyak 300 mL di dalam gelas beker 500 mL
dan aduk menggunakan gelas pengaduk hingga homogen.
c. Masukkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 500 mL dengan bantuan corong
gelas dan tambahkan aquadest hingga tanda batas, kemudian gojog larutan
hingga homogen.
d. Tuangkan larutan tersebut ke dalam gelas beker 500 mL dengan label 1x.
e. Ambil 100 mL larutan NaCl yang telah dibuat dengan menggunakan gelas ukur
100 mL, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 500 mL. Tambahkan aquadest
hingga tanda batas dan gojog larutan hingga homogen.
f. Tuang larutan NaCl yang telah diencerkan tersebut ke dalam gelas beker 500 mL
dengan label 5x.
g. Ambil 100 mL larutan NaCl yang telah diencerkan tersebut, kemudian masukkan
ke dalam labu ukur 500 mL. Tambahkan aquadest hingga anda batas dan gojog
larutan hingga homogen.
h. Tuang larutan NaCl yang telah diencerkan tersebut ke dalam gelas beker.

2. Pengukuran Rapat Massa Berbagai Cairan dengan Menggunakan Piknometer pada


Suhu Percobaan
a. Ukur suhu percobaan (lingkungan) dengan menggunakan termometer ruangan
dan catat hasil pengukurannya.
b. Timbang piknometer kosong dengan neraca analitis digital dan catat hasil
pengukurannya.
c. Isi piknometer dengan aquadest hingga penuh dengan bantuan pipet tetes,
kemudian tutup piknometer hingga tidak ada udara di dalamnya. Timbang
piknometer tersebut dan catat hasil pengukurannya.
d. Keluarkan aquadest pada piknometer, kemudian cuci dan keringkan piknometer
tersebut.
e. Ulangi langkah percobaan c dan d untuk pengukuran rapat massa air ledeng,
larutan NaCl berbagai konsentrasi, dan larutan sampel.
45:
3. Pengukuran Rapat Massa Berbagai Cairan dengan Menggunakan Hidrometer pada
Suhu Percobaan
a. Tuang aquadest ke dalam gelas ukur 250 mL.
b. Ukur rapat massa aquadest dengan memasukkan hidrometer 0,900 – 1,000
gr/mL atau 1,000 – 1,200 gr/mL dengan perlahan-lahan.
c. Baca skala hidrometer dan catat hasil pengukuran.
d. Ulangi langkah percobaan a sampai c untuk pengukuran rapat massa air ledeng,
larutan NaCl berbagai konsentrasi, dan larutan sampel.

4. Pengukuran Rapat Massa Larutan NaCl dengan Menggunakan Hidrometer pada


berbagai Suhu
a. Siapkan baskom plastik berisi air dan es batu.
b. Tuang larutan NaCl hasil pengenceran 25x sebanyak ±250 mL ke dalam gelas
beker 250 mL, kemudian dinginkan larutan tersebut hingga suhu larutan 20°C.
c. Setelah suhu larutan mencapai 20°C, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur
250 mL dan ukur rapat massa larutan dengan menggunakan hidrometer 0,900 –
1,000 gr/mL atau 1,000 – 1,200 gr/mL dengan perlahan-lahan. Catat hasil
pengukurannya.
d. Panaskan larutan NaCl hasil pengenceran 25x tersebut dengan menggunakan
kompor listrik hingga suhu larutan 40°C.
e. Setelah suhu larutan mencapai 40°C, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur
250 mL dan ukur rapat massa larutan dengan menggunakan hidrometer 0,900 –
1,000 gr/mL atau 1,000 – 1,200 gr/mL dengan perlahan-lahan. Catat hasil
pengukurannya.
f. Ulangi langkah percobaan b sampai e untuk larutan NaCl hasil pengenceran 5x
dan larutan NaCl hasil pengenceran 1x.

5. Pengukuran Konduktansi Larutan NaCl Berbagai Konsentrasi pada Berbagai Suhu


a. Tuang aquadest sebanyak 250 mL ke dalam gelas beker 250 mL.
b. Letakkan gelas beker 250 mL tersebut ke dalam baskom plastik yang berisi air
es dan dinginkan larutan hingga suhu larutan 20°C.
c. Ukur konduktansi aquadest pada suhu 20°C tersebut dengan menggunakan
konduktometer dan catat hasil pengukurannya.
d. Cuci probe pada konduktometer dengan aquadest dalam gelas beker 250 mL.
46:
e. Panaskan aquadest tersebut dengan menggunakan kompor listrik hingga suhu
larutan 40°C.
f. Ukur konduktansi aquadest pada suhu 40°C tersebut dengan konduktometer dan
catat hasil pengukurannya.
g. Cuci probe pada konduktometer dengan aquadest dalam gelas beker 250 mL.
h. Ulangi langkah percobaan a sampai g untuk air ledeng, larutan NaCl berbagai
konsentrasi.

6. Pengukuran Konduktansi Larutan Sampel pada Suhu Percobaan


a. Tuang larutan sampel sebanyak 250 mL le dalam gelas beker 250 mL.
b. Ukur konduktansi larutan sampel tersebut dengan konduktometer dan catat hasil
pengukurannya.
c. Cuci probe pada konduktometer dengan aquadest dalam gelas beker 250 mL.
d. Larutan sampel dikembalikankembali pada botol penampung.

D. Analisis Data
Sebelum menuliskan perhitungan tulis terlebih dahulu asumsi-asumsi yang digunakan
dalam masing-masing poin.
1. Penentuan Rapat Massa Berbagai Cairan pada Suhu Percobaan
a. Penentuan volume piknometer
ma qu a  mp a  mpo (7)

ma q u a
Va qu a  (8)
r e f

Vp  Va qu a (9)

dengan : maqua = massa aquadest (gram)


mpa = massa piknometer + aquadest (gram)
mpo = massa piknometer kosong (gram)
Vaqua = volume aquadest (mL)
ρref = rapat massa aquadest referensi pada suhu percobaan,
(gram/mL)
Vp = volume piknometer (mL)

b. Penentuan rapat massa berbagai cairan pada suhu percobaan


mcai r  mpc  mpo (10)
47:
mc ai r
c ai r  (11)
Vp
dengan : mcair = massa cairan yang diukur (gram)
mpc = massa piknometer + cairan yang diukur (gram)
ρcair = rapat massa cairan yang diukur (gram/mL)

2. Penentuan Konsentrasi Larutan NaCl


a. Penentuan konsentrasi larutan NaCl awal
mN a C l
Co  (12)
VN a C l

dengan : C0 = konsentrasi larutan NaCl mula-mula(gram/mL)


mNaCl = massa NaCl yang tertimbang (gram)
VNaCl = volume larutan NaCl (mL)

b. Penentuan konsentrasi larutan NaCl hasil pengenceran


V1.C1 = V2.C2 (13)
dengan : V1 = volume larutan NaCl sebelum pengenceran yang diambil
(mL)
C1 = konsentrasi larutan NaCl sebelum pengenceran (gram/mL)
V2 = volume larutan NaCl sesudah pengenceran (mL)
C2 = konsentrasi larutan NaCl sesudah pengenceran (gram/mL)

3. Pembuatan Kurva Standar Rapat Massa Larutan NaCl pada Suhu Percobaan dengan
Menggunakan Piknometer dan Hidrometer
Persamaan hubungan antara konsentrasi larutan NaCl dengan rapat massa tiap
larutan pada suhu lingkungan adalah :
y = A.x + B (14)

dengan : y = rapat massa larutan NaCl (gram/mL)


x = konsentrasi larutan NaCl (gram/mL)
n xy   x y
A (15)
n x 2   x 
2

B
 y  A x (16)
n
48:
Untuk menghitung kesalahan relatif, persamaan yang digunakan adalah :
rapat massa persamaan−rapat massa percobaan
Kesalahan relatif=| | x 100% (17)
rapat massa persamaan
∑ kesalahan relatif
Kesalahan relatif rata-rata = (18)
n

dengan : n = jumlah data

4. Penentuan Konsentrasi Larutan Sampel yang Terukur dengan Piknometer dan


Hidrometer
Persamaan yang diperoleh dari perhitungan no 3, digunakan untuk menentukan
konsentrasi larutan sampel.
y = A.x + B (19)
y −B
x= (20)
A

dengan : x = konsentrasi larutan sampel (gram/mL)


y = rapat massa larutan sampel yang terukur (gram/mL)
A dan B = konstanta

5. Pembuatan Kurva Standar Rapat Massa Larutan NaCl pada Berbagai Suhu Tiap
Konsentrasi dengan Menggunakan Hidrometer
Persamaan hubungan antara suhu dengan rapat massa tiap larutan adalah :
y = A.T + B (21)

dengan : y = rapat massa larutan NaCl (gram/mL)


T = suhu larutan NaCl (oC)
n Ty   T  y
A (22)
n  T 2  T 
2

B
 y  A T (23)
n

Untuk menghitung kesalahan relatif, digunakan persamaan (17) dan (18).

6. Pembuatan Kurva Standar Konduktansi Larutan NaCl pada Berbagai Konsentrasi


Setiap Suhu dengan Menggunakan Konduktometer
Persamaan hubungan antara konsentrasi dengan konduktansi tiap larutan adalah :
K = A.N + B (24)
49:
dengan : N = rapat massa larutan NaCl (gram/mL)
K = konduktansi larutan NaCl (S)
n KN   K  N
A (25)
n N 2   N 
2

B
 K  A N (26)
n

Untuk menghitung kesalahan relatif, persamaan yang digunakan adalah :

konduktansi persamaan−konduktansi percobaan


Kesalahan relatif=| | x 100% (27)
konduktansi persamaan
∑ kesalahan relatif
Kesalahan relatif rata-rata = (28)
n

dengan : n = jumlah data


7. Penentuan Konsentrasi Larutan Sampel dengan Konduktometer
a. Penentuan nilai konduktansi pada suhu percobaan
Persamaan yang digunakan adalah :

𝑇−𝑇20 𝐾−𝐾20
= (29)
𝑇40 −𝑇20 𝐾40 −𝐾20

dengan : T = suhu percobaan (oC)


T20 = suhu sebesar 20 oC
T40 = suhu sebesar 40 oC
K = konduktansi pada suhu percobaan (S)
K20 = konduktansi pada suhu 20 oC (S)
K40 = konduktansi pada suhu 40 oC (S)

b. Pembuatan kurva standar pada suhu percobaan


Pembuatan kurva standar pada suhu percobaan dilakukan dengan menggunakan
persamaan (24), (25), dan (26).
c. Penentuan konsentrasi larutan sampel
Penentuan konsentrasi larutan sampel dilakukan dengan menggunakan
persamaan yang diperoleh dari perhitungan (24).

Kurva/grafik yang perlu dibuat adalah :


50:
1. Grafik hubungan antara rapat massa dengan konsentrasi larutan NaCl pada suhu
percobaan dengan menggunakan piknometer.
2. Grafik hubungan antara rapat massa dengan konsentrasi larutan NaCl pada suhu
percobaan dengan menggunakan hidrometer.
3. Grafik hubungan antara rapat massa dengan suhu larutan NaCl untuk setiap
konsentrasi dalam satu grafik (1 grafik).
4. Grafik hubungan antara konduktansi dengan konsentrasi larutan NaCl pada tiap
suhu (3 grafik).
Berikut contoh format grafik yang harus dibuat :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hal-hal yang harus dibahas adalah :
1. Prinsip kerja piknometer dan hidrometer.
2. Hasil pengukuran rapat massa untuk aquadest, air ledeng, dan larutan NaCl
berbagai konsentrasi menggunakan piknometer dan hidrometer.
3. Grafik hubungan antara rapat massa dengan konsentrasi larutan NaCl dengan
piknometer.
4. Grafik hubungan antara rapat massa dengan konsentrasi larutan NaCl dengan
hidrometer.
5. Hasil pengukuran rapat massa menggunakan hidrometer pada berbagai suhu dan
konsentrasi.
6. Grafik hubungan antara rapat massa dengan suhu untuk berbagai konsentrasi.
7. Hasil percobaan pengukuran konduktansi larutan NaCl berbagai konsentrasi,
aquadest, air ledeng pada berbagai suhu.
51:
8. Grafik hubungan antara konduktansi dengan konsentrasi larutan pada suhu 20oC.
9. Grafik hubungan antara konduktansi dengan konsentrasi larutan pada suhu 40oC.
10. Penjelasan bagaimana pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap konduktansi
(fenomena apa yang sebenarnya terjadi sehingga berpengaruh).
11. Penjelasan perbedaan konduktansi dan rapat massa antara aquadest dan air ledeng.
12. Grafik hubungan konduktansi dengan konsentrasi larutan NaCl pada suhu
percobaan.
13. Hasil konsentrasi larutan sampel dan penjelasan tentang persamaan yang dapat
digunakan untuk mengitung konsentrasi suatu larutan.
14. Penjelasan mengapa bisa terjadi penyimpangan *)Bila terjadi.

V. KESIMPULAN
Berisi tentang kesimpulan berdasarkan tujuan dan hasil percobaan.
N.B. Apabila hasil perhitungan kesalahan relatif yang diperoleh dibawah 10% maka
dapat disimpulkan bahwa persamaan yang diperoleh untuk menghitung konsentrasi suatu
larutan berlaku umum untuk larutan tertentu*)
*)Larutan tertentu apa yang dimaksud dijelaskan di pembahasan

VI. DAFTAR PUSTAKA


Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jefery, dan J. Mendhem, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Brown, G.G., 1950, Unit Operations, John Willey and Sons, Inc., New York.
Brown R.D., 1985, Introduction to Chemical Analysis, p.p 3290332, Mc Graw-Hill Book
Co., Singapore.
Dean, J.A., 1992, Lange’s Hand Book of Chemistry, 14th edition, Mc. Graw-Hill Inc.,
New York.
Holman, J. P., 1985, Metode Pengukuran Teknik, 4 ed, Erlangga, Jakarta.
Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Hazard proses dari praktikum ini diantaranya adalah penggunaan alat-alat yang
rentan pecah, penggunaan kompor listrik dan penggunaan alat konduktometer.
Hazard bahan kimia pada praktikum ini adalah garam NaCl.
52:
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
Alat perlindungan diri yang dipakai adalah : jas lab, masker, sarung tangan karet.
Jas lab digunakan untuk melindungi tubuh dari bahan-bahan kimia yang digunakan
selama praktikum.
(Tulislah alat perlindungan diri lain yang dirasa penting pada praktikum ini
beserta alasan pemakaiannya).

C. Manajemen Limbah
Tuliskan limbah apa saja yang dihasilkan pada praktikum ini, tuliskan juga
analisis kandungannya dan tempat pembuangannya.

D. Perhitungan
53:
LAPORAN SEMENTARA
PENGUKURAN RAPAT MASSA DAN KONDUKTANSI
(C)

Nama Praktikan : 1. NIM : 1.


2. 2.
3. 3.
Hari/Tanggal :
Asisten : Maharani Alifa Hidayati / Dhea Atika Risnawati

DATA PERCOBAAN
A. Pengukuran Rapat Massa
Suhu percobaan = ................... oC
Massa NaCl = ................... gram
Volume larutan NaCl = ................... mL
Massa piknometer kosong = ................... gram

1. Pengukuran Rapat Massa Berbagai Cairan dengan Piknometer dan Hidrometer pada Suhu
Percobaan:
Berat piknometer + Densitas cairan dengan
No Cairan
cairan, gram hidrometer, gram/mL
1 Aquadest
2 Air Ledeng
3 Larutan NaCl Pengenceran 1x
4 Larutan NaCl Pengenceran 5 x
5 Larutan NaCl Pengenceran 25 x
6 Larutan Sampel
54:
2. Pengukuran rapat massa larutan NaCl dengan hidrometer pada berbagai suhu dan
konsentrasi
Densitas larutan NaCl, gram/mL
No Suhu, oC
Pengenceran 1x Pengenceran 5 x Pengenceran 25 x
1
2
3

B. Pengukuran Konduktivitas
Pembuatan kurva standar

Konduktansi Konduktansi Konduktansi


No. Cairan
pada ... oC, S pada ... oC, S pada ... oC, S

1. Larutan NaCl pengenceran 1 x


2. Larutan NaCl pengenceran 5 x
3. Larutan NaCl pengenceran 25 x
4. Aquadest
5. Air Ledeng

Penentuan Konsentrasi Larutan Sampel pada Suhu Percobaan


Konduktansi = ...................S

Yogyakarta, 2020
Asisten jaga, Praktikan,
1.

2.

3.
55:
POIN-POIN PENILAIAN
NAMA :
NIM :
No Penilaian Nilai Max
1. TUJUAN 5
2. CARA KERJA 10
3. ANALISIS DATA 30
4. PEMBAHASAN 40
Penjelasan singkat mengenai rapat massa dan specific 4
gravity beserta prinsip kerja piknometer dan hidrometer
Hasil pengukuran rapat massa berbagai cairan dengan
piknometer dan hidrometer
Grafik hubungan antara rapat massa dengan konsentrasi
7
larutan NaCl dengan piknometer
Grafik hubungan antara rapat massa dengan konsentrasi
larutan NaCl dengan hidrometer
Hasil pengukuran rapat massa menggunakan hidrometer
pada berbagai suhu dan konsentrasi
6
Grafik hubungan antara rapat massa dengan suhu untuk
berbagai konsentrasi
Penjelasan singkat mengenai konduktansi beserta prinsip
3
kerja konduktometer
Hasil pengukuran konduktansi larutan NaCl berbagai
konsentrasi, aquadest, air ledeng pada berbagai suhu
Grafik hubungan antara konduktansi dengan konsentrasi
7
larutan NaCl pada suhu 20oC
Grafik hubungan antara konduktansi dengan konsentrasi
larutan NaCl pada suhu 40oC
Penjelasan mengenai pengaruh konsentrasi dan suhu
4
terhadap konduktansi (fenomena yang terjadi)
Penjelasan perbedaan rapat massa antara aquadest dengan
3
air ledeng
Grafik hubungan suhu dan konduktansi larutan NaCl pada
suhu percobaan
Hasil konsentrasi larutan sampel dan penjelasan mengenai 6
persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung
konsentrasi suatu larutan
5. KESIMPULAN 10
6. SARAN 5
FORMAT LAPORAN
TOTAL 100
56:
MODULUS PATAH DAN KUAT DESAK BAHAN PADAT
(D)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Mengukur modulus patah dan kuat desak komposit beton.
2. Mencari hubungan antara rasio semen:pasir dengan nilai modulus patah beton.
3. Mencari hubungan antara rasio semen:pasir dengan nilai kuat desak beton.
II. DASAR TEORI
Bahan padat penting perannya dalam kehidupan manusia, termasuk dalam industri
kimia. Bahan padat dijumpai sebagai bahan konstruksi, katalis, maupun adsorben dalam
industri kimia. Bahan padat secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu metal,
keramik, dan polimer. Komposit adalah campuran dari dua atau lebih ketiga kategori
bahan padat tersebut. Komposit terdiri dari dua fase, yaitu fase matriks yang mengelilingi
fase terdispersi.

Gambar 1. Skema Struktur Komposit (Callister, 2006)

Komposit memiliki 2 tipe, salah satunya adalah particle reinforced composites


dimana beton termasuk kedalam jenis ini (Callister, 2006). Beton tersusun dari semen
sebagai fase matriks dan pasir atau kerikil sebagai fase terdispersinya. Komposit biasanya
dibuat dengan maksud untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik bahan yang tidak dimiliki
oleh ketiga kategori bahan padat. Beberapa sifat mekanik yang penting dalam bahan
padatan adalah kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan (Callister, 2006).
Kuantifikasi dari sifat mekanik bahan padat dapat dinyatakan dalam beberapa parameter,
diantaranya adalah kuat tarik, kuat desak, modulus patah, dan momen puntir. Pada
percobaan ini akan dipelajari penentuan modulus patah dan kuat desak suatu komposit
beton.
A. Modulus Patah
Modulus patah merupakan tegangan lengkung maksimum yang mampu
ditahan suatu benda agar tidak patah. Percobaan ini menggunakan dua metode,
yaitu “three-point bending strength” dan “four-point bending strength” (ASTM
57:
C1161-13, n.d.).
Pada bahan getas yang memiliki hubungan tegangan-renggangan linier, nilai
modulus patah dapat dihitung menggunakan persamaan (1) (Hibbeler, 2011).
M×c
σb = (1)
Ix

Dengan: σb = Modulus patah padatan (N/cm2), atau dituliskan sebagai kg/cm2


M = Resultan momen pada kiri atau kanan penampang penerima gaya
(N.m) atau dituliskan sebagai kg.cm
c = Jarak tepi benda ke sumbu netral (cm)
Ix = Momen inersia pada penampang penerima gaya, cm4
Penjelasan detail mengenai pengertian masing masing term dibahas bersama
dengan pembahasan three-point bending strength.
Pengujian modulus patah bahan padat dilakukan dengan alat penguji
modulus patah. Rangkaian alat beserta penjelasan bagian-bagiannya adalah
sebagai berikut.

Gambar 2. Rangkaian Alat Penguji Modulus Patah Bahan Padat dengan Metode (a) Three
Point Bending Strength, (b) Four Point Bending Strength

1. Metode Three-Point Bending Strength


Diagram benda bebas pengukuran modulus patah dengan metode three-
point bending strength disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Gaya-gaya yang Bekerja pada Komposit.


Resultan momen di sebelah kiri atau kanan dari titik A pada gambar 3 dapat
58:
dituliskan sebagai berikut:
F L
ΣΓ = . (2)
2 2
F.L
=
4
𝐹.𝐿
𝑀 = (3)
4
Perhitungan inersia pada sistem yang ditinjau memperhatikan bagaimana
bentuk patahan dari sistem yang ditinjau. Pada metode three-point bending
strength, profil patahan dijelaskan melalui Gambar 4 sebagai berikut:

Gambar 4. Penampang Padatan yang Menerima Gaya F, (a) Gambaran Keseluruhan, (b)
Potongan Area yang Terkena Gaya

Ketika benda mengalami beban seperti pada gambar 3, area yang dekat pada
titik pengenaan gaya cenderung mengalami kompresi, dan area yang jauh dari
titik pemberian gaya cenderung mengalami penarikan. Titik dimana gaya
kompresi dan tarikan ini setimbang disebut sumbu netral. Gambar 4(b)
menunjukkan sumbu netral benda berada di pertengahan tebal benda (t) dan
membujur searah dengan lebar benda (w). Besaran A (luas) merujuk pada
penampang yang menerima gaya. Titik patahan adalah melintang pada padatan,
sehingga luas penampang penerima gaya didefinisikan seperti pada gambar 4(a).
Momen inersia terhadap luasan tertentu (second moment of an area),
menurut Beer d.k.k (2009) didefinisikan sebagai:
Ix = ∫ y 2 dA (4)
Detail penampang melintang patahan komposit pada gambar 4(b)
ditunjukkan oleh Gambar 5
59:

Gambar 5. Penjabaran Penampang Melintang untuk Mencari Nilai Momen Inersia


Persamaan (4) dapat dijabarkan sebagai berikut.

Dari Gambar 5, nilai dA didefinisikan sebagai


𝑑𝐴 = 𝑤 𝑑𝑦 (5)
Substitusi persamaan (5) ke (4), lalu integralkan persaman (4) dengan batas
y = -½ t hingga ½ t.
𝑡
𝐼𝑥 = ∫−2𝑡 𝑦 2 𝑤 𝑑𝑦 (6)
2
𝑡
𝑤
𝐼𝑥 = (𝑦 3 )|2 𝑡 (7)
3 −
2

𝑤 𝑡3 𝑡3
𝐼𝑥 = ( − (− 8 )) (8)
3 8
1
𝐼𝑥 = 12 wt 3 (9)

Dari Gambar 5, dapat dijelaskan pula bahwa nilai c, yaitu jarak sumbu netral
ke tepi benda didefinisikan sebagai berikut:
1
𝑐= 𝑡 (10)
2

Substitusi persamaan (3), (9), dan (10) ke (1), menghasilkan:


F.L t
( )( )
4 2
σb = 1
( wt3 )
12

3FL
σb = (11)
2wt2

Persamaan (11) diatas telah sesuai dengan tertera dalam Callister (2006).
Percobaan pada Praktikum Analisis Bahan menggunakan dongkrak hidrolik
untuk menghasilkan gaya. Nilai F dapat ditentukan dari tekanan piston yang
terukur dari pengukur tekanan sebagai berikut:
F = P. Apiston (12)
P.π.𝑑2
F= (13)
4
60:
dengan:
P = Tekanan hidrolik pembacaan, kg/cm2
D = Diameter piston, cm
Apabila persamaan (13) disubstitusikan ke persamaan (11), maka akan
menghasilkan persamaan (14). Persamaan (14) merupakan modifikasi dari
persamaan (11) menurut Callister (2006) agar semua variabel dalam persamaan
(11) bisa terukur dengan baik.
3𝑃𝜋𝑑2 𝐿
𝜎𝑏 = (14)
8𝑤𝑡 2

2. Metode Four-Point Bending Strength


Diagram benda bebas pada pengukuran modulus patah dengan metode four-
point bending strength tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6. Gaya-gaya yang Bekerja pada Padatan.


Resultan momen di sebelah kiri atau kanan dari gaya F/2 pada Gambar 6
dapat dinyatakan sebagai berikut:
F L
ΣΓ = . (14)
4 4
F.L
=
16
F.L
M = (15)
16

Gambar 7. Luas Penampang Padatan yang menerima Gaya F


(a) Gambaran Secara Keseluruhan, (b) Penampang Penerima Gaya
Terlihat dari Gambar 7(a), posisi dan arah penampang penerima gaya adalah
sama dengan Gambar 4(a). Posisi sumbu netral pada metode four point bending
61:
strength juga sama dengan pada metode three point bending strength
ditunjukkan pada gambar 7(b) dan 4(b). Maka, persamaan (9) untuk besaran
inersia, dan nilai c pada persamaan (10) juga berlaku pada metode four point
bending strength.
1
Ix= 12 wt 3 (9)
1
𝑐= 𝑡 (10)
2

Substitusi persamaan (9), (10), dan (15) ke (1) menghasilkan:


F.L t
( )( )
16 2
σb = 2. 1
( wt3 )
12

3FL
σb = (16)
4wt2

Persamaan (16) adalah sesuai dengan yang diberikan oleh ASTM C1161-13
(n.d.).
Gaya F dapat dihitung berdasarkan data tekanan yang terbaca pada piston.
Persamaan yang digunakan adalah sama dengan metode three-point bending
strength, dan dituliskan kembali sebagai berikut.
F = P. Apiston (12)
P.π.𝑑2
F= (13)
4

dengan:
P = Tekanan hidrolik pembacaan, kg/cm2
D = Diameter piston, cm
Apabila persamaan (13) disubstitusikan ke persamaan (16), maka akan
menghasilkan persamaan (17).
3𝑃𝜋𝑑2 𝐿
𝜎𝑏 = (17)
16𝑤𝑡 2

B. Kuat Desak
Kuat desak adalah tegangan desak (σc) maksimum yang mampu ditahan
benda agar tidak mengalami keretakan. Tegangan desak didefinisikan sebagai
nilai gaya desak (F) per satuan luas permukaan penahan benda (A).

Gambar 8. Diagram Benda Bebas pada Plester untuk Percobaan


62:
Pengukuran Kuat Desak
Tegangan desak yang ditimbulkan karena pengaruh gaya F adalah sebagai
berikut
𝐹
𝜎𝑐 = (18)
𝐴

Gaya F dihasilkan oleh tekanan hidrolik dari piston. Luas A adalah luasan
penampang penerima gaya. Gaya penekan dapat dihitung dari tekanan piston
yang terukur. Substitusi persamaan (13) ke (18), menghasilkan persamaan (19)
sebagai berikut.
𝑃𝜋𝑑2
𝜎𝑐 = (19)
4𝐴

dengan,
σc = kuat desak padatan (N/cm2), atau biasa ditulis sebagai kg/cm2
A = luas penampang penerima gaya, cm2
d = diameter piston, cm
P = tekanan hidrolik pembacaan, kg/cm2
Simbol N pada Gambar 8 melambangkan gaya normal yang diberikan
permukaan penahan benda. Jika N tidak ada, benda tidak akan mengalami
pendesakan tetapi justru bergerak ke bawah.
Rangkaian alat percobaan kuat desak dapat dilihat pada Gambar 9.
Keterangan:
1. Rangka alat uji kuat desak
2. Plat penekan atas
3. Sampel/plester padatan
4. Plat penekan bawah
5. Piston
6. Kaca pelindung
7. Dongkrakhidrolik
8. Indikator tekanan
9. Valve pelepas tekanan
10. Tuas pengungkit.

Gambar 9. Rangkaian Alat Percobaan untuk Mengukur Kuat Desak Komposit Beton

Prinsip kerja alat uji percobaan kuat desak adalah memberikan gaya pada
permukaan uji, melalui kompresi dengan piston secara kontinyu hingga sampel
mengelami keretakan. Permukaan atas sampel dipilih yang paling rata agar
terjadi pendistribusian gaya secara merata. (ASTM C109, n.d.).
63:
III. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Sampel A (semen : pasir = 1:3)
2. Sampel B (semen : pasir = 1:5)
3. Sampel C (semen : pasir = 1:7)
4. Sampel D (semen : pasir = 1:9)
5. Sampel E (semen : pasir = 1:10)
6. Sampel F (semen : pasir = 1:12)
7. Sampel G (semen : pasir = 1:14)
8. Sampel H (semen : pasir = 1:16)
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Alat uji modulus patah (Gambar. 5)
2. Alat uji kuat desak (Gambar. 7)
3. Penggaris 30 cm
4. Jangka sorong
5. Kaca pembesar atau lup

Keterangan:
1. Rangkaian alat uji modulus
patah
2. Pisau pematah
3. Mur
4. Sampel/plester padatan
5. Pisau-pisau penumpu
6. Piston
7. Kaca pelindung
8. Dongkrak hidrolik
9. Indikator tekanan
10. Valve pelepas tekanan
11. Tuas pengungkit

Gambar 10. Rangkaian Alat Uji Modulus Patah dengan Metode Three-Point Bending
Strength (a) dan Four-Point Bending Strength (b)
64:
Keterangan:
1. Rangkaian alat uji kuat desak
2. Plat penekan atas
3. Sampel/plester padatan
4. Plat penekan bawah
5. Piston
6. Kaca pelindung
7. Dongkrak hidrolik
8. Indikator tekanan
9. Valve pelepas tekanan
10. Tuas pengungkit

Gambar 11. Rangkaian Alat Uji Kuat Desak

C. Langkah Praktikum
1. Modulus Patah
Metode pengujuan modulus patah mengacu pada ASTM C1161-13,
Standard Test Method for Flexural Strength of Advanced Ceramics at
Ambient Temperature. Cara kerjanya dijelaskan sebagai berikut:
a. Persiapkan alat uji modulus patah dengan memasang tuas pengungkit pada
dongkrak hidrolik, dan memastikan valve pelepas tekanan tertutup rapat.
b. Ukur dimensi sampel A, yakni lebar sampel (w) dan tebal sampel (t)
menggunakan jangka sorong.
c. Ukur jarak kedua ujung pisau penumpu (L) dan diameter piston (d)
menggunakan jangka sorong.
d. Letakkan sampel di atas kedua pisau penumpu pada posisi simetris, posisi
pisau pematah tepat berada diatas sampel.
e. Naikkan posisi sampel dengan cara mengungkit tuas sampai permukaan
atas sampel menyentuh pisau pematah.
f. Amati indikator tekanan dan lanjutkan pengungkitan secara perlahan dan
kontinyu sampai sampel patah.
g. Catat angka tertinggi yang ditunjukkan indikator pada saat sampel tepat
patah.
h. Turunkan posisi pisau penumpu dengan membuka valve pelepas tekanan.
i. Lakukan lagi percobaan untuk sampel A sebanyak 2 kali.
j. Lakukan hal yang sama untuk sampel B,C, dan D (masing-masing 3 kali).
65:
2. Kuat Desak
Metode pengujuan modulus patah mengacu pada ASTM C109: Standard
Method for Compressive Strength of Hydraulic Cement Mortar, dimana cara
kerjanya dijelaskan sebagai berikut:
a. Persiapkan alat uji kuat desak dengan memasang tuas pengungkit pada
dongkrak hidrolik, memastikan valve pelepas tekanan tertutup rapat
memastikan plat penekan atas dan bawah dalam kondisi bersih.
b. Ukur panjang sisi – sisi permukaan sampel E yang akan menerima gaya
menggunakan penggaris. Pilih permukaan penerima gaya dari sampel E
yang paling halus, paling datar dan bentuknya beraturan.
c. Ukur diameter piston (d) menggunakan jangka sorong.
d. Letakkan sampel pada plat penekan bawah.
e. Naikkan posisi sampel dengan cara mengungkit tuas sampai permukaan
atas sampel menyentuh plat penekan atas.
f. Amati indikator tekanan dan lanjutkan pengungkitan secara perlahan dan
kontinyu sampai sampel menunjukan keretakan, amati keretakan dengan
bantuan kaca pembesar.
g. Turunkan posisi plat penekan bawah dengan membuka valve pelepas
tekanan
h. Catat angka tertinggi yang ditunjukkan indikator pada saat sampel tepat
retak.
i. Lakukan lagi percobaan untuk sampel E sebanyak 2 kali.
j. Lakukan hal yang sama untuk sampel F, G, dan H (masing-masing 3 kali).

IV. ANALISIS DATA


1. Asumsi-Asumsi yang Digunakan dalam Percobaan
Asumsi dituliskan minimal 5 poin dan harus diberi penjelasan tentang
pengaruh dari pengambilan asumsi tersebut terhadap data atau hasil percobaan
(asumsi berfungsi untuk mempermudah perhitungan dengan mengabaikan
ketidakidealan).
2. Menghitung Nilai Modulus Patah (σb) Sampel
Metode three-point bending strength:
3. 𝑃. 𝜋. 𝑑 2 . 𝐿
𝜎𝑏 = (14)
8. 𝑤. 𝑡 2
Metode four-point bending strength:
66:
3. 𝑃. 𝜋. 𝑑 2 . 𝐿
𝜎𝑏 = (17)
16. 𝑤. 𝑡 2
(pilih salah satu diantara dua metode sesuai dengan praktikum yang dilakukan)
Dengan, P : Tekanan terbaca oleh alat (tertinggi) (kg/cm2)
d : diameter piston (cm)
L : Jarak antar kedua penumpu (cm)
w :lebar sampel (cm)
t : tebal sampel (cm)

3. Menghitung Nilai Modulus Patah Rata-Rata


𝜎𝑏,𝐴1 + 𝜎𝑏,𝐴2 + 𝜎𝑏,𝐴3
𝜎𝑏,𝐴 =
̅̅̅̅̅ (20)
3

Dengan, σb,A1 : Bending strength untuk sampel A percobaan pertama


σb,A2 : Bending strength untuk sampel A percobaan kedua
σb,A3 : Bending strength untuk sampel A percobaan ketiga
* Ulangi perhitungan untuk sampel B, C, dan D. simbol menjadi σb,B1, σb,C1, σb,D1 dan
seterusnya. Indeks A menunjukkan kode sampel, indeks 1 menunjukkan percobaan ke-1.
Indeks b menunjukkan percobaan ‘bending’
4. Membuat Persamaan Pendekatan Modulus Patah (σb) Rata-Rata sebagai
Fungsi Komposisi P(X) dengan Metode Regresi Linier Least Square.
Σ𝑏 = 𝑓(𝑥) = 𝑚. 𝑥 + 𝑘 (21)
𝑝
𝑥= . 100% (22)
𝑜+𝑝
𝑛Σ𝑥. 𝑦 − Σ𝑥. Σy
𝑚= (23)
𝑛Σ𝑥 2 − (Σ𝑥)2
Σ𝑦 − 𝑚. Σx
𝑘= (24)
𝑛
Dengan,
m dan k : konstanta
o : jumlah semen
p : jumlah pasir
y : modulus patah rata-rata (kg/cm2)
x : presentase jumlah pasir dalam sampel (%)
n : jumlah data
5. Membuat Persamaan Pendekatan Modulus Patah (σb) Rata-Rata sebagai
Fungsi Komposisi P(X) dengan Metode Regresi Eksponensial
67:
𝑦 = 𝑎. 𝑒 𝑏𝑥 (25)
ln 𝑦 = ln 𝑎 + 𝑏𝑥 (26)
𝑌 = 𝐴 + 𝑏𝑥 (27)
𝑛Σ𝑥. 𝑌 − Σ𝑥. ΣY
𝑏= (28)
𝑛Σ𝑥 2 − (Σ𝑥)2
ΣY − 𝑏. Σx
𝐴= (29)
𝑛
Dengan,
a dan b : konstanta
Y : logaritmik natural modulus patah rata-rata (kg/cm2)
A : ln a
x : presentase jumlah pasir dalam sampel (%)
n : jumlah data
6. Menghitung Kesalahan Relatif Modulus Patah (σb) Hasil Persamaan Regresi
Linier dan Eksponensial Terhadap σb Hasil Eksperimen
|𝜎𝑏 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 − 𝜎𝑏 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛|
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓, % = . 100% (30)
𝜎𝑏 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛
Σ𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎, % = (31)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎
7. Menghitung Standard Deviasi (SD) Percobaan Modulus Patah

1
𝑆𝐷 = √ Σ(𝜎𝑏,𝐴𝑖 − ̅̅̅̅̅)
𝜎𝑏,𝐴 2 (32)
𝑛

Dengan, σb,Ai :Bending strength sampel A percobaan ke i (dimana i = 1 s./d. 3)


𝜎𝑏,𝐴 : Bending strength rata rata untuk sampel A
̅̅̅̅̅

8. Menghitung Nilai Kuat Desak (σc) Sampel


𝑃. 𝜋. 𝑑 2
𝜎𝑐 = (19)
4. 𝐴
Dengan, P : Tekanan terbaca pada pengukur tekanan (kg/cm2)
d : Diameter piston (cm)
A : Luar area sampel yang tertekan (cm2)
9. Menghitung Nilai Kuat Desak (σc) Rata-Rata
𝜎𝑐,𝐸1 + 𝜎𝑐,𝐸2 + 𝜎𝑐,𝐸3
𝜎𝑐,𝐸 =
̅̅̅̅̅ (33)
3
Dengan, σc,E1 = kuat desak sampel E percobaan pertama
σc,E2 = kuat desak sampel E percobaan kedua
68:
σc,E3 = kuat desak sampel E percobaan ketiga
* Perhitungan diulangi untuk sampel F, G, dan H. indeks E menunjukkan kode
sampel, dan indeks 1,2,dan 3 menunjukkan percobaan ke-1,2 dan 3. Indeks c
menunjukkan kuat tekan atau ‘compressive’
10. Membuat Persamaan Pendekatan Kuat Desak (σc) Rata-Rata Sebagai Fungsi
Komposisi P(X) Dengan Metode Regresi Linier Least Square
σ𝑐 = 𝑓(𝑥) = 𝑚. 𝑥 + 𝑘 (34)
𝑝
𝑥= . 100% (35)
𝑜+𝑝
𝑛Σ𝑥. 𝑦 − Σ𝑥. Σy
𝑚= (36)
𝑛Σ𝑥 2 − (Σ𝑥)2
Σ𝑦 − 𝑚. Σx
𝑘= (37)
𝑛
Dengan,
m dan k : konstanta
o : jumlah semen
p : jumlah pasir
y : kuat desak rata-rata (kg/cm2)
x : presentase jumlah pasir dalam sampel (%)
n : jumlah data
11. Membuat Persamaan Pendekatan Kuat Desak (σc) Rata-Rata sebagai Fungsi
Komposisi P(X) dengan Metode Regresi Eksponensial
𝑦 = 𝑎. 𝑒 𝑏𝑥 (38)
ln 𝑦 = ln 𝑎 + 𝑏𝑥 (39)
𝑌 = 𝐴 + 𝑏𝑥 (40)
𝑛Σ𝑥. 𝑌 − Σ𝑥. ΣY
𝑏= (41)
𝑛Σ𝑥 2 − (Σ𝑥)2
ΣY − 𝑏. Σx
𝐴= (42)
𝑛
Dengan,
a dan b : konstanta
Y : logaritmik natural kuat desak rata-rata (kg/cm2)
A : ln a
x : presentase jumlah pasir dalam sampel (%)
n : jumlah data
69:
12. Menghitung Kesalahan Relatif Kuat Desak (σc) Hasil Persamaan Regresi
Linier Dan Eksponensial Terhadap σc Hasil Eksperimen
|𝜎𝑐 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 − 𝜎𝑐 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛|
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓, % = . 100% (43)
𝜎𝑐 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛
Σ𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎, % = (44)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎

13. Menghitung Standard Deviasi (SD) Percobaan Kuat Desak

1
𝑆𝐷 = √ Σ(𝜎𝑐,𝐸𝑖 − ̅̅̅̅̅)
𝜎𝑐,𝐸 2 (45)
𝑛

Dengan, σc,Ei : Kuat desak bahan kode E, percobaan ke –i, dengan i = 1, 2, dan 3
𝜎𝑐,𝐸 : Kuat desak bahan E rata rata
̅̅̅̅̅
* Perhitungan diulangi untuk kode sampel F,G, dan H

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Modulus Patah
a. Penjelasan mengenai modulus patah
b. Penjelasan metode percobaan (ringkas)
c. Pembahasan hasil percobaan
d. Pembahasan grafik hubungan antara komposisi pasir dengan nilai modulus patah
rata-rata dengan pendekatan linear dan eksponensial. Bandingkan juga dengan
grafik yang bisa diperoleh dari referensi.
e. Pembahasan terkait penyimpangan dari teori (jika ada)
f. Pembahasan standar deviasi
B. Kuat Desak
a. Penjelasan mengenai kuat desak
b. Penjelasan metode percobaan (ringkas)
c. Pembahasan hasil percobaan
d. Pembahasan grafik hubungan antara komposisi pasir dengan nilai kuat desak rata-
rata dengan pendekatan linear dan eksponensial. Bandingkan juga dengan grafik
yang bisa diperoleh dari referensi.
e. Pembahasan terkait penyimpangan dari teori (jika ada)
f. Pembahasan standar deviasi
70:
Catatan tambahan:
1. Semua hitungan dikerjakan dengan menggunakan excel.
2. Jumlah grafik 4 buah.
3. Background grafik polos (tanpa ada grid)
4. Pada grafik data percobaan (rata-rata tiap sampel) diplotkan dengan titik-titik,
sedangkan data persamaan diplotkan dengan garis saja (tanpa titik) dengan mode
scatter.
5. Pada tiap titik data percobaan diberikan standar deviasi yang ditampilkan dengan
error bars
Jika menggunakan Microsoft Excel: Menu bar, Layout  Error Bars  Custom 
More Error Bars Options...  Error Amount  Custom  Specify value  Keluar
dialog box lalu yang positive dan negative valuen-nya diisinya sama, sesuai
standard deviasi terhitung.
Contohnya di bawah ini :
 Data percobaan diplotkan dengan titik biru.
 Data persamaan diplotkan garis merah tanpa ada titik.
 Error Bars (standar devasi) ditunjukkan garis hitam yang membujur di titik biru
(data percobaan).
 Sumbu y dan x pada grafik diberi keterangan dan satuan.
 Warna titik ataupun garis (data percobaan dan persamaan) terserah yang penting
beda warna.
Berikut adalah contoh grafik yang sesuai dengan format diatas :
71:
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan merupakan jawaban atas tujuan praktikum yang dilakukan (tidak perlu
menulis ulang tujuan, dasar teori, atau cara kerja).

VII. DAFTAR PUSTAKA


ASTM International, n.d., ASTM C109: Standard Method for Compressive Strength of
Hydraulic Cement Mortar.
ASTM International, n.d., ASTM C1161-13: Standard Test Method for Flexural
Strength of Advanced Ceramics at Ambient Temperature.
Beer,F.P., 2009, Vector Mechanics for Engineer: Static and Dynamics, 9th ed. 474-475,
Mc. Graw Hill Higher Education, New York.
Callister, W.D., 2006., Material Science and Engineering, An Introduction, 7th ed. John
Wiley and Sons : New York.
Hibbeler,R.C., 2011, Mechanics of Materials 8th ed. , Pearson Prentice Hall, USA 287

VIII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Jelaskan jenis hazard proses dan bahan yang digunakan serta lengkapi juga dengan
cara penanganannya.
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
Alat perlindungan diri yang harus dipakai dalam percobaan ini dan dijelaskan
kegunaan dan penggunaannya.
C. Manajemen Limbah
Limbah-limbah yang dihasilkan dari praktikum ini dijabarkan masing-masing
penanganannya. Limbah praktikum ini meliputi limbah produk utama ataupun hasil
samping dan bahan yang bersisa.
D. Data Percobaan
E. Perhitungan
72:
LAPORAN SEMENTARA
MODULUS PATAH DAN KUAT DESAK BAHAN PADAT
(D)

Nama Praktikan : 1. NIM: 1.


2. 2.
3. 3.
Hari/Tanggal Praktikum :
Asisten : Bagus Adjie P / Norris L Limantara

Data Percobaan :
1. Percobaan Modulus Patah
Diamater silinder piston (d) = cm
Jarak ujung-ujung pisau penumpu (L) = cm
Umur sampel = hari
Metode = three / four - point bending strength
No. Sampel w, cm t, cm P, kg/cm2
1
2 A
3
4
5 B
6
7
8 C
9
10
11 D
12
73:
2. Percobaan Kuat Desak
Diamater silinder piston (d) = cm
Umur sampel = hari

No Sampel w, cm l, cm A, cm2 P, kg/cm2


1
2 E
3
4
5 F
6
7
8 G
9
10
11 H
12

Yogyakarta, 2020
Asisten jaga, Praktikan,

1.

2.

3.
74:
POIN-POIN PENILAIAN
NAMA :
NIM :
No. Penilaian Nilai Max
1 TUJUAN 5
2 CARA KERJA 10
3 ANALISIS DATA 30
4 PEMBAHASAN 40
Pengantar (penjelasan umum mengenai percobaan Kode D) 1
a. Modulus Patah
Penjelasan mengenai modulus patah 3
Penjelasan metode percobaan (ringkas) 3
Pembahasan hasil percobaan 3
Pembahasan hubungan antara komposisi pasir dengan 3
nilai modulus patah rata-rata dengan pendekatan linear
dan eksponensial
Pembahasan terkait penyimpangan dari teori (jika ada) 3
Pembahasan standar deviasi 3
b. Kuat Desak
Penjelasan mengenai kuat desak 3
Penjelasan metode percobaan (ringkas) 3
Pembahasan hasil percobaan 3
Pembahasan hubungan antara komposisi pasir dengan 3
nilai kuat desak rata-rata dengan pendekatan linear dan
eksponensial
Pembahasan terkait penyimpangan dariteori (jika ada) 3
Pembahasan standar deviasi 3
Peranan dalam industri/kehidupan sehari-hari 3
5 KESIMPULAN 10
6 SARAN 5
FORMAT LAPORAN
TOTAL 100
75:
PENGUKURAN TEGANGAN MUKA DAN VISKOSITAS ZAT CAIR
(E)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan Pengukuran Tegangan Muka dan Viskositas Zat Cair adalah:
1. Memahami pengertian dasar tegangan muka dan viskositas.
2. Menentukan tegangan muka zat cair menggunakan Kenaikan Pipa Kapiler.
3. Mengetahui pengaruh jenis larutan dan konsentrasi larutan terhadap nilai tegangan
muka zat cair.
4. Menentukan viskositas dengan viskosimeter Ostwald
5. Mengetahui pengaruh suhu terhadap viskositas zat cair.

II. DASAR TEORI


Tegangan permukaan merupakan suatu sifat istimewa yang dialami suatu zat dalam
fasa cair. Pada bagian dalam zat cair, semua molekul cairan dikelilingi oleh molekul-
molekul cairan yang lain dengan daya tarik intermolekuler pada berbagai arah dan gaya
tersebut saling menghilangkan. Akan tetapi kondisi berbeda terjadi pada permukaan
cairan karena ada bagian molekul yang tidak dikelilingi molekul-molekul lainnya. Akibat
dari kondisi tersebut, resultan gaya-gaya tarik molekul di sekitarnya terhadap suatu
molekul pada permukaan cairan, misal molekul A tidak seimbang (tidak saling
menghilangkan).

A. Molekul pada
Permukaan Zat Cair

B. Molekul pada Bagian


Dalam Zat Cair

Gambar 1. Ilustrasi Gaya Intermolekuler pada Zat Cair


Kondisi ini mengakibatkan adanya gaya resultan yang mengarah ke dalam cairan
dan menimbulkan sifat kecenderungan molekul A tertarik ke dalam cairan. Hal ini terlihat
76:
seolah molekul-molekul yang ada di permukaan tidak suka berada di dekat permukaan
zat cair. Secara makroskopis, fenomena ini terlihat sebagai gejala dimana permukaan
cairan akan semakin mengecil (kecenderungan untuk memperkecil luas permukaan).
Gaya yang digunakan untuk memperkecil luas permukaan, untuk tiap satuan lebar
permukaan disebut tegangan muka (surface tension, γ). Satuan yang dipakai dalam
perhitungan tegangan muka adalah dyne/cm atau N/m. Untuk air, tegangan mukanya
lebih kurang sebesar 72,6 dyne/cm pada 20°C, sedangkan bahan-bahan organik cair
besarnya antara 20 – 30 dyne/cm. Terdapat beberapa metode untuk penentuan tegangan
muka, antara lain:
1. Tekanan Maksimum Gelembung
2. Kenaikan Pipa Kapiler
3. Tetes
4. Cincin
Dalam pembahasan di bawah ini hanya akan dibahas cara yang pertama.
A. Metode Kenaikan Pipa Kapiler
Jika sebuah pipa kapiler ujungnya dicelupkan dalam zat cair yang membasahi
dinding (meniskus cekung), maka zat cair akan naik setinggi h. Pada saat
setimbang, gaya ke atas akan sama dengan gaya ke bawah, sedang untuk gaya ke
samping saling meniadakan. Pada Gambar 5 terlihat, kenaikan cairan dalam pipa
kapiler akan berhenti setelah cairan mencapai h karena gaya F1yang diakibatkan
oleh adanya tegangan muka akan diimbangi oleh gaya F2. Gaya F2 ini disebabkan
oleh berat cairan atau gaya berat zat cair yang naik.

PA
A PB

Gambar 2. Neraca Gaya di Permukaan Cairan Dalam Pipa Kapiler

Sesuai dengan hukum utama hidrostatika:


PA=PB (1)
77:
Pud = Pud + ρgh – (gaya akibat tegangan muka)/(luas penampang pipa) (2)
0 = ρgh – (tegangan muka)(keliling pipa)(cos θ)/(luas tampang pipa) (3)
𝛾(2𝜋𝑟)(𝑐𝑜𝑠𝑐𝑜𝑠 𝜃)
0 = ρgh – (4)
𝜋𝑟 2
2𝛾
h = 𝜌 𝑔 𝑟 𝑐𝑜𝑠 𝑐𝑜𝑠 𝜃 (5)
𝜌𝑔ℎ𝑟
γ = 2𝑐𝑜𝑠𝑐𝑜𝑠 𝜃 (6)

Nilai θ tergantung pada jenis cairan. Bila cairan yang digunakan adalah air
sehingga membasahi dinding kapiler dengan sempurna, maka θ dianggap 0
sehingga cos θ = 1. Persamaan diatas menjadi:
𝜌𝑔ℎ𝑟
γ= (7)
2

Keterangan :
Gelas beker
Penggaris
Pipa kapiler

Gambar 3. Keadaan Permukaan Zat Cair pada Percobaan dengan


MetodeKenaikan Pipa Kapiler

B. Viskositas Zat Cair


Viskositas suatu fluida merupakan besaran resistansi terhadap laju
perubahan geraknya.Pendekatan teori melalui interaksi-interaksi molekuler dapat
digunakan dalam memprediksi nilai viskositas dari suatu fluida. Viskositas cairan
akan berkurang dengan naiknya temperatur, dimana pengekangan dari gaya-gaya
intermolekulernya berkurang, yang menyebabkan gerakan molekulnya menjadi
lebih lincah. Hubungan Viskositas Newton hanya valid untuk aliran paralel dan
laminer. Stokes memperluas konsep viskositas menjadi aliran laminer tiga dimensi.
Persamaan Viskositas Stokes dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara
tegangan geser dan laju peregangan :
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟
𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = (8)
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
𝜏
𝜇 = 𝑑𝑣/𝑑𝑦 (9)
78:
dimana tegangan geser dan laju peregangan merupakan elemen tiga dimensi (Welty
J.R. et al, 2007). Dalam sistem SI, viskositas dinamik dinyatakan dalam Pa.s atau
poise.
Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui
tabung berbentuk silinder, sedangkan alat standar yang biasa digunakan adalah
Viskosimeter Ostwald yang bekerja berdasarkan Hukum Poiseuille. Prinsip dari
Viskosimeter Ostwald dapat dilihat pada gambar berikut:

Keterangan:
1. Arah aliran penghisap
2. Arah aliran fluida
3. Batas atas
4. Batas bawah

Gambar 4. Prinsip kerja Viskosimeter Ostwald

Untuk aliran zat cair yang laminer dalam suatu tabung, Poiseuille menemukan
bahwa volume (V) yang dialirkan keluar pipa per satuan waktu (t) untuk jari-jari (r)
dan panjang pipa (l) dengan beda tekanan (P) adalah : (Sutera and Skalak, 1993)
𝜋 𝐷4 𝑃
𝑄= (10)
128 𝜇 𝑙

𝑉 𝜋 𝑃 𝑟4
= (11)
𝑡 8𝜇𝑙

𝜋 𝜌0 𝑔 ℎ 𝑟0 4 𝑡0 𝜋 𝜌 𝑔 ℎ 𝑟4 𝑡
𝑉= = (12)
8 𝜇0 𝑙 8𝜇𝑙

Pengukuran viskositas yang tepat dengan persamaan diatas sukar dicapai. Hal
ini disebabkan nilai r dan l sukar ditentukan secara tepat. Untuk menghindari hal ini
dalam praktiknya digunakan suatu cairan pembanding.
Dengan Viskosimeter Ostwald, dapat diukur waktu untuk cairan sampel dan
cairan pembanding yang mengalir melalui pipa kapiler yang sama. Tekanan
(P)berubah-ubah tetapi selalu berbanding langsung dengan rapat massa zat
pembanding (ρ0) dan rapat massa zat sampel (ρ) sehingga :
𝜇 𝜌 𝑟4 𝑡
𝜇𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = 𝜇 = 𝜌 4 (13)
0 0 𝑟0 𝑡0

dengan:
ρ : rapat massa zat sampel, g/cm3
ρ0 : rapat massa zat pembanding, g/cm3
79:
r : jari-jari kapiler viskosimeter untuk zat sampel, cm
r0 : jari-jari kapiler viskosimeter untuk zat pembanding, cm
t : waktu alir zat sampel, s
t0 : waktu alir zat pembanding, s

Viskositas cairan meningkat dengan semakin besarnya tekanan, namun


semakin menurun secara eksponensial seiring dengan semakin tingginya
temperatur.
𝐴
𝜇 = 𝐵𝑒 𝑇 (14)
Dalam bentuk logaritmiknya:
𝐴
𝜇 =𝑙𝑛 𝑙𝑛 𝐵 + (15)
𝑇

III. PELAKSANAAN PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Aquadest
2. Larutan NaCl 10%, 15%, dan 20%
3. Larutan K2SO4 10%, 15%, dan 20%.
4. Minyak goreng
5. Minyak pelumas

B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan oleh gambar
rangkaian alat berikut:

Keterangan :
1. Gelas beker 250 mL
2. Pipa kapiler
3. Penggaris
4. Larutan sampel
5. Termometer alkohol 110°C

Gambar 5. Rangkaian Alat Metode Kenaikan Pipa Kapiler


80:
Keterangan :
1. Steker
2. Tombol on/off
3. Monitor suhu
4. Termometer + sumbat
5. Viskosimeter Ostwald 0,6mm
berisi aquadest
6. Viskosimeter Ostwald 1 mm
berisi minyak
7. Penjepit kayu
8. Bola penghisap
9. Aquadest
10. Hidrometer
11. Gelas ukur 250 mL
12. Minyak Goreng

Gambar 6. Rangkaian Alat Pengukuran Viskositas Zat Cair

C. Cara Percobaan
1. Tegangan Muka Zat Cair
i) Pembuatan Larutan NaCl 10%, 15%, dan 20%
a. Timbang garam NaCl seberat 10 gram, 15 gram, 20 gram diatas gelas arloji
menggunakan neraca analitis digital.
b. Larutkan NaCl pada 50 mL aquadest dalam gelas beker. Masukkan ke
dalam labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan aquadest hingga tanda
batas. Gojog labu ukur hingga larutan homogen.
c. Tuangkan larutan NaCl yang sudah dibuat ke dalam gelas beker.
ii) Metode Kenaikan Pipa Kapiler
a. Ukur diameter dalam dari tiga buah pipa kapiler dengan penggaris.
b. Isi gelas beker dengan aquadest.
c. Masukkan pipa kapiler dan penggaris ke dalam gelas beker.
d. Tarik pipa kapiler ke atas, sampai tinggi cairan dalam pipa kapiler konstan.
e. Ukur tinggi kenaikan aquadest dalam pipa kapiler terhadap permukaan
cairan aquadest di dalam gelas beker (meniskus cekung cairan).
f. Ulangi percobaan sehingga didapatkan tiga data.
g. Ulangi percobaan dengan dua pipa yang lain.
h. Lakukan percobaan yang sama dengan larutan NaCl 10%, 15%, 20% dan
larutan K2SO4 10%, 15%, 20%.
i. Kembalikan larutan K2SO4 ke botol penyimpanan serta bersihkan alat-alat.
81:
2. Viskositas Zat Cair
a. Hidupkan waterbath dan atur knop suhu pada suhu 30 oC.
b. Isi minyak ke dalam Viskosimeter Ostwald berdiameter 1.0 mm dan aquadest
ke dalam Viskosimeter Ostwald berdiameter 0.6 mm.
c. Letakkan Viskosimeter Ostwald (dengan bantuan penjepit kayu), dan
termometer alkohol ke dalam waterbath. Tunggu 15 menit agar suhu fluida
mendekati atau sama dengan suhu waterbath.
d. Setelah suhu 30 ºC tercapai, zat cair dinaikkan lebih tinggi dari tanda paling
atas pada Viskosimeter Ostwald dengan bola penghisap.
e. Lepaskan bola penghisap pada ujung Viskosimeter Ostwald dan hidupkan
stopwatch saat zat cair tersebut melewati tanda paling atas. Stopwatch
kemudian dimatikan saat zat cair tersebut melewati tanda paling bawah. Catat
waktu yang diperlukan oleh zat cair tersebut, catat pula suhu pada termometer
alkohol sebagai suhu waterbath.
f. Ulangi langkah pada poin e sebanyak tiga kali, masing-masing untuk minyak
dan aquadest.
g. Naikkan suhu waterbath menjadi 40 oC (kira-kira lima menit). Tunggu lima
menit agar suhu fluida sama dengan suhu waterbath.
h. Ulangi langkah pada poin d,e, dan f.
i. Ulangi percobaan untuk suhu 50, 60, dan 70 oC.
j. Isi gelas ukur 250 mL dengan minyak dan masukkan hidrometer ke dalamnya.
k. Catat rapat massa yang terbaca pada skala hidrometer serta ukur suhu minyak
menggunakan termometer alkohol.
l. Matikan waterbath setelah semua percobaan selesai dan kembalikan minyak
ke botol penyimpannya serta bersihkan alat-alat.
3. Penimbangan
a. Bersihkan kemudian timbang piknometer kosong 25 mL beserta tutupnya
dengan neraca analitis digital dan catat hasilnya.
b. Timbang piknometer 25 mL yang berisi aquadest sampai penuh dengan neraca
analitis digital dan catat hasilnya.
c. Keluarkan aquadest dari piknometer dan keringkan piknometer.
d. Ulangi percobaan dengan larutan NaCl 10%,15%,20%, larutan K2SO4 10%,
15%,20%.
82:
D. Analisis Data
1. Asumsi
Menuliskan asumsi-asumsi percobaan yang berhubungan dengan perhitungan
disertai dengan alasan pengambilan asumsi tersebut.
2. Menentukan Rapat Massa Zat Cair
Massa cairan = (massa piknometer+tutup+cairan) – (massa piknometer
kosong+tutup) (16)

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑎𝐶𝑙


𝜌𝑁𝑎𝐶𝑙 = × 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (17)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐾2 𝑆𝑂4


𝜌𝐾2 𝑆𝑂4 = × 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (18)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

Rapat massa aquadest diperoleh dari referensi (pada suhu percobaan).


dengan,
ρNacl : rapat massa cairan NaCl, g/mL
ρaquadest : rapat massa aquadest, g/mL
ρK2SO4 : rapat massa larutan K2SO4, g/mL (rapat massa larutan K2SO4 10%
dan 15% masing-masing perlu dicari)
Sedangkan untuk rapat massa minyak dapat didekati dengan persamaan
berikut:
𝜌𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 = 𝜌𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 − 6,514 × 10−4 (𝑇 − 𝑇𝑜) (19)

dengan,
ρminyak : rapat massa minyak pada berbagai suhu percobaan (g/mL)
ρminyak mula-mula : rapat massa minyak yang diukur pada suhu ruang dengan
hidrometer (g/mL)
T : Suhu percobaan di thermometer alcohol (ºC)
To : Suhu minyak mula-mula (ºC)
3. Menentukan Tegangan Muka Zat Cair
a. Metode Kenaikan Pipa Kapiler
Pertama, tentukan rata-rata hasil pengukuran ketinggian cairan di dalam
pipa kapiler dengan menggunakan persamaan (20). Selanjutnya, hitunglah
jari-jari masing-masing pipa kapiler dengan persamaan (21). Kemudian,
tentukan tegangan muka zat cair pada masing-masing diameter pipa kapiler,
dengan persamaan (22). Terakhir, tentukan tegangan muka rata-rata zat cair
83:
tersebut dengan persamaan (23).
∑ℎ
ℎ= (20)
𝑛
𝐷
𝑟= (21)
2
1
𝛾 = 2 . 𝑔. 𝜌. 𝑟. ℎ (22)
1
𝛾𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 (𝛾) = 2 . 𝑔. 𝜌. 𝑟. ℎ (23)

dengan, h : tinggi cairan dalam pipa kapiler, cm

ℎ: tinggi cairan rata –rata dalam pipa kapiler, cm


D: diameter pipa kapiler, cm
g : percepatan gravitasi bumi, 981 cm/s2
r: jari - jari pipa kapiler, cm
ρ : rapat massa zat cair, g/mL
n : jumlah data percobaan
𝛾 : Tegangan muka zat cair , gr/cm2
𝛾 : Tegangan muka zat cair, gr/cm2

Sajikan rangkaian perhitungan tersebut menjadi tabel sebagai berikut.


0
Aquadest, T = C
No.
1. 2. 3. 𝛾

Pipa 1 r = cm
Pipa 2 r = cm
Pipa 3 r = cm
Rata-Rata

Lakukan perhitungan yang sama untuk larutan NaCl. Sebelum menyajikan


tabel, berikan contoh perhitungan untuk salah satu bagian.

b. Perhitungan Kesalahan Relatif Pengukuran Tegangan Muka


Perhitungan kesalahan relatif pengukuran tegangan muka dilakukan
setiap selesai melakukan perhitungan tegangan muka dengan menggunakan
suatu metode. Perhitungan kesalahan relatif tidak dilakukan di akhir, setelah
perhitungan dengan kedua metode.
Tegangan muka aquadest referensi diketahui dengan metode interpolasi
berdasarkan data yang didapatkan dari literatur, dengan persamaan (24)
𝑇−𝑇1 𝛾−𝛾1
=𝛾 (24)
𝑇2 −𝑇1 2 −𝛾1
84:
dengan, T : suhu (ᵒC)
γ: tegangan muka (dyne/cm)
Kesalahan relatif pengukuran tegangan muka aquadest, larutan NaCl
15%, larutan K2SO4 10%, larutan K2SO4 15% dengan persamaan berikut:
𝛾 𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖 − 𝛾 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
Kesalahan relatif = | | × 100% (25)
𝛾 𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖

4. Viskositas Zat Cair


Pertama, jari-jari viskosimeter Ostwald yang digunakan untuk aquadest dan
minyak ditentukan jari-jarinya dengan menggunakan persamaan berikut.

𝐷 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑂𝑠𝑡𝑤𝑎𝑙𝑑
𝑟= (26)
2

dengan,
r: jari-jari Viskosimeter Ostwald (cm)
D: diameter Viskosimeter Ostwald (cm)
Massa jenis aquadest pada berbagai suhu dapat diketahui dengan data yang
berasal dari referensi. Selanjutnya, waktu rata-rata percobaan untuk masing-masing
minyak dan aquadest dihitung dengan persamaan (27). Terakhir, viskositas relatif
ditentukan dengan persamaan (28).
1
𝑡 = 3 𝑥 (𝑡1 + 𝑡2 + 𝑡3) (27)
𝜇 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝜌 𝑟4𝑡
𝜇 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = =𝜌 4 (28)
𝜇 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 0 𝑟0 𝑡0

dengan,
μ : viskositas (cp)
ρo : rapat massa aquadest (g/mL)
ρ : rapat massa minyak (g/mL)
ro : jari – jari Viskosimeter Ostwald untuk aquadest (cm)
r : jari – jari Viskosimeter Ostwald untuk minyak (cm)

: waktu alir rata –rata aquadest (detik)


: waktu alir rata – rata minyak (detik)
Data-data yang diperoleh dari hasil percobaan dan data yang diperoleh dari
perhitungan, disajikan dalam tabel berikut dengan menyertakan contoh perhitungan
pada bagian sebelumnya.
85:
Suhut Minyak (s) t Aquadest (s)
No. 𝑡𝑜 μ relatif
Waterbath
1 2 1 2 3 1 21 2 3
1.
2.
3.
4.
5.

Setelah mendapatkan viskositas relatif, maka viskositas dinamik dapat


ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.
𝜇 𝑑𝑖𝑛𝑎𝑚𝑖𝑘 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 = 𝜇𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 × 𝜇𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 (𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡) (29)
Viskositas standar dapat ditentukan dengan melakukan pembacaan pada
Nomograph. Nomograph dapat diperoleh dari Perry’s Chemical Engineer’s
Handbook, pada bagian Transport Properties 2-323 untuk Edisi 7.

No 𝜇 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝜇 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝜇 𝐷𝑖𝑛𝑎𝑚𝑖𝑘 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘


1.
2.
3.
86:

Gambar 7. Nomograph untuk Menetukan Viskositas Zat Cair pada 1 atm

Berikut adalah langkah-langkah dalam menggunakan Nomograph,


1. Menentukan koordinat (X,Y) dari zat yang akan diukur viskositasnya.
2. Tandai titik tepat pada perpotongan X dan Y dari zat cair.
3. Nilai viskositas pada setiap suhu dalam percobaan dicari dengan menarik
garis lurus dari suhu percobaan, memotong titik dan berakhir pada nilai
viskositas.
4. Data pada indikator viskositas merupakan nilai viskositas zat cair pada suhu
percobaan.
Untuk aquadest gunakan koordinat X = 10 dan Y = 13.
87:
Setelah diperoleh viskositas dinamik suatu zat cair, maka hubungannya
dengan suhu dapat ditentukan melalui pendekatan eksponensial. Persamaan
eksponensial dilinearkan terlebih dahulu.
𝐴
𝜇 = 𝐵 𝑒𝑇 (30)

A
ln   ln B  (31)
T
y = b + ax (32)

dengan,
y = ln μ
b = ln B
a=A
1
x=𝑇
𝑛 ∑(𝑥𝑦)−∑ 𝑥 ∑ 𝑦
a= (33)
𝑛(∑ 𝑥 2 )−(∑ 𝑥)2
∑ 𝑦−𝑎 ∑ 𝑥
b= (34)
𝑛

Untuk mempermudah perhitungan, maka data dapat diubah menjadi tabel


sebagai berikut.

No T Xy

1
2
3
4
5

Dengan bantuan informasi tabel diatas, maka nilai A dan B dapat ditentukan.
𝐴
𝜇 = 𝐵 𝑒𝑇 (35)

dengan,
A=a
b
B=e

Kemudian, kesalahan relatif dapat ditentukan dengan menggunakan


persamaan berikut.
88:
𝜇𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛−𝜇𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛
Kesalahan relatif persamaan = | | × 100% (36)
𝜇𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛

Lalu dihitung kesalahan relatif rata-rata menggunakan persamaan berikut.


∑ 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
Kesalahan relatif rata – rata = (37)
𝑛

Berikut adalah contoh tabel untuk penyajian kesalahan relatif persamaan.


No T, K Kesalahan Relatif, %
1
2
3
4
5
Rata-rata

5. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bagian hasil dan pembahasan poin-poin yang akan dipaparkan adalah sebagai
berikut.
1. Tegangan Muka Zat Cair (20)
a. Definisi tegangan muka (3)
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi tegangan muka * (3)
c. Macam – macam metode pengukuran tegangan muka (3)
1) Metode Kenaikan Pipa Kapiler
a) Prinsip kerja metode kenaikan pipa kapiler (2)
b) Kelebihan dan kekurangan metode kenaikan pipa kapiler* (2)
c) Data hasil perhitungan, grafik, dan penjelasan yang
dihubungkan dengan teori yang ada (4)
d) Penyebab adanya kesalahan relatif ataupun penyimpangan hasil
terhadap teori (3)
2. Viskositas Zat Cair (20)
a. Definisi viskositas (4)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas* (3)
c. Prinsip kerja viskosimeter Ostwald (4)
d. Data hasil perhitungan beserta grafik dan penjelasan yang dihubungkan
dengan teori yang ada (5)
89:
e. Penyebab adanya kesalahan relatif ataupun penyimpangan hasil terhadap
teori (4)
*disajikan dalam bentuk poin-poin
Pembahasan harus urut sesuai dengan poin-poin pembahasan

Gambar 8. Grafik Hubungan 𝜇 (Viskositas) dengan T

Gambar 9. Grafik Hubungan Tegangan Muka dengan Konsentrasi Larutan NaCl


90:

Gambar 10. Grafik Hubungan Tegangan Muka dengan Konsentrasi Larutan K2SO4

6. KESIMPULAN
Pada bagian kesimpulan, poin-poin yang dijabarkan adalah sebagai berikut.
1. Definisi tegangan muka dan viskositas zat cair.
2. Hasil percobaan pengukuran tegangan muka dengan Kenaikan Pipa Kapiler dan
kesalahan relatif yang diperoleh.
3. Pengaruh jenis larutan terhadap nilai tegangan muka zat cair.
4. Pengaruh konsentrasi terhadap nilai tegangan muka zat cair.
5. Hasil percobaan pengukuran viskositas zat cair dan persamaan hubungan viskositas
dengan suhu beserta kesalahan relatif persamaan tersebut.
6. Pengaruh suhu terhadap viskositas zat cair.

7. SARAN
Saran yang dipaparkan pada bagian ini dalam bentuk poin-poin dan bertujuan
memberi masukan atas proses praktikum Pengukuran Tegangan Muka dan Viskositas Zat
Cair agar lebih baik untuk ke depannya.

8. DAFTAR PUSTAKA.
Bird, R.B., Stewart W.E., and Lightfoot E.N., 2001, ”Transport Phenomena”, 2nd ed.,
pp.50-52., John Wiley & Sons, Inc., New York
Sutera, S.P and Skalak, R, 1993, “The History Of Poiseuille’s Law”, Annual Review of
Fluid Mechanics Vol. 25: 1-20, Annual Reviews Inc.
Welty, J.R., Wicks, C.E., Wilson, R.E., and Rorrer G., 2007., “Fundamentals of
Momentum, Heat, and Mass Transfer”, 5th ed., pp.86-88, John Wiley & Sons, Inc.,
91:
New York
Wiratni, Diktat Materi Kuliah Fisika 2, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada
Membrane materials. (2006). Membrane Science and Technology, 40–
104. doi:10.1016/s0927-5193(05)80003-8

9. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Paparkan bahaya dari bahan yang digunakan dan juga bahaya yang dapat
timbul dari penggunaan alat dan juga unsafe act. Lengkapi juga dengan cara
mengatasinya.
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
Paparkan alat perlindungan diri yang perlu digunakan saat praktikum beserta
alasan.
C. Manajemen Limbah
Bahas setiap limbah yang dihasilkan dari praktikum ini, dan jelaskan
penanganannya.
D. Data Percobaan
E. Perhitungan
(Grafik hasil perhitungan diletakkan di pembahasan, sedangkan nomograph
diletakkan di perhitungan)
92:
LAPORAN SEMENTARA

PENGUKURAN TEGANGAN MUKA DAN


VISKOSITAS ZAT CAIR
(E)

Nama Praktikan : 1. NIM : 1.


2. 2.
3. 3.
Hari/Tanggal :
Asisten : Arkan Fadhillah Dewantoro / Berta Juliantina

DATA PERCOBAAN
A. Pengukuran Tegangan Muka
1. Metode Kenaikan Kapiler
o
Aquadest, T= C
No.
Pipa 1,d= cm Pipa 2,d= cm Pipa 3,d= cm
1.
2.
3.

o
massa NaCl 10% , T= C
No.
Pipa 1,d= cm Pipa 2,d= cm Pipa 3,d= cm
1.
2.
3.

o
massa NaCl 15% , T= C
No.
Pipa 1,d= cm Pipa 2,d= cm Pipa 3,d= cm
1.
2.
3.
93:
o
massa NaCl 20%, T= C
No.
Pipa 1,d= cm Pipa 2,d= cm Pipa 3,d= cm
1.
2.
3.

o
K2SO4 10%, T= C
No.
Pipa 1,d= cm Pipa 2,d= cm Pipa 3,d= cm
1.
2.
3.

o
K2SO4 15 %, T= C
No.
Pipa 1,d= cm Pipa 2,d= cm Pipa 3,d= cm
1.
2.
3.

o
K2SO4 20 %, T= C
No.
Pipa 1,d= cm Pipa 2,d= cm Pipa 3,d= cm
1.
2.
3.
2. Penimbangan
No Objek yang ditimbang Massa,gram
1. Piknometer kosong
2. Piknometer + Aquadest
3. Piknometer + Larutan NaCl 10%
4. Piknometer + Larutan NaCl 15%
5. Piknometer + Larutan NaCl 20%
6. Piknometer + Larutan K2SO4 10%
7. Piknometer + Larutan K2SO4 15%
8. Piknometer + Larutan K2SO4 20%

B. Pengukuran Viskositas Zat Cair


Sampel = Minyak Goreng / Minyak Pelumas
o
Suhu minyak mula-mula = C
94:
Densitas minyak mula-mula = g/mL

t aquadest, (s) t minyak, (s)


No TWaterbath, (oC)
1 2 3 1 2 3
1
2
3
4
5

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.
95:
POIN-POIN PENILAIAN
NAMA :
NIM :
No Penilaian Nilai Max
1 TUJUAN 5
2 CARA KERJA 10
3 ANALISIS DATA 30
4 PEMBAHASAN 40
Tegangan Muka Zat Cair 20
a. Definisi tegangan muka 3
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan muka 3
c. Macam-macam metode pengukuran tegangan muka 3
d. Metode Kenaikan Pipa Kapiler
Prinsip kerja metode kenaikan pipa kapiler 2
Kelebihan dan kekurangan metode kenaikan pipa kapiler 2
Data hasil perhitungan dan penjelasan yang dihubungkan 4
dengan teori yang ada
Penyebab adanya kesalahan relatif ataupun penyimpangan hasil 3
terhadap teori
Viskositas Zat Cair 20
a. Definisi viskositas 4
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas 3
c. Prinsip kerja viskositas Ostwald 4
d. Data hasil perhitungan beserta grafik dan penjelasan yang 5
dihubungkan dengan teori yang ada
e. Penyebab adanya kesalahan relatif ataupun penyimpangan hasil 4
terhadap teori
5 KESIMPULAN 10
6 SARAN 5
FORMAT LAPORAN
TOTAL 100
96:
ANALISIS VOLUMETRI
(F)

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Menentukan konsentrasi larutan standar NaOH dengan titrasi asidimetri-alkalimetri.


2. Menentukan konsentrasi larutan vitamin C dengan titrasi iodimetri.

II. DASAR TEORI

Analisis volumetri adalah analisis kimia kuantitatif dengan mengukur volume larutan
standar yang dapat bereaksi dengan suatu senyawa dalam larutan yang akan ditentukan
konsentrasinya. Analisis dilakukan dengan cara titrasi, yaitu menambahkan larutan standar
tetes demi tetes melalui buret ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya. Titrasi dihentikan saat reaksi sempurna tercapai, yang disebut
juga titik ekivalen. Meskipun tercapainya titik ekivalen kemungkinan dapat diketahui
dengan adanya perubahan pada larutan yang dititrasi (misalnya timbul endapan, atau
terbentuk senyawa kompleks), namun untuk memperjelas, kadang diperlukan indikator
yang sesuai yang memberikan perubahan (warna) yang jelas, sehingga akhir titrasi dapat
diketahui (titik akhir titrasi). Titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik ekivalen.
Larutan standar adalah larutan suatu zat yang konsentrasinya atau normalitasnya
sudah diketahui dengan pasti. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam beberapa besaran,
antara lain molaritas, normalitas, dan molalitas. Molaritas menyatakan jumlah mol zat
terlarut dalam setiap liter larutan, normalitas menyatakan banyaknya mol ekivalen (grek)
zat terlarut dalam setiap liter larutan. Sedangkan molalitas menyatakan jumlah mol yang
terlarut dalam 1000 gr terlarut. Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol
ion H+. Dan untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-. Sehingga,
dapat dituliskan persamaan yang menghubungkan normalitas dengan molaritas sebagai
berikut.

N = M x valensi (1)

dengan, N = Normalitas larutan


M = Molaritas larutan
Valensi = Valensi dari zat
terlarut
Larutan dari bahan yang mempunyai kemurnian yang tinggi, mempunyai berat
ekivalen yang tinggi, stabil (sehingga beratnya dapat diketahui dengan pasti), mudah larut
dalam air atau pelarut lainnya, disebut larutan standar primer. Misalnya larutan dari H2C2O4,
97:
K2Cr2O7, Na2B4O7.10H2O. Jadi larutan standar primer dapat langsung digunakan pada
titrasi tanpa harus di standarisasi terlebih dahulu. Sedang larutan standar sekunder
(misalnya HCl, Na2S2O3) harus distandarisasi lebih dahulu dengan larutan standar primer
bila akan digunakan untuk menentukan normalitas larutan yang ingin diketahui
konsentrasinya.

Berdasarkan reaksi yang terjadi dalam proses titrasi, analisis volumetri / analisis
titrimetri digolongkan menjadi :

1. Asidi-alkalimetri (netralisasi)
2. Oksidimetri-reduksi (redoks)
3. Pengendapanp
4. Pembentukan kompleks
Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan titrasi Asidimetri-alkalimetri dan
Oksidimetri-reduksi (redoks).

1. Titrasi Asidi - Alkalimetri


Asidimetri adalah titrasi terhadap suatu basa bebas atau larutan garam terhidrolisis
yang berasal dari suatu asam lemah dan basa kuat dengan larutan standar asam kuat.
Sedangkan alkalimetri adalah titrasi terhadap suatu larutan asam bebas atau larutan garam
terhidrolisis yang berasal dari suatu basa lemah dan asam kuat dengan larutan standar basa
kuat. Untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH digunakan larutan standar HCl
(Asidimetri), yang diketahui konsentrasi, setelah larutan HCl tersebut distandarisir dengan
larutan boraks (standar primer). Reaksi yang terjadi:

Na2B4O7(aq) + 5H2O(l) + 2HCl(aq)  2NaCl(aq) +4H3BO3(aq)


(2)

Terbentuknya asam lemah H3BO3 membuat pH larutan pada titik akhir titrasi <
7. Oleh karena itu digunakan indikator methyl orange yang memiliki trayek pH 3,1 - 4,4.
Indikator ini memberikan perubahan warna dari orange menjadi merah bata pada saat titik
ekivalen tercapai. Berdasarkan berat (yang tepat) boraks yang dilarutkan dan volum HCl
(yang tepat) yang diperlukan sampai perubahan warna terjadi, konsentrasi HCl dapat
diketahui. Selanjutnya larutan standar HCl digunakan untuk menentukan
98:
konsentrasi larutan NaOH. Pada saat titik ekivalen, seluruh NaOH bereaksi sempurna
dengan HCl membentuk garam NaCl, sebagai berikut:

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l) (3)

Karena NaCl adalah garam netral, maka pH larutan pada titik ekivalen sekitar 7,
maka digunakan indikator phenolphtalein yang memiliki trayek pH 8,3-10 dan
memberikan perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna.

2. Titrasi Redoks
Titrasi Redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi oksidasi dan reduksi. Pada reaksi redoks terjadi perubahan bilangan oksidasi.
Bilangan oksidasi adalah muatan yang akan dimiliki oleh suatu atom jika suatu
senyawa tersusun atas ion-ionnya. Reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi
interaksi dari senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan senyawa/unsur/ion
yang bersifat reduktor. Jadi kalau larutan standarnya oksidator, maka analit harus
bersifat reduktor atau sebaliknya. Berdasarkan jenis oksidatornya maka titrasi redoks
digolongkan antara lain: permanganometri (bila larutan standar primer yang digunakan
KMnO4), dikhrometri (larutan standar primer yang digunakan K2Cr2O7),
iodimetri/iodometri (larutan standar primer I2 langsung/tidak langsung). Larutan
standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodimetri/ iodometri adalah natrium
thiosulfat (biasanya berbentuk pentahidrat Na2S2O3.5H2O). Pada praktikum ini
dilakukan penentuan konsentrasi vitamin C (asam askorbat) dengan oksidator berupa
iodine. Iodine mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, sehingga perlu
ditambahkan kalium iodida (KI) sebagai penyuplai ion I-. Larutan KI dalam air akan
terionisasi menjadi kation K+ dan anion I-. Anion I- akan bereaksi dengan I2 mebentuk
I3- yang lebih larut didalam air dengan reaksi sebagai berikut:

I2 + I-  I3- (4)
larutan standar I2 ditentukan konsentrasi secara pasti dengan titrasi iodometri
secara langsung, menggunakan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3). Larutan
Na2S2O3 untuk jangka panjang masih kurang stabil sehingga perlu ditambahkan
natrium karbonat (Na2CO3) untuk menjaga kestabilannya. Reaksinya dapat dilihat
sebagai berikut:
I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62- (5)

Pati/amilum adalah indikator yang digunakan dalam titrasi Na2S2O3, karena


amilum membentuk kompleks dengan I2 yang menghasilkan warna biru tua. Pada titik
99:
ekivalen, iod yang terikat akan hilang sehingga warna biru akan pudar dan perubahan
warna dapat diamati. Penambahan amilum dilakukan pada saat titik akhir titrasi hampir
tercapai (saat iod yang tersisa dalam larutan tinggal sedikit), yang ditandai dengan
terbentuknya warna kuning pada iodine. Hal ini dilakukan agar amilum tidak
membungkus iod, yang mengakibatkan warna biru tua sulit hilang dan akibatnya titik
akhir titrasi tidak dapat diamati.

Vitamin C atau asam askorbat dapat dianalisis dengan mereaksikannya dengan


Iodine. Asam askorbat akan teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbik. Dalam titrasi
ini dibutuhkan indikator berupa pati untuk mengetahui titik ekuivalennya. Reaksi
oksidasi vitamin C sebagai berikut:

Ascorbic acid + I2  Dehydroascorbic acid + 2I- + 2H+ (5)

Perubahan warna yang dapat diamati selama iodometri berlangsung:

a. Pada saat titrasi larutan Iodine menggunakan campuran larutan Na2S2O3 dan Na2CO3 ,
terjadi perubahan warna dari coklat gelap menjadi kuning. Perubahan ini menunjukkan
terjadinya reaksi berikut:
2S2O32-(aq) + I2(g)  S4O62-(aq) + 2I-(aq) (6)

b. Setelah amilum diteteskan, terjadi perubahan warna dari kuning menjadi hijau
kebiruan. Hal ini disebabkan oleh amilum yang mengikat iod menjadi iodamilum
sehingga terjadi perubahan warna.
c. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari hijau kebiruan menjadi bening.

III. PELAKSANAAN PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. HCl 0,1 N
7. Natrium tiosulfat pentahidrat
2. Aquadest
(Na2S2O3.5H2O)
3. Boraks (Na2B4O7.10H2O) 8. Natrium karbonat (Na2CO3)
4. Natrium hidroksida (NaOH) 9. Iodine (I2)
5. Indikator methyl orange 10. Kalium Iodida (KI)
(m.o)
11. Pati
6. Indikator phenolphthalein

B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan oleh gambar rangkaian alat
berikut:
100:
Keterangan :
1. Buret 50 mL
1
2. KranBuret
3. Erlenmeyer
4. Titran
4 5. Titrat

Gambar 1. Rangkaian Alat Titrasi

C. Cara Percobaan Asidimetri – Alkalimetri


1. Standardisasi larutan standar HCl 0,1 N
a. Timbang 0,2 gram boraks dalam gelas arloji dengan neraca analitis digital, lalu
larutkan dengan air suling ± 30 mL di dalam Erlenmeyer
b. Semprot sisa-sisa boraks yang menempel pada gelas arloji dengan air dari botol
semprot, sehingga semua boraks masuk ke dalam Erlenmeyer.
c. Gojog Erlenmeyer hingga boraks terlarut sempurna.
d. Tambahkan 3-5 tetes methyl orange.
e. Isi buret dengan larutan standar HCl 0,1 N yang akan ditera sampai tanda batas
nol.
f. Titrasi larutan boraks hingga titik ekuivalen tercapai.
g. Catat volume larutan HCl yang diperlukan dan perubahan warna yang terjadi.
h. Ulangi percobaan 1 kali lagi.

2. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 100 mL


a. Timbang 0,4 gram NaOH dengan botol timbang, lalu masukkan NaOH tersebut ke
dalam gelas beker yang telah diisi sedikit air suling, lalu diaduk hingga larut.
b. Pindahkan larutan NaOH ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan air suling hingga
tanda batas dan gojog hingga homogen.

3. Peneraan larutan NaOH 0,1 N


a. Ambil 10 mL larutan NaOH 0,1 N dengan pipet volume 10 mL, tuang ke dalam
Erlenmeyer 125 mL.
101:
b. Tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein.
c. Isi buret dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda batas nol.
d. Titrasi larutan NaOH sampai titik ekuivalen.
e. Catat volume larutan HCl yang diperlukan dan perubahan warna yang terjadi.
f. Ulangi percobaan 2 kali lagi.
g. Poin a sampai f dilakukan lagi untuk larutan NaOH X N sebanyak 3 data
percobaan.

4. Penentuan konsentrasi NaOH Y N


a. Buat V mL campuran dari 10 mL larutan NaOH 0,1 N dengan (V-10) mL larutan
NaOH X N di dalam labu ukur 100 mL. Tambahkan air suling hingga tanda batas,
lalu gojog hingga homogen.
b. Ambil 10 mL larutan NaOH Y N dengan pipet volume 10 mL lalu tuang ke dalam
Erlenmeyer 125 mL.
c. Tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein.
d. Isi buret dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda batas nol.
e. Titrasi larutan NaOH sampai titik ekuivalen.
f. Catat volume larutan HCl yang diperlukan dan perubahan warna yang terjadi.
g. Ulangi percobaan 2 kali lagi.

Iodimetri
1. Pembuatan larutan standar I2
a. Timbang 2 gram KI dan 1,3 gram I2 alam gelas arloji menggunakan neraca analitis
digital.

b. Larutkan KI terlebih dahulu kemudian I2 dengan air suling pada gelas beker.

c. Panaskan dengan kompor sambil diaduk hingga larut.


d. Tuangkan larutan ke dalam labu ukur 250.
e. Tambahkan air suling hingga batas dan gojog hingga homogen.
f. Simpan larutan I2 dalam tempat yang tidak terkena sinar matahari/lampu.

2. Pembuatan larutan standar Na2S2O3


a. Timbang 1,6 gram Na2S2O3 dalam gelas arloji menggunakan neraca analitis digital

b. Larutkan dengan air suling secukupnya pada gelas beker.


c. Tuangkan larutan ke dalam labu ukur 250 mL.
d. Tambahkan air suling hingga batas dan gojog hingga homogen.
102:
3. Pembuatan indikator pati
a. Timbang 0,5 gram pati dalam gelas arloji dengan neraca analisis digital.
b. Masukkan pati ke dalam gelas beker 250 mL.
c. Tambahkan air suling menggunakan gelas ukur sampai volume ±50 mL.
d. Panaskan larutan pati sambil diaduk hingga mendidih dan semua pati terlarut.

4. Peneraan larutan Na2S2O3


a. Timbang masing-masing 1,6 gram Na2S2O3 dan 0,1 gram Na2CO3 dalam gelas
arloji menggunakan neraca analitis digital.
b. Masukkan Na2S2O3 dan Na2CO3 ke dalam gelas beker dengan air secukupnya.
c. Masukkan larutan Na2S2O3 dan Na2CO3 ke dalam labu ukur 250, lalu gojog hingga
homogen

d. Isi buret dengan larutan Na2S2O3 sampai tanda batas nol.


e. Ambil larutan iodine sebanyak 20 mL kedalam Erlenmeyer 100 mL
f. Lakukan titrasi hingga warna larutan yang awalnya coklat berubah menjadi
kuning.
g. Teteskan indikator pati hingga warnanya berubah menjadi kehijauan.
h. Lanjutkan titrasi hingga larutan berubah menjadi tidak bewarna.
i. Catat volume larutan Na2S2O3 yang diperlukan dan perubahan warna yang terjadi.
j. Ulangi percobaan 2 kali lagi.

5. Perhitunan konsentrasi vitamin C


a. Tumbuk 1 tablet vit C menggunakan alat yang sudah disediakan.
b. Larutkan serbuk vit C dalam 200 mL aquadest, aduk hingga homogen.
c. Ambil 20 mL larutan vit C kemudian masukkan kedalam Erlenmeyer.
d. Tambahkan indikator pati sebanyak 3 pipet kedalam larutan vit C.
e. Lakukan titrasi hingga warna awal kuning berubah menjadi kehijauan.
f. Catat volume larutan I2 yang diperlukan dan perubahan warna yang terjadi.
g. Ulangi percobaan sebanyak 2 kali.
103:
III. ANALISIS DATA
Asidimetri-alkalimetri

5. Penentuan normalitas larutan HCl 0,1 N


 Normalitas larutan HCl teoretis:
10𝑉1 𝑛𝐾𝜌
𝑁 𝐻𝐶𝑙 = (8)
𝑉2 𝑀𝑟

 Normalitas larutan HCl sebenarnya:


2.𝑚𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠
𝑁 𝐻𝐶𝑙 = 𝑉 (9)
𝐻𝐶𝑙 .𝑀𝑟𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠

dengan, NHCl = normalitas HCl, N


V1 = volume HCl pekat, mL
n = valensi HCl
K = kadar HCl pekat, %
ρ = massa jenis HCl, g/mL
V2 = volume setelah pengenceran, mL
Mr = massa molekul relatif HCl = 36,5 g/mol

6. Peneraan NaOH 0,1 N


 Normalitas NaOH teoritis:
𝑚𝑛
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑀𝑟 𝑉 (10)
𝑁𝑎𝑂𝐻

dengan, NNaOH = normalitas NaOH, N

m = massa NaOH, mg

n = banyak OH- dalam molekul NaOH = 1

Mr = massa molekul relatif NaOH = 40 mg/mmol

VHCl = volume larutan NaOH, mL

 Normalitas NaOH sebenarnya:


𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑉𝐻𝐶𝑙
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 = (11)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻

dengan, NNaOH = normalitas NaOH sebenarnya, N

VNaOH = volume NaOH yang dititrasi, mL


NHCl = normalitas HCl sebenarnya untuk titrasi, N
VHCl = volume HCl untuk titrasi, mL
104:
7. Penentuan normalitas larutan NaOH X N
 Normalitas NaOH X N sebenarnya:

𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑉𝐻𝐶𝑙
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋 𝑁 = (12)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻

dengan, NNaOH X N = normalitas NaOH sebenarnya, N

VNaOH = volume NaOH yang dititrasi, mL


NHCl = normalitas HCl sebenarnya untuk titrasi, N
VHCl = volume HCl untuk titrasi, mL

8. Peneraan larutan NaOH Y N


 Normalitas NaOH Y N teoretis dihitung dengan persamaan:
𝑁1𝑉1 + 𝑁2𝑉2 = 𝑁3𝑉3 (13)

dengan, N1 = normalitas larutan NaOH 0,1 N


V1 = volume larutan NaOH 0,1 N
N2 = normalitas larutan NaOH X N
V2 = volume larutan NaOH X N
N3 = normalitas larutan NaOH Y N hasil pencampuran
V3 = volume larutan NaOH Y N hasil pencampuran

 Normalitas NaOH Y N sebenarnya dihitung dengan persamaan:

𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑉𝐻𝐶𝑙 100


𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑌 𝑁 = (14)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑌 𝑁 𝑉

dengan, NNaOH Y N = normalitas NaOH Y N, N


VNaOH Y N = volume NaOH Y N yang dititrasi, mL
VHCl = volume HCl untuk titrasi, mL
V = volume larutan NaOH Y N hasil pencampuran, mL
NHCl = normalitas HCl sebenarnya untuk titrasi, N

9. Menghitung rata-rata normalitas suatu larutan


∑N
N rata − rata = (15)
n
dengan, Nrata-rata = normalitas rata-rata, N

ΣN = jumlah normalitas datahasil percobaan, N


105:
n = banyak data

Iodimetri

I. Standardisasi I2
 Normalitas Na2S2O3 sebenarnya
0.5 𝑚Na2S2O3
𝑁Na2S2O3 = 𝑚𝑟 (16)
Na2S2O3 𝑉Na2S2O3

dengan, N Na2S2O3 = normalitas larutan Na2S2O3, N


m Na2S2O3 = massa Na2S2O3, mg
mr Na2S2O3 = massa molekul relatif Na2S2O3.5H2O = 248
mg/mmol
V Na2S2O3 = volume larutan Na2S2O3, mL
 Normalitas I2 teoritis
𝑚
𝑁I2 = 𝑀𝑟I2I2𝑉I2 (17)

dengan, N I2 = normalitas larutan Na2S2O3, N


m I2 = massa I2, mg
Mr I2 = massa molekul relatif I2 = 254 mg/mmol
V I2 = volume larutan I2, mL
 Normalitas I2 sebenarnya
𝑉Na2S2O3 .𝑁Na2S2O3
𝑁I2 = 𝑉I2 (18)

dengan, N Na2S2O3 = normalitas larutan Na2S2O3, N


N I2 = normalitas larutan Na2S2O3, N
V Na2S2O3 = volume larutan Na2S2O3, mL
V I2 = volume larutan I2, mL

II. Menghitung rata-rata normalitas suatu larutan


∑N
N rata − rata = (19)
n
dengan, Nrata-rata = normalitas rata-rata, N

ΣN = jumlah normalitas datahasil percobaan, N

n = banyak data
106:
III. Menghitung konsentrasi vitamin C
 Normalitas vitamin C
𝑁𝐼2 𝑉𝐼2
𝑁 𝑣𝑖𝑡 𝐶 = (20)
𝑉𝑣𝑖𝑡𝐶

dengan, N I2 = Normalitas larutan iodine sebenarnya,


N
V I2 = Volume larutan iodine, mL
N vit C = Normalitas vitamin C, N
V vit C = Volume vitamin C, mL
 Menghitung massa vitamin C
𝑚 𝑣𝑖𝑡 𝐶 = 𝑁 𝑣𝑖𝑡 𝐶 𝑥 𝑉 𝑣𝑖𝑡 𝐶 𝑥 𝑀𝑟 𝑣𝑖𝑡 𝐶 (21)
dengan, N vit C = Normalitas vitamin C, N
V vit C = Volume vitamin C, mL
Mr vit C = Massa atom relatif vit C = 176 mg/mmol
m vit C = massa vitamin C, mgram
 Menghitung kadar vitamin C
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑖𝑡 𝐶
% 𝑣𝑖𝑡 𝐶 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (22)
1 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Poin-poin yang perlu dibahas meliputi :
a. Prinsip asidimetri-alkalimetri dan iodimetri.
b. Apa hubungan kadar, molaritas, normalitas, dan molalitas.
c. Mengapa larutan HCl, NaOH, dan I2 yang dibuat perlu ditera.
d. Indikator, trayek pH, dan perubahan warna.
e. Berat ekivalen boraks, HCl, NaOH, Na2S2O3, dan I2 dan penjelasannya
f. Hasil percobaan asidimetri-alkalimetri dan iodometri.
g. Perbedaan hasil hitungan dengan hasil percobaan lainnya.
h. Perbandingan hasil perhitungan kadar vitamin C dengan referensi.

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diambil, terutama terkait dengan perbedaan konsentrasi larutan
yang diharapkan (hasil hitungan) dengan kenyataan (hasil percobaan)

VI. DAFTAR PUSTAKA


Day, R. A. and Underwood, A. L., 1991, “Quantitative Analysis”, pp. 43-51,
107:
Prentice- Hall International, New Jersey.

Perry, R. H. and Green, D. W., 1950, “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”,


6ed., pp. 3-14, 3-19, 3-22, McGraw-Hill Book Company Inc., New York.

Skoog, A.D., West, D.M., and Holler, F.J., 1994, “Analytical Chemistry An
Introduction”, 6ed., pp. 150-153, Sounders College Publishing, Orlando.

Vogel, A.I, 1958, “Text Book of Quantitative Inorganic Analysis”, 2ed., pp. 43-45,
52, 150-160, 229-233, Longman, Green and Co., London.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
a. Hazard Bahan Kimia
Berisi sifat-sifat fisis maupun sifat kimia dari bahan-bahan yang dipakal dalam
praktikum ini.
b. Hazard Proses
Penjelasan tentang potensi bahaya dari proses-proses yang terjadi selama
praktimum berlangsung misalnya saat pengambilan HCl, penimbangan baham,
dan proses titrasi.

B. Penggunaan Alat Pelindung Diri


a. Jas Laboratorium
b. Masker
c. Sarung tangan
d. Sepatu tertutup
e. Goggle

C. Manajemen Limbah
Berkaitan dengan pembuangan limbah hasil praktikum sesuai kandungan senyawa
yang ada dalam limah tersebut
D. Data Percobaan
E. Perhitungan
108:
LAPORAN SEMENTARA ANALISIS VOLUMETRI

(F)

Nama Praktikan : 1. NIM : 1.


2. 2.
3. 3.
Hari / tanggal :
Asisten : Muhammad Hanif Muflih / Hanif Asshiddiq Rohmat
DATA PERCOBAAN
Alkalimetri dan Asidimetri
Rapat massa HCl pekat = g/mL
Kadar HCl pekat = %
Volum HCl pekat = mL
Volum HCl encer = mL
a) Peneraan larutan HCl 0,1 N
No. Berat Boraks, gram Volume HCl untuk titrasi, mL Perubahan Warna
1
2
b) Peneraan larutan NaOH 0,1 N
Massa NaOH = gram
Volum NaOH = mL
No. Volume NaOH, mL Volume HCl untuk titrasi, mL Perubahan Warna
1
2
3
c) Peneraan larutan NaOH X N

No. Volume NaOH X N, mL Volume HCl untuk titrasi, mL


1
2
3
109:
d) Peneraan larutan NaOH Y N
Volume larutan NaOH 0,1 N = mL
Volume larutan NaOH X N = mL
Volume HCl untuk
No.Volume NaOH Y N, mL Perubahan Warna
titrasi, mL
1
2
3

Iodometri
a) Peneraan larutan Na2S2O3:
Massa Na2S2O3 = gram
Volum larutan Na2S2O3 = mL
Massa I2 = gram
Massa KI = gram
Volume I2 + KI = mL
Massa Na2CO3 = gram
Volum larutan Na2CO3 = mL

No Volume I2, mL Volume larutan Na2S2O3, mL Perubahan warna

1
2
3

b) Analisis konsentrasi vitamin C


Massa tablet vitamin C = gram
Volum larutan vitamin C = mL
No Volume I2, mL Volume larutan vitamin C, mL Perubahan warna
1
2
3

Yogyakarta,
Asisten jaga, Praktikan,
1.
2.
3.
110:
POIN-POIN PENILAIAN
NAMA :
NIM :
No. Penilaian Nilai Max
1 TUJUAN 5
2 CARA KERJA 10
3 ANALISIS DATA 30

4 PEMBAHASAN 40

Prinsip asidimetri-alkalimetri dan iodometri 7

Hubungan kadar, molaritas, dan molalitas 6

Alasan larutan HCl, NaOH, dan I2 perlu ditera 6

Indikator, trayek pH, dan perubahan warna 5

Berat ekivalen boraks, HCl, NaOH, Na2S2O3, dan I2 dan


3
penjelasannya

Hasil percobaan asidimetri-alkalimetri dan iodometri serta


7
penjelasannya

Penyebab perbedaan hasil teoritis dengan hasil percobaan 3

Alasan perbedaan dengan referensi (jika ada) 3

5 KESIMPULAN 10
6 SARAN 5
FORMAT LAPORAN
TOTAL 100
111:
ANALISIS GRAVIMETRI
(G)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kemurnian pupuk ZA [(NH4)2SO4]
dengan menggunakan metode analisis gravimetri.

II. DASAR TEORI


Analisis gravimetri adalah analisis kuantitatif berdasarkan bobot yang digunakan
melalui proses isolasi dan penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dari unsur
tersebut dalam bentuk semurni mungkin. Unsur atau senyawa tersebut dipisahkan dari
bahan yang akan diperiksa dengan bentuk yang stabil saat penimbangan (Vogel, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan analisis gravimetri adalah :
1. Sifat fisik endapan
2. Daya larut endapan
Analisis gravimetri dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Analisis kualitatif, yaitu analisis untuk mengetahui jenis ion dalam senyawa tertentu.
Contoh: ion Cl- pada larutan garam dapur.
2. Analisis kuantitatif, yaitu analisis untuk mengetahui jumlah atau kadar atau
konsentrasi suatu ion dalam senyawa tertentu. Contoh: penentuan konsentrasi ion
SO42-dalam larutan ammonium sulfat (ZA).
Analisis gravimetri harus melalui beberapa tahapan, yaitu pengendapan,
penyaringan, pencucian, dan pemijaran serta penimbangan.

a. Tahap Pengendapan
Tahap ini merupakan tahap pembentukan inti dari ion-ion molekul yang akan
diendapkan. Pada proses pengendapan ini digunakan pupuk ZA [(NH4)2SO4] dan
BaCl2 yang bereaksi membentuk endapan BaSO4. Reaksi yang terjadi adalah :
(NH4)2SO4(aq) + BaCl2(aq) BaSO4(s) + 2NH4Cl (aq) (1)
b. Tahap Penyaringan
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan cairan dan endapan dalam larutan.
Kertas saring yang digunakan adalah kertas saring Whatman 42 agar setelah pemijaran,
endapan yang diperoleh berupa garam sulfat murni dan bebas abu.
c. Tahap Pencucian
Tahap pencucian berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang teradsorpsi pada
endapan BaSO4, jika tidak dihilangkan maka akan mempengaruhi hasil penimbangan.
112:
Selain itu, tahap pencucian berfungsi untuk mengambil endapan BaSO4 yang melekat
di gelas beker agar endapan BaSO4 tidak ada yang tertinggal.
Setelah tahap pencucian, perlu dilakukan pengetesan menggunakan larutan
AgNO3 1% pada filtrat terakhir. Pengetesan bertujuan untuk memastikan apakah
endapan masih mengandung zat pengotor atau tidak. Reaksi antara AgNO3 dengan zat
pengotor ion Cl- dinyatakan oleh persamaan berikut :
AgNO3(aq) + Cl- (aq) → AgCl(s) + NO3-(aq) (2)
Bila ion Cl- sudah tidak ada, maka hasil penambahan larutan AgNO3 tidak menyebabkan
kekeruhan sehingga pencucian tidak diperlukan lagi.
d. Tahap Pemijaran
Pada tahap pemijaran digunakan muffle furnace sebagai pemijarnya bukan oven
biasa. Hal inidikarenakan, oven tidak bisa mencapai suhu tinggi yang mencapai
800oC sedangkan untuk memijarkannya harus mencapai 800oC. Sehingga dipilih
muffle furnace yang dapat mencapai suhu tersebut.
e. Tahap Penimbangan
Penimbangan dilakukan setelah krus yang telah berisi endapan didinginkan
dalam eksikator agar suhu krus sama dengan suhu lingkungan. Penyeimbangan suhu
dimaksudkan agar suhu krus yang masih tinggi tidak dimasukkan ke neraca, sebab
suhu tinggi dapat merusak neraca.

III. PELAKSANAAN PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis gravimetri ini adalah:
1. Pupuk ZA ((NH4)2 SO4) Petrokimia Gresik (SNI 02-1760-2005)
2. Larutan BaCl2.2H2O 5%
3. Larutan AgNO3 1%
4. Kertas saring Whatman 40
5. Aquadest
113:
B. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan oleh rangkaian alat berikut :
Keterangan:
4
3 1. Gelas Beker 250 mL
2. Larutan ZA
1
3. Gelas Arloji
2 4. Gelas pengaduk
5. Asbes
5 6. Kompor listrik
6 8 7. Steker
8. Knop pengatur
7

Gambar 1. Rangkaian Alat Pengendapan


C. Cara Percobaan
1. Tahap Pengendapan
a. Timbang pupuk ZA sebanyak x gram dengan gelas arloji menggunakan neraca
analitis digital.
b. Ambil 50 mL aquadest dengan gelas ukur 100 mL lalu tuangkan ke dalam gelas
beker 250 mL.
c. Masukkan ZA [(NH4)2SO4] yang sudah ditimbang ke dalam gelas beker 250 mL
yang berisi aquadest kemudian aduk.
d. Panaskan gelas beker 250 mL yang berisi larutan ZA [(NH4)2SO4] di atas
kompor listrik dengan skala 600 watt dalam keadaan tertutup oleh gelas arloji
dan diberi gelas pengaduk hingga mendidih.
e. Matikan kompor listrik setelah mendidih, turunkan gelas beker 250 mL dari
kompor listrik dan tunggu hingga larutan agak dingin.
f. Ambil 5-10 mL BaCl2 5% dengan pipet ukur 10 mL dan masukkan ke dalam
gelas ukur 10 mL.
g. Masukkan BaCl2 5% setetes demi setetes dengan pipet tetes ke dalam larutan ZA
yang sudah agak dingin sambil diaduk dengan gelas pengaduk.
h. Panaskan larutan lagi dengan kompor listrik hingga terbentuk gelembung
pertama.
i. Matikan kompor listrik dan turunkan gelas beker 250 mL.
j. Dinginkan larutan hingga terbentuk endapan dan larutan bening.
114:
k. Lakukan pengetesan dengan cara mengambil 5 mL BaCl2 5% dengan pipet ukur
10 ml dan masukkan ke dalam gelas ukur 10 mL. Teteskan BaCl2 5% tersebut
ke dalam larutan ZA dengan pipet tetes, setetes demi setetes sampai tidak terjadi
aliran endapan (seperti aliran minyak).
l. Catat volume BaCl2 5% yang digunakan selama pengetesan.
m. Lakukan percobaan sekali lagi dari langkah a sampai langkah m.

2. Tahap Penyaringan
a. Lipat kertas saring Whatman 42 (kertas saring bebas abu) hingga seperempat
lingkaran.
b. Pasang ke dalam corong gelas.
c. Basahi kertas saring menggunakan aquadest hangat sambil ditekan-tekan
dengan sendok besi hingga menempel sempurna di corong gelas (tidak ada
rongga). Hati-hati saat menekan kertas saring.
d. Tuangkan larutan ke corong gelas, sedikit demi sedikit dengan bantuan gelas
pengaduk hingga semua larutan habis.

3. Tahap Pencucian
a. Panaskan 400 mL aquadest dalam gelas beker 500 mL menggunakan kompor
listrik sampai suhu 50oC dan masukkan ke dalam botol semprot.
b. Lakukan pencucian dengan menyemprotkan aquadest hangat dari botol semprot
pada gelas beker yang dipanaskan untuk larutan ZA berulang-ulang.
c. Lakukan pengetesan terhadap filtrat terakhir dengan cara meneteskan AgNO3
1% pada tetesan terakhir pada gelas arloji.
d. Apabila larutan menjadi keruh, lakukan pencucian hingga filtrat terakhir hingga
saat dilakukan pengetesan dengan AgNO3 1% tidak keruh.

4. Tahap Pemijaran dan Penimbangan


a. Cuci krus porselen dengan air bersih kemudian keringkan di dalam oven 100oC
selama 30 menit.
b. Dinginkan krus porselen dalam eksikator selama 10 menit.
c. Timbang krus porselen tersebut dan tutupnya dengan neraca analitis digital dan
catat hasilnya.
115:
d. Masukkan kertas saring berisi endapan dalam krus porselen dan masukkan ke
dalam muffle pada skala 100 dengan tutup krus sedikit terbuka sampai suhu
350oC – 400oC (selama ±10 menit,setelah muncul asap pada lubang muffle).
e. Turunkan suhu muffle sampai di bawah suhu 200°C (penurunan suhu ±30 menit)
kemudian buka tutup krus porselen lalu pijarkan kembali kedua krus sampai
suhu 800oC (pemijaran kira-kira berlangsung selama 50 menit).
f. Turunkan suhu muffle sampai di bawah 200oC, lalu ambil kedua krus dan
dinginkan dalam eksikator sampai suhu lingkungan kira-kira selama 15 menit.
g. Timbang krus beserta endapannya dengan neraca analitis digital dan catat
hasilnya.

D. Analisis Data
Pada analisis data, tuliskan asumsi dalam bentuk poin-poin yang diambil dalam
melakukan percobaan sebelum melakukan perhitungan. Asumsi adalah
dugaan/batasan yang digunakan sebagai landasan berpikir karena dianggap benar.
Asumsi yang dituliskan kemudian juga dijelaskan dengan akibat dari pengambilan
asumsi tersebut.
Analisis data yang digunakan sebagai berikut:
1. Perhitungan jumlah endapan BaSO4 dari Percobaan Tiap Sampel
Untuk menganalisis beratendapan BaSO4 hasil percobaan digunakan rumus:
𝑀𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 𝑀𝑘𝑟𝑢𝑠+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝+𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 − 𝑀𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝 (3)
dengan, M = massa, gram

2. Menentukan Tingkat Kemurnian Pupuk ZA


a. Menentukan jumlah mol BaSO4 (endapan)
𝑚1
𝑛1 = (4)
𝑀𝑟1

dengan, n1 = mol𝐵𝑎𝑆𝑂4 , mol


m1 = massa 𝐵𝑎𝑆𝑂4 , gram
Mr1 = beratmolekul 𝐵𝑎𝑆𝑂4 , gram/mol

b. Menentukan massa (NH4)2SO4 dalam pupuk ZA


(NH4)2SO4 (aq) + BaCl2(aq) BaSO4 (s) + 2NH4Cl (aq) (5)
Karena (NH4)2SO4 dianggap habis bereaksi, maka:
Mol BaSO4 = mol (NH4)2SO4
116:
m2 = n2 × Mr2 (6)
dengan, m2 = massa (NH4)2SO4, gram
n2 = mol (NH4)2SO4, mol
Mr2 = berat molekul (NH4)2SO4, gram/mol

c. Menentukan kemurnian pupuk ZA


𝑚2
𝐾𝑖 = × 100% (7)
𝑚3
𝐾1 +𝐾2
𝐾𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = (8)
2

dengan, Ki = kemurnian pupuk ZA sampel i, %


m3 = massa pupuk ZA, gram

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hal-hal yang perlu ada dalam pembahasan:
1. Pembahasan mengenai analisis gravimetri.
2. Pembahasan tahap-tahap percobaan:
a. Tahap pengendapan
1) Fungsi kontrol suhu (pemanasan dan pendinginan) berulang
2) Fungsi penambahan BaCl2 dan reaksinya
3) Pembahasan tahap pengetesan BaCl2
b. Tahap penyaringan
1) Alasan pemilihan kertas saring Whatman 42
2) Fungsi pembasahan kertas saring
c. Tahap pencucian
1) Alasan menggunakan aquadest hangat
2) Pembahasan tahap pengetesan dengan AgNO3 1% dan reaksinya
d. Tahap pemijaran
1) Fungsi pencucian, pengovenan dan peng-eksikatoran krus
2) Pembahasan tahap pemijaran pertama
3) Pembahasan tahap pemijaran kedua
3. Pembahasan hasil percobaan.
4. Perbandingan terhadap referensi.
5. Alasan perbedaan hasil dengan referensi.
117:
V. KESIMPULAN
Buatlah kesimpulan yang sesuai dengan tujuan percobaan beserta kesimpulan data hasil
percobaan yang diperoleh.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Hage, David S., and Carr, James D., 2011, “Analytical Chemistry and Quantitative
Analysis”, p. 263-266, Pearson Prantice Hall, United States.
Underwood, A. L., and Day Jr., R. A., (alih bahasa oleh Dr. Ir. Iis Sopyan, M. Eng.),
2002, “Analisis Kimia Kuantitatif”, edisi ke-6, hal 86, Erlangga, Jakarta.
Vogel, A. I., (alih bahasa oleh Dr. A. Hadyana Pudjatmaka dan Ir. L. Setiono), 1994,
“Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik”, edisi ke-4, hal. 472-473, EGC, Jakarta.
118:
VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
1. Hazard Proses
Hazard proses meliputi bahaya apa saja yang dihadapi berkaitan dengan
jalannya praktikum gravimeteri ini. Contoh: saat pemanasan menggunakan kompor
listrik dan sebagainya.

2. Hazard Bahan Kimia


Hazard bahan, hal ini meliputi bahaya-bahaya (MSDS) bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum analisis gravimetri. Contoh : AgNO3, pupuk ZA, dan
BaCl2.

B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri


Dalam poin ini dijelaskan alat-alat perlindungan diri apa saja yang harus
digunakan saat melaksanakan praktikum analisis gravimetri ini. Disebutkan per point
alatnya beserta fungsinya.

C. ManajemenLimbah
Dalam poin ini, praktikan menjelaskan tindakan apa saja yang dilakukan untuk
mengatasi atau membuang limbah yang terbentuk saat praktikum analisis gravimetri.
Misalnya, limbah campuran ZA dan BaCl2 mengandung apa saja, dibuang kemana/ke
jirigen limbah apa disertai alasannya.

D. Data Percobaan
Data hasil percobaan ditulis ulang.

E. Perhitungan
Menulis perhitungan dari percobaan.
119:
LAPORAN SEMENTARA
ANALISIS GRAVIMETRI
(G)

Nama Praktikan : 1. NIM : 1.


2. 2.
3. 3.
Hari / tanggal :
Asisten : Rafaela Greta Putri / Gefri Budiyangsyah

DATA PERCOBAAN
Berat Pupuk ZA : 1. gram
2. gram
1. Penambahan Larutan BaCl2
No. Tahap Pengendapan, mL Tahap Pengetesan , mL
1
2

2. Berat Endapan
No. Berat krus kosong, g Berat krus + endapan, g Berat endapan, g
1
2
Rata-Rata

Yogyakarta, 2020
Asisten, Praktikan,
1.

2.

3.
120:
POIN-POIN PENILAIAN
NAMA :
NIM :
No. Penilaian Nilai Max
1 TUJUAN 5
2 CARA KERJA 10
3 ANALISIS DATA 30
4 PEMBAHASAN 40
Pembahasan mengenai analisis gravimetri. 3
Penjelasan tahapan percobaan: 30
1. Pengendapan
a. Fungsi kontrol suhu (pemanasan dan pendinginan) berulang
b. Fungsi penambahan BaCl2 dan reaksinya
c. Pembahasan tahap pengetesan BaCl2
2. Penyaringan
a. Alasan pemilihan kertas saring Whatman 42
b. Fungsi pembasahan kertas saring
3. Pencucian
a. Alasan menggunakan aquadest hangat
b. Pembahasan tahap pengetesan dengan AgNO3 1% dan reaksinya
4. Pemijaran
a. Fungsi pencucian, pengovenan dan peng-eksikatoran krus
b. Pembahasan tahap pemijaran pertama
c. Pembahasan tahap pemijaran kedua
Pembahasan hasil percobaan 1
Perbandingan dengan referensi 1
Alasan perbedaan hasil dengan referensi 5
5 KESIMPULAN 10
6 SARAN 5
FORMAT LAPORAN
TOTAL NILAI 100
121:
SPEKTROFOTOMETRI
(H)
I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan dapat menggunakan spektrofotometer UV visible untuk:
1. Menentukan panjang gelombang optimum pada larutan pewarna merah dan
pewarna biru.
2. Membuat kurva kalibrasi absorbansi versus konsentrasi untuk larutan encer
pewarna merah dan pewarna biru pada panjang gelombang optimum.
3. Menentukan konsentrasi larutan pewarna merah dan pewarna biru yang tidak
diketahui dengan menggunakan persamaan hasil kurva kalibrasi.

II. DASAR TEORI


Spektrofotometri merupakan metode analisis interaksi antara spektrum cahaya
dengan materi, seperti absorbsi, emisi dan hamburannya. Data hasil dari analisis, biasanya
berupa spektrum yang diplotkan dengan faktor yang diukur sebagai fungsi dari frekuensi
dan panjang gelombang, sebagai contoh spektrum dengan absorpsi spektrum. Sedangkan,
spektrofotometri UV visible merupakan metode pengukuran radiasi energi UV maupun
cahaya tampak yang diserap oleh larutan berwarna (umumnya). Alat yang digunakan
berupa spektrofotometer UV-visible yang memanfaatkan prinsip absorbansi radiasi
gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang berkisar antara sinar
UV sampai sinar tampak. Berdasarkan prinsip ini, spektrofotometer UV-visible dapat
digunakan untuk menentukan kandungan beberapa zat organik atau anorganik di dalam
larutan (Kothekar, 2012).
Komponen-komponen spektrofotometer yang penting (Suhartati, 2017), yaitu:
1. Sumber energi radiasi yang stabil.
2. Monokromator (pendispersi)
3. Wadah sampel/cuvet (transparan)
4. Detektor radiasi yang dilengkapi recorder.
Absorbansi merupakan banyaknya energi yang diserap oleh suatu molekul. Apabila
suatu molekul menyerap radiasi energi dari gelombang elektromagnetik cahaya tampak,
maka akan terjadi eksitasi elektron pada atom-atomnya. Hal ini dapat terjadi karena
jumlah energi yang diserap lebih besar daripada tingkat energi elektron pada keadaan
dasarnya. Absorbansi maksimum terjadi pada panjang gelombang optimum (Visible
Spectroscopy, 2014).
Larutan berwarna dengan konsetrasi yang cukup encer, maka besar konsentrasinya
122:
akan setara dengan nilai absorbansinya. Hal ini dapat diketahui melalui hukum Lambert-
Beer dengan persamaan (1) (Dulski, 1999). Pemakaian persamaan (1) juga diterapkan
dengan anggapan bahwa nilai absorbansi pada konsentrasi nol adalah nol (Prince
George’s Community College, 2004).
A= ε ×b ×C (1)
dengan, A = absorbansi,
ε = absortivitas molar, cm-1ppm-1
b = lebar cuvet, cm
C = konsentrasi larutan, ppm.
Hubungan konsentrasi dengan absorbansi pada suatu larutan dapat diketahui
melalui pembuatan kurva standar terlebih dahulu. Kurva standar tersebut diperoleh dari
pencatatan beberapa data absorbansi terhadap konsentrasi larutan yang telah
diketahui/larutan standar (Dulski, 1999). Persamaan yang dihasilkan akan berbentuk
persamaan linier tanpa adanya intercept sebagaimana asumsi yang ditentukan
sebelumnya.

III. METODE PERCOBAAN


A. Bahan Percobaan
1. Larutan pewarna merah
2. Larutan pewarna biru
3. Aquadest

B. Rangkaian Alat Percobaan

Gambar 1. Rangkaian Alat Percobaan Spektrofotometri


C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan
1.1. Pembuatan Larutan Warna 2.500 ppm
a. Ambil sejumlah larutan pewarna 50.000 ppm yang dihitung dengan
persamaan (3) ke dalam labu ukur 100 mL.
123:
b. Tambahkan aquadest sampai tanda batas. Larutan kemudian digojog
hingga homogen.
c. Ulangi langkah di atas untuk larutan warna yang berbeda.

1.2. Pembuatan Larutan encer pewarna


a. Larutan encer pewarna dibuat pada berbagai konsentrasi seperti
tercantum pada Tabel 1.
b. Larutan encer dibuat dari larutan pewarna 2.500 ppm dengan
menggunakan labu ukur 100 mL yang jumlahnya dihitung dengan
persamaan (3).
c. Konsentrasi larutan encer yang dibuat untuk semua warna adalah 1.000;
500; 250; dan 125 ppm.

2. Pembuatan Kurva Kalibrasi


a. Hubungkan USB spektrofotometer UV-visible ke laptop dan buka
software Logger Lite.
b. Isikan aquadest ke dalam cuvet sampai batas pada tempat cuvet tersebut
(estimasi sendiri).
c. Masukkan cuvet ke dalam tempat cuvet pada spektrofotometer.
d. Pada bagian toolbar, pilih Experiment Calibrate  Spectrometer 1.

e. Tunggu proses pengkalibrasian selesai (jangan diklik skip warning).


Klik Finish Calibration: Ok apabila pengkalibrasian telah selesai.
124:

f. Keluarkan cuvet dan buang aquadest.


g. Cuci cuvet menggunakan larutan pewarna 2.500 ppm dan masukkan
larutan pewarna 2.500 ppm ke dalam cuvet.
h. Masukkan cuvet ke tempat cuvet pada spektrofotometer.
i. Klik tombol Collect dan klik stop, maka akan tampil tabel pada sebelah
kiri windows.

j. Pilih panjang gelombang optimum dengan nilai absorbansi maksimum.


Klik tombol wave dan dipilih Absorbance vs Concentration, serta pilih
125:
panjang gelombang dengan absorbansi maksimum (pada program akan
terpilih panjang gelombang maksimum secara otomatis, cek untuk
memastikan).

k. Catat nilai absorbansi yang ditunjukkan pada bagian kiri bawah.

l. Buang larutan pewarna 2.500 ppm dari cuvet, cuci cuvet dengan larutan
yang akan diuji kemudian isi kembali cuvet dengan larutan yang akan
diuji.
m. Lakukan pengukuran absorbansi untuk larutan standar yang telah dibuat
mulai dari konsentrasi yang terendah.
n. Buatlah kurva kalibrasi absorbansi terhadap konsentrasi di Microsoft
Excel dengan absorbansi sebagai sumbu y (ordinat) dan konsentrasi
sebagai sumbu x (absis).
o. Tampilkan Trendline Linier Equation beserta R-Square.
126:
p. Ulangi langkah 2.a-o untuk larutan pewarna lain.

3. Penentuan Konsentrasi Larutan Pewarna Merah X ppm dan Pewarna Biru Y


ppm.
a. Encerkan larutan pewarna merah X ppm sebanyak N kali.
b. Isi cuvet dengan aquadest dan dimasukkan ke dalam cuvet pada
spektrofotometer. Amati nilai absorbansi yang ditunjukkan hingga
nilainya sama dengan nol.
c. Keluarkan cuvet dan buang aquadest. Cuci cuvet dengan larutan
pewarna merah X ppm yang telah diencerkan dan isikan larutan
pewarna merah X ppm yang telah diencerkan ke dalam cuvet yang telah
dicuci. Masukkan cuvet ke dalam tempat cuvet di spektrofotometer.
d. Klik collect dan klik stop. Catat nilai absorbansi yang ditunjukkan.
e. Ulangi percobaan 3.a-c untuk larutan pewarna biru Y ppm.
D. Analisis Data
Sebelum perhitungan, asumsi dituliskan di bagian awal untuk mempermudah
kalkulasi dengan persamaan yang digunakan.
a. Perhitungan Konsentrasi Larutan Encer
Untuk memperoleh larutan pewarna pada berbagai konsentrasi,
maka dapat digunakan persamaan (3).
V1 × M1 = V2 × M2 (3)
dengan, V1 = volume larutan pewarna sebelum
pengenceran (mL larutan)
M1 = konsentrasi larutan pewarna sebelum
pengenceran (ppm)
V2 = volume larutan pewarna setelah
pengenceran (mL larutan)
M2 = konsentrasi larutan pewarna setelah
pengenceran (ppm)
Perhitungan rinci dapat dituliskan cukup satu saja yang mewakili
perhitungan lain yang mirip dan ditampilkan dalam bentuk tabel
(dilengkapi satuan pada bagian kolom hasil/subjudul).

b. Penentuan Panjang Gelombang Optimum


Panjang gelombang optimum merupakan panjang gelombang
127:
yang ditunjukkan pada saat absorbansi yang terbaca bernilai paling
besar.

c. Pembuatan Kurva Hubungan antara Absorbansi dan Konsentrasi


Kurva kalibrasi merupakan plot kurva hubungan absorbansi dan
konsentrasi larutan pewarna. Hubungan antara konsentrasi dan
absorbansi ditunjukkan oleh persamaan (4).
𝑦 = Ax (4)
dengan, y = absorbansi
x = konsentrasi larutan pewarna, ppm.
Note: persamaan (4) dan hasil R-square dapat diperoleh menggunakan
toolbox Trendline Linear Equation pada Microsoft Excel dengan set-
intercept sama dengan nol.

d. Penentuan Konsentrasi pewarna merah X ppm dan pewarna Y ppm


Absorbansi larutan pewarna merah X ppm dan pewarna biru Y
ppm yang ditunjukkan oleh spektrofotometer dimasukkan ke
persamaan (4) dengan sedikit modifikasi, sehingga dapat terhitung nilai
konsentrasi larutan pewarna merah X ppm dan pewarna biru Y ppm.
128:
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk laporan ringkas, hal-hal yang perlu dibahas:
i. Penjelasan prinsip spektrofotometri, absorbansi, dan transmitansi.
ii. Prinsip kerja alat spektrofotometer UV-visible.
iii. Pemaparan Hukum Lambert-Beer yang dikaitkan dengan absorbansi pada
larutan dengan konsentrasi rendah (encer).
iv. Penjelasan mengenai gelombang optimum dan spektrum warna komplemen.
v. Penjelasan singkat mengenai larutan blanko yang digunakan
vi. Pemaparan ringkas hasil panjang gelombang optimum yang diperoleh untuk
larutan merah dan larutan biru (berbeda/sama) dan warna spectrum apa yang
terserap.
vii. Pemaparan hasil percobaan berupa nilai absorbansi yang diperoleh pada
berbagai konsentrasi larutan larutan merah dan larutan biru (dilengkapi
dengan grafik dengan format sebagaimana terlihat pada Gambar 2 dan
persamaannya).
viii. Hasil konsentrasi larutan merah X ppm dan larutan biru Y ppm yang
dilengkapi cara memperolehnya (persamaan/grafik).
ix. Aplikasi penggunaan prinsip spektrofotometri di dunia industri (3 contoh).
Contoh Format Grafik
0,7
y = 8,936e-3 x
0,6
R² = 0,9997
0,5
Absorbansi

0,4 Keterangan :
0,3 Larutan Standar Caffein

0,2 Larutan Caffein X ppm

0,1

0
0 20 40 60 80

Konsentrasi, ppm

Gambar 2. Hubungan Absorbansi dengan Konsentrasi Caffein


(Wanyika et al., 2010)
129:
V. KESIMPULAN
Kesimpulan tersebut harus menjawab tujuan dari percobaan spektrofotometri.
Selain itu, informasi yang terkandung juga perlu dikaitkan dengan hasil percobaan dan
pembahasan. Namun, pernyataan tersebut harus singkat, jelas, dan tepat.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Dulski, T. R. (1999) ‘UV/Visible molecular absorption spectrophotometry’, Trace
elemental analysis of metals. Methods and thecniques, pp. 177–252. Available at:
http://books.google.es/books?id=Vk7lTgTMEIEC&printsec=frontcover&dq=ele
mental+analysis&hl=es&sa=X&ei=T6jjU-_cEOPX7AaW-
IAo&ved=0CFkQ6AEwBQ#v=onepage&q=elemental analysis&f=false.
Kothekar, V. (2012) ‘Basic UV-Vis Theory, Concepts and Applications Basic UV-Vis
Theory, Concepts and Applications’, Protocol, pp. 1–28.
Prince George’s Community College (2004) The Beer’s Law Simulator. Available at:
academic.pgcc.edu/~ssinex/BLS_key.pdf.
Suhartati, T. (2017) ‘Dasar-Dasar Spektrofootmetri UV-Vis dan Spektrometri Massa
Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik’, 91, pp. 399–404.
Visible Spectroscopy (2014) ‘Visible Spectroscopy’, Visible Spectrocopy, (Ii), pp. 1–7.
doi: 10.1007/978-3-319-44015-6_21.
Wanyika, H. N. et al. (2010) ‘Determination of caffeine content of tea and instant coffee
brands found in the Kenyan market’, African Journal of Food Science, 4(6), pp.
353–358. doi: 10.1080/0265203021000007840.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Berisi mengenai penjelasan bagian-bagian dari kegiatan selama praktikum
dan karakteristik bahan-bahan kimia secara rinci (aquadest dan pewarna) yang
dapat membahayakan baik praktikan maupun orang lain selama proses praktikum
berlangsung.
B. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri yang dipakai adalah jas laboratorium standar, goggles,
masker, sarung tangan lateks, dan safety shoes. Pada subbab ini, diberikan
pemaparan rinci mengenai alat pelindung diri yang dikenakan tersebut dan alasan
pemakaiannya.
130:
C. Manajemen Limbah
Informasi mengenai limbah yang dihasilkan secara rinci dan alasan
pembuangan limbah tersebut.
D. Data Percobaan
Penulisan kembali data percobaan dari laporan sementara yang telah diisikan
selama praktikum.
E. Perhitungan
Proses perhitungan yang jelas, rapi, dan sistematis. Pada proses kalkulasi
yang mirip, maka dapat dituliskan sekali sebagai contoh perhitungan. Tabel yang
digunakan juga harus dilengkapi dengan satuan.
131:
LAPORAN SEMENTARA
SPEKTROFOTOMETRI
(H)

Hari / Tanggal :
Nama Praktikan : 1. NIM : 1.
2. 2.
3. 3.
Asisten : Ganang Dino Utama / Priskila Natalia
Data Percobaan
1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Pewarna Merah
Konsentrasi larutan awal : ppm | Panjang gelombang optimum : nm
No Konsentrasi, ppm Absorbansi
1
2
3
4
5
2. Penentuan Konsentrasi Larutan Pewarna Merah X ppm
Pengenceran : kali | Absorbansi :
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Pewarna Biru
Konsentrasi larutan awal : ppm | Panjang gelombang optimum : nm
No Konsentrasi, ppm Absorbansi
1
2
3
4
5
4. Penentuan Konsentrasi Larutan Pewarna Biru, Y ppm
Pengenceran : kali | Absorbansi :
Asisten jaga, Yogyakarta,
Praktikan
1.
2.
3.
132:
POIN-POIN PENILAIAN
PRAKTIKUM KODE H (SPEKTROFOTOMETRI)
Nama :
NIM :
No Penilaian Nilai Max
1 TUJUAN PERCOBAAN 5
2 CARA KERJA 10
3 ANALISIS DATA 30
4 PEMBAHASAN 40
Penjelasan prinsip spektrofotometri, absorbansi, dan
5
transmitansi.
Prinsip kerja alat spektrofotometer UV-visible. 5
Pemaparan Hukum Lambert-Beer yang dikaitkan dengan
6
absorbansi pada larutan dengan konsentrasi rendah (encer).
Penjelasan mengenai gelombang optimum dan spektrum warna
5
komplemen.
Penjelasan singkat mengenai larutan blanko yang digunakan 2
Pemaparan ringkas hasil panjang gelombang optimum yang
diperoleh untuk larutan merah dan larutan biru (berbeda/sama) 5
dan warna spectrum apa yang terserap.
Pemaparan hasil percobaan berupa nilai absorbansi yang
diperoleh pada berbagai konsentrasi larutan larutan merah dan
5
larutan biru (dilengkapi dengan grafik dengan format
sebagaimana terlihat pada Gambar 2 dan persamaannya).
Hasil konsentrasi larutan merah X ppm dan larutan biru Y ppm
4
yang dilengkapi cara memperolehnya (persamaan/grafik).
Aplikasi penggunaan prinsip spektrofotometri di dunia industri
3
(3 contoh)
5 KESIMPULAN 10
6 SARAN 5
FORMAT LAPORAN
TOTAL 100

Anda mungkin juga menyukai