Anda di halaman 1dari 7

REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


”TUBERCULOSIS TULANG”

Pembimbing :

Disusun oleh :
Silvie Widya Octrisia ( 1523017017 )

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2021
1. Definisi dan Etiologi
Tuberkulosis tulang adalah infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang mengenai satu
atau lebih tulang. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan famili Mycobacteriase. (1)
2. Manifestasi Klinis
 Osteomyelitis, Artritis, Spondilitis.
 Nyeri lokal yang tidak spesifik pada tulang yang terinfeksi.
 Demam subfebril, menggigil, malaise.
 Berat badan menurun.
 Defisit neurologi (12-50% pasien) : paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radikular.
 TB servikal : disfagia dan stridor, tortikollis, suara serak akibat gangguan n.
laringeus.(2)
3. Patofisiologi
Tuberkulosis tulang terjadi dari hematogen yang menginfeksi segera setelah
infeksi paru. Biasanya manifestasi klinis awal berupa osteomyelitis melalui arteri
nutrien, dan menyebar secara lokal ke bagian sendi. Pada tulang panjang TB berada di
daerah epifisis, kemudian Sinovium merespon dengan reaksi inflamasi diikuti
pembentukan jaringan granulasi. Terbentuk pannus dari jaringan granulasi yang
mendestruksi tulang dan menyebabkan demineralisasi. Apabila hal ini terus berlanjut
tanpa pengobatan tepat, abses dapat berkembang di jaringan sekitar sehigga
vaskularisasi terhambat.(3)
Tuberkulosis pada tulang belakang paling sering dijumpai (50%), penyebaran
melalui subligamen ke daerah paravertebra dan soft tissue yang berdekatan. Hal
tersebut menyebabkan osteonekrosis yang ditandai dengan hilangnya matriks tulang
dan dapat menyebabkan vertebra kolaps.(3)
4. Diagnosis dan Gambaran Radiologi
Anamnesis
 Gejala umum (nyeri lokal, demam, batuk kronis, berat badan menurun).
 Terdapat riwayat TB paru/ kontak langsung dengan pasien TB.

Pemeriksaan fisik

 Nyeri lokal yang tidak spesifik.


 Pemeriksaan neurologis : gangguan sensorik, hemiplegia, paraplegia, clumsiness
walking.
 Deformitas maupun gibbus (pada tulang belakang).

Pemeriksaan Penunjang

 BTA/ Mantoux test positif.


 Sinar-X
Pemeriksaan radiologi tahap awal untuk penapisan diagnosa, dan sebaiknya dua
jenis, proyeksi AP dan lateral. Pada fase awal, penyempitan ruang diskus
intervertebralis menandakan terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan jaringan
lunak sekitarnya memberikan gambaran fusiformis. Pada fase lanjutan kerusakan
bagian anterior se- makin memberat dan membentuk angulasi kifotik (gibbus).

Gambar 5.1. Sinar-X memperlihatkan iregularitas dan berkurangnya ketinggian


dari badan vertebra T9 (tanda bintang), serta juga dapat terlihat massa
paravertebral yang samar, yang merupak cold abscess (panah putih).
 CT Scan
CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi badan
vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis.
Pemeriksaan ini dilakukan penyuntikan kontras melalui punksi lumbal ke dalam
rongga subdural, lalu dilanjutkan dengan CT scan

Gambar 5.2. Pada CT-scan dapat terlihat destruksi pedikel kiri vertebra L3 (panah
hitam), edema jaringan perivertebra (kepala panah putih), penjepitan medula
spinalis (lingkaran merah), dan abses psoas (panah putih besar).
 MRI
MRI merupakan pilihan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi badan
vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses
paraspinal dapat dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini.
Gambar 5.3. MRI potongan sagital pasien spondilitis TB. Pada MRI dapat dilihat
destruksi dari badan vertebra L3-L4 yang menyebabkan kifosis berat (gibbus), infi
ltrasi jaringan lemak (panah putih), penyempitan kanalis spinalis, dan penjepitan
medula spinalis.
5. Tatalaksana
Lini 1 Kategori 1 (Pasien TB baru, Pasien TB ekstra paru)
 Paduan OAT Kategori 1 yang digunakan di Indonesia adalah 2(HRZE)/4(HR)3
atau 2(HRZE)/4(HR).(4)
Tabel 5.1. Dosis obat berdasarkan berat badan kategori 1

Tabel 5.2. Jangka waktu pengobatan kategori 1

Lini 1 Kategori 2 (TB yang kambuh, gagal pengobatan kategori 1, pengobatan setelah
putus berobat)
Tabel 5.3. Dosis obat berdasarkan berat badan kategori 2
Tabel 5.4. Jangka waktu pengobatan kategori 2

6. Evaluasi
 Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
 Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dua contoh uji
dahak (sewaktu dan pagi). Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien
sebelum memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB
yang terkonfirmasi bakteriologis merupakan suatu cara terpenting untuk menilai
hasil kemajuan pengobatan.
 Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien
harus memulai pengobatan tahap lanjutan. Pemberian OAT sisipan sudah tidak
dilakukan.
 Semua pasien TB baru yang tidak konversi pada akhir 2 bulan pengobatan tahap
awal, tanpa pemberian paduan sisipan, pengobatan dilanjutkan ke paduan tahap
lanjutan. Pemeriksaan dahak diulang pada akhir bulan-3 pengobatan. Bila
pemeriksaan pada akhir 3 bulan pengobatan hasilnya tetap BTA positif, pasien
ditetapkan sebagai pasien terduga TB RO. Semua pasien TB pengobatan ulang
yang tidak konversi akhir tahap awal ditetapkan juga sebagai terduga TB-RO.
 Semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan
pada akhir bulan ke 5 pengobatan. Apabila hasilnya negatif, pengobatan
dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan
ulang dahak kembali pada akhir pengobatan. Bilamana hasil pemeriksaan
mikroskopis nya positif pasien dianggap gagal pengobatan dan dimasukkan
kedalam kelompok terduga TB-RO.
 Pemantauan kondisi klinis merupakan cara menilai kemajuan hasil pengobatan
pasien TB ekstra paru. Sebagaimana pada pasien TB BTA negatif, perbaikan
kondisi klinis merupakan indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil
pengobatan, antara lain peningkatan berat badan pasien, berkurangnya keluhan,
dan lain-lain.
7. Prognosis
Penanganan yang dilakukan semakin dini, prognosis semakin baik. Ketaatan minum
obat juga memiliki pengaruh prognosis yang besar.
Daftar Pustaka
1. Muntean PE. Pott’s disease. Pneumon. 2020;33(1):1.
2. Widyo A, Penelitian A, Teknik FIKUNY, Eropa U, Serikat A, Online CB, et al. Jurnal
STIKES. Ital J Pediatr [Internet]. 2013;40(9):661–73. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3269357&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
%5Cnhttp://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-
50449106919&partnerID=tZOtx3y1
3. Mousa HAL. Bones and joints tuberculosis. Bahrain Med Bull. 2007;29(1):17–21.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pengobatan Pasien Tuberkulosis.
Kementeri Kesehat Republik Indones [Internet]. 2017;1–117. Available from:
http://www.ljj-
kesehatan.kemkes.go.id/pluginfile.php/4607/coursecat/description/Pengobatan Pasien
TB.pdf

Anda mungkin juga menyukai