Anda di halaman 1dari 43

PROSES PENCAPAN PADA KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA REAKTIF

DINGIN (NOVACRON GOLDEN YELLOW P-2RN – NOVACRON BLUE P-3R) 2


TAHAP DENGAN VARIASI METODA FIKSASI (PAD STEAM – WET FIXATION
– PAD BATCH – ALKALI PRETREATMENT)

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1 MAKSUD
Maksud dari praktikum ini adalah untuk dapat mengetahui dan memahami
cara proses pencapan pada kain kapas dengan zat warna reaktif panas
dengan baik dan benar.

1.2 TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat melakukan proses pencapan
pada pada kain kapas dengan zat warna reaktif panas (Novacron Golden
Yellow P-2RN – Novacron Blue P-3R) 2 tahap dengan variasi metoda
fiksasi (pad steam – wet fixation – pad batch – alkali pretreatment)
sehingga dapat mengetahui pengaruh dari variasi tersebut terhadap
persentase ketajaman warna dan ketuaan warna hasil pencucian.

II. LANDASAN TEORI


2.1 Kapas[1]
Serat kapas merupakan jenis serat selulosa (berasal dari tumbuhan) yang
dikenal sejak 1500 tahun SM, India adalah Negara tertua yang
menggunakan serat kapas. Serat kapas dibawa ke Mesir oleh Alexander
Agung. Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk
dalam jenis Gossypium, antara lain :
a. Gossypium Arboreum (berasal dari India)
b. Gossypium Herbaceum
c. Gossypium Barbadense (berasal dari Peru)
d. Gossypium Hirsutum (berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah dan
Kepulauan Hindia Barat)

Laporan Praktikum Teknologi Pencapan 1 – Kelompok 1 | 3K2 1


Tabel 2.1 Komposisi serat kapas
Susunan Persen terhadap berat kering
Selulosa 94
Pektat 1,2
Protein 1,3
Lilin 0,6
Debu 1,2
Pigmen dan zat-zat lain 1,7
Sumber: Soeprijono.P. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. 1973. Hal 46

2.1.1 Sifat-sifat kimia serat kapas : [2]


1. Pengaruh asam
Selulosa tahan terhadap asam lemah akan tetapi terhadap asam kuat
akan menyebabkan kerusakan. Asam kuat akan menghidrolisa selulosa
yang mengmbil tempat pada jembatan oksigen penghubung, sehingga
terjadi pemutusan rantai molekul selulosa (hidroselulosa). Rantai molekul
selulosa menjadi lebih pendek menyebabkan penurunan kekuatan tarik
selulosa.
2. Pengaruh alkali dan oksidator
Oksidator menyerang cincin glukosa dari serat kapas yang kemudian
dikenal dengan nama oksiselulosa. Oksiselulosa memberikan ciri bahwa
terjadi kerusakan dimana terjadi pengurangan derajat polimerisasi. Hal ini
di akibatkan oleh setelah terjadi oksidasi terhadap ring glukosa maka
serat akan lebih mudah rusak karena adanya sisa alkali didalam serat.

Gambar 3.1 Bagian serat kapas yang terserang oksidator


Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011. Hal 6.
3. Pengaruh reduktor
Serat kapas biasanya aman dikerjakan dengan zat pereduksi dalam
kondisi normal, tetapi akan berwarna kekuning-kuningan dan berkurang
kekuatannya dalam larutan stano klorida dengan konsentrasi dan suhu
tinggi.
4. Pengaruh panas
Serat kapas tidak memperlihatkan perubahan kekuatan bila dipanaskan
pada suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan kekuatan.
Serat kapas kekuatannya hampir hilang bila dipanaskan pada suhu 240oC
5. Pengaruh mikroorganisme
Serat kapas sebenarnya sukar terangsang mikroorganisme, namun
dalam keadaan lembab dan hangat mudah terserang jamur dan bakteri
yang mengakibatkan serat menjadi rusak.

2.1.2 Serat fisika serat kapas: [2]


1. Kadar uap air
Kelembaban relatif pada kondisi standar yaitu 65 ±2% dan suhu 27 ± 2oC
kadar uap air moisture regain berkisar antara 7 – 8,5 %.
2. Berat jenis
Berat jenis kapas berkisar antara 1,5 sampai 1,56 g/cm3.
3. Warna tidak putih tetapi kecoklat-coklatan. Pigmen yang menimbulkan
warna pada kapas belum diketahui dengan pasti. Warna kapas akan
semakin tua setelah penyimpanan selama 2 – 5 tahun. Selain itu, warna
kapas berubah menjadi keabu-abuan karena pengaruh cuaca dan
berwarna putih kebiruan karena pengaruh tumbuhnya jamur pada kapas
saat pemetikan.
4. Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat,
panjang serat dan orientasinya. Dalam keadaan standar kekuatannya
antara 3 – 5 gram/denier.
5. Kekuatan dalam keadaan basah lebih kuat dari pada dalam keadaan
kering.
6. Mulur sampai putus aalah bertambahnya panjang karena penarikan.
Mulur serat kapas 13-14% rata-rata 7%.
7. Keliatan menunjukan kemampuan benda menerima kerja dan merupakan
sifat yang penting untuk serat tekstil terutama yang dipergunakan untuk
keperluan industri. Keliatan serat kapas relatif tinggi dibandingkan serat
wol dan sutera.
8. Berat jenis 1.5-1.56.
9. Indeks bias 1.58 dalam keadaan sejajar sumbu serat dan 1.53 melintang
pada sumbu.

2.1.3 Penampang serat kapas: [1]


 Penampang melintang
Penampang melintang serat kapas berbentuk sangat bervariasi hampir
bulat tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal.
 Penampang membujur
Penampang membujur serat kapas berbentuk seperti pita terpuntir.
Kedewasaan serat kapas dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding
serat,makin dewasa makin tebal dinding seratnya, dimana lebih besar
dari setengah lumennya. Serat-serat yang belum dewasa kekuatannya
rendah dan dalam pengolahan menimbulkan banyak limbah, misalnya
timbul nep yaitu sejumLah serat yang kusut membentuk bulatan-
bulatan kecil yang tidak dapat diuraikan kembali.

Gambar 3.2 Penampang melintang dan membujur serat kapas


Sumber: Soeprijono.P. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. 1973. Hal 41
Gambar 3.3 Penampang melintang dan membujur serat kapas
Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011. Hal 6.

Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer


selubiosa, dengan derajat polimerisasi (DP) bervariasi, contoh DP kapas
sekitar 3000. Makin rendah DP daya serap airnya makin besar, contoh :
moisture regain (MR) kapas 7-8 %. Struktur serat kapas adalah sebagai
berikut :

Gambar 3.4 Struktur Molekul Kapas


Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011. Hal 7

Gambar 3.5 Struktur Rantai Molekul Selulosa


Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011. Hal 7

Gugus –OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan
untuk mengadakan ikatan dengan zat warna direk berupa ikatan hidrogen.
Serat selulosa umumnya lebih tahan alkali tapi kurang tahan suasana
asam,
sehingga pengerjaan proses persiapan penyempurnaan dan
pencelupannya lazim dilakukan dalam suasana netral atau alkali.

2.1.4 Kerusakan pada serat kapas: [2]


Asam dan zat oksidator dapat merusak serat selulosa, dimana
kerusakannya bergantung pada jenis serat, konsentrasi, suhu dan waktu
pengerjaan. Diantaranya:
 Hidroselulosa
Serat selulosa yang dikerjakan dalam larutan asam kuat akan
mengakibatkan terjadinya hidroselulosa yang menyebabkan penurunan
kekuatan tarik, dimana reaksi hidrolisis terjadi pada jembatan glukosa
sehingga rantai molekul putus dan menjadi beberapa rantai molekul yang
lebih pendek (I). Apabila pengerjaan asam diikuti pula oleh pengeringan
juga akan menyebabkan hidroselulosa (II).

Gambar 3.6 Reaksi Hidroselulosa


Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011. Hal 10

 Oksiselulosa
Pengerjaan selulosa dengan oksidator menyebabkan terjadinya
oksiselulosa, dimana oksidator akan menyerang cincin glukosa dari
selulosa
(III) dan pengerjaan lebih lanjut dengan alkali akan memutuskan rantai
molekul (V). Apabila proses oksidasi terjadi dalam suasana alkali, dan
berhubungan dengan udara, maka akan terjadi pemutusan cincin molekul
glukosa yang lebih hebat sehingga terjadi penurunan kekuatan serat
selulosa (VI). Dengan reaksi:
Gambar 3.7 Reaksi Oksiselulosa
Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011. Hal 11

2.2 Proses Pencapan


Pencapan adalah suatu proses pemberian warna secara setempat atau tidak
merata pada kain, sehingga menimbulkan corak-corak tertentu. Pemberian
zat warna ini lebih banyak bersifat fisika-kimia.

Golongan zat warna yang digunakan untuk pencapan sama seperti golongan
zat warna untuk pencelupan kain. Selain itu pada pencapan, bermacam-
macam golongan zat warna dapat dipakai bersama-sama dalam pencapan
satu kain, tanpa saling mempengaruhi warna aslinya.

Kain sebelum dicap perlu mendapatkan pengerjaan pendahuluan, misalnya


pembakaran bulu, pemasakan, pengelantangan atau lainnya. Pengerjaan
pendahuluan yang kurang sempurna akan menghasilkan pencapan yang
kurang sempurna juga.

Sesuai dengan alat/ mesin yang digunakan dalam pencapan, maka dikenal :
 Pencapan semprot ( spray – printing )
 Pencapan blok ( Block – printing )
 Pencapan perrotine ( Perrotine – printing )
 Pencapan rambut serat ( Flock – printing )
 Pencapan kasa/sablon ( Screen – printing )
 Pencapan rol ( Roller – printing )
 Pencapan transfer ( Transfer – printing )

2.3 Zat Warna Reaktif [2]


Pencapan dengan zat warna reaktif banyak digunakan karena disamping
pilihan warnanya yang banyak juga karena dapat diekrjakan dengan
kondisi yang sederhana. Ukuran moleulnya kecil dan laru dalam air dengan
baik sehingga cepat ebrdifusi dalam serat, hasil pencapan mempunyai kilau
yang tinggi.

Zat warna reaktif mengadakan reaksi dengan selulosa membentuk ikatan


kovalen. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaannya
adalah kestabilan pasta capnya dan kemungkinan terjadinya penodaan
warna pada serat saat proses pencucian pada permukaan.

Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat digunakan untuk
mewarnai serat selulosa. Zat Warna reaktif mengadakan reaksi dengan
serat dan membentuk ikatan kovalen sehingga zat warna tersebut menjadi
bagian dari serat ikatan kovalen terbentuk dari hasil reaksi antara sistem
reaktif pada zat warna reaktif dengan gugus -OH, -SH. -NH2, dan NH.

Pada proses pencapan dengan zat warna reaktif dimana zat warna yang
telah terhidrolisa dapat menimbulkan masalah serius. Ketika kain dicap
dengan zat warna reaktif cara langsung, kebanyakan zat warna bereaksi
dengan serta pada bagian yang dicap dan sebagian dari zat warna
terhidrolisa, tentunya zat warna yang terhidrolisa ini harus dihilangkan.
Selain itu, pengental yang digunakan pada pasta cap juga harus
dihilangkan dari kain. Pada saat proses pencucian sabun keduanya
dihilangkan dari kain. Dalam larutan pencucian sabun tersebut sekarang
mengandung zat warna reaktif yang terhidrolisa dan membentuk larutan
celup untuk kain. Akibatnya dasar putih diluar motif menjadi terwarnai atau
ternodai oleh zat warna yang terhidrolisa itu sehingga untuk mendapatkan
hasil yang baik, proses pencuciannya harus benar benar diperhatikan.

Beberapa contoh zat warna reaktif adalah dari golongan mono- dan
diklorotriazin (Procion, Cibacron, Amaryl, Chemictive, Goldazol dsb),
sulfatoetil sulfon (Remazol, Natictive), trikloro pirimidin (Reactone,
Drimarene). Zat warna tersebut dapat digunakan pada proses pencelupan
maupun pencapan. Beberapa zat warna tersebut seperti Procion Supra,
Cibacron Pront, dsb khusus dikembangkan untuk proses pencapan.
Biasanya golongan zat warna ini mempunyai kereaktifan tinggi dan atau
afinitas yang rendah terhadap serat. Zat warna dengan reaktifitas yang
tinggi lebih cenderung bereaksi dengan serat dan dengan afinitas yang
rendah zat warna yang terhidrolisa tidak akan menodai dasar putih pada
kain cap.

Untuk menjaga kestabilan zat warna ke dalam pasta cap maka


ditambahkan zat anti reduksi dan sebagai zat higroskopis dapat
menggunakan urea.

Alkali sangat diperlukan untuk menghasilkan ion sekulosat sehingga dapat


bereaksi dengan zat warna. Natrium bikarbonat selain harganya murah
juga memberikan kestabilan pasta cap yang tinggi dengan hampir semua
jenis zat warna reaktif. Jika digunakan jenis zat warna yang mempunyai
kestabilan yang cukup tinggi dapat digunakan natrium karbonat atau soda
kostik karena akan memberikan hasil pewarnaan yang lebih baik pada
kondisi lebih alkali.

Untuk jenis zat warna reaktif dingin atau yang kereaktifan tinggi maka dapat
digunakna konsentrasi yang rendah untuk alkalinya. Pemilihan jenis alkali
berdasarkan pada kereaktifan zat warna yang digunakan dan kestabilan
dari pasta cap yang diisyaratkan.

2.3.1 Penggolongan Zat Warna Reaktif Berdasarkan Reaksi


1. Golongan Diklorotriazin
Jika ada kemungkinan gugus khlor kedua duanya bereaksi dengan
selulosa (sel-OH) sehingga pewarnaanya sempurna atau terhidrolisa oleh
air (H2O) menjadi tidak reaktif lagi sebelum bereaksi dengan serat selulosa.
Zat warna reaktif ini pun dapat mengadakan reaksi subtitusi dengan serat
dan membentuk ikatan pseudoester yang tahan terhadap kondisi alkali
tetapi kurang tahan terhadap suasana Asam

2. Golongan Vinil Sulfon

Zw-SO2-CH2-CH2-Cl + NaOH  Zw-SO2-CH=CH2 + NaCl +H2O


Zw-SO2-CH=CH2 + Sel-OH  Zw-SO2-CH2-CH2-O-Sel

Sebagian zat warna reaktif bereaksi dengan air yang mengandung alkali
dan menyebabkan zat warna terdeaktivasi.

Zw-SO2-CH=CH2 + H – OH  D-SO2-CH2-CH2-OH (tidak reaktif)

Zat warna pun dapat mengadakan reaksi adisi dengan dan membentuk
ikatan eter, ikatan ini biasanya tahan terhadap suasana asam tetapi kurang
tahan pada suasana alkali.

Untuk menghilangkan zat warna yang terdeaktivasi dan kain yang sudah
dicelup atau dicap yaitu dengan proses penyabunan dengan deterjen.
Deterjen yang lebih baik adalah deterjen nonionik tanpa alkali (soda ash).

Dalam pemakaiannya, selain terjadi reaksi zat warna dengan serat juga
terjadi reaksi hidrolisis sehingga akan mengurangi efesiensi fiksasinya.
Reaksi yang terjadi selama proses zat warna reaktif dalam suasana alkali:

 Reaksi ionisasi selulosa : OH + Sel – OH  Sel –O + H2O


 Reaksi fiksasi : Sel –O + Zw-CI  Sel-O-Zw + CI-
 Reaksi hidrolisis : OH- + Zw-CI  Zw-OH + CI-

2.3.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Pemakaian

Menurut pemakaiannya, zat warna reaktif digolongkan menjadi 2 macam


yaitu :
1. Pemakaian cara dingin → Yaitu zat warna reatif yang memiliki kereaktifan
tinggi, misalnya zat warna reaktif dengan sistem reaktif diklorotriazin.
Temperatur tidak lebih dari 40oC karena pada temperatur yang lebih dari itu
zat warna akan mudah sekali bereaksi dengan air.
2. Pemakaian Cara Panas → Yaitu zat warna reaktif yang memiliki kereaktifan
rendah, misalnya zat warna reaktif sistem monoklorotriazin dan vinilsulfon.
Temperatur pencelupannya antara 70oC – 80oC.

2.3.3 Struktur Kimia Zat Warna Reaktif

Struktur zat warna reaktif yang larut dalam air terdiri dari bagian – bagian
yang masing – masing mempunyai fungsi tersendiri, tapi secara umum
dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan:

 S : Gugus pelarut. Banyaknya gugus pelarut yang terdapat dalam


struktur molekul zat warna menentukan kelarutan zat warna reaktif,
misalnya – SO3H atau –SO3Na dan –COONa.
 K : Kromofor, misalnya sistem yang mengandung gugus azo,
antrakuinon dan ftalosianin.
 P : Gugus penghubung antara kromofor dan sistem reaktif, misalnya
gugus amina, sulfoamina dan amida.
 R : Sistem reaktif mempunyai pengaruh yang sangat dominan
terhadap kereaktifan zat warna reaktif karena pada gugus ini terdapat
atom C pusat nukleofilik yang akan bereaksi dengan gugus fungsi serat
yang berkarakteristik nukleofilik seperti gugus hidroksil pada selulosa,
gugus amino, karboksil, hidroksil dan tiol pada serat wol, kesatbilan zat
warna pada hidrolisis, kestabilan ikatan zat warna dengan serat,
substantifitas dan kelarutan sehingga menentukan metoda pencelupan
dan metoda fiksasi yang sesuai untuk zat warna tersebut.
 X : Gugus reaktif yang mudah lepas dari sistem reaktif, misalnya
gugus klor, fluor da alkil sulfonat.

2.8 Pengental
Pengental digunakan untuk mendapatkan kekentalan pasta cap pada kain
atau memindahkan/melekatkan pasta cap pada kain. Sebagai penetrasi
yang baik dan motif yang tajam.

Syarat pengental :
 Stabil selama proses pencapan
 Tidak berwarna maupun mewarnai ahan tekstil serta tidak bereaksi
dengan zat warna.
 Mudah kering dan tidak menimbulkan busa.
 Dapar menahan resapan larutan/uap air sehingga diperoleh motif yang
tajam.
 Dapat memindahkan zat warna sebanyak mungkin ke bahan tekstil.
 Dapat bercampur dengan baik dengan zat pembantu tekstil lainnya
dan tidak mengadakan reaksi/antaraksi.
 Mudah dihilangkan pada pencucian.
 Daya rekat yang baik.

Pengental yang cocok digunakan adalah natrium alginat. Pengental sintetik


dari jenis asam poliakrilat dapat digunakan sebagai pengganti natrium
alginat serta dapat memberikan hasil pewarnaan yang lebih memuasakan
dan lebih mudah dihilangkan pada proses pencucian dibandingkan
menggunakan pengental natrium alginat. Pengental emulsi penuh dan
setengah penuh dan setengah emulsi baik dari tipe minyak dalam air (oil in
water) dan air dalam minyak water in oil)

Pengental jenis alginat juga merupakan satu satunya pengental alam yang
cocok untuk pencapan dengan zat warna reaktif. Karbohidrat lainnya
bereaksi dengan zat warna sehingga menurunkan pencapaian warna atau
pegangan kain yang tidak memuaskan karena ketidaklarutan
pengentalnya. Natrium alginat juga mengandung gugus hidroksil, tetapi ini
bereaksi sangat kecil karena gugus karboksil yang terionisasi pada setiap
lingkaran rantai polimer menolak anion zat warna.

Harga alginat yang relatif mahal dan persediaan alginat yang terbatas
maka perhatian difokuskan untuk mencari alternatif pengental lainnya.
Pengental sintetik dengan muatan anionik menunjukan potensi yang besar.
Asam poliakrilat tidak bereaksi sama sekali dengan zat warna reaktif,
pencapaian warna tinggi dibandingkan dengan pengental alginat, dan
washing off dapat diselesaikan lebih cepat.

Alginat merupakan molekul linier dengan berat molekul tinggi, sehingga


mudah sekali menyerap air. Oleh karena itu, alginat baik sekali fungsinya
sebagai bahan pengental. Secara kimia, alginat merupakan polimer murni
dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier yang panjang
(Winarno 2008). Bobot molekul alginat bervariasi, tergantung dari jenis
alginat, sumber bahan baku yang digunakan dan cara penyiapan bahan
baku. Bobot molekul alginate berkisar antara 350.000-1.500.000,
sedangkan alginat yang diperdagangkan berkisar antara 22.000-200.000
dengan tingkat polimerisasi 180-930. Viskositas Na-alginat dikelompokkan
kedalam lima kelompok, yaitu ekstra tinggi 100 cps, tinggi 500 cps, medium
300 cps, ekstra rendah 20-30 cps. Pengukuran dilakukan terhadap 1%
larutan alginat pada suhu 20oC. Menurut Rahardian (2009), faktor-faktor
fisika yang mempegaruhi sifat-sifat larutan alginat adalah suhu, konsentrasi
dan ukuran polimer. Karakeristik fisik garam alginat yaitu berupa tepung
atau serat, berwarna putih sampai dengan kekuningan, hampir tidak
berbau, dan
berasa. Sedangkan faktor-faktor kimia yang berpengaruh adalah pH dan
adanya pengikat logam, serta garam monovalen dan kation polivalen.

Struktur Molekul Natrium Alginat


Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sodium_alginat.jpg

Tipe emulsi minyak dalam air dan air dalam minyak juga cocok dan tipe
setengah emulsi sudah banyak digunakan pada pencapan dengan zat
warna reaktif.

Pada waktu proses pencucian dan penyabunan dengan deterjen nonionik


dan alkali, sebagian zat warna yang telah bereaksi dengan selulosa dapat
berpisah dan membentuk zat warna vinil sulfon yang reaktif lagi. Kemudian
dapat mengadakan reaksi dengan kain putih dasar dan mengakibatkan
penodaaan warna yang permanen.

2.9 Prosedur Pencapan


 Pembuatan Pasta Cap
Pengental alginat dibuat dengan menambahkan bubuk pengental alginat
sedikit demi sedikit ke dalam air panas dalam ember plastik sambil diaduk
dengan mixer sampai homogen.
Dalam pasta cap semua zat pembantu yang tidak dalam bentuk larutan
harus dilarutka lebih dadhulu dengan air atau air panas agar tidak
menganggu homogenitas pasta cap. Zat warna dilarutkan dengan air
ditambah urea untuk membantu kelarutan zat warna reaktif. Siapkan
pengental dalam ember plastik kemudian sambil diasuk ditambahkan zat
warna, zat anti reduksi dan terakhir setelah dingin ditambahkan alkali.
 Pencapan pada bahan atau kain
Setelah persiapan meja cap maka kain, pasta cap, screen dan peralatan
lainnya maka proses pencapan dapat segera dilakukan sesuai dengan
metoda 2 tahap.

 Pengeringan

Pengeringan pada kain yang telah dicap merupakan suatu keharusan.


Pengeringan berfungsi untuk mencegah zat warna keluar dari corak-corak
yang telah ditentukan pada pencapan.

Pengeringan setelah kain dicap mutlak dilakukan untuk menghilangkan


kandungan air pada lapisan pasta cap atau menghilangkan kelembaban
lapisan pasta sehingga mencegah zat warna blobor (bleeding), selain itu
pengeringan bertujuan untuk memudahkan penanganan kain hasil cap
untuk proses fiksasi. Proes pengeringan perlu memperhatikan faktor –
faktor jenis kain (hidrofob atau hidrofil), jenis pasta cap alkali/asam,
tegangan kain. Kain yang memiliki regain rendah atau sifat hidrofob
pengeringan harus dilakukan sesegera mungkin. Jenis pengeringan yang
bisa dilakukan antara lain:

Kondisi pengeringan berpengaruh terhadap hasil fiksasi zat warna, namun


standar pengeringan yang baik akan memberikan efek hasil pewarnaan
yang baik pula. Pengeringan yang berlebihan akan menyebabkan retak
dan pecahnya lapisan pasta cap sehingga fiksasi tidak sempurna dan
terjadi penodaan warna. Demikian pula pengeringan yang tidak merata
akan menyebabkan ketidakrataan warna hasil pencapan.

 Fiksasi pada Proses Pencapan Zat Warna Reaktif

Proses fiksasi penting karena terjadi ikatan kovalen antara serat dengan
zat warna reaktif. Waktu proses fiksasi yang terlalu lama dari yang
dibutuhkan akan menyebabkan turunnya hasil pewarnaan yang disebabkan
ketidakstabilan ikatan kovalen serat dengan zat warna dibawah kondisi
alkali. Oleh karena itu kondisi fiksasi sangat tepat sangatkah penting baik
ditinjau dari segi ekonomis juga hasil pewarnaan yang tinggi. Penentuan
kondisi fiksasi bergantung pada tingkat kereaktifan zat warna.

Zat warna dengan kereaktifan tinggi dapat dikerjakan dengan proses fiksasi
cepat. Namun bila zat warna yang dipakai mempunyai kereaktifan rendah
lebih aman menggunakan suhu dan waktu pengukusan normal.

Diketahui bahwa hampir setiap jenis merek dagang zat warna reaktif
mempunyai tingkat kereaktifan yang berbeda. Selama proses fiksasi
berlangsung selain terjadi ikatan kovalen antara serat dan zat warna, juga
terjadi hidrolisa zat warna oleh air sehingga tidak ada lagi zat warna tersisa
dalam bentuk reaktif. Zat warna yang terhidrolisa tersebut harus
dihilangkan secara sempurna dari kain pada proses pencucian.

Fiksasi dapat dilakukan dengan beberapa metoda fiksasi, seperti :


o Dengan cara penguapan / pengukusan (Steaming)
Dalam proses penguapan, uap terkondensasi pada permukaan lapisan
pasta cap, kondensat membantu pelarutan zat warna untuk masuk
kedalam serat (difusi), agar tidak terjadi blobor (bleeding) atau migrasi zat
warna keluar dari motif, pada proses fiksasi kondisi penguapan perlu
dikontrol sesuai dengan sifat absorbensi.

Fiksasi dengan pengukusan /penguapan untuk zat warna reaktif efektif


dilakukan dengan uap jenuh (saturated steam) pada 100 - 103°C selama
3-10 menit. Waktu penguapan bergantung pada tingkat kereaktifan zat
warna, fiksasi dapat dpercepat dengan suhu lebih tinggi 130 -160°C
selama 1-5 menit. Penambahan urea sebanyak 50-200 g/kg sebagai zat
higroskopis sangat penting untuk menjaga kelembapan pasta cap dan
reaksi zat warna dengan serat terjadi sesuai yang diinginkan.
o Metoda Wet Fixation
Pasta cap yang digunakan adalah sama dengan resep pasta cap pada
cara pad steam. Bila menggunakan zat warna reaktif dengan kereaktifan
tinggi maka tidak perlu disteam. Setelah kain dicap dengan pasta cap
netral maka dikeringkan (bisa dengan penguapan) lalu dilanjutkan dengan
fiksasi di dalam bak mengandung alkali dan garam.
Pengerjaan didalam larutan alkali selama 10 – 20 detik pada suhu 95 -
1000C. Setelah dikerjakan dalam larutan alkali harus segera dilakukan
pencucian. Proses ini tidak cocok untuk kain rayon viskosa.
o Metoda Pad Batch
Cara lain yang dapat digunakan adalah benam peras bacam yang
digunakan pada suhu ruang dengan waktu yang lebih lama. Setelah kain
dipad dengan larutan natrium silikat pada suhu 40 0C dengan WPU 70 –
80% untuk membantu penetrasi dan mengurangi viskositas, kemudian
kain digulung pada rol batching dan dibungkus plastik untuk mencegah
penegringan dan asam dari udara.
o Metoda Alkali Pretreatment
Pada cara ini pemberian alkali dilakukan sebelum kain dicap dengan
pasta cap netral. Hal tersebut terutama dilakukan pada produksi dalam
skala kecil. Setelah kain dibenam peras larutan alkali maka ditambahkan
sampai
200 g/L urea kemudian dilanjutkan dengan fiksasi menggunakan
pengukusan pada suhu 1050C selama 3 – 10 menit. Perlu diperhatikan
bahwa proses pengeringan setelah benam peras bacam larutan alkali
hendaknya tidak terlalu kering untuk menjaga tetap putihnya kain dan
daya absorpsi kain. Jika pada proses ini digunakan zat warna reaktif
dengan kereaktifan tinggi maka setelah kain dicap dengan pasta cap
netral dapat dilakukan penganginan selama 24 jam.

 Penyabunan
Proses pencucian pada pencapan dengan zat warna reaktif merupakan
proses yang penting, karena biasanya apabila proses pencucian kurang
optimal maka akan diperoleh staining, yaitu penodaan saat pencucian dan
tidak dapat diilangkan kembali.
Syarat pencucian diantaranya:
o Water flow (air yang mengalir)
Pencucian dilakukan pada air yang mengalir sampai zat warna yang
tidak terfiksasi seluruhnya sudah tersapu air (ditunjukkan air bekas
pencucian yang mendekati jernih).
o Open width
Kain yang dicuci tidak boleh dalam keadaan terlipat, atau juga tergulung.
Kain yang dicuci harus dalam keadaan terbuka lebar terutama bagian
motifnya.
o Over flow (air yang melimpah)

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 ALAT
 Ember plastik
 Gelas plastik
 Gelas piala 500 mL
 Gelas ukur 100 mL
 Pipet ukur 1mL, 10 mL
 Kaca pengaduk
 Mixer
 Kasa datar
 Rakel
 Neraca digital
 Alat tulis
 Mesin stenter

3.2 BAHAN
 Kain kapas
 Zat warna reaktif dingin kuning (Novacron Golden Yellow P-2RN)
 Zat warna reaktif dingin biru (Novacron Blue P-3R)
 Pengental alginat (Seatex H8)
 Urea
 Na2CO3 (Natrium karbonat)
 Teepol
 NaCl (Natrium khlorida)
 Na2SiO3 (Natrium silikat)
 Zat anti reduksi
 Air
IV. RESEP
4.1 Resep Pencapan
- Zat Warna Reaktif : 10-40 gram
- Urea : 15 gram
- Air : 200 gram
- Zat Anti Reduksi : 10 gram
- Pengental Alginat 8% : 400-500 gram
- Ballance : 240 gram

4.2 Resep Larutan Alkali


4.2.1 Pad Steam
- Na2CO3 : 150 g/L
- NaCl : 150 g/L
4.2.2 Wet Fixation
- Na2CO3 : 200 g/L
- NaCl : 200 g/L
4.2.3 Pad Batch
- Na2S2O3 48oBe : 9 bagian
o
- NaOH 38 Be : 1 bagian
4.2.4 Alkali Pre – Treatment
- Na2CO3 : 150 g/L
- NaCl : 150 g/L

4.3 Resep Pencucian


- Teepol : 2 g/L
- Na2CO3 : 1 g/L
- Suhu : 90oC
- Waktu : 15 menit
V. PERHITUNGAN RESEP
5.1 Pengental Alginat
 Kebutuhan pengental 1000 gram = 1 kg
 Pengental alginat 8% = 8100 × 1000 = 80 𝑔𝑟𝑎𝑚

 Air = 1000 gram


5.2 Pasta Cap
5.2.1 Blok (Kuning)
40
- Zat Warna Reaktif Panas 40 g =
1000 x 75 = 3 gram
10
- Urea 15 g =
1000 x 75 = 0,75 gram
200
- Air 200 g =
1000 x 75 = 15 gram
10
- Zat Anti Reduksi 10 g =
1000 x 75 = 0,75 gram
500
- Pengental Alginat 8% 500 g =
1000 x 75 = 37,5 gram
240
- Ballance 240 g =
1000 x 75 = 18 gram
Total = 75 gram
5.2.2 Kontur (Hijau)
20
- Zat Warna Reaktif Panas 20 g =
1000 x 75 = 1,5 gram (Kuning)
20
- Zat Warna Reaktif Panas 20 g =
1000 x 75 = 1,5 gram (Biru)
10
- Urea 15 g =
1000 x 75 = 0,75 gram
200
- Air 200 g =
1000 x 75 = 15 gram
10
- Zat Anti Reduksi 10 g =
1000 x 75 = 0,75 gram
500
- Pengental Alginat 8% 500 g =
1000 x 75 = 37,5 gram
240
- Ballance 240 g =
1000 x 75 = 18 gram
- Total = 75 gram
5.3 Resep Larutan Alkali
5.3.1 Pad Steam
- Kebutuhan larutan = 200 mL
150
- Na2CO3 150 g/L =
1000 x 200 = 30 gram
150
- NaCl 150 g/L =
1000 x 200 = 30 gram
5.3.2 Wet Fixation
- Kebutuhan larutan = 200 mL
200
- Na2CO3 200 g/L =
1000 x 200 = 40 gram
200
- NaCl 200 g/L =
1000 x 200 = 40 gram
5.3.3 Pad Batch
- Na2SiO3 48oBe 9 bagian = 900 gram
- NaOH 38oBe 1 bagian = 100 gram
5.3.4 Alkali Pre – Treatment
- Kebutuhan larutan = 200 mL
150
- Na2CO3 150 g/L =
1000 x 200 = 30 gram
150
- NaCl 150 g/L =
1000 x 200 = 30 gram
5.4 Resep Pencucian
- Kebutuhan larutan = 200 mL
2
- Teepol 2 mL/L =
1000 x 200 = 0,4 mL
1
- Na2CO3 1 g/L =
1000 x 200 = 0,2 gram

VI. FUNGSI ZAT

 Zat warna reaktif panas untuk memberi warna motif pada kain kapas
membentuk ikatan kovalen.
 Urea sebagai zat hogroskopis untuk menjaga kestabilan zat warna
reaktif pada pasta pencapan.
 Pengental untuk meningkatkan kekentalan pasta cap, melekatkan zat
warna reaktif panas pada kain kapas dan meningkatkan kekentalan
pasta cap.
 Na2CO3 berfungsi untuk memberikan suasana alkali pada proses
pencapan dan membantu proses fiksasi antara zat warna reaktif dingin
dengan kapas.
 NaCl berfungsi untuk memperlambat difusi zat warna reaktif panas ke
dalam serat kapas sehingga dapat mencegah terjadinya penodaan
pada kain.
 Zat anti reduksi berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada
saat proses pencapan.

VII. LANGKAH KERJA


7.1 Membuat Pengental Induk
 Menyiapkan alat dan bahan
 Menimbang pengental alginat sebanyak 80 gram dengan neraca digital
 Menimbang air sebanyak 1000 gram
 Memasukan pengental alginat ke dalam air sedikit demi sedikit hingga
homogen sambil dimixer.
7.2 Membuat Pasta Cap
 Menyiapkan meja cap (harus bersih, meja dilap bila perlu), kain, kasa,
dan alat pencapan lainnya.
 Menyiapkan zat warna reaktif panas dan zat pembantunya untuk
pencapan serat kapas.
 Menghitung dan menimbang kebutuhan pengental, zat warna, air,
urea, NaCl, zat anti reduksi dan Na2CO3 sesuai resep.
 Membuat pasta pencapan
7.3 Proses Pencapan
 Melakukan pad alkali untuk kain 4 terlebih dahulu.
 Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka
dan rata.
 Meletakan screen kontur tepat berada diatas bahan yang akan dicap.
 Meletakan rakel diatas screen.
 Menuangkan pasta cap pada bagian pinggiran screen.
 Menggerakan rakel pada bagian ujung yang lain dengan keadaan
miring dan tekanan konstan hingga 2 kali gerakan.
 Melepaskan screen diatas permukaan kain kapas.
 Memasang screen kedua bagian blok diatas kain kapas hingga tepat
dengan motif kontur yang pertama.
 Melakukan pencapan seperti langkah pencapan pada kontur.
 Mengangkat kain kapas hasil pencapan dengan hati hati..
 Melakukan proses pengeringan pada mesin stenter.
 Melakukan pad alkali (resep 1), alkali shock (kain 2), block alkali (kain
3).
 Melakukan proses steaming 1 menit (kain 1), batching 12 jam (kain 3)
dan steaming 10 menit (kain 4).

7.4 Proses Pencucian


 Menyiapkan kebutuhan atal dan bahan.
 Memanaskan air hingga mencapai 800C.
 Memasukkan teepol dan Na2CO3 sesuai dengan kebutuhan zat.
 Memasukkan kain kapas yang telah dilakukan proses fiksasi.
 Melakukan proses penyabunan selama 15 menit.
 Membilasnya dengan air mengalir.
 Mengeringkan kain hasil bilasan dengan diangin anginkan.
 Mengevaluasi kain hasil pencapan dengan presentasi ketajaman motif
dan ketuaan warna

7.5 Evaluasi %Ketajaman Motif


 Mengukur panjang segitiga lancip pada motif kain hasil pencapan.
 Membandingkan dengan panjang semula.
 Menghitung persentasi ketajaman motif.
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑐𝑚)
% Ketajaman Motif x 100%
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑐𝑚)
=
7.6 Evaluasi Ketuaan Warna
 Membandingkan seluruh kain hasil pencucian dibawah bidang yang
berwarna putih.
 Menilai kain hasil pencucian yang warnanya paling tua dengan
rangking 1 atau nilai 4.

VIII. DIAGRAM ALIR


8.1 Pad – Steam

Pencapan (Tanpa Alkali) Pengeringan Pad - Alkali

Cuci Sabun Panas Bilas Pengukusan

Cuci Dingin Keringkan

Evaluasi : Ketuaan Warna dan Ketajaman Motif

Diagram Alir Metoda Pad Steam

8.2 Wet Fixation

Pencapan (Tanpa Alkali) Pengeringan Alkali Shock 90oC – 108oC

Cuci Sabun Panas Bilas

Cuci Dingin Keringkan

Evaluasi : Ketuaan Warna dan Ketajaman Moti

Diagram Alir Metoda Wet Fixation


7.3 Pad Batch

Pencapan (Tanpa Alkali) Pengeringan Pad/Block Alkali

Cuci Sabun Panas Bilas Batching 12 jam

Cuci Dingin Keringkan

Evaluasi : Ketuaan Warna dan Ketajaman Motif

Diagram Alir Metoda Pad Batch

7.4 Alkali Pre –Treatment

Pad-Alkali Pengeringan Pencapan

Cuci Sabun Panas Pengukusan 105oC, 10’ Pengeringan

Cuci Dingin Keringkan

Evaluasi : Ketuaan Warna dan Ketajaman Motif

Diagram Alir Metoda Alkali Pre-treatment


VIII. DISKUSI

Pada praktikum kali ini dilakukan proses pencapan zat warna reaktif pada
kain kapas. Pada praktikum ini dilakukan pencapan dengan 4 varisi yaitu
metode pad- steam, pad batch, wet – fixation dan pre-alkali treatment.
Pada praktikum ini dilakukan 4 variasi bertujuan untuk mengetahui kondisi
optimum dari variasi metoda fiksasi pada proses pencapan dengan zat
warna reaktif panas dengan 2 tahap. Zat warna reaktif dengan kapas dapat
berikatan secara ikatan kovalen yang memanfaatkan penggunaan elektron
secara bersama sama sehingga hasil pencapan memiliki tahan luntur
warna yang baik karena ikatannya kuat. Zat warna reaktif merupakan zat
warna yang larut dalam air karena mengandung gugus pelarut dalam
struktur molekulnya yaitu gugus sulfonat atau SO3Na.
Pencapan merupakan proses mewarnai kain secara setempat dan
membentuk motif dengan menggunakan suatu pasta cap sehingga hasilnya
permanen. Dalam proses pencapan ini membutuhkan pengental dimana
pengental tersebut merupakan media untuk memindahkan zat warna pada
permukaan kain. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam
penggunaan zat warna rekatif adalah kestabilan pasta capnya dan
kemungkinan terjadinya penodaan warna dasar saat pencucian. Zat warna
reaktif memiliki sifat mudah bereaksi dengan suatu senyawa karena
sifatnya yang reaktif, sehingga pengental yang digunakan tidak boleh
bereaksi dengan zat warna. Sebab adanya pengental di permukaan kain
menyebabkan kain menjadi kaku dan kasar sehingga harus mudah
dihilangkan dalam pencucian. Oleh karena itu, pengental yang digunakan
tidak boleh mengandung gugus hidroksi atau OH karena dapat berikatan
dengan zat warna reaktif terutama pada gugus reaktifnya sehingga terjadi
persaingan antara gugus hidroksil dari pengental dan serat kapas untuk
berikatan dengan zat warna menempati gugus reaktifnya. Apabila zat
warna berikatan dengan pengental maka ketuaan warna menurun karena
tahan luntur warnanya berkurang dan kekakuan kain meningkat. Dalam
praktikum ini digunakan pengental alginat yang berasal dari alam yaitu dari
jenis rumput laut.
Struktur Molekul Natrium Alginat
Dalam struktur natrium alginat terdapat gugus natrium yang sifatnya dapat
mendorong zat warna reaktif sehingga dapat terserap pada kain kapas.
Adanya gugus OH- dan Na+ menunjukan bahwa zat ini larut dalam air.
Penambahan pengental alginat terhadap pasta cap harus diperhitungkan
agar tidak terlalu banyak agar didapatkan pasta cap yang viskositasnya
baik yang dapat diuji dengan mengangkat pasta tersebut dengan sendok
dan mengamatinya hingga pasta cap turun dengan mudah dan tidak
terputus putus. Jika pasta cap yang dibuat terlalu encer atau kental maka
dapat ditambahkan dengan factor balance (Penambahan air atau
pegental). Apabila terlalu encer maka pasta sangat mudah turun dan cepat
yang dapat diatasi dengan penambahan ballance dan apabila terlalu kental
dan sulit untuk turun maka dapat ditambahkan air sebagai
penyeimbangnya.
Pada praktikum ini dilakukan penambahan alkali yang berfungsi sebagai
pengatur pH sehingga didapat pH alkali dalam pencapan dengan zat warna
reaktif yang sekaligus membantu proses fiksasi zat warna reaktif dan
kapas. Pemilihan jenis alkali berdasarkan pada kereaktifan zat warna yang
digunakan serta kestabilan pasta capnya. Kereaktifan zat warna yang
rendah seperti zat warna reaktif panas maka digunakan natrium karbonat
atau Na2CO3 sehingga zat warna reaktif tidak mudah terhidrolisis karena
zat warna ini sangat rentan terhadap reaksi hidrolisis yang sangat
dipengaruhi oleh suhu dan alkali yang tinggi serta air sehingga
menyebabkan kereaktifannya rendah bahkan menjadi tidak reaktif lagi.
Penambahan alkali pada pasta cap sebaiknya dilakukan pada saat pasta
cap akan digunakan untuk menghindari hidrolisa zat warna sehingga
kereaktifannya tetap tinggi
agar dapat berikatan dengan serat kapas. Untuk menjaga kestabilan zat
warna ke dalam pasta cap maka dalam praktikum ini ditambahkan zat anti
reduksi dan urea.
Zat anti reduksi ditambahkan untuk mencegah terjadinya reaksi hidrolisis
pada kain kapas karena zat warna reaktif yang telah terhidrolisis. Zat warna
yang rusak dan tidak reaktif lagi dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis
pada serat kapas sehingga terjadi hidroselulosa dan membentuk gugus
aldehid atau R-COH pada kapas yang menandakan bahwa kain tersebut
telah rusak. Secara mikroskopi maka kerusakan ini dapat membentuk
dumbel atau gelembung serat yang besar dan ketika ada gesekan atau
gerakan mekanik maka dumbel tersebut dapat pecah sehingga permukaan
kapas rusak dan zat warna mudah berdifusi pada kapas namun
menyebabkan ketidakrataan. Dinding primer serat kapas rusak karena
tidak dapat menahan tekanan dari dinding sekunder dan lumen serat kapas
yang akibatnya dinding primer menjadi jebol.

8.3 Ketuaan Warna


Rangking Nilai Ketuaan Predikat Kain Hasil
No Metoda
Ketuaan Warna Warna Pencapan

1 Pad Steam Rangking 2 3 Tua

2 Wet Fixation Rangking 4 1 Muda

3 Pad Batch Rangking 3 2 Sedang

4 Alkali Pretreatment Rangking 1 4 Sangat Tua

Tabel Data Ketuaan Warna Kain Hasil Pencapan dengan Zat


Warna Reaktif Panas 2 Tahap pada Kain Kapas
Pengaruh Metoda Fiksasi pada Pencapan Kain Kapas
dengan Zat Warna Reaktif Panas 2Tahap Terhadap Ketuaan Warna
NILAI KETUAAN WARNA
4.5
4
3.5
3 4
2.5
2
1.5 3
1
0.5
0 2

Pad Steam Wet Fixation Pad Batch Alkali Pretreatment


METODA FIKSASI

Grafik Pengaruh Metoda Fiksasi pada Pencapan Kain Kapas


dengan Zat Warna Reaktif Panas 2 Tahap Terhadap Ketuaan
Warna

 Metoda Pad – Steam


Metode pad- steam adalah salah satu metode yang digunakan dalam
proses pencapan zat warna reaktif panas dengan proses difusi terjadi pada
proses padding dan fiksasi terjadi pada proses steam yang menggunakan
uap panas sebagai metode fiksasinya dengan hasil pencapannya cukup
baik. Pada Metode pad steam dilakukan pada padding dengan alkali dan
proses pad steam pada suhu 1050C selama 10 menit. Penambahan larutan
alkali dilakukan karena fiksasi zat warna reaktif pada serat selulosa terjadi
pada ph 10,5 – 12,0 yaitu pH alkali. Pada pH tersebut zat warna reaktif
yang sudah terserap didalam serat kapas akan bereaksi dengan serat
kapas. Reaksi zat warna reaktif dengan serat selulosa terjadi pada pH
tinggi oleh adanya peambahan alkali. Walapun reaksi hidrolisis zat warna
reaktif dengan air terjadi pada pH yang tinggi dan suhu tinggi, namun reaksi
hidrolisis tersebut sangat sedikit kemungkinan terjadinya karena zat warna
telah terserap kedalam serat dengan bantuan padding sehingga zat warna
reaktif panas
yang semula berada dipermukaan kain menjadi berdifusi pada inti serat
kapas tepatnya gugus amorf yang strukturnya tidak teratur. Oleh karena itu,
penambahan alkali dilakukan pada tahap kedua setelah dilakukan proses
pencapan sehingga sebagian besar zat warna telah berada dipermukaan
serat, dapat berdifusi dengan baik dan terfiksasi secara perlahan dalam
proses pengukusan atau steam. Apabila alkali tersebut dilakukan pada
proses awal, maka kemungkinan besar akan tejadi hidrolisa. Hal inilah
yang menyebabkan kain dengan hasil pencapan dengan metode pad
steam menunjukan hasil ketuaan warna yang baik yaitu rangking 2. Hasil
dari ketahanan luntur terhadap pencucian dengan metode ini cukup baik.
Ketika proses pencucian berlangsung, zat warna yang luntur tidak terlalu
banyak dan perubahan warnanya pun tidak signifikan. Ketuaan warna yang
baik ini dapat dicapai karena reaksi hidrolisanya rendah karena alkali
ditambahkan dipertengahan proses dan suhu tinggi saat proses fiksasi
dilakukan pada akhir proses dengan waktu yang singkat yaitu 1 menit
sehingga reaksi hidrolisa menjadi rendah.
Saat proses benam peras dengan alkali maka terbentuk ikatan antara zat
warna reaktif panas dengan serat kapas terutama zat warna yang telah
berdifusi pada inti serat kapas dan mengisi bagian amorfnya. Ketika proses
padding, maka terjadi penambahan fiksasi zat warna reaktif karena yang
semula zat warna hanya dipermukaan saja menjadi berdifusi pada inti serat
dan memiliki kesempatan untuk terfiksasi. Kemudian dilakukan proses
pengukusan atau steaming sehingga sebagian zat warna yang tidak
terfiksasi dapat diuapkan dan bermigrasi pada fasa uap panas yang
sekaligus juga menghilangkan sisa air yang semula ditambahkan pada
pasta cap.
Disekitar kain terdapat penodaan akibat lunturnya zat warna yang tidak
terfiksasi pada saat benam peras larutan alkali sehingga zat warna tersebut
yang telah terhidrolisis mereduksi serat kapas sehingga zat warna tersebut
dapat menodai kain kapas disekitar motif, yang dipermudah dengan kondisi
larutan dalam keadaan alkali.
 Metode Wet - Fixation
Metode wet-fixation (fiksasi basah) adalah adalah metode dengan proses
fiksasi dilakukan secara cepat dengan penambahan konsentrasi alkali yang
tinggi sehingga terjadi reaksi singkat yang shock. Proses fiksasi sangat
memegang peranan penting karena terjadi ikatan kovalen antara serat
kapas dengan zat warna reaktif. Waktu proses fiksasi yang terlalu lama
akan menyebabkan turunnya hasil pewarnaan yang disebabkan oleh
ketidakstabilan ikatan kovalen serat dengan zat warna dibawah kondisi
alkali. Oleh karena itu kondisi fiksasi yang tepat bergantung pada tingkat
kereaktifan zat warna. Selama proses fiksasi belangsung selain terjadi
ikatan kovalen juga terjadi hidrolisa zat warna oleh air, sehingga tidak ada
lagi zat warna yang tersisa dalam bentuk reaktif. Zat warna yang
terhidrolisa tersebut harus dihilangkan secara sempurna dari kain pada
proses pencucian.
Proses fiksasi zat warna dilakukan dengan menggunakan alkali dan garam
elektrolit. Alkali yang digunakan berupa Na2CO3 yang merupakan alkali
lemah untuk menghindari reaksi hidrolisa zat warna reaktif. Elektrolit yang
digunakan adalah NaCl yang dalam air dapat mengion menjadi gugus Na+
dan Cl- sehingga dapat mendorong penyerapan zat warna reaktif kembali
pada inti serat. Zat warna yang semula hanya ada pada permukaan serat
kapas dapat berdifusi dan terserap pada inti serat kapas yaitu pada gugus
amorf. NaCl dalam praktikum ini digunakan untuk menghambat difusi zat
warna reaktif sehingga tidak timbul penodaan pada kain diluar motif. Reaksi
dengan alkali yang secara tiba tiba, nyatanya menghasilkan kain yang
sangat muda karena ketika reaksi benam alkali shock terjadi reaksi secara
tiba tiba dimana zat warna reaktif dengan mudah terhidrolisis terutama
pada zat warna yang hanya menempel dipermukaannya saja. Zat warna
tersebut menjadi tidak reaktif kembali dan menodai pinggiran motif pada
kain karena adanya hidroselulosa akibat pengaruh dari hidrolisis zat warna
reaktif oleh alkali shock sehingga terbentuk gugus aldehid dimana serat
kapas yang rusak dapat menyerap zat warna reaktif yang sudah tidak
reaktif lagi. Oleh karena itu hasilnya sangat muda karena pelunturannya
sangat tinggi dengan adanya alkali shock. Saat proses padding
berlangsung maka zat warna yang semula terbawa kembali saat benam
alkali shock menjadi menempel pada permukaan kain dan saat proses
pengeringan dapat menguap dan pindah
fasa pada fasa uap panas dan sebagian ada yang pindah atau bermigrasi
pada fasa larutan saat proses pencucian dengan teepol dimana zat warna
ini dapat larut kembali dalam air dengan adanya zat aktif permukaan
berupa teepol dan zat warna ini ditarik oleh gugus hidrofil dari ZAP dan
gugus hidrofobnya mengarah pada udara sehingga zat warna yang tidak
terfiksasi dan hanya menempel dipermukaan menjadi pindah pada fasa
larutan dan luntur sehingga hasilnya hanya zat warna yang tidak terfiksasi
saja yang tersisa pada kain kapas.
Reaksi hidrolisis yang tinggi ini menyebabkan hasil pencapannya sangat
muda dan kelunturannya baik saat proses benam alkali shock maupun
pencucian sangat banyak dengan adanya proses benam alkali shock
tersebut sehingga reaksi hidrolisa menjadi sangat tinggi dan gugus reaktif
dari zat warna reaktif yang digantikan oleh gugus Sel-OH dari serat kapas
menjadi rendah.

Reaksi Fiksasi Zat Warna Reaktif dengan Serat Kapas

 Metode Pad - Batch


Metode pad - batching dilakukan dengan cara fiksasi selama 12 jam. Dari
praktikum yang dilakukan dapat diketahui bahawa metode pad – batch
menghasilkan kain hasil pencapan yang ketuaan warnanya cukup baik.
Metode pad- batch berlangsung selama 12 jam dengan pemeraman dalam
plastik sehingga ikatan zat warna dengan serat terjadi lebih baik
dibandingkan cara wet fixation.
Proses pencapan ini dilakukan dengan proses pencapan terlebih dahulu
tanpa alkali lalu dilakukan proses benam dalam larutan alkali dan natrium
silikat sebagai pengental agar terbentuk lapisan film sementara sehingga
zat warna tidak mudah bermigrasi pada bagian kain yang lain saat proses
pemeraman yang lama dan tidak menimbulkan penodaan pada bagian kain
yang lain. Pada proses ini pun terjadi reaksi fiksasi zat warna yag semula
telah teradsorpsi pada proses pencapan, lalu berdifusi pada proses
pengeringan awal dan sebagian zat warna yang tidak terfiksasi pun
menguap dan pindah pada fasa uap panas karena pengeringan ini
menggunakan sistem hot flue dryer sehingga zat warna mudah untuk
bermigrasi. Sebagian zat warna dipermukaan yang tidak menguap maka
dapat bermigrasi pada proses benam alkali dan natrium silikat dan
mengalami kelunturan. Kelunturan tersebut dapat menodai kain kapas
diluar motif karena adanya alkali sehingga zat warna yang terhidrolisa
dapat menodai kain kapas tersebut. Reaksi ini adalah reaksi hidroselulosa
pada kapas sehingga dapat menyerap zat warna reaktif yang sudah tidak
reaktif lagi karena terbentuknya gugus aldehid atau R-COH.
Saat proses batching berlangsung selama 12 jam, penodaan pada kain
kapas diluar motif semakin banyak, namun ketuaan warnanya cukup baik
dibandingkan kain 2 dengan metoda wet fixation karena proses fiksasi
pada kain ini dilakukan secara perlahan dan reaksi hidrolisa lebih rendah
karena reaksi zat warna dengan alkali lebih lambat.

 Metode Alkali Pre - Treatment


Metode alkali pre-treatment dilakukan dengan pengerjaan awal
menggunakan alkali lalu dilakukan proses pencapan. Proses ini merupakan
kebalikan dari metoda diatas sebelumnya dimana dilakukan proses
pencapan terlebih dahulu baru proses pada alkali.
Saat proses pad alkali maka terjadi penyerapan alkali pada kain kapas
sehingga kain kapas menjadi bersuasana alkali. Kemudian dilakukan
proses pengeringan, pencapan dengan pasta cap dan pengeringan
kembali sebelum proses pengukusan. Saat proses pencapan maka zat
warna dapat langsung berdifusi pada inti serat sesuai motif dengan adanya
bantuan alkali. Hasil proses pencapan dengan metoda ini adalah metoda
terbaik dimana ketuaan warna yang dihasilkan adalah yang paling tua. Hal
ini disebabkan karena metoda ini dilakukan dengan penambahan alkali
terlebih dahulu sehingga zat warna reaktif yang semula pada medium
pengental dapat pindah pada permukaan kain yang mengandung alkali
sehingga proses
absorpsi zat warna pada permukaan dan difusi zat warna pada inti serat
menjadi stabil dan resiko hidrolisisnya rendah karena zat warna langsung
berdifusi pada daerah motif zat warna reaktif. Setelah proses ini maka
dilakukan proses pengeringan untuk mengurangi kandungan air pada zat
warna dari penambahan kebutuhan air, pengental dan ballance agar
proses fiksasi berjalan baik. Proses fiksasi dilakukan dengan proses
pengukusan dengan uap panas sehingga terbentuk ikatan antara zat warna
reaktif dingin dengan serat kapas dengan ikatan kovalen dimana gugus
reaktif zat warna dapat diganti dan diisi oleh gugus hidroksi dari serat
kapas.
Kontak antara zat warna dan Na2CO3 langsung terjadi didalam serat yang
menyebabkan reaksi hidrolisa berkurang yang terjadi sebelum zat berikatan
serat. Pada metoda ini juga dilakukan proses pengukusan pada suhu
1050C selama 10 menit. Hal ini menyebabkan proses fiksasi antar zat
warna dengan serat terjadi sempurna. Hasil evaluasi membuktikan bahwa
ketuaan warna kain ini adalah yang paling tinggi dibandingkan kain yang
lain.

8.4 Persentase Ketajaman Motif


𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑐𝑚)
Ketajaman motif = x 100%
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑐𝑚)

No Metoda Panjang Awal Panjang Akhir % Viskositas

1 Pad Steam 20 cm 19,5 cm 97,5%

2 Wet Fixation 20 cm 19,5 cm 97,5%

3 Pad Batch 20 cm 18,2 cm 91,0%

4 Alkali Pretreatment 20 cm 19,8 cm 99,0%

Tabel Data Ketajaman Motif Hasil Pencapan dengan Zat Warna


Reaktif Panas 2 Tahap pada Kain Kapas
Pengaruh Metoda Fiksasi pada Pencapan Kain Kapas
dengan Zat Warna Reaktif Panas 2 Tahap Terhadap Nilai Ketajaman Motif
%KETAJAMAN MOTIF

100

98 99

96 97.5 97.5

94

92
91
90
88

86
Pad Steam Wet Fixation Pad Batch Alkali Pretreatment
METODA FIKSASI

Viskositas (%)

Grafik Pengaruh Metoda Fiksasi pada Pencapan Kain Kapas


dengan Zat Warna Reaktif Panas 2 Tahap Terhadap Nilai
Ketajaman Motif

Ketajaman motif adalah salah satu syarat hasil pencapan. Ketajaman


warna ini dinyatakan dengan persentase ketajaman motif yang dipengaruhi
oleh pengental yang digunakan. Dalam proses pencapan, digunakan
pengental sebagai media proses pencapan dimana pengental ini
digunakan sebagai media untuk memindahkan zat warna. Zat warna reaktif
panas semula dimasukan ke dalam medium pengental untuk dapat
dipindahkan ke permukaan kain kapas. Pengental ini sifatnya harus mudah
dihilangkan dalam proses pencucian agar tidak menimbulkan kain yang
kaku. Pengental memiliki batas viskositas. Semakin tinggi viskositasnya
maka semakin kental pasta cap dan semakin sulit proses pencapannya
karena pasta cap sulit untuk melewati lubang lubang pada kain kassa
sehingga hasilnya tidak maksimal. Sedangkan jika viskositasnya rendah,
maka pasta cap semakin encer dan semakin mudah untuk melewati lubang
pada kain kassa. Akibatnya hasil pencapan menjadi blobor dan motif tidak
tajam. Dari
keempat kain yang dilakukan proses pencapan menggunakan variasi waktu
proses air hanging, maka ketajaman motifnya sebagai berikut :
Berdasarkan grafik dan tabel diatas hasil pencapan pada kain kapas
dengan zat warna reaktif dingin dapat diketahui bahwa pasta cap yang
dibuat untuk proses pencapan ini hasilnya tidak memiliki viskositas yang
baik. Hasilnya ternyata memiliki ketajaman motif kurang dari 100% yang
artinya viskositas pasta cap terlalu tinggi. Ketika proses pencapan
berlangsung maka zat warna reaktif panas sulit untuk melewati pori pori
kain kassa karena pengental yang viskositasnya tinggi sehingga migrasi
pada permukaan kain kapas menjadi terhambat.

Ketajaman motif ini menentukan kualitas pasta cap, semakin baik


viskositasnya maka hasil pencapannya semakin baik. Ketajaman motif
pada kain ini yang viskositasnya terlalu tinggi menyebabkan motif zat
warna tidak terwarnai tepat pada motif. Oleh karena itu ada bagian motif
yang tidak terwarnai.

Viskositas dapat diuji baik dengan alat viskometer maupun secara manual.
Praktikum ini dilakukan pengujian secara manual dimana pasta cap diaduk
dengan sendok dan diangkat hingga pasta jatuh tanpa terputus putus
dengan baik yang menandakan bahwa viskositas pasta cap termasuk baik.
Viskositas yang tinggi menyebabkan pasta cap sulit untuk jatuh saat
sendok diangkat sedangkan pasta cap yang rendah lebih mudah untuk
jatuh karena lebih banyak mengandung air.

Ketajaman motif merupakan salah satu persyaratan dalam proses


pencapan selain hasil yang permanen dan tidak merata untuk membentuk
motif. Pengental yang berasal dari alam yaitu natrium alginat pada
dasarnya memiliki viskositas yang baik. Dalam pasta cap ditambahkan air
panas untuk membantu melarutkan zat warna reaktif panas yang
kereaktifannya rendah sehingga dapat bercampur dengan zat pembantu
lain dalam keadaan larut dengan baik. Namun viskositas yang tinggi ini
menandakan bahwa kurangnya ballance dalam pasta cap dimana ballance
ini dapat menggunakan air panas untuk menyeimbangkan kekentalan pasta
cap sehingga viskositasnya baik dan zat warna yang pindah dari fasa
pengental
pada fasa padatan yaitu kain kapas menjadi rata dan pas sesuai motif. Zat
warna yang semula pada screen dan dipindahkan dengan rakel ternyata
menempel dibawah screen sehingga tidak tersampaikan pada permukaan
kain kapas dengan baik dan menyebabkan zat warna yang pindah menjadi
tidak tepat. Oleh karena itu, hasilnya menjadi tidak sesuai dengan motif.
Hal ini dapat diantisipasi dengan menambahkan air panas sebagai ballance
dalam pasta cap.

8.5 Faktor Faktor yang Berpengaruh


 Pengental
Pengental digunakan sebagai medium pencapan untuk memindahkan zat
warna reaktif panas pada kain kapas. Pengental yang digunakan adalah
pengental alam jenis alginat. Pengental ini berasal dari rumput laut dan
memiliki viskositas yang baik. Pengental ini pun tidak memiliki gugus
hidroksi primer sehingga zat warna reaktif panas tidak dapat bereaksi
dengan pengental tetapi dengan serat. Apabila zat warna reaktif panas
bereaksi dengan pengental maka dapat menyebabkan pegangan kain
menjadi kaku.
 Urea
Urea dalam praktikum ini digunakan sebagai zat higroskopis dalam pasta
cap. Dengan adanya urea ini maka diharapkan hasil pencapan tidak
menjadi kaku karena urea ini membantu melembabkan pasta cap dan kain
hasil pencapan sehingga hasilnya tidak kaku. Urea bentuknya adalah
padatan yang ditambahkan terakhir sebelum Na2CO3 guna menghindari
terbentuknya gumpalan pasta cap sehingga menyumbat proses pencapan.
Hal ini pun dilakukan agar tidak terjadi belang pada hasil proses pencapan
karena pasta tidak homogen.
 Na2CO3
Na2CO3 berfungsi sebagai alkali untuk membantu proses fiksai zat warna
reaktif dengan serat kapas. Alkali ini sifatnya lemah karena zat warna
reaktif panas memiliki kereaktifan rendah karena merupakan zat warna
reaktif dingin dan digunakan untuk pencapan dengan kebutuhan air yang
sangat rendah sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisa zat
warna reaktif. Namun jika saat fiksasi kontak dengan alkali dilakukan
secara langsung dan tiba tiba maka dapat menyebabkan reaksi spontan
sehingga
banyak zat warna yang luntur kembali karena reaksi hidrolisa semakin
besar sehingga semakin banyak zat warna menjadi tidak reaktif lagi. Oleh
karena itu, metoda fiksasi perlu diketahui agar resiko hidrolisisnya menjadi
rendah dan ketuaan warna dapat dicapai dengan baik.
 Zat anti reduksi
Zat anti reduksi ditambahkan agar pasta cap tetap stabil. Adanya zat warna
reaktif yang terhidrolisis dapat menyebabkan kain kapas menjadi
terhidrolisis juga sehingga terjadi hidoselulosa dan membentuk aldehid
atau senyawa R- COH yang menandakan bahwa terjadi kerusakan serat
kapas. Oleh karena itu, zat ini ditambahkan agar serat kapas tidak mudah
tereduksi.

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil proses pencapan pada kain kapas dengan zat warna reaktif
panas (Novacron Golden Yellow P-2RN – Novacron Blue P-3R) 2 tahap
dengan variasi metoda fiksasi (pad steam – wet fixation – pad batch – alkali
pretreatment) dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum kain kapas hasil
pencapan adalah kain 4 dengan metoda fiksasi alkali pretreatment dengan
hasil ketuaan warna rangking 1 (sangat tua) dan presentasi ketajaman motif
99,0%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeprijono.P. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. 1973.


2. Yolanda Istiqomah. LKP : Optimalisasi Penggunaan Alkali (Na2CO3) pada
Pencelupan Kain Kapas dengan Zat Warna Reaktif Rifazolbrill Blue R
Spesial (Jenis Vinil Sulfon) untuk Warna Muda, Sedang dan Tua.
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011.
3. Rasjid Djufri, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976.
4. Lubis Arifin, dkk.. Teknologi Pencapan Tekstil. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil, 1998
5. Isminingsih, Rasjid Djufri. Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung. Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil. 1979.
6. Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2005.
7. Suventi. 2012. Bahan Ajar Praktikum Pencapan. Bandung. SMKN 1
Katapang.
8. https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sodium_alginat.jpg (Diakses 8
Desember 2016 pkl 20.00 WIB)
9. http://suhanasulastri.blogspot.co.id/2011/03/alginat.html (Diakses 8
Desember 2016 pkl 20.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai