Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH TEKNOLOGI FERMENTASI

FERMENTASI BAKASANG (BEKASAM) IKAN CAKALANG

OLEH:

ANNISA AULIA RAMADHANI HIDAYAT


G 031 19 1016

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
FERMENTASI BAKASANG (BEKASAM) IKAN CAKALANG

A. Tinjauan Pustaka
Bakasang (bekasam) merupakan makanan hasil fermentasi yang dibuat secara
tradisional dari jeroan ikan, ikan-ikan kecil dan telur-telur ikan. Ikan yang dapat
diolah menjadi bekasam umumnya termasuk jenis ikan air tawar seperti lele,
ikan gabus, ikan nila, ikan mas, wader dan mujair (Hidayati dkk., 2012). Jenis
ikan laut juga bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan bekasam, seperti ikan
cakalang dan ikan tongkol (Dasir dan Suyatno, 2019). Bekasam dibuat sebagai
salah satu upaya masyarakat terdahulu untuk mengawetkan ikan pada saat
musim panen agar ikan tidak terancam busuk.
Fermentasi bekasam dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan
fermentasi alami/spontan. Proses fermentasi tidak hanya dilakukan dengan
menambahkan garam pada bahan, juga dilakukan penambahan nasi sebagai
sumber karbohidrat untuk pertumbuhan mikroorganisme. Karbohidrat akan
diurai menjadi gula sederhana oleh mikroorganisme, kemudian akan diubah
menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2 (Lestari dkk.,
2018). Hasil fermentasi inilah yang akan memberikan rasa dan aroma khas
bekasam. Sedangkan garam berperan dalam mengikat air dan memberi rasa yang
sedap, juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak
dikehendaki seperti bakteri pembusuk yang umumnya relatif lebih sensitif
terhadap garam. Garam dapat berfungsi sebagai bahan pengawet karena dapat
menaikkan tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel
mikroba (Talakua dan Rumengan, 2020).
Proses fermentasi ikan merupakan proses biologis atau semi-biologis yang
dibedakan menjadi empat golongan:
1. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan
peda, kecap ikan, dan bakasang.
2. Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan
silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionar dan format.
3. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan
silase ikan menggunakan asam-asam kuat.
4. Fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan
bekasam.
Khusus pada pembuatan bekasam terjadi fermentasi garam dengan cara basah
yang dilanjutkan dengan fermentasi laktat. Fermentasi garam dibedakan menjadi
dua cara, yaitu:
1. Fermentasi penggaraman kering, biasanya dilakukan terhadap ikan-ikan yang
mempunyai kandungan lemak rendah.
2. Fermentasi penggaraman basah, yaitu perendaman di dalam larutan garam
yang biasanya dilakukan terhadap ikan-ikan berlemak tinggi (Huda, 2015).
B. Metode Fermentasi
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah papan pengalas, pisau, wadah tempat sampel
uji, ayakan, timbangan analitik, cawan porselin dan waterbath.
Bahan yang digunakan adalah jeroan (usus, hati, jantung, paru, dan telur) ikan
cakalang segar, jeruk nipis dan garam dapur.
2. Pembuatan Bekasam
Ikan cakalang segar dipisahkan bagian isi perut dari daging ikan cakalang.
Jeroan (usus, hati, jantung, paru dan telur) ikan dicuci di dalam wadah.
Selanjutnya ditiris dalam ayakan. Jeroan ditimbang kemudian diberi jeruk nipis
dan garam dapur 20% dari berat jeroan. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah
kaca dan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 50℃ selama 5, 10 dan 15 hari
untuk dilakukan proses fermentasi (Yempormase dkk., 2017).

C. Proses Fermentasi
Pemilihan ikan cakalang sebagai substrat dikarenakan mengandung protein
tinggi dan kadar air jeroan ikan cakalang yang sesuai untuk dijadikan sebagai
produk fermentasi. Adanya kadar protein disebabkan jeroan merupakan sumber
enzim proteolitik dengan kandungan yang cukup tinggi terutama pada bagian
pilorikaeka, lambung, dan usus seperti enzim tripsin, kemotripsin dan pepsin
(Purwaningsih dkk., 2013).
Bekasam dibuat dengan bahan baku jeroan ikan cakalang dan dilakukan
penambahan garam dan jeruk nipis. Jeruk nipis terdapat asam sitrat yang
berperan sebagai zat pemberi cita rasa dan pengawet makanan dan garam
memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan
mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan (Sani dkk., 2016). Garam juga
mampu menarik cairan dari dalam tubuh ikan dengan prinsip osmosis. Tekanan
osmotik yang tinggi menyebabkan terjadinya proses penyerapan air bebas dalam
daging ikan dan pada sel-sel mikroorganisme yang menyebabkan plasmolisis
sehingga air sel mikroorganisme tertarik keluar dan mikroorganisme kemudian
mati. Semakin tinggi konsentrasi garam yang ditambahkan kadar air produk
tersebut semakin rendah (Puspita dkk., 2019). Penggunaan garam yang
disarankan ialah tidak lebih dari 20% dan tidak kurang dari 17,5% guna
mengurangi kadar histamine pada jeroan (Purwaningsih dkk., 2013).
Proses fermentasi (penyimpanan bekasam) yang lama akan menyebabkan
penurunan protein. Adanya perubahan sifat fisiko-kimia maupun mikrobiologi
mengakibatkan pemecahan makromolekul protein, peptide dan asam amino
berubah menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang terdapat dalam
jeroan. Fermentasi menyebabkan perubahan pada struktur protein seperti
fragmentasi, cross-linking, agregasi, dan oksidasi, serta berbagai efek dari
perubahan protein secara natural, kondisi fisik, organoleptik dari produk.
Kehilangan komponen nitrogen dalam produk fermentasi dari ikan dikarenakan
adanya dekomposisi protein dalam jaringan ikan. Proses degradasi tersebut
menimbulkan karakteristik flavor pada produk akhir. Degradasi protein ikan
yang difermentasi juga akan menghasilkan komponen volatil dari asam amino
(Purwaningsih dkk., 2013).

D. Produk Yang Dihasilkan

Foto oleh: Dewi Ikan


Gambar di atas merupakan salah satu contoh produk yang dihasilkan dari
fermentasi ikan cakalang, akan tetapi bagian ikan cakalang yang difermentasikan
merupakan telur dari ikan tersebut. Produk yang dihasilkan juga dapat berupa
sambal ataupun makanan pokok yang dicampurkan bersama nasi. Berdasarkan
hasil penelitian Purwaningsih dkk. (2013) waktu fermentasi yang baik dalam
pembuatan bekasam adalah 4 hari, dengan lama penyimpanan produk maksimal
30 hari.
Mikroorganisme yang umumnya terdapat pada fermentasi bekasam, meliputi
Pseudomonas, Enterobacter, Moraxella, Micrococcus, Streptococcus,
Lactobacillus, Pseudomonas, Moraxella, Staphylococcus, dan Pediococcus spp
(Tamang, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Dasir dan Suyatno. 2019. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Ikan. NoerFikri
Offset. Palembang.
Dewi Ikan. 2011. Pengolahan Bakasang Telur Cakalang.
http://sakurafish.blogspot.com/2011/04/pengolahan-bakasang-telur-
cakalang.html. Diakses: 14 Maret 2021.
Hidayati, L., L.A.Chisbiyah dan T.M.Kiranawati. 2012. Evaluasi Mutu
Organoleptik Bekasam Ikan Wader. Jurnal Teknologi Industri Boga dan
Busana. 3(1): 44-51.
Huda, I. 2015. Pengaruh Kuantitas Garam Terhadap Kualitas Bekasam serta
Sumbangsihnya Pada Materi Bioteknologi Di Kelas IX SMP/MTs. Skripsi.
UIN Raden Fatah Palembang.
Lestari, S., Rinto dan S.B.Huriyah. 2018. Peningkatan Sifat Fungsional Bekasam
Menggunakan Starter Lactobacillus acidophilus. JPHPI. 21(1): 179-187.
Purwaningsih, S., J.Santoso dan R.Garwan. 2013. Perubahan Fisiko-Kimiawi,
Mikrobiologis dan Histamin Bakasang Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis,
Lin) Selama Fermentasi dan Penyimpanan. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan. 24(2): 1-10.
Puspita, D.A., T.W.Agustini dan L.Purnamayati. 2019. Pengaruh Perbedaan
Konsentrasi Garam Terhadap Kadar Asam Glutamat Pada Bubuk Bekasam
Ikan Lele (Clarias batracus). Jurnal Teknologi Pangan. 3(1): 110-115.
Sani, I.V., F.Fatimah dan V.S.Kamu. 2016. Perubahan Kualitas Bekasang Ikan
Malalugis (Decapterus kurroides) Selama Penyimpanan. Jurnal MIPA
Unsrat Online. 5(1): 25-28.
Talakua, C dan Y.Rumengan. 2020. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama
Fermentasi Terhadap Kadar Protein Bakasang Laor. Bio-Lectura: Jurnal
Pendidikan Biologi. 7(2): 25-31.
Tamang, J.P. 2015. Health Benefits of Fermented Foods and Beverages. 1st Edition.
CRC Press. New York.
Yempormase, H.V., F.Fatimah dan V.S.Kamu. PHARMACON: Jurnal Ilmiah
Farmasi. 6(4): 228-233.

Anda mungkin juga menyukai